Anda di halaman 1dari 25

ACUTE CORONARY SYNDROME

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing
dr. Musrifah Budi Utami, Sp. PD, M.Kes

HALAMAN JUDUL

REFERAT

Disusun oleh :
Iin Nila Nuraini, S.Ked
J510170011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

i
REFERAT

ACUTE CORONARY SYNDROME

Diajukan oleh :
Iin Nila Nuraini, S.Ked
J510170011

Telah disetujui dan dipresentasikan dihadapan dewan penguji oleh bagian


Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Dipresentasikan dihadapan

dr. Musrifah Budi Utami, Sp. PD, M.Kes (.............................................)

Pembimbing

dr. Musrifah Budi Utami, Sp. PD, M.Kes (.............................................)

HALAMAN PENGESAHAN

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Batasan Masalah..................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
1.4. Metode Penulisan .................................. Error! Bookmark not defined.
BAB II ..................................................................................................................... 3
LANDASAN TEORI .............................................................................................. 3
2.1. Anatomi ................................................................................................... 3
2.2. Fisiologi Jantung..................................................................................... 5
2.3. Definisi ACS ............................................................................................ 6
2.4. Klasifikasi ACS ....................................................................................... 6
2.5. Etiologi ACS ............................................................................................ 6
2.6. Epidemiologi ACS .................................................................................. 7
2.7. Faktor Risiko .......................................................................................... 8
2.8. Patofisiologi ............................................................................................. 8
2.9. Manifestasi Klinis ................................................................................... 9
2.10. Diagnosis ............................................................................................ 10
2.11. Diagnosis Banding ............................................................................ 13
2.12. Terapi ................................................................................................. 14
2.13. Komplikasi......................................................................................... 16
2.14. Prognosis ............................................................................................ 17
2.15. Edukasi .............................................................................................. 18
BAB III ................................................................................................................. 20
KESIMPULAN ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah
kardiovaskuler yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah
sakit dan angka kematian yang tinggi. Diperkirakan penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab utama kematian secara mendunia dan pada tahun 2030
sebanyak 23,7 juta orang akan meninggal akibat penyakit kardiovaskular
(WHO, 2011 dalam Arcelia, 2011). Salah satu Penyakit kardiovaskular
adalah penyakit akut jantung iskemik atau Acute Coronary Syndrome (ACS)
yang merupakan manifestasi terbesar dan dikaitkan dengan penyebab utama
angka kematian serta morbiditas yang tinggi.Hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) di Indonesia pada tahun 2007 penyakitkardio vaskular adalah
penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian terbanyak setelah
stroke dan hipertensi.(Oktarina, Yertizal, & Zulkarnain, 2013).ACS
merupakan rangkaian gangguan klinis yang disebabkan oleh penyakit akut
iskemik jantung. Spektrum klinis SKA adalah Unstable Angina Pectoris
(UAP), non-ST elevasi myocardial infarction (NSTEMI), dan ST-elevasi
myocardial infarction (STEMI). UAP ditetapkan apabila keluhan klinis nyeri
dada istirahat atau saat beraktivitas tetapi nilai laboratorium troponin T dan I
normal.NSTEMI ditetapkan apabila nyeri dada disertai gambar
Elektrokardiografi (EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium
positif.STEMI didapatkan klinis nyeri dada disertai gambar EKG positif
elevasi segmen ST.
Faktor penyebab ACS diketahui lebih dari 90% terjadinya sindrom
koroner akut adalah faktor plak aterosklorotik dengan berlanjut ke agregasi
trombosit dan pembentukan plak dari trombus intrakoroner.ACS merupakan
salah satu diagnosis rawat inap dinegara maju. Laju mortalitas awal 30 hari
pada infark miokard adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi

1
sebelum pasien mencapai kerumah sakit (Alwi, 2009 dalam Sudoyo 2009,
p.1741). Infark dan kematian merupakan perspektif klinis ACS yang tidak
harapkan.Tekanan darah yang meningkat pada ACS menjadi ancaman
memperberat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokard.Ketidakcukupan oksigen mengakibatkan infark miokard yang
irreversibel.Patofisiologis juga menjelaskan bahwa peningkatan tekanan
darah sistemik merupakan salah satu faktor risiko ACS.Secara fisiologis
meningkatnya resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel
kiri mengakibatkan kerja jantung khususnya ventrikel kiri
bertambah.Sehingga ventrikel kiri hipertropi atau pembesaran ventrikel kiri
untuk meningkatkan kekuatan pompa (Ibnu dalam Leonard, 2009).Kondisi
hipertropi mengakibatkan kebutuhan oksigen miokard meningkat. Bila proses
asteroklorosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang
(Brown, 2006 dalam Price dan Wilson 2006, p.583) (Halimuddin, 2016).

1.2. Batasan Masalah


Dalam referat ini membahas tentang Sindrom Koroner Akut(Acute Coronary
Syndrome) mencakup definisi,klasifikasi, etiologi, epidemiologi, faktor
risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, terapi, komplikasi,
progonosis, edukasi.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami tentang Sindrom
Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome)sekaligus sebagai syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Karanganyar.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Anatomi
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar
kepalan tangan.Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh
darah dengan kontraksi ritmik dan berulang.Jantung normal terdiri dari
empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di
bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa.Dinding
yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri
dinamakan septum.
Batas-batas jantung:
 Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava
inferior (VCI)
 Kiri : ujung ventrikel kiri
 Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel
kiri
 Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis
 Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang
diafragma sampai apeks jantung
 Superior : apendiks atrium kiri

3
Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan
keempat katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan
menjaga agar darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup
ini adalah katup trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri
pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral
memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior. Katup lainnya
memiliki tiga daun (leaflet) .
Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf
simpatis dan parasimpatis.Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus
melalui preksus jantung. Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA
dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal
dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua atrium dan

4
ventrikel.Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi
aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.
Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner
kanan berasal dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus
pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai
mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada 85% pasien arteri
berlanjut sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens artery
(PDA) disebut dominan kanan.Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta
posterior kiri dan terbagi menjadi arteri anterior desenden kiri/ left anterior
descenden (LAD) interventrikuler dan sirkumfleks.LAD turun di anterior
dan inferior ke apeks jantung.Mayoritas darah vena terdrainase melalui
sinus koronarius ke atrium kanan.Sinus koronarius bermuara ke sinus
venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi berhubungan dengna
atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.

2.2. Fisiologi Jantung


Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait
fungsinya sebagai pompa darah.Masing-masing terdiri dari satu atrium-
ventrikel kiri dan kanan.Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa
jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan
bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk
seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah
suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan
oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke
jantung.Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah
dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut
ke jantung sebelah kanan.Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup
trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup
pulmonal.

5
Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami
oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna
merah.Darah merah ini kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena
pulmonalis.Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup
mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta.
Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri,
dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi
maksimal, ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri
akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat
ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah
diastolik.Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan
kedua ventrikel.

2.3. Definisi ACS


Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang
terjadi karena adanya ruptur atau erosi dari plak aterosklerosis yang
memiliki gambaran berupa angina pektoris tidak stabil (unstable angina
pectoris/UAP), infark miokardium akut (IMA) baik dengan peningkatan
segmen ST (ST segmen elevation myocardial infarction/ STEMI) maupun
tanpa peningkatan segmen ST (non ST segmen elevation myocardial
infarction/NSTEMI).

2.4. Klasifikasi ACS


Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP: unstable angina pectoris).

2.5. Etiologi ACS

6
Penyebab dari Sindrom Koroner Akut ini adalah trombus tidak
oklusif pada plak yang sudah ada, obstruksi dinamik (spasme koroner atau
vasokonstriksi), obstruksi mekanik yang progresif, inflamasi dan/atau
infeksi, faktor atau keadaan pencetus.

2.6. Epidemiologi ACS


Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) di Indonesia pada tahun 2007
penyakitkardio vaskular adalah penyakit jantung koroner menjadi penyebab
kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.(Oktarina, Yertizal, &
Zulkarnain, 2013).Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang
masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang
(Rima Melati, 2008). Menurut WHO, 7.254.000 kematian di seluruh dunia
(12,8% dari semua kematian) disebabkan oleh SKA pada tahun 2008
(Hausenloy, 2013). Di USA setiap tahun 550.000 orang meninggal karena
penyakit ini.Di Eropa diperhitungkan 20 – 40.000 orang dari 1 juta
penduduk menderita SKA (Rima Melati, 2008). Di Indonesia SKA masih
dianggap sebagai penyumbang angka kematian tertinggi dengan angka
prevalensi 7,2% pada tahun 2007 (Isman Firdaus, 2012). Survei yang
dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakan prevalensi SKA di
Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat (Rima Melati, 2008). SKA
umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun (Heru Sulastomo,
2010). SKA tidak hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko
terkena SKA meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki (Mamat
Supriyono, 2008). Insidensi SKA tercatat lebih rendah pada wanita
dibandingkan pria sebelum usia 50 tahun (Anand, 2008). Sebelum berusia
40 tahun, perbedaan kejadian SKA antara pria dan wanita adalah 8 : 1. Satu
dari empat laki-laki dan satu dari lima perempuan meninggal setiap tahun
karena SKA

7
2.7. Faktor Risiko
Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor resiko yang tidak dapat
dikendalikan dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor resiko yang
tidak dapat dikendalikan adalah usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga.
Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan adalah dislipidemia, obesitas,
hipertensi, merokok, diabetes melitus dan kurang olahraga.

2.8. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak
tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner,
baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan
zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat
gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti sekitar
20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
(miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak
plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi
dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus,
dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi

8
Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis pada Plak Aterosklerosis


Sumber : Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner

2.9. Manifestasi Klinis


a. Gambaran Klinis Angina Tak Stabil
1. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau
keluhan angina yang bertambah dari biasa.
2. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas
yang minimal.
3. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
4. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

9
b. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Non Elevasi Segmen ST
(NSTEMI)
1. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di
epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat,
perasaan terbakar.
2. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi
gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.
3. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahawa
mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina
berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan
dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat.
4. Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah
diketahui dengan baik.
5. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau
nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi
dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih
dari 65 tahun.

c. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST


(STEMI)
1. Nyeri dada dengan lokasi substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri seperti rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
3. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke
lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
5. Gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas,
keringat dingin, cemas dan lemas.

2.10. Diagnosis

10
a. Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan
tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada
spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia
dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada
merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA.
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi
faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari
APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis,
stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti
penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan
gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis
atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki
kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
c. Pemeriksaan Penunjang
 Elektrokardiografi
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak
medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil
EKG sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah
perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan
perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang
mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat
disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20
menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal

11
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan
kemungkinan diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya
akibat iskemia tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan
ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu
dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan. Depresi segmen
ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk
diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan
mengukur depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan
dihubungkan dengan depresi segmen ST ≥1 mm. Depresi segmen
ST ≥1 mm dan/atau inversi gelombang T≥2 mm di beberapa
sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau
NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q ≥0,04 detik tanpa
disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T
menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi
sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan
SKA atau Definitif SKA. Jika pemeriksaan EKG awal
menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih
berlangsung, pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Pada
keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 1224
jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi
angina berulang. Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan
EKG, misalnya depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T
yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI dapat
dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil
(0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami
normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP
atau NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi
iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri dada tidak berulang,
EKG tetap nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak

12
terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif
meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi UAP
atau NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis
SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan.
 Petanda Biokimia Jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung
tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan
troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan
kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam
menentukan kapan marka jantung hendak diulang sebaiknya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak
dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut.
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di
dalam darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap
sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya
menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis
luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Mengingat
troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai
ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas
nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat. Apabila
pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat
digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam,
mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.

2.11. Diagnosis Banding


Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain:

13
a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta,
perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension
pneumothorax.
b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik,
sindrom Brugada, sindrom wolf-Parkinson-White.
c. Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis,
GERD, nyeri otot dinding dada, serangan panik dan gangguan
psikogenik.

2.12. Terapi
a. Evaluasi Awal
Berdasarkan kualitas nyeri dada, anamnesa dan pemeriksaan fisik terarah
serta gambaran EKG, pasien dikelompokan menjadi salah satu dari:
STEMI, NSTEMI dan kemungkinan bukan SKA.
b. Penanganan Awal
Penanganan awal dimulai dengan pemberian beberapa terapi
medikamentosa yang telah terbukti dapat memperbaiki prognosis jangka
panjang seperti pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan
risiko thrombosis arteri koroner berulang, penyekat beta dan statin.
c. Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik
1. Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%.
2. Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan
dilanjutkan dengan pemberian kontinu melalui intravena.
3. Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas.
4. Penyekat beta secara kompetitif mengambat efek katekolamin
terhadap miokard dengan cara menurunkan laju jantung, kontraktilitas
dan tekanan darah, sehingga konsumsi oksigen oleh miokard
menurun.
d. Agen Antiplatelet

14
Peran aktivasi dan agregasi platelet merupakan target utama pada
penanganan pasien SKA. Pemberian antiplatelet dilakukan untuk
mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian aterotrombosis
berulang.
1. Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa
Pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan mayor,
sehingga potensi keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko
perdarahannya.
2. Antikoagulan
Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan
aktivitasnya. Banyak studi telah membuktikan bahwa kombinasi
antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi
serangan jantung akibat thrombosis.
e. Revaskularisasi Koroner
Pada pasien dengan risiko tinggi menjalani kematian dan kejadian
kardivaskular, pemeriksaan angiografi koroner dengan tujuan untuk
revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi simptom,
memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis.
f. Intervensi Koroner Perkutan (PCI)
Intervensi koroner perkutan (PCI) umumnya menggunakan stent/cincin
untuk mengurangi kejadian oklusi tiba-tiba (abrupt closure) dan
penyempitan kembali.
g. Intervensi Bedah:
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) Proses trombosis merupakan
target terapi antiplatelet dan antikoagulan, sehingga bila pasien menjalani
CABG risiko perdarahan dan komplikasi perioperatif lebih tinggi. Secara
umum bila memungkinkan, CABG dilakukan setelah minimal 48-72 jam.
h. Tatalaksana Jangka Panjang
Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki risiko tinggi untuk
berulangnya iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu, prevensi sekunder

15
secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka panjang, yang
mencakup :
1. Perbaikan gaya hidup seperti berhenti merokok, aktivitas fisik teratur,
dan diet.
2. Penurunan berat badan pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan
overweight.
3. Intervensi terhadap profil lipid yaitu :
a. Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa
ST elevasi, diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan menstabilisasi
dinding plak aterosklerosis, efek pleitropik.
b. Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan
target LDL<100 mg/dL
4. Meneruskan pemakaian anti-platelet.
5. Pemakaian penyekat beta harus diberikan pada semua pasien,
termasuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan,
dengan atau tanpa gejala gagal jantung.
Setelah suatu SKA tanpa elevasi ST, direkomendasi penilaiaan kapasitas
fungsional. Berdasarkan status kardiovaskular dan penilaian kapasitas fisik
fungsional tersebut, pasien diberi informasi mengenai waktu dan level
aktivitas fisik yang direkomendasikan, termasuk rekreasi, kerja, dan
aktivitas seksual. Pasien pasca SKA tanpa elevasi ST dapat disarankan
menjalani uji latih jantung dengan EKG atau suatu pemeriksaan stress non
invasif untuk iskemia yang setara, dalam 4-7 minggu setelah perawatan.

2.13. Komplikasi
Sindroma koroner akut dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada
organ jantung sehingga selain dapat menimbulkan kematian, dapat juga
menyebabkan komplikasi seperti:
a. Aritmia, misalnya fibrilasi atrium, takikardi ventrikular, fibrilasi
ventrikular
b. Trombus ventrikel kiri

16
c. fibrosis jantung
d. gagal jantung
e. syok kardiogenik
f. disfungsi katup mitral
g. aneurisma ventrikel
Gagal jantung pada sindroma koroner akut diklasifikasikan
menurutKlasifikasi Killip:
a. Killip Kelas I, tidak ada komplikasi

b. Killip Kelas II, terdapat:

1. Bunyi jantung S3

2. Tanda bendungan paru/ peningkatan tekanan vena jugular

3. Ronki pada kurang dari ½ lapangan paru posterior

c. Killip Kelas III, terdapat edema paru

d. Killip Kelas IV, syok kardiogenik

Semakin tinggi klasifikasi Killip, semakin tinggi angka mortalitasnya di


rumah sakit.

2.14. Prognosis
Prognosis dari sindroma koroner akut, terutama grup NSTEMI dan
angina tidak stabil, bervariasi karena pasiennya juga heterogen. Untuk
menilai prognosisnya maka yang harus dilakukan adalah stratifikasi risiko.
Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan sistem skoring. Sistem skoring
tersebut adalah:
TIMI (Trombolysis in Myocardial Infarction)
Skoring menggunakan sistem skoring TIMI adalah sebagai berikut:

 Risiko rendah (0-2 poin)

 Risiko sedang (3-5 poin)

 Risiko tinggi (5-7 poin)

17
Penilaian skor TIMI adalah sebagai berikut:

 Usia 65 tahun atau lebih (1 poin)


 3 atau lebih faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (1 poin)\

 Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (1 poin)

 Riwayat stenosis koroner lebih dari 50% (1 poin)

 Lebih dari 1 kali episode angina pada saat istirahat dalam waktu
kurang dari 24 jam (1 poin)

 Deviasi segmen ST (1 poin)

 Peningkatan enzim jantung (1 poin)


GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events)
Sistem skoring GRACE juga dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko
sindrom koroner akut:

 Risiko rendah (0-133 poin)

 Risiko sedang (134-200 poin)

 Risiko tinggi (lebih dari 200 poin)


Penilaian skor GRACE, meliputi umur, laju denyut jantung,
tekanan darah sistolik, kadar kreatinin, Kelas Killip, riwayat henti jantung,
peningkatan enzim jantung, dan deviasi segmen ST.
Pasien yang dengan cepat dilakukan revaskularisasi memiliki
prognosis yang lebih baik. Pasien dengan komplikasi gagal jantung atau
kelas Killip yang tinggi memiliki angka mortalitas yang tinggi.

2.15. Edukasi
Pencegahan sindrom koroner akut melalui edukasi dan promosi
kesehatan untuk mencegah terbentuknya aterosklerosis. Edukasi dan
promosi kesehatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
 Modifikasi gaya hidup, yakni dengan olahraga minimal 30 menit setiap
hari
 Modifikasi diet, yakni diet rendah lemak

18
 Berhenti merokok
 Menurunkan kadar kolesterol LDL hingga di bawah 100 mg/dl pada
pasien dengan risiko tinggi. Kadar kolesterol dapat diturunkan dengan
modifikasi gaya hidup dan obat penurun LDL
 Manajemen tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
 Mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus

19
BAB III
KESIMPULAN

SKA merupakan merupakan penyebab utama kematian mendadak di


dunia. Diagnosis dan tatalaksana meliputi, Pemberian antiplatelet, anti iskemik,
antikoagulan, statin dan Ace inhibitor, Terapi Revaskularisasi (PCI atau
Fibrinolitik) untuk STEMI.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alwi I (2009). Infark miokard akut dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo A. W,
Setryohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu
pengetahuan penyakit dalam jilid II. Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing, pp: 1741-1756.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2015

Fox KA, Steg PG, Eagle KA, Goodman SG, Anderson FA Jr, Granger CB,
Flather MD et al (2007). Decline in rates of death and heart failure in
Acute Coronary Syndromes, 1999-2006. Journal of American Heart
Association. 297(17):1892-1900.

Ganong WF (2002). Homeostasis kardiovaskular dalam keadaan sehat & sakit.


Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC, pp: 615-619.

PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular,


edisi pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
Jakarta.

Rilantono LI. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. 143-150

21

Anda mungkin juga menyukai