Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Anestesiologi Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA
Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru
Sepsis and Treatment based on The Newest Guideline
Irvan*, Febyan*, Suparto*
*
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Correspondence/ Korespondensi : email.irvan2@gmail.com

ABSTRACT
Sepsis term based on newest guideline is life threatening organ dysfunction caused by a
dysregulated host respone to infection. The usage of SIRS criteria to identify sepsis was
considered to be unhelpful. Organ dysfunction is defined as an increase of SOFA score ≥
2. And severe sepsis is not used anymore. Septic shock is defined as a subset of sepsis in
which umderlying circulatory and metabolic abnormalities are profound enough to
substantially increase mortality. In 2016 guidelines, EGDT resuscitation target has been
removed, and recommended treatment with at least 30 mL/kg of intravenous crystalloid
given in 3 hours or less.
Keywords: Sepsis; SIRS; Septic shock

ABSTRAK
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang
mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.
Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap tidak membantu lagi.
Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa.
Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis
berat sudah tidak digunakan. Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana
abnormalitas sirkulasi dan metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara
signifikan. Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun 2016, target resusitasi EGDT
dihilangkan, dan merekomendasikan terapi cairan kristaloid minimal sebesar 30 ml/
kgBB dalam 3 jam atau kurang.
Kata Kunci: Sepsis; SIRS; Septik syok

Volume X, Nomor 1, Tahun 2018


Terakreditasi DIKTI dengan masa berlaku 3 Juli 2014 - 2 Juli 2019
Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 212/P/2014 62
Jurnal Anestesiologi Indonesia
PENDAHULUAN ISI
Berdasarkan buletin yang Istilah sepsis berasal dari bahasa
diterbitkan oleh WHO (W orld Health Yunani “sepo” yang artinya membusuk
Organization) pada tahun 2010, sepsis dan pertama kali dituliskan dalam suatu
adalah penyebab kematian utama di ruang puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18
perawatan intensif pada negara maju, dan SM). Kemudian pada tahun 1914 Hugo
insidensinya mengalami kenaikan. Setiap Schottmuller secara formal
tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di mendefinisikan “septicaemia” sebagai
Amerika Serikat. Hal seperti ini juga penyakit yang disebabkan oleh invasi
terjadi di negara berkembang, dimana mikroba ke dalam aliran darah. Walaupun
sebagian besar populasi dunia bermukim. dengan adanya penjelasan tersebut, istilah
Kondisi seperti standar hidup dan seperti “septicaemia:, sepsis, toksemia
higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi dan bakteremia sering digunakan saling
kuman akan meningkatkan angka tumpang tindih.2 Oleh karena itu
kejadian sepsis.1 Sepsis dan syok septik dibutuhkan suatu standar untuk istilah
adalah salah satu penyebab utama tersebut dan pada tahun 1991, A merican
mortalitas pada pasien dengan kondisi College of Chest Physicians (ACCP) dan
kritis.2 Pada tahun 2004, WHO Society of Critical Care Medicine
menerbitkan laporan mengenai beban (SCCM) mengeluarkan suatu konsensus
penyakit global, dan didapatkan bahwa mengenai Systemic Inflammatory
penyakit infeksi merupakan penyebab Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan
tersering dari kematian pada negara sepsis berat. Sindrom ini merupakan
berpendapatan rendah.1 Berdasarkan hasil suatu kelanjutan dari inflamasi yang
dari Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh memburuk dimulai dari SIRS menjadi
Kemenkes, penyakit infeksi utama yang sepsis, sepsis berat dan septik syok.5
ada di Indonesia meliputi ISPA, Dan pada bulan Oktober tahun
pneumonia, tuberkulosis, hepatitis, diare, 1994 European Society of Intensive Care
malaria.3 Dimana infeksi saluran Medicine mengeluarkan suatu konsensus
pernafasan dan tuberkulosis termasuk 5 yang dinamakan sepsis-related organ
besar penyebab kematian di Indonesia.4 failure assessment (SOFA) score untuk
Kondisi serupa juga terjadi di negara menggambarkan secara kuantitatif dan
Mongolia, dimana penyakit infeksi seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi
merupakan 10 penyebab kematian organ. 2 hal penting dari aplikasi dari
tertinggi di negara tersebut. Dan pada skor SOFA ini adalah:6
suatu penelitian yang diadakan pada
tahun 2008, angka kejadian sepsis pada 1. Meningkatkan pengertian mengenai
pasien yang masuk ke ICU di RS perjalanan alamiah disfungsi organ dan
Mongolia didapatkan dua kali lebih besar hubungan antara kegagalan berbagai
dibandingkan dengan angka di negara organ.
maju.1 2. Mengevaluasi efek terapi baru pada
perkembangan disfungsi organ.

