TINJAUAN PUSTAKA
Analisa hidrologi digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana pada
suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan debit banjir rencana pada
perencanaan ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan merupakan salah satu dari
beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana
baik secara rasional, empiris maupun statistik.
Siklus hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan
ke atmosfer (udara), ke daraatan dan kembali lagi ke laut. Air merupakan suatu sumber
yang sangat penting bagi kehidupan. Air mengaliri bumi melalui suatu siklus hidrologi.
Sesuai dengan namanya, siklus yang artinya suatu proses yang berulang, tidak
mempunyai awal dan akhir.
1. Evaporasi adalah proses perubahan air dari bentuk cair menjadi uap (menguap)
yang terjadi pada permukaan bumi dan laut.
2. Transpirasi adalah proses penguapan air ke atmosfir oleh tumbuh-tumbuhan dan
tanaman hidup.
3. Kondensasi adalah proses pembekuan atau pelembapan uap air di awan yang
mendingin menjadi butir-butir air.
4. Presipitasi adalah proses jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi sebagai
hujan, embun, es, atau salju.
5. Run off adalah proses pengaliran air di bumi.
6. Perkolasi adalah proses perembesan air kedalam lapisan tanah yang berjalan
sangat perlahan secara alamiah (infiltrasi).
Lebih jelasnya biasa dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1.1. Siklus Hidrologi
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada
umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan
utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran
yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-
sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang
antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan
dalam perencanaan sistem drainase ini.
Sistem drainase mekro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase
yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara
keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang
sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran
drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak
terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan
masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem
drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase
mikro.
c. Menurut konstruksi
Saluran Terbuka
Saluran Tertutup
d. Menurut fungsi
Single Purpose
Multy Purpose
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada
sungai. Sungai sebagai pembuang akhir pada di tengah kota.
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang
(sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek. Apabila terjadi
perkembangan kota, saluran-saluran akan menyesuaikan.
c. Jaringan Drainase Grid Iron
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.
Pada daerah berbukit, sihingga pola saluran memencar pada segala arah.
f. Jaringan Drainase Jaring-jaring
Data curah hujan yang digunakan dalam analisa terhadap alternatif penanganan banjir
tersebut adalah data curah hujan yang maksimum. Hal ini bertujuan agar analisa dapat
mendekati kondisi yang sebenarnya yang ada di lapangan. Data curah hujan tersebut
didapat dari stasiun-stasiun penakar hujan maupun stasiun-stasiun pos hujan yang
terdapat di sekitar daerah aliran, yang dapat mewakili frekuensi curah hujan yang jatuh
dalam daerah tangkapan hujan (catchment area).
Perencanaan debit banjir rencana ini didasarkan pada besarnya curah hujan dalam
periode ulang yang direncanakan, yaitu dalam tahun pengamatan selama 10 tahun
Karena jumlah hujan yang jatuh pada daerah tangkapan tidak selalu sama dan merata,
maka berdasarkan data curah hujan dari kedua stasiun di atas dapat diperhitungkan
menjadi curah hujan rata-rata pada suatu daerah tangkapan..
Gambar 2.3.2 Daerah-daerah poligon (a1, a2, a3, a4) yang dibatasi oleh garis
putus-putus pada wilayah A.
Hasil metode poligon thiessen lebih akurat dibanding rata-rata aljabar. Cara ini cocok
untuk daerah datar denga luas 500-5.000 km2, dan jumlah pos penakar hujan terbatas
dibandingkan luasnya.
Prosedur metode Poligon Thiessen adalah sebagai berikut :
1. Lokasi pos penakar hujan di plot pada peta DAS. Antar pos penakar hujan dibuat garis
lurus penghubung.
2. Tarik tegak lurus di tengah-tengah tipa garis penghubung, sehingga membentuk
Poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon akan mempunyai jarak terdekat
dengan pos penakar hujan yang ada didalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap
pos lain. Selanjutnya pada pos tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan
dalam poligon yang bersangkutan.
3. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total DAS,
A, dapat diketahui dengan menjumlahkan semua luasan poligon.
4. Hujan rata-rata Das dapat dihitung dengan persamaan berikut :
P= ………………………………(2.2)
Di mana : P1, P2,…Pn = curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,,…n.
A1,A2 = luas areal poligon 1,2.
2.6.3. Cara Isohet (Isohyetal)
Cara ini dipandang paling baik, tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada
keahlian, pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada daerah
setempat. Isohet adalah garis pada peta yang menunjukkan tempat -tempat dengan
curah hujan yang sama (Gambar 2.3.3).
Untuk menghitung luas darah ( I1 – I2) dalam suatu peta kita bisa menggunakan
Planimeter. Sercara sederhana bisa juga menggunakan kertasmilimeter block dengan
cara menghitung kotak yang masu k dalam batas daerah yang diukur.
S = (2.4)
Cv = (2.5)
Cs = (2.6)
Ck = (2.7)
di mana :
X = Tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun (mm)
ΣX = Jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun (mm)
n = Jumlah tahun pencatatan data hujan
Sd = Deviasi standar
Cv = Koefisien variasi
Cs = Koefisien kemiringan (skewness)
Ck = Koefisien kurtosis
Lima parameter statistik di atas akan menentukan jenis metode yang akan digunakan
dalam analisis frekuensi. Penentuan jenis metode akan digunakan untuk analisis
frekuensi dilakukan dengan beberapa asumsi sebagai berikut :
Metode Normal
Metode Gumbel Tipe I
Metode Log Pearson Tipe III
Metode Log Normal
Peluang distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
baku, sebagai berikut :
P(X) = (2.8)
dimana :
P(X ) : Peluang terjadinya x
π : 3,14159
e : 2,71828
X : Variabel acak kontinyu
μ : Rata-rata nilai X
σ : Deviasi standar dari nilai X
(Soewarno, 1995, Hidrologi)
Apabila sebuah populasi dari data hidrologi mempunyai distribusi normal, maka :
1. Kira-kira 68,27% terletak didaerah satu deviasi standar sekitar nilai
rataratanya,yaitu antara(μ-σ)dan(μ+σ).
2. Kira-kira 95,45% terletak didaerah satu deviasi standar sekitar nilai
rataratanya, yaitu antara (μ-2σ) dan (μ+2σ).
3. Kira-kira 99,73% terletak didaerah satu deviasi standar sekitar nilai
rataratanya,yaitu antara (μ-3σ) dan (μ+3σ).
Sedangkan nilai 50%-nya terletak didaerah antara (μ-0,6745σ) dan (μ+0,6745σ).
S = (2.11)
Hubungan antara periode ulang T dengan YT dapat dihitung dengan rumus (Soemarto,
1999) :
YT = - ln ( - ln ) (2.12)
di mana :
XT = Nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun (mm)
X = Nilai rata-rata hujan (mm)
S = Deviasi standar (simpangan baku)
YT = Nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan terjadi
pada periode ulang T tahun, seperti dituliskan pada Tabel 2.4
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari
jumlah data (n), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4.3
Sn = Deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya
tergantung dari jumlah data (n), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4.3.1
Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik
akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soemarto, 1999) :
Y = Y + k.S
Di mana :
Y = Nilai logaritmik dari X atau log X
X = Curah hujan (mm)
Y = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = Deviasi standar nilai Y
K = Karakteristik distribusi peluang Log-Pearson Tipe III, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.4.4.
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,...Xn menjadi log ( X1 ), log
(X2 ), log ( X3 ),...., log ( Xn ).
Log X = (2.13)
Di mana :
log X = Harga rata-rata logaritmik
n = Jumlah data
Xi = Nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks) (mm)
Di mana :
S = Deviasi standar
Cs = (2.15)
Di mana :
Cs = Koefisien kemencengan
5. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :
Log Xt = log X + G*S1 (2.16)
Di mana :
XT = Curah hujan rencana periode ulang T tahun (mm)
G = Harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs yang didapat, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.4.4.
6. Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :
Di mana :
Ck = Koefisien kurtosis
(2.18)
Di mana :
Cv = Koefisien variasi
S1 = Deviasi standar
Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan
merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model atematik
dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995) :
(2.19)
Di mana :
XT = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode pulang X tahun
(mm)
X = Curah hujan rata-rata (mm)
S = Deviasi standar data hujan maksimum tahunan
Kt = Standard Variable untuk periode ulang T tahun yang besarnya diberikan seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.4.5
T Kt T Kt T Kt
(Tahun) (Tahun (Tahun)
)
1 - 20 1.89 90 3.34
1.86
2 - 25 2.10 100 3.45
0.22
3 0.17 30 2.27 110 3.53
4 0.44 35 2.41 120 3.62
5 0.64 40 2.54 130 3.70
6 0.81 45 2.65 140 3.77
7 0.95 50 2.75 150 3.84
8 1.06 55 2.86 160 3.91
9 1.17 60 2.93 170 3.97
10 1.26 65 3.02 180 4.03
11 1.35 70 3.08 190 4.09
12 1.43 75 3.60 200 4.14
13 1.50 80 3.21 221 4.24
14 1.57 85 3.28 240 4.33
15 1.63 90 3.33 260 4.42
Sumber : Sumber : (Soemarto, 1999)
Untuk menentukan distribusi yang tepat dalam menghitung curah hujan rencana
dengan periode ulang t tahun, maka perlu diperhatikan syarat-syarat dalam tabel 2.4.9
(2.20)
Dimana :
P : Peluang terjadinya curah hujan tertentu
m : Nomor ranking curah hujan
n : Jumlah data
c. Setelah plotting data selesai maka dibuat garis yang memotong daerah rata-rata titik
tersebut, nilai titik-titik merupakan nilai frekuensi yang terbaca (Of), dan nilai pada
garis adalah frekuensi yang diharapkan (Ef)
d. Menentukan parameter uji Chi Square hasil plotting data dengan rumus :
(2.21)
Dimana :
X2 : Harga Chi Square
k : Jumlah data
Of : Frekuensi yang dibaca pada kelas yang sama
Ef : Frekuensi yang didharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya
Menentukan parameter Uji Chi Square berdasarkan nilai derajat kepercayaan
sebesar 0,95% atau 95% (α = 0,05atau5%) dan derajat kebebasan (dk) di mana :
dk = K – (p+1)
Dimana :
DK = Derajat kebebasan
K = Jumlah kelas( 4 kelas)
P = Banyaknya keterikatan;
(2.22)
e. Berdasarkan tabel nilai kritis Smirnov Kolmogorof tentukan harga Do. Lihat tabel 2.10
dan 2.11. (Suripin, Dr, Ir, M.Eng., 2004, “Sistem Drainase Perkotaan Yang
Berkelanjutan”)
Tabel 2.5.2. Luas di bawah Kurva Normal Uji Smirnov Kolomogorof α=0,05
Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi
dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika tidak tersedia
waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak
ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental
seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).
Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selamasatu unit
waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas sesaat atau
intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata
• Rumus Dr. Mononobe
Dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
t : Lamanya curah hujan (jam)
R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
(CD. Soemarto, 1993, Hidrologi Teknik)
Tc = 0,0195 ( )0,77
S = (2.25)
Dimana :
L = Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai tempat pengamatan
Q = 0,277 C I A (2.26)
Dimana :
I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu
konsentrasi (Tc) (mm/jam)
A : luas DAS (km2)
a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu,
setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas yang
tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan. Luas DAS tidak berubah
selama durasi hujan.
2.13. HIDROLIKA
2.13.1. Macam Drainase
A. Drainase Sistem Gravitasi
Drainse sistem gravitasi adalah sistem drainase yang paling sederhana, yaitu
pengaliran air dari tempat yang lebih tinggi ke lebih rendah. Pada daerah perbukitan
biasanya kemiringan tanahnya cukup curam dan menyebabkan kecepatan aliran di
saluran melampui batas maksimum, sehingga diperlukan bangunan terjun agar tidak
merusak permukaan saluran
Drainase sistem sub surface yaitu sistem pematusan permukaan tanah akibat
adanya curah hujan dengan cara meresapkan ke dalam tanah untuk kemudian ditampung,
disalurkan melalui pipa berpori (dengan kedalaman tertentu) ke sistem jaringan drainase
yang ada disekitar lokasi pori tersebut. Penentuan kedalaman pipa berdasarkan pada
perbedaan muka tanah dan muka air banjir. Semakin dalam pipa maka jarak antara pipa
semakin jauh. Apabila kedalaman pipa dangkal, maka jarak pipa semakin dekat.
Aliran melalui saluran terbuka disebut seragam (uniform) apabila berbagai variabel
aliran (h, p, v, q) disetiap penampang sepanjang aliran konstan.
Aliran disebut tidak seragam/ berubah (non-uniform flow/ variable flow) apabila variabel
aliran seperti h, p, v, q disepanjang saluran tidak konstan. Aliran dapat juga dibedakan
menjadi 3 tipe berdasarkan bilangan Froude ( Fr v gy ) sebagai berikut:
1. Aliran kritis Fr = 1
2. Aliran sub kritis Fr < 1
3. Aliran super kritis Fr > 1
(2.29)
3. Rumus Manning
(2.30)
1 1
c R 6
n Dengan persamaan tersebut rumus kecepatan aliran menjadi (subtitusi ke
persamaan 1)
1 23 1
v R i 2 (2.31)
n
4. Rumus Strickler
2
3
1 R 12 (2.32)
ks 26 i
n d 35
Menjadi:
2 1
v ksR i
3
2 (2.33)
d d A
my 2 y 1 m2
dy dy y
A
m 2 y 1 m2
y (2.38)
Nilai A subtitusikan dari persamaan (1), didapat
y B my
2
m 2 y 1 m2 0
y
B 2my 2 y 1 m 2 0
B 2my 2 y 1 m 2
T 2 y 1 m2 (2.39)
Saluran Segiempat
Tinggi saluran tanpa jagaan ; y = ½ B
Luas penampang basah : A = By
(2.40)
minimum maka
B 2y 0
B 2y (2.42)
Untuk saluran segiempat ekonomis didapat
A 2y2 (2.43)
P 4y (2.44)
(2.45)
Dalam aliran luas penampang melintang aliran kecepatan aliran serta debit
saluran tetap pada setiap penampang melintang saluran.
Garis energi dan dasar saluran selalu sejajar.
Untuk menghitung kapasitas saluran ada beberapa rumus dalam hal ini digunakan
metode menning dengan rumus ;
Dimana
Q = Debit saluran m3 / dt
V = Kecepatan m / dt
A = Luas penampang saluran m2
P = Keliling basah saluran m
R = Jari-jari penampang basah saluran(AP) m