Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN UMUM


drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha
untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. (Dr. Ir. Suripin,
M.Eng. 2004;7).
Setiap daerah aliran sungai mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda, hal ini
memerlukan kecermatan dalam menerapkan suatu teori yang cocok pada daerah
pengaliran. Oleh karena itu, sebelum memulai perencanaan konstruksi drainase, perlu
adanya kajian pustaka untuk menentukan spesifikasi-spesifikasi yang akan menjadi acuan
dalam perencanaan pekerjaan konstruksi tersebut. Dalam bab ini juga dipaparkan secara
singkat mengenai analisis hidrologi, dasar-dasar teori perencanaan drainase yang akan
digunakan dalam perhitungan konstruksi bangunan (soemarto, 1999).
Pangkalan batalyon infanteri raider 509/by/9/2 kostrad jember terletak di jln. Tidar

2.1.1. Daur Hidrologi


Daur hidrologi adalah gerakan air ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan
tanah sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir kelaut kembali.

Daur hidrologi berguna untuk memberikan konsep pengantar mengenai bagaimana


air bersirkulasi secara umum dan proses-proses yang terlibat dalam sirkulasi ini. Proses
dari daur hidrologi merupakan suatu sistem yang berdiri dari kumpulan obyek sisitem
yang saling berhubungan.

Ada empat macam unsur utama dalam daur hidrologi, yaitu ;


a. Presipitasi (hujan)
b. Evaporasi
c. Infiltrasi
d. Limpasan permukaan (surfase runoff) dan limpasan air tanah (subsurfase runoff)
Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini. Secara
khusus menurut SNI No. 1724-1989-F hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari kejadian air di atas, pada permukaan, dan di dalam tanah (C.D
Soemarto,1999). Curah hujan pada suatu daerah merupakan salah satu faktor yang
menentukan besarnya debit banjir yang terjadi pada daerah yang menerimanya.

Analisa hidrologi digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana pada
suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan debit banjir rencana pada
perencanaan ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan merupakan salah satu dari
beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana
baik secara rasional, empiris maupun statistik.

Siklus hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan
ke atmosfer (udara), ke daraatan dan kembali lagi ke laut. Air merupakan suatu sumber
yang sangat penting bagi kehidupan. Air mengaliri bumi melalui suatu siklus hidrologi.
Sesuai dengan namanya, siklus yang artinya suatu proses yang berulang, tidak
mempunyai awal dan akhir.

Siklus hidrologi mempunyai tahapan, yakni : evaporasi, transpirasi, kondensasi,


presipitasi, run off, perkolasi, air tanah dan air permukaan.

1. Evaporasi adalah proses perubahan air dari bentuk cair menjadi uap (menguap)
yang terjadi pada permukaan bumi dan laut.
2. Transpirasi adalah proses penguapan air ke atmosfir oleh tumbuh-tumbuhan dan
tanaman hidup.
3. Kondensasi adalah proses pembekuan atau pelembapan uap air di awan yang
mendingin menjadi butir-butir air.
4. Presipitasi adalah proses jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi sebagai
hujan, embun, es, atau salju.
5. Run off adalah proses pengaliran air di bumi.
6. Perkolasi adalah proses perembesan air kedalam lapisan tanah yang berjalan
sangat perlahan secara alamiah (infiltrasi).
Lebih jelasnya biasa dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1.1. Siklus Hidrologi

2.1.2. Limpasan Permukaan


Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap
kedalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Kondisi
daerah di tempat hujan itu turun akan sangat berpengaruh terhadap bagian dari air hujan
yang akan meresap ke dalam tanah dan akan membentuk limpasan permukaan.
Karakteristik daerah yang berpengaruh terhadap bagian air hujan antara lain adalah
topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan atau penutup lahan. Hal ini berarti bahwa
karakteristik lingkungan fisik mempunyai pengaruh terhadap respon hidrologi.Kondisi
alam Indonesia yang mempunyai periode musim hujan selama lebih kurang enam bulan
menyebabkan curah hujan yang cukup tinggi. Dengan demikian hal ini perlu diperhatikan,
karena merupakan salah satu faktor yang mendasar dalam penataan suatu kawasan
perkotaan. Sebagai negara yang masih dan akan terus berkembang, pembangunan sarana
fisik mutlak dilakukan untuk menjamin kesejahteraan sosial penduduknya. Pembangunan
yang dilakukan juga akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan.

2.2. Sistem Jaringan Drainase


Sistem jaringan drainase perkotaan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu

2.2.1. Sistem Drainase Mayor

Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada
umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan
utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran
yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-
sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang
antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan
dalam perencanaan sistem drainase ini.

2.2.2. Sistem Drainase Mikro

Sistem drainase mekro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase
yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara
keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang
sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran
drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak
terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan
masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem
drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase
mikro.

2.3. Jenis – Jenis Drainase

Drainase dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Menurut sejarah terbentuknya

 Drainase alamiah (Natural Drainage)

Drainase alamiah adalah sistem drainase yang terbentuk secara alami


dan tidak ada unsur campur tangan manusia.

 Drainase buatan (Artificial Drainage)


Drainase alamiah adalah sistem drainase yang dibentuk berdasarkan
analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, dan dimensi
saluran.

b. Menurut letak saluran

 Drainase permukaan tanah (Surface Drainage)

Drainase permukaan tanah adalah saluran drainase yang berada di atas


permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan.
Analisa alirannya merupakan analisa open channel flow.

 Drainase bawah tanah (Sub Surface Drainage)

Drainase bawah tanah adalah saluran drainase yang bertujuan


mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan
tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut antara
lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak
membolehkan adanya saluran dipermukaan tanah seperti lapangan sepak bola,
lapangan terbang, taman, dan lain-lain.

c. Menurut konstruksi

 Saluran Terbuka

Saluran terbuka adalah sistem saluran yang biasanya direncanakan


hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah), namun
kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada
pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan
pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining
dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata.

 Saluran Tertutup

Saluran tertutup adalah saluran untuk air kotor yang mengganggu


kesehatan lingkungan. Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan
terutama dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti kota
Metropolitan dan kota-kota besar lainnya.

d. Menurut fungsi

 Single Purpose

Single purpose adalah saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis


air buangan saja.

 Multy Purpose

Multy purpose adalah saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa


jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian. (H.A Halim
Hasmar.2011)

2.4. Pola Jaringan Drainase

Dalam perencanaan sistem drainase suatu kawasan harus memperhatikan pola


jaringan drainasenya.Pola jaringan drainase pada suatu kawasan atau wilayah
tergantung dari topografi daerah dan tata guna lahan kawasan tersebut. Adapun tipe atau
jenis pola jaringan drainase sebagai berikut:

a. Jaringan Drainase Siku

Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada
sungai. Sungai sebagai pembuang akhir pada di tengah kota.

b. Jaringan Drainase Pararel

Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang
(sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek. Apabila terjadi
perkembangan kota, saluran-saluran akan menyesuaikan.
c. Jaringan Drainase Grid Iron

Untuk daerah dimana sungai terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran


cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

d. Jaringan Drainase Alamiah

Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.

e. Jaringan Drainase Radial

Pada daerah berbukit, sihingga pola saluran memencar pada segala arah.
f. Jaringan Drainase Jaring-jaring

Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan


cocok untuk daerah dengan topografi datar.

2.5. ANALISA DATA CURAH HUJAN

Data curah hujan yang digunakan dalam analisa terhadap alternatif penanganan banjir
tersebut adalah data curah hujan yang maksimum. Hal ini bertujuan agar analisa dapat
mendekati kondisi yang sebenarnya yang ada di lapangan. Data curah hujan tersebut
didapat dari stasiun-stasiun penakar hujan maupun stasiun-stasiun pos hujan yang
terdapat di sekitar daerah aliran, yang dapat mewakili frekuensi curah hujan yang jatuh
dalam daerah tangkapan hujan (catchment area).

Perencanaan debit banjir rencana ini didasarkan pada besarnya curah hujan dalam
periode ulang yang direncanakan, yaitu dalam tahun pengamatan selama 10 tahun
Karena jumlah hujan yang jatuh pada daerah tangkapan tidak selalu sama dan merata,
maka berdasarkan data curah hujan dari kedua stasiun di atas dapat diperhitungkan
menjadi curah hujan rata-rata pada suatu daerah tangkapan..

Penetapan besarnya debit banjir rencana adalah permasalahan pertimbangan hidro-


ekonomis, karena itu besarnya debit rencana diambil tidak terlalu kecil sehingga
bangunan menjadi tidak aman karena konstruksi yang tidak kuat dan juga debit banjir
rencana tidak terlalu besar sehingga bangunan menjadi tidak ekonomis.

2.6. MENGHITUNG CURAH HUJAN (Ch) RATA-RATA


Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air (catchment
area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh
pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH sangat berguna, misalnya
untuk pengaturan air irigasi , mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran
permukaan (run off).

Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah diperlukan penakar CH


dalam jumlah yang cukup. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan
dapat diketahui besarnya rata -rata CH yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di
daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan.
Menurut (Hutchinson, 1970 ; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995). Ketelitian hasil
pengukuran CH tergantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya diperlukan semakin
banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu daerah yang variasi curah
hujannya besar. Ketelitian akan semakin meningkat dengan semakin banyak penakar
yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan
tenaga dalam pencatatannya di lapangan. Ada tiga cara dalam menentukan curah hujan
(CH) yaitu :

1. Cara rata – rata aritmatik (Aljabar)


2. Cara poligon (Thiessen polygon)
3. Cara isohet (Isohyetal)
2.6.1. Cara rata-rata aritmatik (Aljabar)
Cara rata-rata aritamatik adalah cara yang paling mudah diantara cara lainnya
(poligon dan isohet). Digunakan khususnya untuk daerah seragam dengan variasi CH
kecil. Cara ini dilakukan dengan mengukur serempak untuk lama waktu tertentu dari
semua alat penakar dan dijumlahkan seluruhnya. Kemudian hasil penjumlahannya dibagi
dengan jumlah penakar hujan maka akan dihasilkan rata-rata curah hujan di daerah
tersebut. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakaran hujan mempunyai
pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata-rata dan
luasnya tidak lebih dari 500 km2. Hujan kawasan diperoeh dari persamaan;
P = (P1 + P2 + p3 +…………+Pn) / n (2.1)
Dimana ;
P = Curah hujan rata-rata
P1, P2, P3,……= Curah hujan yang tercatat pada tiap pos pengukur hujan

2.6.2. Cara Poligon (Thiessen polygon)


Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan variasi CH besar. Menurut Shaw
(1985) cara ini tidak cocok untuk daerah bergunung dengan intensitas CH tinggi.
Dilakukan dengan membagi suatu wilayah (luasnya A) ke dalam beberapa daerah-
daerah membentuk poligon (luas masing – masing daerah ai), seperti pada gambar
2.3.2

Gambar 2.3.2 Daerah-daerah poligon (a1, a2, a3, a4) yang dibatasi oleh garis
putus-putus pada wilayah A.

Hasil metode poligon thiessen lebih akurat dibanding rata-rata aljabar. Cara ini cocok
untuk daerah datar denga luas 500-5.000 km2, dan jumlah pos penakar hujan terbatas
dibandingkan luasnya.
Prosedur metode Poligon Thiessen adalah sebagai berikut :
1. Lokasi pos penakar hujan di plot pada peta DAS. Antar pos penakar hujan dibuat garis
lurus penghubung.
2. Tarik tegak lurus di tengah-tengah tipa garis penghubung, sehingga membentuk
Poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon akan mempunyai jarak terdekat
dengan pos penakar hujan yang ada didalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap
pos lain. Selanjutnya pada pos tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan
dalam poligon yang bersangkutan.
3. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total DAS,
A, dapat diketahui dengan menjumlahkan semua luasan poligon.
4. Hujan rata-rata Das dapat dihitung dengan persamaan berikut :

P= ………………………………(2.2)

Di mana : P1, P2,…Pn = curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,,…n.
A1,A2 = luas areal poligon 1,2.
2.6.3. Cara Isohet (Isohyetal)
Cara ini dipandang paling baik, tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada
keahlian, pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada daerah
setempat. Isohet adalah garis pada peta yang menunjukkan tempat -tempat dengan
curah hujan yang sama (Gambar 2.3.3).

Gambar 2.3.3 Garis besarnya curah hujan masing-masing Isohet (I).


Dalam metode isohet ini Wilayah dibagi dalam daerah - daerah yang masing-
masing dibatasi oleh dua garis isohet yang berdekatan, misalnya Isohet 1 dan 2 atau
(I1 – I2). Oleh karena itu, dalam Gambar 1.2, curah hujan rata –rata untuk daerah I1 –
I2 adalah (7 cm + 6,5 cm)/2 = 6,75 cm.

Untuk menghitung luas darah ( I1 – I2) dalam suatu peta kita bisa menggunakan
Planimeter. Sercara sederhana bisa juga menggunakan kertasmilimeter block dengan
cara menghitung kotak yang masu k dalam batas daerah yang diukur.

Metode isohet bergunan terutama berguna untuk mempelajari p engaruh hujan


terhadap perilaku aliran air sungai terutama untuk daerah dengan tipe curah hujan
orografik (daerah pegunungan).

2.7. PERHITUNGAN CURAH HUJAN RENCANA


Hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang
tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut analisis
frekuensi. Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini
dilakukan secara berurutan sebagai berikut :
1. Parameter Statistik 3. Uji Kebenaran Sebaran
2. Pemilihan Jenis Metode 4. Perhitungan Hujan Rencana

2.7.1. Parameter Statistik

Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter


nilai rata-rata ( X ), deviasi standar (Sd), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan /
skewness (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Sementara untuk memperoleh harga
parameter statistik dilakukan perhitungan dengan rumus dasar sebagai berikut (Soemarto,
1999) :

S = (2.4)

Cv = (2.5)
Cs = (2.6)

Ck = (2.7)

di mana :
X = Tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun (mm)
ΣX = Jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun (mm)
n = Jumlah tahun pencatatan data hujan
Sd = Deviasi standar
Cv = Koefisien variasi
Cs = Koefisien kemiringan (skewness)
Ck = Koefisien kurtosis
Lima parameter statistik di atas akan menentukan jenis metode yang akan digunakan
dalam analisis frekuensi. Penentuan jenis metode akan digunakan untuk analisis
frekuensi dilakukan dengan beberapa asumsi sebagai berikut :
 Metode Normal
 Metode Gumbel Tipe I
 Metode Log Pearson Tipe III
 Metode Log Normal

2.7.2. Distribusi Normal

Peluang distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
baku, sebagai berikut :

P(X) = (2.8)

dimana :
P(X ) : Peluang terjadinya x
π : 3,14159
e : 2,71828
X : Variabel acak kontinyu
μ : Rata-rata nilai X
σ : Deviasi standar dari nilai X
(Soewarno, 1995, Hidrologi)
Apabila sebuah populasi dari data hidrologi mempunyai distribusi normal, maka :
1. Kira-kira 68,27% terletak didaerah satu deviasi standar sekitar nilai
rataratanya,yaitu antara(μ-σ)dan(μ+σ).
2. Kira-kira 95,45% terletak didaerah satu deviasi standar sekitar nilai
rataratanya, yaitu antara (μ-2σ) dan (μ+2σ).
3. Kira-kira 99,73% terletak didaerah satu deviasi standar sekitar nilai
rataratanya,yaitu antara (μ-3σ) dan (μ+3σ).
Sedangkan nilai 50%-nya terletak didaerah antara (μ-0,6745σ) dan (μ+0,6745σ).

Gambar 2.4.2. Kurva Distribusi Frekuensi Normal

Dalam pemakaian praktis digunakan rumus umum, sebagai berikut :


Xt =X+k*S (2.9)
dimana :
Xt : Perkiraan nilai x yang diharapkan terjadi dengan periode ulang t tahun
X : Nilai rata-rata hitung variat X
S : Deviasi standar nilai variat X
k : Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari periode ulang dan tipe model matematik
distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang (lihat tabel di bawah ini)

Tabel 2.4.2. Nilai variabel Reduksi Gauss


Periode Ulang T (Tahun) Peluang k
1,001 0,999 -3,05
1,005 0,995 -2,58
1,010 0,990 -2,33
1,050 0,950 -1,64
1,110 0,900 -1,28
1,250 0,800 -0,84
1,330 0,750 -0,67
Sumber : Sumarto1999

Tabel 2.4.2. Nilai variabel Reduksi Gauss


1,430 0,700 -0,52
1,670 0,600 -0,25
2,000 0,500 0
2,500 0,400 0,25
3,330 0,300 0,52
4,000 0,250 0,67
5,000 0,200 0,84
10,000 0,100 1,28
20,000 0,050 1,64
50,000 0,020 2,05
100,000 0,010 2,33
200,000 0,005 2,58
500,000 0,002 2,88
1000,000 0,001 3,09
Sumber : Sumarto1999

2.7.3. Distribusi Gumbel

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan Metode Gumble digunakan


persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soemarto, 1999) :

XT =X+ (YT – Yn) (2.10)

S = (2.11)

Hubungan antara periode ulang T dengan YT dapat dihitung dengan rumus (Soemarto,
1999) :

YT = - ln ( - ln ) (2.12)
di mana :
XT = Nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun (mm)
X = Nilai rata-rata hujan (mm)
S = Deviasi standar (simpangan baku)
YT = Nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan terjadi
pada periode ulang T tahun, seperti dituliskan pada Tabel 2.4
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari
jumlah data (n), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4.3
Sn = Deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya
tergantung dari jumlah data (n), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4.3.1

Tabel 2.4.3.1. Reduced Mean Yn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,499 0,503 0,507 0,510 0,512 0,515 0,518 0,520 0,522
6 5 0 0 8 7 1 2 0
20 0,5236 0,525 0,526 0,528 0,529 0,530 0,582 0,588 0,534 0,535
2 8 3 6 0 0 2 3 3
30 0,5363 0,537 0,538 0,538 0,539 0,540 0,541 0,541 0,542 0,543
1 0 8 6 0 0 8 4 0
40 0,5463 0,544 0,544 0,545 0,545 0,546 0,546 0,547 0,547 0,548
2 8 3 8 8 8 3 7 1
50 0,5485 0,548 0,549 0,549 0,550 0,550 0,550 0,551 0,551 0,551
9 3 7 1 4 8 1 5 8
60 0,5521 0,552 0,552 0,553 0,553 0,553 0,553 0,554 0,554 0,554
4 7 0 3 5 8 0 3 5
70 0,5548 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,556 0,556 0,556 0,556
0 2 5 7 9 1 3 5 7
80 0.5569 0,557 0,557 0,557 0,557 0,557 0,558 0,558 0,558 0,558
0 2 4 6 8 0 1 3 5
90 0,5586 0,558 0,558 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559
7 9 1 2 3 5 6 8 9
10 0,5600
0
Sumber : Sumarto1999

Tabel 2.4.3.2. Reduced Standard Deviation Sn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
20 1,062 1,069 1,075 1,081 1,086 1,031 1,096 1,100 1,104 1,108
8 6 4 1 4 5 1 4 7 0
30 1,112 1,115 1,119 1,122 1,125 1,128 1,131 1,133 1,136 1,138
4 9 3 6 5 5 3 9 3 8
40 1,141 1,143 1,145 1,148 1,149 1,151 1,153 1,155 1,157 1,159
3 6 8 0 9 9 8 7 4 0
50 1,160 1,192 1,163 1,165 1,166 1,168 1,169 1,170 1,172 1,173
7 3 8 8 7 1 6 8 1 4
60 1,174 1,175 1,177 1,178 1,179 1,180 1,181 1,182 1,183 1,184
7 9 0 2 3 3 4 4 4 4
70 1,185 1,186 1,187 1,188 1,189 1,189 1,190 1,191 1,192 1,193
4 3 3 1 0 8 6 5 3 0
80 1,193 1,194 1,195 1,195 1,196 1,197 1,198 1,198 1,199 1,200
8 5 3 9 7 3 0 7 4 1
90 1,200 1,201 1,202 1,203 1,203 1,204 1,204 1,204 1,205 1,206
7 3 6 2 8 4 6 9 5 0
10 1,206
0 5
Sumber : Sumarto1999

Tabel 2.4.3.3. Reduced Variate YT


Periode Ulang (Tahun) Reduced
Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
Sumber : Sumarto1999

2.7.4. Distribusi Log Pearson Type III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik
akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soemarto, 1999) :
Y = Y + k.S
Di mana :
Y = Nilai logaritmik dari X atau log X
X = Curah hujan (mm)
Y = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = Deviasi standar nilai Y
K = Karakteristik distribusi peluang Log-Pearson Tipe III, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.4.4.
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,...Xn menjadi log ( X1 ), log
(X2 ), log ( X3 ),...., log ( Xn ).

2. Menghitung harga rata-ratanya dengan rumus berikut :

Log X = (2.13)

Di mana :
log X = Harga rata-rata logaritmik
n = Jumlah data
Xi = Nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks) (mm)

3. Menghitung harga deviasi standarnya (Sd) dengan rumus berikut :


S = (2.14)

Di mana :
S = Deviasi standar

4. Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :

Cs = (2.15)

Di mana :
Cs = Koefisien kemencengan

5. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :
Log Xt = log X + G*S1 (2.16)
Di mana :
XT = Curah hujan rencana periode ulang T tahun (mm)
G = Harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs yang didapat, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.4.4.
6. Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :

Di mana :
Ck = Koefisien kurtosis

7. Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :

(2.18)
Di mana :
Cv = Koefisien variasi
S1 = Deviasi standar

Tabel 2.4.4. Harga K untuk Distribusi Log Pearson Tipe III


Koef.Kemencengan Periode Ulang (Tahun)
(CS) 2 5 10 25 50 100 200 1000
-
3,0 0,396 0,42 1,18 2,278 3,152 4,051 4,97 7,25
2,5 -0,36 0,518 1,25 2,262 3,048 3,845 4,652 6,6
2,2 -0,33 0,574 1,284 2,24 2,97 3,705 4,444 6,2
-
2,0 0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,91
-
1,8 0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,66
-
1,6 0,254 0,675 1,329 2,163 2,78 3,388 3,99 5,39
-
1,4 0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,11
-
1,2 0,195 0,732 1,34 2,087 2,626 3,149 3,661 4,82
-
1 0,164 0,758 1,34 2,043 2,542 3,022 3,489 4,54
-
0,9 0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395
-
0,8 0,132 0,78 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,25
-
0,7 0,116 0,79 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105
-
0,6 0,099 0,8 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,96
-
0,5 0,083 0,808 1,323 1,91 2,311 2,686 3,041 3,815
-
0,4 0,066 0,816 1,317 1,88 2,261 2,615 2,949 3,67
0,3 -0,05 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525
-
0,2 0,033 0,83 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,33
0,1 - 0,836 1,292 1,785 2,107 2,4 2,67 3,235
0,017
0 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,09
-0,1 0,017 0,836 1,27 1,716 2 2,252 2,482 2,95
-0,2 0,033 0,85 1,258 1,68 1,945 2,178 2,388 2,81
-0,3 0,05 0,853 1,245 1,643 1,89 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,54
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,4
-0,6 0,099 0,857 1,2 1,528 1,72 1,88 2,016 2,275
Sumber : (Soemarto, 1999)

2.7.5. Metode Log Normal

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan
merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model atematik
dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995) :

(2.19)
Di mana :
XT = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode pulang X tahun
(mm)
X = Curah hujan rata-rata (mm)
S = Deviasi standar data hujan maksimum tahunan
Kt = Standard Variable untuk periode ulang T tahun yang besarnya diberikan seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.4.5

Tabel 2.4.5. Standard Variabel Kt

T Kt T Kt T Kt
(Tahun) (Tahun (Tahun)
)
1 - 20 1.89 90 3.34
1.86
2 - 25 2.10 100 3.45
0.22
3 0.17 30 2.27 110 3.53
4 0.44 35 2.41 120 3.62
5 0.64 40 2.54 130 3.70
6 0.81 45 2.65 140 3.77
7 0.95 50 2.75 150 3.84
8 1.06 55 2.86 160 3.91
9 1.17 60 2.93 170 3.97
10 1.26 65 3.02 180 4.03
11 1.35 70 3.08 190 4.09
12 1.43 75 3.60 200 4.14
13 1.50 80 3.21 221 4.24
14 1.57 85 3.28 240 4.33
15 1.63 90 3.33 260 4.42
Sumber : Sumber : (Soemarto, 1999)

Tabel 2.4.6. Koefisien Untuk Metode Sebaran Log Normal


Cv Periode Ulang T tahun
2 5 10 20 50 100
0.050 -0.2500 0.833 1.296 1.686 2.134 2.4370
0 4 5 3 1
0.100 -0.0496 0.822 1.307 1.724 2.213 2.5489
0 2 8 7 0
0.150 -0.0738 0.808 1.315 1.759 2.289 2.6607
0 5 6 8 9
0.200 -0.0971 0.792 1.320 1.791 2.364 2.7716
0 6 0 1 0
0.250 -0.1194 0.774 1.320 1.818 2.434 2.8805
0 8 9 3 8
0.300 -0.1406 0.754 1.318 1.841 2.531 2.9866
0 7 3 4 6
0.350 -0.1604 0.733 1.312 1.860 2.563 3.0890
0 3 6 2 8
0.400 -0.1788 0.710 1.303 1.874 2.621 3.1870
0 0 7 6 2
0.450 -0.1957 0.687 1.292 1.884 2.673 3.2109
0 0 0 8 4
0.500 -0.2111 0.662 1.277 1.890 2.720 3.3673
0 6 8 9 2
0.550 -0.2251 0.612 1.251 1.893 2.761 3.4488
0 9 3 1 5
0.600 -0.2375 0.587 1.242 1.891 2.797 3.5241
0 9 8 6 4
0.650 -0.2485 0.587 1.222 1.886 2.827 3.5930
0 9 6 6 9
0.700 -0.2582 0.563 1.201 1.878 2.853 3.6568
0 1 1 6 2
0.750 -0.2667 0.538 1.178 1.857 2.873 3.7118
0 7 4 7 5
0.800 -0.2739 0.514 1.154 1.854 2.889 3.7617
0 8 8 3 1
0.850 -0.2801 0.491 1.130 1.838 2.900 3.8056
0 4 6 8 2
0.900 -0.2852 0.488 1.106 1.821 2.907 3.8437
0 6 0 2 1
0.950 -0.2895 0.446 1.081 1.802 2.910 3.8762
0 6 0 1 2
1.000 -0.2929 0.425 1.056 1.781 2.909 3.9036
0 4 0 5 8
Sumber : (Soewarno, 1995)

Untuk menentukan distribusi yang tepat dalam menghitung curah hujan rencana
dengan periode ulang t tahun, maka perlu diperhatikan syarat-syarat dalam tabel 2.4.9

Tabel 2.4.7. Kriteria Pemilihan Distribusi


No Jenis Distribusi Syarat
1 Distribusi Normal Cs = 0, Ck = 3
2 Distribusi Log Normal Cs = 3 Cv, Cv = 0,6
3 Distribusi Gumbel Cs < 1,1396, Ck < 5,4002
4 Distribusi Log Pearson Type III Cs < 0
Sumber : Soemarto 1999

2.8. UJI KESELARASAN DISTRIBUSI


Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan persamaan distribusi peluang
yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Ada dua
jenis uji keselarasan, yaitu Chi Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini yang
diamati adalah nilai hasil perhitungan yang diharapkan.

2.8.1. Metode Chi Square


Uji sebaran ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi-distribusi yang
memenuhi syarat untuk dijadikan dasar dalam menentukan debit air rencana dengan
periode ulang tertentu. Metode Chi Square ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Penggambaran distribusi curah hujan dilakukan untuk setiap metode distribusi.
b. Penggambaran distribusi ini dilakukan untuk mengetahui beda antara frekuensi yang
diharapkan (Ef) dengan frekuensi terbaca. Sebelum penggambaran, dihitung peluang
(P) masing-masing curah hujan rata-rata dengan rumus :

(2.20)
Dimana :
P : Peluang terjadinya curah hujan tertentu
m : Nomor ranking curah hujan
n : Jumlah data

c. Setelah plotting data selesai maka dibuat garis yang memotong daerah rata-rata titik
tersebut, nilai titik-titik merupakan nilai frekuensi yang terbaca (Of), dan nilai pada
garis adalah frekuensi yang diharapkan (Ef)
d. Menentukan parameter uji Chi Square hasil plotting data dengan rumus :

(2.21)
Dimana :
X2 : Harga Chi Square
k : Jumlah data
Of : Frekuensi yang dibaca pada kelas yang sama
Ef : Frekuensi yang didharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya
Menentukan parameter Uji Chi Square berdasarkan nilai derajat kepercayaan
sebesar 0,95% atau 95% (α = 0,05atau5%) dan derajat kebebasan (dk) di mana :
dk = K – (p+1)
Dimana :

DK = Derajat kebebasan
K = Jumlah kelas( 4 kelas)
P = Banyaknya keterikatan;

 nilai P = 2, untuk distribusi normal dan log normal


 nilai P = 1, untuk distribusi Pearson dan Gumbel

Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :


 Apabila peluang lebih dari 5% maka persamaan dirtibusi teoritis yang
digunakan dapat diterima.
 Apabila peluang lebih kecil dari 1% maka persamaan distribusi teoritis
yang digunakan dapat diterima.
 Apabila peluang masuk diantara 1%-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan,
perlu penambahan data.

Tabel 2.5.1. Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Square


dk α Derajat keprcayan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757
12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300
13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819
14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997
21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401
22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558
25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928
26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290
27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645
28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336
30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672
Sumber : Soewarno, 1995

2.8.2. Metode Smirnov Kolmogorof


Dikenal dengan uji kecocokan non parametric karena pengujiannya tidak
menggunakan fungsi distribusi tertentu.Prosedurnya sebagai berikut :
a. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya dan tentukan peluangnya dari
masing-masing data tersebut.
b. Tentukan nilai variabel reduksi {f(t)}.

(2.22)

c. Tentukan peluang teoritis {P’(Xi)} dari nilai f(t) dengan tabel.


d. Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih antara pengamatan dan peluang
teoritis.

D maks = Maks {P(Xi) – P’(Xi)}

e. Berdasarkan tabel nilai kritis Smirnov Kolmogorof tentukan harga Do. Lihat tabel 2.10
dan 2.11. (Suripin, Dr, Ir, M.Eng., 2004, “Sistem Drainase Perkotaan Yang
Berkelanjutan”)
Tabel 2.5.2. Luas di bawah Kurva Normal Uji Smirnov Kolomogorof α=0,05

Sumber : Suripin 2004

Tabel 2.5.3. Nilai Kritis (Do) Smirnov Kolmogorov

2.9. PERHITUNGAN INTENSITAS


Curah hujan dalam jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut
dengan intensitas curah hujan. Hujan dalam intensitas yang besar umumnya terjadi dalam
waktu yang pendek. Hubungan intensitas hujan dengan waktu hujan banyak dirumuskan,
yang pada umumnya tergantung pada parameter setempat. Intensitas curah hujan rata-rata
digunakan sebagai parameter perhitungan debit. Perhitungan debit banjir dengan metode
rasional memerlukan data intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian
curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis
1992). Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi
adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya
berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang
meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan
durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang
jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan
dari langit.

Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi
dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika tidak tersedia
waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak
ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental
seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).

Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selamasatu unit
waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas sesaat atau
intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata
• Rumus Dr. Mononobe

I=( )*( (2.23)

Dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
t : Lamanya curah hujan (jam)
R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
(CD. Soemarto, 1993, Hidrologi Teknik)

2.10. WAKTU KONSENTRASI


Lama waktu konsentrasi bisa didapatkan melalui hasil pengamatan maupun
dengan suatu pendekatan rumus. Pendekatan rumus umumnya mengacu pada jarak dari
tempat terjauh jatuhnya hujan sampai titik tinjau (L) dan selisih ketinnggian antara titik
terjauh tersebut dengan titik tinjau (H). Salah satu rumus empiris yang umum dipakai
untuk memprediksi waktu konsentrasi adalah rumus Kirpich, yang dapat dituliskan
sebagai persamaan aljabar :

Tc= L1.15 /7700H0,385 (2.24)


Kalau L dan H dinyatakan dalam meter dan tc menit maka rumus diatas menjadi:

Tc = 0,0195 ( )0,77

S = (2.25)

Dimana :

Tc = Waktu konsentrasi (menit)

L = Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai tempat pengamatan

S = Perbandingan selisih tinggi antara tempat terjauh dan tempat pengamatan


terhadap L, yaitu ∆H/L atau sama dengan kemiringan rata – rata dari daerah
alirannya.

∆H = Selisih ketinggian antara tempat terjauh dan tempat pengamatan

2.11. PERHITUNGAN DEBIT BANJIR

Dalam penghitungan debit banjir menggunakan Metode Rasional diperlukan data


koefisien limpasan (runoff coeffisien). Koefisien limpasan adalah rasio jumlah limpasan
terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada tekstur tanah, kemiringan
lahan, dan jenis penutupan lahan. Dalam tulisan ini nilai koefisien limpasan adalah
sebagai berikut :

Tabel 2.8.1 Koefisien Limpasan


No Kondisi Daerah Aliran Koefisien Aliran (C)
1 - Rerumputan 0,05 – 0,35
2 - Bisnis 0,50 – 0,95
3 - Perumahan 0,25 – 0,75
4 - Industri 0,50 – 0,90
5 - Pertamanan 0,10 – 0,25
6 - Tempat bermain 0,20 – 0,35
7 - Daerah pegunungan berlereng terjal 0,75 – 0,90
8 - Daerah perbukitan 0,70 – 0,80
9 - Tanah bergelombang dan bersemak-semak 0,50 – 0,75
10 - Tanah dataran yang digarap 0,45 – 0,65
11 - Persawahan irigasi 0,70 – 0,80
12 - Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85
13 - Sungai kecil di dataran 0,45 – 0,75
14 - Sungai yang besar dengan wilayah Aliran lebih 0,50 – 0,75
dari seperduanya terdiri dari dataran
Sumber : Ir.Joesron Loebis, M.Eng, Banjir Rencana

2.12. PERHITUNGAN DEBIT RENCANA CARA RASIONAL


Menurut Wanielista (1990) metode Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan
awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang
melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara
terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu
konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah
memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari
curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju
masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai run off
coefficient (C) dengan (0 ≤ C ≤ 1) (Chow 1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula
Rasional sebagai berikut ini (Chow, 1988) :

Q = 0,277 C I A (2.26)

Dimana :

Q : debit puncak (m3/dtk)

C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)

I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu
konsentrasi (Tc) (mm/jam)
A : luas DAS (km2)

Konstanta 0,277 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m 3/dtk)


(Seyhan, 1990). Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula Rasional adalah
sebagai berikut (Wanielista 1990) :

a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu,
setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas yang
tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan. Luas DAS tidak berubah
selama durasi hujan.

2.13. HIDROLIKA
2.13.1. Macam Drainase
A. Drainase Sistem Gravitasi
Drainse sistem gravitasi adalah sistem drainase yang paling sederhana, yaitu
pengaliran air dari tempat yang lebih tinggi ke lebih rendah. Pada daerah perbukitan
biasanya kemiringan tanahnya cukup curam dan menyebabkan kecepatan aliran di
saluran melampui batas maksimum, sehingga diperlukan bangunan terjun agar tidak
merusak permukaan saluran

B. Drainase Sistem Sub Surface

Drainase sistem sub surface yaitu sistem pematusan permukaan tanah akibat
adanya curah hujan dengan cara meresapkan ke dalam tanah untuk kemudian ditampung,
disalurkan melalui pipa berpori (dengan kedalaman tertentu) ke sistem jaringan drainase
yang ada disekitar lokasi pori tersebut. Penentuan kedalaman pipa berdasarkan pada
perbedaan muka tanah dan muka air banjir. Semakin dalam pipa maka jarak antara pipa
semakin jauh. Apabila kedalaman pipa dangkal, maka jarak pipa semakin dekat.

Untuk pertimbangan ekonomi sehingga perlu dicari kedalaman pipa yang


palingPerhitungan sub surface drainase berdasarkan asumsi sebagai berikut:

 Tidak adanya aliran runoff (aliran permukaan).


 Kondisi lapisan dan permukaan kering.
 Tidak ada air yang keluar / masuk daerah tangkapan.
2.13.2. Klasifikasi Aliran
Pada umumnya tipe melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran
dan kekasaran dinding terlalu besar.
Klasifikasi aliran berdasarkan bilangan Reynolds dapat dibedakan menjadi 3 kategori:
- Re < 500 aliran laminer
- 500 < Re < 12.500 aliran transmisi
- Re > 12.500 aliran turbulen

Aliran melalui saluran terbuka disebut seragam (uniform) apabila berbagai variabel
aliran (h, p, v, q) disetiap penampang sepanjang aliran konstan.
Aliran disebut tidak seragam/ berubah (non-uniform flow/ variable flow) apabila variabel
aliran seperti h, p, v, q disepanjang saluran tidak konstan. Aliran dapat juga dibedakan
menjadi 3 tipe berdasarkan bilangan Froude ( Fr v gy ) sebagai berikut:
1. Aliran kritis Fr = 1
2. Aliran sub kritis Fr < 1
3. Aliran super kritis Fr > 1

2.13.3. Aliran Seragam


Contoh : Aliran melalui saluran irigasi
Rumus-rumus empiris:
Dari R. Chezy : V = C (2.27)
Koefisien Chezy dapat digunakan rumus sebagai berikut:
1. Rumus Bezin
(2.28)
87
c

1
R αβ adalah koefisien yang tergantung pada kekasaran dinding

2. Rumus Ganguillet – Kutten

(2.29)

3. Rumus Manning
(2.30)
1 1
c R 6
n Dengan persamaan tersebut rumus kecepatan aliran menjadi (subtitusi ke
persamaan 1)
1 23 1
v R i 2 (2.31)
n

4. Rumus Strickler
2
3
1  R  12 (2.32)
ks   26  i
n  d 35 
Menjadi:
2 1
v  ksR i
3
2 (2.33)

2.13.4. Penampang Ekonomis


Penampang saluran dikatakan ekonomis apabila pada debit aliran tertentu luas
penampang saluran minimum dengan R maksimm atau P minimum.
 Saluran Trapesium
A = y (B+my) (2.34)
P  B  2y 1 m 2
(2.35)
A y ( B  my )
R  (2.36)
P B  2 y 1 m2
Bila y dan B adalah variabel dan nilai B dari persamaan (1) disubtitusi ke (2) didapat:
(2.37)
A  my 2
P  2 y 1  m2
y Bila m konstan maka nilai P akan minimum jika dp/ dy =
O sehingga

d d  A 
   my  2 y 1  m2 
dy dy  y 
A
  m  2 y 1  m2
y (2.38)
Nilai A subtitusikan dari persamaan (1), didapat
y  B  my 
 2
 m  2 y 1 m2  0
y
 B  2my  2 y 1  m 2  0
B  2my  2 y 1  m 2
T  2 y 1  m2 (2.39)

 Saluran Segiempat
Tinggi saluran tanpa jagaan ; y = ½ B
Luas penampang basah : A = By

Keliling basah: P = B+2y

(2.40)

Jari-jari hidraulis : (2.41)


Debit aliran akan maksimum apabila jari-jari hidraulis maksimum dan bila P nya

minimum maka

 B  2y  0
B  2y (2.42)
Untuk saluran segiempat ekonomis didapat
A  2y2 (2.43)
P  4y (2.44)

(2.45)

 Bentuk Setengah Lingkaran


(2.46)
  r (2.47)
r 2
A r (2.48)
R  2 
P r 2

2.14. KRITERIA PERANCANGAN SALURAN


Sebelum merencanakan dimensi saluran langkah pertama yang harus diketahui
adalah berapa debit rencana, untuk menghitung debit rencana perlu diketahui berapa luas
daerah pengaliran. Setelah besarnya debit masing-masing saluran diketahui selanjutnya
dilakukan perhitungan dimensi saluran dengan parameter-parameter yang diketahui dan
metode yang digunakan dalam evaluasi ini adalah metode manning. Untuk
merencanakan dimensi penampang saluran drainase digunakan rumus-rumus seragam.
Aliran seragam mempunyai sifat-sifat sebagai berikut ;

 Dalam aliran luas penampang melintang aliran kecepatan aliran serta debit
saluran tetap pada setiap penampang melintang saluran.
 Garis energi dan dasar saluran selalu sejajar.
Untuk menghitung kapasitas saluran ada beberapa rumus dalam hal ini digunakan
metode menning dengan rumus ;

V = I / n. R2/3. S1/2 (2.49)


Q = I / n. R2/3. S1/2. A (2.50)

Dimana
Q = Debit saluran m3 / dt
V = Kecepatan m / dt
A = Luas penampang saluran m2
P = Keliling basah saluran m
R = Jari-jari penampang basah saluran(AP) m

2.14.1. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran berpengaruh langsung terhadap stabilitas saluran dan


sedimentasi yang mengkin terjadi. Pada umumnya saluran drainase dalam
pelaksanaannya mungkin tanpa pasangan sehingga tidak stabil terhadap kecepatan
aliran tinggi.
Dalam perencanaan saluran tanah perlu dibatasi kecepatan alirannya sehingga
untuk perencanaan saluran tanah kecepatan diatur sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi sedimentasi dan aman terhadap stabilitas tanahnya.
Berdasarkan keadaan tersebut diatas maka dapat ditentukan kecepatan
minimum yang diijinkan agar tidak menimbulkan pengedapan.

Kecepatan minimum aliran yang diijinkan sebagai berikut ;


Kecepatan minimum = 0,30 m / dt (dengan pasangan)
= 0,60 m / dt (tanpa pasangan)
Kecepatan maksimum = 3,00m / dt (dengan pasangan)
= 0,90 m / dt (tanpa pasangan)

Anda mungkin juga menyukai