63 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Sepsis adalah adanya respon sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan


sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh darah sistolik <90 mmHg, mean arterial
yang dapat berkembang menjadi sepsis pressure < 65 mmHg, atau penurunan >
berat dan syok septik.5 Sepsis berat dan 40 mmHg dari ambang dasar tekanan
syok septik adalah masalah kesehatan darah sistolik yang tidak responsif setelah
utama dan menyebabkan kematian diberikan cairan kristaloid sebesar 20
terhadap jutaan orang setiap tahunnya.7 sampai 40 mL/kg).9 Kriteria untuk
Sepsis Berat adalah sepsis disertai dengan diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama
kondisi disfungsi organ, yang disebabkan kali dibentuk pada tahun 1991 oleh
karena inflamasi sistemik dan respon American College of Chest Physician and
prokoagulan terhadap infeksi.8 Syok Society of Critical Care Medicine
Septik didefinisikan sebagai kondisi Consensus (Tabel 1).5

Tabel 1. Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasarkan
Konsensus Konfrensi ACCP/SCCM 1991.5
Istilah Kriteria
2 dari 4 kriteria:

Temperatur > 38 0C atau < 36 0C

Laju Nadi > 90x/ menit


SIRS
Hiperventilasi dengan laju nafas > 20x/ menit atau CO2 arterial
kurang dari 32 mmHg
Sel darah putih > 12.000 sel/uL atau < 4000 sel/ uL

Sepsis SIRS dengan adanya infeksi (diduga atau sudah terbukti)


Sepsis Berat Sepsis dengan disfungsi organ

Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun sudah diberikan resusitasi yang
adekuat

Pada tahun 2001, SCCM, ACCP 2016, SCCM dan ESCIM mengeluarkan
dan European Society of Critical Care konsensus internasional yang ketiga yang
Medicine (ESICM) merevisi definisi bertujuan untuk mengidentifikasi pasien
sepsis dan menambahkan tingkat dari dengan waktu perawatan di ICU dan
sepsis dengan akronim PIRO risiko kematian yang meningkat.
(Predisposition, Infection, Response to Konsensus ini menggunakan skor SOFA
the infectious challenge, and Organ (Sequential Organ Failure Assesment)
dysfunction). Kemudian pada tahun dengan peningkatan angka sebesar 2, dan

Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 64


Jurnal Anestesiologi Indonesia

menambahkan kriteria baru seperti penggunaan skor SOFA di ICU, qSOFA


adanya peningkatan kadar laktat tidak membutuhkan pemeriksaan
walaupun telah diberikan cairan resusitasi laboratorium dan dapat dilakukan secara
dan penggunaan vasopressor pada cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA
keadaan hipotensi.2 Istilah Sepsis diharapkan dapat membantu klinisi dalam
menurut konsensus terbaru adalah mengenali kondisi disfungsi organ dan
keadaan disfungsi organ yang dapat segera memulai atau mengeskalasi
mengancam jiwa yang disebabkan karena terapi.10 Dan septik syok didefinisikan
disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. sebagai keadaan sepsis dimana
Penggunaan kriteria SIRS untuk abnormalitas sirkulasi dan selular/
mengidentifikasi sepsis dianggap sudah metabolik yang terjadi dapat
tidak membantu lagi. Kriteria SIRS menyebabkan kematian secara signifikan.
seperti perubahan dari kadar sel darah Kriteria klinis untuk mengidentifikasi
putih, temperatur, dan laju nadi septik syok adalah adanya sepsis dengan
menggambarkan adanya inflamasi hipotensi persisten yang membutuhkan
(respon tubuh terhadap infeksi atau hal vasopressor untuk menjaga mean arterial
lainnya). Kriteria SIRS tidak pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan
menggambarkan adanya respon kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah
disregulasi yang mengancam jiwa. diberikan resusitasi cairan yang adekuat.2
Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan
pada pasien yang dirawat inap tanpa
ditemukan adanya infeksi.10
Disfungsi organ didiagnosis apabila
peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah
sepsis berat sudah tidak digunakan
kembali. Implikasi dari definisi baru ini
adalah pengenalan dari respon tubuh yang
berlebihan dalam patogenesis dari sepsis
dan syok septik, peningkatan skor SOFA
≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan
penggunaan quick SOFA (qSOFA)
untuk mengidentifikasi pasien sepsis di
luar ICU.2 Walaupun penggunaan qSOFA
kurang lengkap dibandingkan

65 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 2. Skor SOFA10


Sistem 0 1 2 3 4
Respirasi
<200 (26.7) < 100 (13.3)
PaO2/FIO2, ≥400 <400
<300 (40) dengan bantuan dengan bantuan
mmHg(kPa) (53.3) (53.3)
pernafasan pernafasan

Koagulasi
Platelet, x103/ ul ≥ 150 <150 <100 <50 <20

Liver
Bilirubin, mg/ dl <1.2 1.2-1.9 2.0-5.9 6.0-11.9 >12.0
(umol/L) (20) (20-32) (33-101) (102-204) (204)

Dopamin 5.1-15 / Dopamin >15 /


MAP MAP Dopamin < 5 /
epinefrin ≤ 0,1 / epinefrin > 0,1 /
Kardiovaskular ≥70 <70 dobutamine
norepinefrin ≤ 0,1 norepinefrin >
mmHg mmHg (ug/kg/min)
(ug/kg/min) 0,1 (ug/kg/min)

Sistem Saraf
Pusat
Glasgow Coma
15 13-14 10-12 9-Jun <6
Score

Ginjal
1,2-1.9
Kreatinin, mg/ dl <1.2 2.0-3.4 (171-
(110- 3.5-4.9 (300-440) >5.0 (440)
(umol/L) (110) 299)
170)

Walaupun penggunaan qSOFA cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA


kurang lengkap dibandingkan diharapkan dapat membantu klinisi dalam
penggunaan skor SOFA di ICU, qSOFA mengenali kondisi disfungsi organ dan
tidak membutuhkan pemeriksaan dapat segera memulai atau mengeskalasi
laboratorium dan dapat dilakukan secara terapi.10

Tabel 3. Kriteria qSOFA10

Laju Nafas ≥ 22x/mnt


Perubahan Status Mental

Tekanan Darah Sistolik ≤ 100 mmHg

Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 66


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Patofisiologi rantai koagulasi dan menghambat


Sepsis sekarang dipahami sebagai fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang
keadaan yang melibatkan aktivasi awal teraktivasi (APC), adalah modulator
dari respon pro-inflamasi dan anti- penting dari rantai koagulasi dan
inflamasi tubuh.10 Bersamaan dengan inflamasi, akan meningkatkan proses
kondisi ini, abnormalitas sirkular seperti fibrinolisis dan menghambat proses
penurunan volume intravaskular, trombosis dan inflamasi.8
vasodilatasi pembuluh darah perifer, Aktivasi komplemen dan rantai
depresi miokardial, dan peningkatan koagulasi akan turut memperkuat proses
metabolisme akan menyebabkan tersebut. Endotelium vaskular merupakan
ketidakseimbangan antara penghantaran tempat interaksi yang paling dominan
oksigen sistemik dengan kebutuhan terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi
oksigen yang akan menyebabkan cedera mikrovaskular, trombosis, dan
hipoksia jaringan sistemik atau syok.11 kebocoran kapiler. Semua hal ini akan
Presentasi pasien dengan syok dapat menyebabkan terjadinya iskemia
berupa penurunan kesadaran, takikardia, jaringan. Gangguan endotelial ini
penurunan kesadaran, anuria. Syok memegang peranan dalam terjadinya
merupakan manifestasi awal dari keadaan disfungsi organ dan hipoksia jaringan
patologis yang mendasari. Tingkat global.9 (Keterangan lebih lanjut dapat
kewaspadaan dan pemeriksaan klinis dilihat pada gambar di bawah ini)
yang cermat dibutuhkan untuk
mengidentifikasi tanda awal syok dan
memulai penanganan awal.12
Patofisiologi keadaan ini dimulai
dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal
ini akan memicu respon neurohumoral
dengan adanya respon proinflamasi dan
antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi
selular monosit, makrofag dan neutrofil
yang berinteraksi dengan sel endotelial.
Respon tubuh selanjutnya meliputi
mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil
dari aktivasi selular dan disrupsi
endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-
sitokin seperti tumor nekrosis faktor,
interleukin, caspase, protease, leukotrien,
kinin, reactive oxygen species, nitrit
oksida, asam arakidonat, platelet
activating factor, dan eikosanoid.9
Sitokin proinflamasi seperti tumor
nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan
interleukin-6 akan mengaktifkan

67 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Gambar 1.Gambar Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi,


trombosis, dan fibrinolisis terhadap infeksi.8

Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 68


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Respon tubuh terhadap infeksi yaitu inflamasi dan


prokoagulan merupakan hal yang saling terkait. Agen
penginfeksi dan sitokin inflamasi seperti tumor nekrosis
faktor α (TNF- α) dan interleukin-1 akan mengaktifasi
rantai koagulasi dengan menstimulasi pelepasan tissue
factor dari monosit dan endotelium yang akan memicu
pembentukan trombin dan fibrin clot

Sitokin inflamasi dan thrombin dapat Protein C yang teraktifasi dapat mengambil
menganggu proses fibrinolisis dengan peran pada berbagai jalur pada respon
menstimulasi pelepasan plasminogen- sistemik terhadap infeksi dengan
activator inhibitor 1 (PAI-1) dari platelet menghasilkan efek antitrombotik melalui
dan endotelium. PAI-1 merupakan penghambatan faktor Va dan VIIIa yang akan
inhibitor poten dari tissue plasminogen membatasi produksi dari thrombin.
activator yang berperan untuk
menghancurkan fibrin clot.

Prokoagulan thrombin juga Akibatnya, proses inflamasi, prokoagulan, dan


dapat menstimulasi berbagi respon antifibrinolitik yang diinduksi oleh trombin
macam jalur inflamasi dan akan menurun. Protein C yang teraktifasi akan
menekan sistem fibrinolitik menghasilkan efek antiinflamasi dengan
endogen dengan menghambat produksi dari sitokin proinflamasi
mengaktifkan (TNF
thrombin-activatable fibrinolysis -α, interleukin-1, interleukin-6) oleh monosit
dan menghambat pengikatan monosit dan
neutrofil dengan selectins.

Hasil akhir dari respon tubuh terhadap infeksi adalah terjadinya kerusakan
endotelial menyeluruh, trombosis mikrovaskular, iskemia organ, disfungsi
multiorgan, dan kematian

Diagram 1.Gambar Rantai Koagulasi dengan dimulainya respon inflamasi,


trombosis, dan fibrinolisis terhadap infeksi.8

69 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Penanganan kelompok pasien ini memiliki tingkat


Tata laksana dari sepsis ScvO2 dan pH yang lebih tinggi dengan
menggunakan protokol yang dikeluarkan kadar laktat dan defisit basa yang lebih
oleh SCCM dan ESICM yaitu rendah. Skor disfungsi organ lebih baik
“Surviving Sepsis Guidelines”. secara signifikan pada kelompok pasien
Surviving Sepsis Guidelines pertama EGDT. Hal ini juga berhubungan dengan
kali dipublikasi pada tahun 2004, dengan masa inap rumah sakit yang lebih
revisi pada tahun 2008 dan 2012. Pada singkat dan penurunan komplikasi
bulan Januari 2017, revisi keempat dari kardiovaskular seperti henti jantung,
Surviving Sepsis Guidelines hipotensi, dan gagal nafas akut.9
dipresentasikan pada pertemuan tahunan Pada tahun 2014, protokol EGDT
SCCM dan dipublikasikan di Critical ini dibandingkan dengan 3 protokol lain
Care Medicine dan Intensive Care seperti ARISE (Australasian
Medicine dimana didapatkan banyak Resuscitation in Sepsis Evaluation),
perkembangan baru pada revisi yang ProMISe (Protocolized Management in
terbaru.13 Komponen dasar dari Sepsis), dan ProCESS (Protocolized
penanganan sepsis dan syok septik Care for Early Septic Shock) dan hal ini
adalah resusitasi awal, vasopressor/ mengubah rangkaian 6 jam dalam
inotropik, dukungan hemodinamik, Surviving Sepsis Guideline dimana
pemberian antibiotik awal, kontrol pengukuran tekanan vena sentral dan
sumber infeksi, diagnosis (kultur dan saturasi oksigen vena sentral tidak
pemeriksaan radiologi), tata laksana dilakukan lagi.2 Dalam protokol yang
suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan dikeluarkan pada tahun 2016, target
pencegahan infeksi.2 resusitasi EGDT telah dihilangkan, dan
Early Goal-Directed Therapy merekomendasikan keadaan sepsis
(EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers diberikan terapi cairan kristaloid
et al pada tahun 2001 merupakan minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3
komponen penting dalam protokol jam atau kurang. Dengan dihilangkannya
sebelumnya.13 Rivers et al mengevaluasi target EGDT yang statik (tekanan vena
efikasi dari EGDT pada 263 pasien sentral), protokol ini menekankan
dengan infeksi dan hipotensi atau kadar pemeriksaan ulang klinis sesering
serum laktat ≥ 4 mmol/L yang dilakukan mungkin dan pemeriksaan kecukupan
randomisasi dan diberikan resusitasi cairan secara dinamis (variasi tekanan
standar atau EGDT (133 kontrol dengan nadi arterial).14
130 EGDT) di ruang IGD sebelum Hal ini merupakan perubahan
dipindahkan ke ruang ICU. Selama 6 yang signifikan, karena pada protokol
jam di ruang IGD, pasien dengan terapi sebelumnya merekomendasikan bahwa
EGDT mendapatkan terapi cairan, klinisi harus menentukan angka tekanan
transfusi darah, dan inotropik lebih vena sentral secara spesifik dan ternyata
banyak dibandingkan grup kontrol. tekanan vena sentral memiliki manfaat
Kemudian, selama 6 – 72 jam di ruang terbatas untuk menentukan respon tubuh
ICU setelah mendapatkan terapi EGDT, terhadap pemberian cairan. Protokol ini

Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 70


Jurnal Anestesiologi Indonesia

menekankan bahwa klinisi harus kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan


melakukan teknik “fluid challenge” untuk diberikan dengan melakukan fluid
mengevaluasi efektivitas dan keamanan challenge selama didapatkan
dari pemberian cairan. Ketika status peningkatan status hemodinamik
hemodinamik membaik dengan berdasarkan variabel dinamis (perubahan
pemberian cairan, pemberian cairan lebih tekanan nadi, variasi volum sekuncup)
lanjut dapat dipertimbangkan. Namun atau statik (tekanan nadi, laju nadi).7 Pada
pemberian carian harus dihentikan suatu penelitian yang dilakukan oleh
apabila respon terhadap pemberian cairan Bernard et al , penggunaan drotrecogin α
tidak memberikan efek lebih lanjut. Maka (Human Activated Protein C)
dari itu, protokol ini telah berubah dari menurunkan tingkat kematian pada
strategi resusitasi kuantitatif ke arah pasien dengan sepsis. Protein C yang
terapi resusitasi yang fokus terhadap teraktivasi akan menghambat
kondisi pasien tersebut dengan dipandu pembentukan thrombin dengan
pemeriksaan dinamis untuk mengevaluasi menginaktifasi factor Va, VIIIa dan akan
respon dari terapi tersebut.13 Pemeriksaan menurunkan respon inflamasi.8
lain yang dapat digunakan seperti carotid
doppler peak velocity, passive leg KESIMPULAN
2
raising, ekokardiografi. Sepsis adalah keadaan disfungsi
Karena infeksi menyebabkan organ yang mengancam jiwa dikarenakan
sepsis, penanganan infeksi merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang
komponen penting dalam penanganan mengalami disregulasi. Sepsis adalah
sepsis. Tingkat kematian akan meningkat masalah kesehatan utama di dunia yang
dengan adanya penundaan penggunaan menyerang jutaan orang di dunia setiap
antimikroba. Untuk meningkatkan tahunnya dan menyebabkan kematian
keefektifitas penggunaan antibiotik, pada 1 dari 4 orang.7 Pengenalan dan
penggunaan antibiotik berspektrum luas penanganan awal untuk sepsis dan septik
sebaiknya disertai dengan kultur dan syok akan meningkatkan prognosis yang
identifikasi sumber penularan kuman.14 baik. Pengawasan terus menerus terhadap
Dan hal ini dilakukan sesegera mungkin. tanda vital, saturasi oksigen, dan jumlah
Protokol terbaru merekomendasikan urin yang dihasilkan termasuk
bahwa penggunaan antibiotik harus pemeriksaan laboratorium seperti
diberikan maksimal dalam waktu 1 jam. pemeriksaaan akan adanya laktat asidosis,
Rekomendasi ini berdasarkan berbagai disfungsi ginjal dan hepar, abnormalitas
penelitian yang meunjukkan bahwa koagulasi, gagal nafas akut harus
penundaan dalam penggunaan antibiotik dilakukan sesegera mungkin pada pasien
berhubungan dengan peningkatan resiko yang dicurigai menderita sepsis.
kematian.13 Penggunaan vasopressor Pengenalan tanda dan sumber infeksi
yang direkomendasikan adalah harus dilakukan secara bersamaan. Dan
norepinefrin untuk mencapai target MAP pemberian antibiotik harus diberikan
≥ 65 mmHg. Penggunaan cairan yang sesegera mungkin.9 Perkembangan dalam
direkomendasikan adalah cairan dunia kedokteran menawarkan berbagai

71 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018


Jurnal Anestesiologi Indonesia

hal baru dalam penanganan sepsis. Virulence. 2013; 5(1): 4-11


Berbagai penelinitian klinis menunjukkan 6. Vincent JL, Moreno R, Takala J,
hubungan tidak langsung antara Willatts S, De Mendonca A, Bruining
keseimbangan cairan positif dengan H, et al.The SOFA (sepsis-related
angka kematian yang meningkat pada organ failure assessment) score to
pasien dengan sepsis. Konsep pemberian describe organ dysfunction/ failure.
cairan dengan pengawasan kecukupan Intensive Care Med. 1996; 22: 707-
cairan dengan penggunaan alat-alat 10.
seperti carotid doppler peak velocity, .7 Surviving sepsis campaign 2016
passive leg raising, dan ekokardiografi 8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF,
makin diterima. Perkembangan metode LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez
molekular untuk deteksi infeksi dan target AL, et al. Efficacy and safety of
pengobatan (angiopentin 1, Slit2-N, recombinant human activated protein
sphingosine 1 phosphate, histones) c for severe sepsis. N Eng J Med.
mungkin menghasilkan suatu perubahan 2001; 344 (10): 699-709.
di masa depan.2 9. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian
FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak
DAFTATR PUSTAKA S, et al. Severe sepsis and septic
1. Bataar O, Lundeg G, Tsenddorj G, shock: review of the literature and
Jochberger S, Grander W, Baelan I, emergeny department management
et al. Nationwide survey on resource guidelines. Annals of Emergency
availability for implementing current Medicine. 2006; 48(1): 28-50.
sepsis guidelines in Mongolia. 10. Singer M, Deutschman CS, Seymour
[Internet]. 2010 . [cited 2018 Jan 5]. CW, Hari MS, Annane D, Bauer M,
Available from: URL: http:// et al. The third international
www.who.int/bulletin/ concensus definitions for sepsis and
septic shock (sepsis-3). JAMA. 2016:
volumes/88/11/10-077073/en/.
315 (8): 801-10.
2. Mehta Y, Kochar G. Sepsis and
1. Rivers, E, Nguyent B, Havstad S,
septic shock. Journal of Cardiac
Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, et
Critical Care TSS. 2017; 1(1): 3-5.
al. Early goal directed therapy in the
3. Badan Penelitian dan Pengembangan
treatmenr of severe sepsis and septic
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
shock. N Eng J Med. 2001; 345 (19):
Riset kesehatan dasar 2013. 2013.
1368-77.
Hal. 65
4. World Health Organization. 12. Dries JD, editors. Fundamental
Indonesia: WHO statistical profile. Critical Care Support. 5nd ed. Mount
[Internet]. 2015. [cited 2018 Jan 6]. Prospect: Third Printing; 2014.
Available from: URL: http:// 13. Backer D, Dorman T. Surviving
www.who.int/gho/countries/idn.pdf? sepsis guidelines: a continuous move
ua=1 toward better care of patients with
5. Mayr FB, Yende S, Angus DC. sepsis. JAMA. 2017; 317(8): 807-8.
Epidemiology of severe sepsis. 14. Howell MD, Davis AM. Management

Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 72


Jurnal Anestesiologi Indonesia

of sepsis and septic shock. JAMA.


2017; 317(8): 847-8.

73 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai