Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas Mata Kuliah Interaksi Obat dengan membahas “Interaksi obat
antihipetensi”.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Interaksi Obat .
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………. 1


1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………………….1
1.3 Tujuan..…………………………………………………………………….….….…..…1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi hipertensi.... .………………………………………………………………….2

2.2 Obat antihipertensi ……………………………………………………………….........3

2.3 Interaksi obat………………………………………….…………….…….…………...13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………24

3.2 Saran…………………………………………………………………………….…….24

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...24
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Tekanan darah (TD) ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac
output) dan resistensi vaskular perifer (preipheral vascular resistance). Curah jantung
merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume),
sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan
kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah,
elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah.
Semua parameter di atas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sistem saraf
simpatis dan parasimpatis, sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan faktor lokal
berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis bersifat depresif, yaitu
menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat
presif berdasarkan efek vasokontriksi angiotensin II dan perangsangan aldosteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga meningkatkan volume darah. Selain
itu terdapat sinergisme antara sistem simpatis dan SRAA yang saling memperkuat efek
masing-masing.
Obat-obat antihipertensi bekerja dengan berbagai mekanisme yang berbeda, namun
akan berakhir pada penurunan curah jantung, atau resistensi perifer, atau keduanya (Nafrialdi,
2009).

1.2.Rumusan masalah
1. Apa itu anti hipertensi ?
2. Apa saja obat-obat anti hipertensi ?
3. Bagaimana interaksi obat anti hipertensi ?
1.3.Tujuan
1. Mengetahui pengertian anti hipertensi
2. Mengetahui obat-obat anti hipertensi
3. Mengetahui interaksi obat anti hipertensi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah
suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi normal.Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.

Untuk mempermudah pembelajaran dan penanganan, hipertensi dapat diklasifikasikan


berdasarkan tingginya tekanan darah dan etiologinya.
Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi
sekunder:
1) Hipertensi esensial/hipertensi primer/hipertensi idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
esensial. Penyebabnya meliputi faktor genetik (kepekaan terhadap natrium, stress,
dll) dan faktor lingkungan (gaya hidup, stress emosi, dll)
2) Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus. Dapat berupa hipertensi
kardiovaskuler (peningkatan resistensi perifer akibat aterosklerosis), hipertensi
ginjal (oklusi arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal), hipertensi endokrin
(feokromositoma dan sindrom Conn) dan hipertensi neurogenik (akibat lesi saraf,
menyebabkan gangguan di pusat kontrol, baroreseptor atau penurunan aliran darah
ke otak).
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak
mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan
pengendalian faktor-faktor resiko kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal
jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.
2.2. Obat Antihipertensi
Obat antihipertensi dikelompokkan menjadi :
1. Diuretik : Diuretik tiazid, Loop Diuretik, dll
2. Antiadrenergik : antiadrenergik sentral, antriadrenergik perifer, bloker alfa dan beta.
3. Vasodilator : penghambat ACE, Bloker pintu masuk kalsium, dan Vasodilator
langsung.

 Mekanisme kerja
Obat hipertensi dan cara kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
 Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika
 Memperlambat kerja jantung :Beta-blokers)
 Memperlebar pembuluh : Vaso dialtor langsung(di/hidralazim,minoxidil),antagonis
kalsium,penghambat ACE dan AT II-blocker
 Menstimulasi SSP : alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan moxonidin,metil-
dopa,guanfanin dan resepin.
 Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni
 Alfa-1-blockers:derivate quinazolin
(prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin,tamsulozin), ketanserin (ketansin),
dan urapidil (ebrantil).
 Alfa-1 dan 2-blockers : fentolamin,
 Beta blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,timolol,
dll.
 Alfa/beta-blockers: labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).

2.2.1. Diuretik
Obat ini menghasilkan peningkatan aliran urine (diuresis) dengan menghambat
reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal. Diuretik mempunyai efek antihipertensi dengan
meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volum
cairan dan merendahkan tekanan darah.
Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium di golongkan sebagai diuretik yang tidak
menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium. Enam
kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium adalah:
1. Tiazid dan seperti-tiazid
2. Diuretik kuat
3. Diuretik hemat kalium
4. Penghambat anhidrase karbonik
5. Diuretik osmotik
6. Diuretik mercurial

 Diuretik Tiazid : menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars


asendensansa Henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium
mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
Contoh obat :
1. Hidroklorotiazid (misal Hydrodiuril)
Mekanisme kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi natrium dan klorida
dalam pars asenden ansa henle tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan
Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urine 3kali. Hilangnya natrium
menyebabkan penurunanan GFR.

 Loop diuretik : lebih poten dibanding tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati
untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat menyebabkan hipoglikemia,
sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.
Contoh obat Loop diuretik :
1. Furosemid (lasix)
Mekanisme Kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi klorida dalam pars
asenden ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urine.
2. Asam Etakrinat (ethacrynat)
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
3. Bumetanit (bumex)
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.

 Diuretik Hemat Kalium : meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil mennekan
kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan diuretik boros-kalium untuk
memperkecil ketidakseimbangan kalium.
Macam-macam obat diuretik Hemat Kalium :
1. Amilorid (midamor)
Mekanisme kerja: secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ dan menurunkan
sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi : digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat-K+mengurangi efek
hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
2. Spironolakton (mis. Aldactone)
Mekanisme kerja : antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi Na+). Juga
memiliki kerja serupa dengan amilorid.
Indikasi : digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongesif),
sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga digunakan untuk mengobati atau mendiagnosis
hiperaldosteronisme.
3. Triamterin (Dyrenium)
Mekanisme Kerja : secara lanngsung menghambat rabsorpsi Na+ serta sekresi
K+ dan H+ dalam tubulus koligentis.
Indikasi : tidak digunakan unuk hiperaldoteronisme. Lain-lain seperti spironolakton.

 Diuretik osmotik : menarik air ke urine, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion
dalam ginjal.
Macam-macam obat diuretik Osmotik :
1. Manitol (mis. Resectisol)
Mekanisme Kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air.
Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi : gagal ginjal akut, glaukoma sudut tertutup akut, edema otak, untuk
menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.

2.2.2. Antiadrenergik
Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung (reseptor
β1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah periver (reseptor α1). Pada pasien
hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat pelepasan agonis adrenergik
atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.
 Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik dibagi menjadi antiadrenergik
“sentral” dan “periver”. Antiadrenergik sentral mencegah aliran keluar simoatis
(adrenergik) dari otak dengan mengaktifkan reseptor α2 penghambat. Dengan
mengurangi aliran keluar simpatis, obat- obat ini menguatkan “dominan
parasimpatis”. Jadi, efek-efek yang tak diinginkan menyerupai kerja parasimpatis.
Antiadrenergik periver mencegah pelesapsan norepinefrin dari terminal saraf periver
(mis. Yang terkhir di jantung) obat-obat ini mengosongkan simpanan norepinefrin
dalam terminal-terminal saraf.

 Anti-adrenergi sentral

1) Klonidin (catapers)

Mekanisme kerja : bekerja di otak sebagai agonis adrenergik-α2 yang menyebabkan


penurunan aktifitas sistem syaraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah
jantung dan tekanan darah)
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang

2) Metil dopa (aldomet)


Mekanisme kerja : seperti klonidin juga, disintesis menjadi metil norepi nefrin yang
bekerja sebagai “neurotransmiter palsu” simpatomimetik lemah yang menurunkan
aliran keluar simpatis dari SSP.
Indikasi : seperti klonidin. Untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil

3) Guanabenz (wytensin)
Mekanisme kerja : seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan norepinefrin pada
terminal syaraf adrenergik perifer.
Indikasi : hipertensi ringan sampai ringan

 Anti-adrenergik perifer

1. Reserpin (serpasil)
Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada sistem
syaraf perifer dan mungkin pada SSP. Menurunkan resistensi perier total, frekuensi
jantung, dan curah jantung.
Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak dianjurkan
lagi pada kelainan psikiatri

2. Guanetidin (esimel)
Mekanisme kerja : ditempatkan kedalam ujung saraf adrengik. Awalnya melepaskan
norepinetrin (meningkatkan tekanan darah dan frekwensi jantung), lalu
mengosongkan noretinefrin dari terminal dan menggangu pelepasannya. Kemudian
tidak terjadi refllek takikardi karena kosongnya norepinamin.
Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.

3. Guanadriel (hylorel)
Mekanisme kerja : seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan
norepinefrin pada awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan mempunyai
aktifitas SSP sedikit.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.

4. Pargilin (eutonyl)
Mekanisme kerja : menghambat monoamin oksidase dalam saraf adrenergik.
Menghambat pelepasan norepinefrin.
Indikasi : karena efek BERBAHAYA, obat ini merupakan obat anti hipertensi pilihan
terakhir.

 Blockers alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen memperebutka reseptor
adrenergik. Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat vasekonstriksi dan
penempatan reseptor β1 mencegah perangsangan adrenergik pada jantung.

Blockers α1 atau β1 selektif sekarang menggantikan blocker β nonspesifik, karena efek


yang tidak diinginkan lebih sedikit. Beberapa blocker β memiliki aktivitas simpatomimetik
intriksi (bekerja sebagai agonis lemah pada beberapa reseptor adrenergik). Obat-obat ini
merangsang reseptor β2, yang menurunkan kemungkinan timbaulnya hipertensi balik (reflek
simpatis untuk menurunkan tekanan darah). Reseptor β2 yang diaktifkan melebarkan arteri-
arteri sentral besar yang menyimpan cadangan darah.
Macam-macam bloker alfa dan beta :
1. Prazosin (minipress)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun
vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.

2. Terazosin (Hytrin)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun
vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.

3. Doxazosin (cardura)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun
vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.

4. Labetalol (mis. trandate)


Mekanisme kerja : memblok α1, β1 dan β2. Mencapai tekanan darah yang lebih rendah
(α1) tanpa refeleks takikardi (blokade β1).
Indikasi : hipertensi.

5. Atenolol (tenormin)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi
kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

6. Betaksolol (kerlole)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi
kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
7. Karteolol (cartlol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi
kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

8. Penbutolol (levatol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi
kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

9. Metaprolol (lopressor)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan
frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi
kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

10. Asebutolol (sectral)


Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas sintatonimetik juga aktifitas
pemblokan β1.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

11. Esmolol (brevibloc)


Mekanisme kerja : serupa dengan atenolol (tidak ada aktifitas simpatonimetik).
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

12. Propanolol (mis. Inderal)


Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui
antagonisme reseptor β2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
13. Nadolol (corgard)
Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui
antagonisme reseptor β2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

14. Timolol (blokadren)


Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui
antagonisme reseptor β2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

15. Pindolol (visken)


Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas simpatomimetik intrinsik juga
aktifitas pemblokan β1 dan β2.
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

2.2.3. Vasodilator

Vasodilatasi juga dapat diinduksi dengan menghambat vasokonstriktor endogen lain


atau dengan mengaktifkan jalur vasodilatasi. Contoh vasodilator anatra lain:
 Penghambat angiotensin convertin enzyme (ACE) menekan sintesis angiotensis II,
suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat ACE dapat menginduksi
pembentukan vasodilator dalam tubuh.
Contoh obat:

1. Kaptopril (Capoten).
 Mekanisme kerja: Menghambat ACE pada paru-paru, yang mengurangi sintesis
vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron, mengakibatkan natrioresis.
Dapat merangsang produksi vasodilator (bradikinin, prostaglandin).
 Indikasi: Hipertensi. Terutama berguna untuk hipertensi dengan rennin tinggi. Obat
yang disuplai untuk pasien hipertensi nefropati diabetic karena kadar glukosa tidak
dipengaruhi. Gagal jantung digunakan dengan diuretik digitalis.
2. Lisinopril (missal: Prinivil).
 Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril
 Indikasi : sama dengan kaptopril

3. Ramipril (Altase)
Benazepril (Lotensin).
Fosinopril.
 Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril
 Indikasi : sama dengan kaptopril

4. Enalapril (Vasotec).
 Mekanisme Kerja : dikonversi menjadi asam enaloprilat yang bekerja seperti
kaptopril.
 Indikasi : hipertensi ringan sampai berat dan hipertensi renovaskuler, gagal jantung
(diuretic dan digitalis).

 Blockers pintu masuk kalsium mencegah influks kalsium kedalam sel-sel otot
dinding pembuluh darah. Otot polos memutuhkan influks kalsium ekstra sel untuk
kontraksinya. Blokade influk kalsium mencegah kontraksi, yang menyenbabkan
vasodilatasi. Otot polos juga menyebabkan propulsi pada saluran cerna.
Penghambatan propulsi oleh blockers saluran kalsium menyebabkab konstipasi, efek
samping yang tercapai pada terapi blockers saluran kalsium. Otot jantung dan jaringan
penghantar tergantung pada influks natrium cepat dan influk kalsium lamabat melalui
saluarn-saluran yang terpisah untuk kontraksinya. Saluran kalsium lambat terutama
penting pada nodus S-A dan A-V. Blokade saluran-saluran ini memperlambat jantung.
Kontraksi otot skelet diinduksi oleh influks cepat natrium, yang memicu pelepasan
kalsium dari retikulim sarkoplasma. Karena sel-sel ini tidak membutuhkan kalsium
ekstrasel untuk kontraksinya, blockers saluran kalisum tidak mempengaruhi otot
skelet.
Contoh Obat :
1. Verapamil (isopten)
 Mekanisme Kerja : memblok influks kalsium. Mendilatasi arteriol perifer,
menurunkan beban akhir. Memperlambat nodus A-V, mencegah irama reentrant,
melindungi miokardium selama iskemia singkat. Mempunyai aktivitas pemblokan
adrenergik alfa.
 Indikasi : mengurangi frekuensi angina dan kebutuhan nitrat. Obat terpilih untuk
takikardi supraventrikular paroksismal akut. Memperlambat respon ventrikel terhadap
fibrilasi atrium. Hipertensi.

2. Diltiazen (cardizem)
 Mekanisme Kerja : penurunan frekuensi jantung kurang nyata. Menurunkan beban
akhir dengan mendilatasi arteri perifer. Meningkatkan pasokan oksigen ke
miokardium ddengan mencegah spasme arteri koroner yang diindiksi saraf simpatis.
 Indikasi : mengurangi episode angina. Meningkatkan toleransi latihan anti-angina
stable. Juga digunakan sebagai anti hipertensi.

3. Nifedipin (Procardia)
 Mekanisme kerja : vasodilatasi perifer lebih poten. Sedikit depresi nodus. Tidak
mendilatasi arteri koroner. Menyebabkan reflek peningkatan frekuensi dan curah
jantung.
 Indikasi : angina stable dan vvarian, hipertensi.

4. Nikardipin (cardene)
 Mekanisme Kerja : serupa dengan nifedifin
 Indikasi : angina stable, kronik. Hipertensi.

5. Isradipin (dynacric)
 Mekanisme Kerja : secara selektif menghambat kontraksi otot polos vaskuler dan
konduksi nodus S-A dengan sedikit efek kontraktilitas jantung atau konduksi nodus
A-V.
 Indikasi : angina hipertensi.

6. Nimodipin (nimotop)
 Mekanisme Kerja : bloker pintu masuk kalsium dengan efek paling besar pada
vasodilatasi arteri serebral.
 Indikasi : mengurangi kerusakan SSP yang disebabkan oleh vasospasme setelah
perdarahan subaraknoid.

7. Bepridil (vascor)
 Mekanisme kerja : sedikit vasodilatasi. Mengurangi frekuensi dan kontraktilitas.
Memperlambat konduksi.
 Indikasi : angina, bila obat lain gagal. Tidak diindikasikan untuk hipertensi.

8. Felodipin (plendil)
 Mekanisme Kerja : cakupan efek masih diteliti.
 Indikasi : hipertensi.
 Vasodilator langsung merelaksasi sel-sel otot polos yang mengelilingi pembuluh
darah dengan mekanisme yang belum jelas, tetapi mungkin melibatkan pembentukan
nitrik oksida oleh indotel vaskular.

2.3. Interaksi obat

2.3.1. GOLONGAN BETA BLOCKER

 Contoh obat :Atenolol,labetalol,propranolol,asebutolol dll.


 Mekanisme kerja :menghambat persyarafan simpatetik menuju organ jantung.
Semuanya meilbatkan penghambatan pada reseptor β adrenergik.

1. Atenolol

 Interaksi Antara Atenolol - Verapamil & DIltiazem

 Severity : Major
 Indikasi : terapi hipertensi dan angina pectoris (Gol.CCB)
 Mekanisme Aksi : Pemberian bersamaan dengan verapamil dapat menyebabkan
peningkatan efek samping kardiovaskular yang serius seperti gagal jantung
kongestif,hipotensi berat dan/eksasebasi angina dapat terjadi. Verapamil dan diltiazem
juga dapat mengurangi klirens beberapa beta blocker.
 Managemen : Pemantauan klinis yang ketat terhadap respon hemodinamik pasien
dan toleransi dianjurkan jika penghambat kanal kalsium diresepkan dengan beta
blocker dimana dosis satu atau keduanya disesuaikan. Pasien harus segera melaporkan
gejala termasuk kelelahan,sakit kepala,pingsan,pembengkakan ekstremitas,nyeri
dada,detak jantung meningkat/menurun,atau detak jantung tidak teratur.

 Interaksi Antara Atenolol & Amlodipine

 Severity : Moderate
 Indikasi : terapi hipertensi dan angina pectoris (gol.CCB)
 Mekanisme Aksi : Memiliki aksi meningkatkan pemblokiran kanal antihipertensi.
Dengan kata lain jika kombinasikan memiliki efek tambahan dalam menurunkan
tekanan darah dan detak jantung.
 Managemen : Pemantauan klinis yang ketat terhadap respon hemodinamik pasien
dan toleransi dianjurkan jika penghambat kanal kalsium diresepkan dengan beta
blocker dimana dosis satu atau keduanya disesuaikan.

 Interaksi Antara Atenolol & Antasida

 Severity : Minor
 Indikasi : mengobati sakit maag/menetralkan asam lambung.
 Mekanisme Aksi : Pemberian bersamaan dengan antasida aluminium dan magnesium
dapat menurunkan bioavailabilitas beta blocer tertentu. Mekanisme interaksi mungkin
melibatkan pengikatan kation beta blocker atau pengurangan tingkat disolusi karena
peningkatan pH lambung.
 Managemen : Untuk tindakan pencegahan,pasien mungkin ingin mempertimbangkan
untuk memisahkan waktu pemberian beta blocker dan antasida atau produk lain yang
mengandung aluminum/magnesium paling sedikit 2 jam.

2.3.2. GOLONGAN ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITOR

 Contoh obat : Benazepril,Captopril,Enalapril,Lisinopril,Quinapril,Perindopril,ramipril


 Mekanisme kerja : ACE-inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim ACE
sehingga angiotensin II tidak terbentuk dan akan menurunkan tekanan darah.
1. Captopril

 Interaksi antara Captopril dengan furosemid

 Indikasi furosemid : Digunakan untuk membantu mengurangi cairan berlebih dalam


tubuh.
 Severity : Moderate
 Mekanisme Aksi: Diuretik dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE)
mungkin memiliki efek aditif. Pemberian bersama membuat hipotensi dan
hipovolemia.Beberapa inhibitor ACE dapat menipiskan peningkatan ekskresi natrium
urin yang disebabkan oleh beberapa loop diuretik. Beberapa pasien pada diuretik,
terutama yang menjalani dialisis atau pembatasan diet garam, mungkin mengalami
hipotensi akut disertai pusing menerima dosis pertama inhibitor ACE. Selain itu,
ACE inhibitor dapat menyebabkan insufisiensi ginjal atau gagal ginjal akut pada
pasien dengan penurunan natrium atau stenosis arteri ginjal.
 Managemen : Pemantauan tekanan darah, diuresis, elektrolit, dan fungsi ginjal
direkomendasikan selama pemberian bersama. Kemungkinan efek hipotensi dosis
pertama dapat diminimalkan dengan memulai terapi dengan dosis kecil dari inhibitor
ACE, atau lebih baik menghentikan diuretik sementara atau meningkatkan asupan
garam sekitar satu minggu sebelum memulai inhibitor ACE. Atau, pasien dapat tetap
di bawah pengawasan medis setidaknya dua jam setelah dosis pertama inhibitor ACE,
atau sampai tekanan darah stabil.

2. Ramipril

 Interaksi antara ramipril dengan allopurinol

 Indikasi allopurinol : Digunakan untuk mengobati asam urat atau batu ginjal,.
 Severity : Mayor
 Mekanisme Aksi :Pemberian bersama allopurinol dengan angiotensin converting
enzyme (ACE) inhibitor telah dikaitkan dengan risiko reaksi hipersensitivitas berat,
neutropenia, agranulositosis, dan infeksi serius. Gangguan fungsi ginjal dapat menjadi
faktor predisposisi.
 Managemen : Disarankan jika allopurinol diresepkan dalam kombinasi dengan
inhibitor ACE, terutama pada orang tua dan pasien dengan gangguan ginjal.
Pemantauan berkala jumlah sel darah putih dianjurkan. Pasien disarankan untuk
segera menghentikan obat-obatan ini dan mencari bantuan medis jika mereka
mengalami dyspnea; penyempitan tenggorokan; pembengkakan wajah, bibir, atau
lidah; urtikaria; ruam; demam; arthralgia; atau mialgia. Pasien juga harus
menghubungi dokter mereka jika mereka melihat tanda-tanda infeksi atau mengalami
demam, menggigil, sakit tenggorokan, lesu, pegal-pegal, atau gejala mirip flu lainnya.

3. Quinapril

 Interaksi antara quinapril dengan losartan

 Indikasi : untuk mengobati hipertensi (tekanan darah tinggi).


 Severity : Mayor
 Mekanisme Aksi : Pemberian bersama inhibitor ACE dalam kombinasi dengan
antagonis reseptor angiotensin II dapat meningkatkan risiko hiperkalemia, hipotensi,
sinkop, dan disfungsi ginjal karena efek aditif atau sinergis pada sistem renin-
angiotensin.
 Managemen : Blokade ganda dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan
menambahkan inhibitor ACE ke antagonis reseptor angiotensin II tidak dianjurkan,
terutama pada pasien dengan nefropati diabetik. Kebanyakan pasien yang menerima
kombinasi tidak memperoleh manfaat tambahan dibandingkan dengan monoterapi.
Namun, jika kombinasi dianggap perlu secara medis, elektrolit serum, tekanan darah,
dan fungsi ginjal harus dipantau secara ketat. Pemantauan rutin elektrolit dan fungsi
ginjal dapat diindikasikan pada orang tua atau pasien dengan gagal jantung yang
memburuk atau risiko dehidrasi. Suplemen kalium umumnya harus dihindari kecuali
dipantau secara ketat, dan pasien harus disarankan untuk mencari perhatian medis jika
mereka mengalami tanda dan gejala hiperkalemia seperti kelemahan, kelesuan,
kebingungan, kesemutan ekstremitas, dan detak jantung tidak teratur.
2.3.3. GOLONGAN DIURETIK

 Mekanisme kerja :Bekerja dengan cara menghambat transport ion yang menurunkan
reabsorpsi natrium pada bagian-bagian nefron yang berbeda.

a. Penggolongan Diuretik
 Diuretik Tiazide
Contoh obat : Hidroklortiazid,Chlortalidone.
 Diuretik kuat/loop
Contoh obat : Furosemid,bumetadine.
 Diuretik hemat kalium
Contoh obat : Amiloride,spironolaktan,triamteren.
 Inhibitor Karbonik Anhidrase
Contoh obat : Asetazolamide
 Golongan Bensotiazepie
Contoh obat : Manitol.

1. Amiloride

 Interaksi Antara Amiloride & Spironolactone

 Severity : Major
 Indikasi : Hipertensi
 Mekanisme Aksi : Penggunaan amiloride dan spironolactone tidak dianjurkan karena
dapat menyebabkan hiperkalemia yang pada kasus-kasus berat dapat menyebabkan
gagal ginjal, kelumpuhan otot, ritme jantung tidak teratur dan serangan jantung
 Managemen : mengingat potensi aritmia jantung berat yang kadang-kadang fatal
terkait dengan hiperkalemia, penggunaan bersamaan lebih dari satu diuretik hemat
kalium dianggap sebagai kontraindikasi

 Interaksi Antara Amiloride & alprazolam


 Severity : Moderate
 Indikasi : Obat penenang, anti konvulsan dan relaksan otot
 Mekanisme Aksi : Amiloride dan alprazolam meningkatkan efek dalam menurunkan
tekanan darah. Pasien mungkin akan mengalami kepala pusing pingsan, dan atau
perubahan denyut nadi atau detak jantung.
 Managemen : pemantauan ketat untuk pengembangan hipotensi
direkomendasikan.pasien harus disarankan untuk menghindari naik tiba-tiba dari
posisi duduk atau berbaring dan memberi tahu dokter jika mereka mengalami pusing,
kepala terasa ringan, takikardia.

 Interaksi Antara Amiloride & Tetrasiklin

 Severity : Minor
 Indikasi : Infeksi bakteri
 Mekanisme Aksi : pemberian bersamaan diuretik dan tetrasiklin dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal yang dimanifestasikan oleh peningkatan kreatinin serum dan
nitrogen urea darah
 Managemen : tidak diperlukan intervensi klinis, kecuali penurunan fungsi ginjal
terjadi. Jika fungsi ginjal memburuk, penghentian satu atau kedua agen mungkin
diperlukan.

2.3.4. GOLONGAN ALFA ADRENERGIK BLOKER

 Contoh obat :Prazosin, Doxazosin, Terazosin dll

 Mekanisme kerja : Alfa 1 Blocker bekerja dengan cara memblokade adrenoreseptor


alfa 1 pada otot polos pada pembuluh darah sehingga menyebabkan vasodilatasi,
menurunkan resistensi perifer, dan menurunkan tekanan darah.

1. Prazosin

 Interaksi Prazosin dan Levodopa

 Severity : Moderate
 Indikasi : Parkinson
 Mekanisme Aksi : Levodopa meningkatkan efek prazosin oleh sinergisme
farmakodinamik. Pertimbangkan untuk mengurangi dosis obat antihipertensi.
 Managemen : Tanggapan hemodinamik harus dipantau selama pemberian bersama,
terutama selama beberapa minggu pertama terapi. Penyesuaian dosis dari agen
antihipertensi mungkin diperlukan.

 Interaksi Antara Prazosin & Tizanidine

 Severity : Major
 Indikasi : Untuk mengobati kejang otot yang disebabkan oleh kondisi tertentu
(seperti multiple sclerosis, cedera tulang belakang)
 Mekanisme Aksi : TIzanidin meningkatkan efek dari Prazosin dengan
farmakodinamik sinergisme
 Managemen : Dosis awal yang lebih rendah dan titrasi dosis yang hati-hati harus
dipertimbangkan ketika tizanidin dimulai pada pasien yang menerima pengobatan
hipotensi. Meskipun dosis tunggal kurang dari 8 mg tizanidin belum terbukti efektif
untuk kelenturan dalam studi klinis terkontrol, mungkin bijaksana untuk memulai
pengobatan dengan dosis 4 mg dan secara bertahap meningkat 2 hingga 4 mg
bertahap sampai efek optimal tercapai. Pemantauan ketat untuk pengembangan
hipotensi direkomendasikan. Pasien harus menghindari naik tiba-tiba dari posisi
duduk dan berbaring dan hindari pengoperasian mesin, dan member tahu dokter jika
mengalami pusing ,sinkop, ortostatis, atau takikardia.

 Interaksi Antara Prazosin & Meloxicam

 Severity : Moderate
 Indikasi : Antiinflamasi Nonsteroid
 Mekanisme : Meloxicam menurunkan efek dari Prazosin sebagai antagonis
farmakodinamik. NSAIDs menurunkan sintesis Prostaglandin
 Managemen : Tekanan darah pasien harus dipantau selama pemberian bersamaan,
dan dosis disesuaikan seperlunya
2.3.5 GOLONGAN ANGIOTENSIN RESEPTOR BLOKER

 Contoh obat : Losartan, Valsartan, Candersatan, Irbesartan, Telmisartan dll

 Mekanisme kerja : memblokade reseptor AT1 sehingga menyebabkan


vasodilatasi, peningkatan ekskresi Na dan cairan (mengurangi volume plasma),
menurunkan hipertrofi vaskular.

1. LOSARTAN

 Interaksi Antara Losartan & Captopril

 Severity : mayor

 Indikasi : Hipertensi dan gagal jantung

 Mekanisme : meningkatkan toksisitas yang lain oleh sinergisme


farmakodinamik.

 Manajemen : blockade ganda dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan


menambahkan inhibitor ACE ke antagonis terutama pada pasien dengan nefropati
diabetik. Kebanyakan pasien yang menerima kombinasi tidak memperoleh
manfaat tambahan dibandingkan dengan monoterapi. Namun, jika kombinasi
dianggap perlu secara medis, elektrolit serum, tekanan darah, dan fungsi ginjal
harus dipantau secara ketat.

 Interaksi Antara Losartan & Fenobarbital

 Severity : Minor

 Indikasi : Hipnotik sedatif, Epilepsi,

 Mekanisme : Fenobarbital akan menurunkan tingkat atau efek losartan dengan


mempengaruhi metabolism enzim hati CYP2C9.

 Manajemen : Pemberian bersamaan dari fenobarbital dan losartan telah


dilaporkan menurunkan area di bawah kurva konsentrasi-waktu plasma (AUC)
losartan dan metabolit aktifnya sebanyak 20%. Mekanisme ini dianggap induksi
metabolism losartan oleh fenobarbital. Sementara data yang tersedia untuk
fenobarbital saja, secara teoritis interaksi ini dapat terjadi dengan barbiturate
lainnya. Pengurangan AUC tidak dianggap signifikan, namun, pemantauan klinis
untuk bukti efek losartan yang diubah direkomendasikan jika obat ini digunakan
bersama.

 Interaksi Antara Losartan & Fluconazole

 Severity : Moderate

 Indikasi : Anti jamur

 Mekanisme : Fluconazole akan meningkatkan efek dari Losartan dengan


mempengaruhi enzim hati CYP2C9/10

 Manajemen : Jika fluconazole diberikan untuk lebih dari beberapa dosis, pasien
harus mempertimbangkan untuk memantau tekanan darah lebih ketat setelah
inisiasi, penghentian atau perubahan dosis fluconazole. Penggunaan agen
antijamur alternative yang tidak menghambat CYP450 2C9 (misalnya,
itrakonazole, ketokonazole, terbinafin) atau antagonis reseptor angiotensin II lain
seperti eprosartan dapat dipertimbangkan.

2.3.6 GOLONGAN CALCIUM CHANNEL BLOKER (CCB)

 Mekanisme kerja :Memblokade kanal kalsium pada membran sehingga menghambat


kalsium untuk masuk ke dalam sel yang menyebabkan vasodilatasi, memperlambat
laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan tekanan
darah.

 Penggolongan CCB

1. Golongan Dihidropiridin

Contoh obat : Amlodipine, Nifedipine, Nicardipine

2. Golongan Fenilalkilamin

Contoh obat : Verapamil


3. Golongan Bensotiazepine

Contoh Obat : Diltiazem

1. AMLODIPINE

 Interaksi dengan sesama Calcium Channel Blocker (Gol. Fenilalkilamin dan


Benzotiazepin) (Verapamil dan Diltiazem

 Severity: Moderate

 Indikasi : Hipertensi, angina, aritmia (terutama SVT).

 Mekanisme Aksi : Bila dikombinasikan keduanya akan meningkatkan


pemblokiran channel (saluran) anti hipertensi akibatnya kadar amlodipine dalam
plasma meningkat.

 Managemen : Pemantauan respon klinis dan toleransi yang ketat


direkomendasikan jika amlodipine diresepkan dengan inhibitor CYP3A4 yang
poten atau moderat. Pengurangan dosis mungkin diperlukan untuk amlodipine.
Pasien harus disarankan untuk menczri perhatian medis jika mengalami edema
atau pembengkakan pada ekstremitas bawah, kenaikan berat badan ang tiba-tiba,
tanpa alasan, sulit bernafas, nyeri dada atau sesak, atau hipotensi seperti yang
ditunjukkan oleh pusing, pingsan atau orthostasis

 Interaksi dengan Anti fungi (gol. Azole) (Ketoconazole, Miconazole)

 Severity : Moderate

 Indikasi : Infeksi mikosis sistemik (kandidiasis, coccidioidomycosis,


histoplasmosis).

 Mekanisme Aksi : Bila diberikan secara bersamaan dengan anti jamur gol. Azole
dapat meningkatkan konsentrasi plasma calsium channel blocker dengan
mempengaruhi enzim CYP3A4 di usus dan hati.
 Managemen : Pemantauan respon klinis dan toleransi yang ketat di
rekomendasikan jika calcium channel blockers digunakan dalam kombinasi
dengan agen antijamur azol. Pengurangan dosis mungkin diperlukan untuk
calcium channel blocker, terutama jika itu adalah dihydropyridine. Pasien harus
disarankan untuk mencari perhatian medis jika mengalami edema atau
pembengkakan pada ekstremitas bawah, kenaikan berat badan yang tiba-tiba,
tanpa alasan, sulit bernafas, nyeri dada atau sesak, atau hipotensi seperrti yang
ditunjukkan oleh pusing, pingsan, atau orthostasis.

 Interaksi dengan OAINS non selective (Aspirin, Asam Mefenamat, Ibuprofen)

 Severity : Moderate

 Indikasi: Nyeri ringan sampai dengan sedang, demam.

 Mekanisme Aksi : Bila dikombinasikan amlodipine dengan OAINS dapat


melemahkan efek antihipertensi.

 Managemen : Diperlukan pemantauan untuk mengontrol tekanan darah.

 Interaksi dengan OAIS (Dexamethasone, Prednisone, Methyl Prednisolone)

 Severity : Minor

 Indikasi : Sebagai anti inflamasi atau imunosupresi pada hematologi, alergi,


inflamasi, neoplasma maupun autoimun.

 Mekanisme Aksi : Bila dikombinasikan akan menurunkan tingkat/efek


amlodipine dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati/usus.

 Managemen : Pasien yang menjalani terapi kortikosteroid dosis tinggi (yaitu


lebih lama dari seminggu) atau dosis tinggi harus memiliki tekanan darah, kadar
elektrolit dan berat badan yang dipantau secara teratur dan diamati untuk
perkembangan edema dan gagal jantung kongestif. Dosis obat antihipertensi
mungkin memerlukan penyesuaian.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga sistolik > 140
mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg.Obat antihipertensi adalah
obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi hingga
mencapai tekanan darah normal.Obat antihipertensi memiliki banyak
interaksi dengan obat baik sesama obat antihipertensi maupun dengan
obat golongan lain.

3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu
mahasiswa dalam proses pembelajaran dan pemahaman dalam
menambah ilmu pengetahuan terutama mengenai interaksi obat
antihipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Theodorus.1996.Penuntun Praktis Peresepan Obat.Penerbit Buku

Kedokteran Ek : Jakarta.

Katzung G.2001.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Salemba Medika :

Jakarta

Priyanto.2010.Farmakologi Dasar.Penerbit Lenskofi : Depok,Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai