Anda di halaman 1dari 9

PEMBERIAN TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)

MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN BEDAH UROLOGI DI


RUANG RAWAT INAP MARWAH RSU HAJI SURABAYA

Balmar Morangelita Nuach*, Ika Yuni Widyawati**, Laily Hidayati**


*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
**Staf Pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Email: angelbalmar@yahoo.com

ABSTRAK

Bedah urologi adalah penanganan prosedur bedah pada penyakit traktus urogenitalis pria dan
wanita, sistem urinarius terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan urethra. Masalah utama pada
paska bedah urologi adalah nyeri. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) adalah salah
satu intervensi yang bisa dilakukan oleh perawat dimana terapi menggunakan voltase listrik yang
rendah untuk mengurangi nyeri. TENS mengubah mekanisme nyeri dan melepaskan hormon
endorphin untuk mengurangi nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
TENS terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien paska bedah urologi di ruang Rawat Inap
Marwah RS Haji Surabaya. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen.
Populasi adalah 37 orang pasien yang mewakili pasien bedah urologi di RSU Haji Surabaya.
Responden dipilih melalui purposive sampling. Ada 12 sampel (6 responden sebagai kelompok
kontrol) dan 6 responden sebagai kelompok perlakuan). Variabel independen adalah TENS.
Variabel dependen adalah intensitas nyeri pasien paska bedah urologi. Nyeri diukur dengan Visual
Analog Scale (VAS). Data dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Ranked Test dan Mann
Whitney. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS) terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien paska bedah urologi di ruang
Rawat Inap Marwah RSU Haji Surabaya. Pada kelompok kontrol hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Ranked Test p=0,084 (p<0,05), kemudian pada kelompok perlakuan p=0,020 (p<0,05). Mann
Whitney = 0,003 (p<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaTENS dianjurkan untuk
intervensi keperawatan independen untuk mengurangi nyeri paska bedah urologi. Berdasarkan hasil
penelitian, disarankan untuk penelitian lebih lanjut diperlukan dengan mempertimbangkan
beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri. Variabel yang mempengaruhi nyeri terdiri dari etnis
dan nilai budaya, tahap perkembangan, lingkungan dan individu pendukung, pengalaman nyeri
pembedahan sebelumnya, makna nyeri, kecemasan dan stress, mengontrol komplikasi paska
bedah yang terjadi, riwayat pengobatan alternatif sebelumnya, riwayat penggunaan obat-obatan,
riwayat operasi dan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien.

Kata kunci: paska bedah urologi, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), nyeri

ABSTRACT

Introduction: Urology surgical is a current surgical procedure for tractus urogenitalis disease.
Issue in post urology surgical is a pain. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) is
one of the nursing intervention that uses low-voltage electrical current for pain relief. TENS can
improve pain mechanisms and release of endorphins to reduce pain. The aims of this study
was to determine the effect of TENS on pain intensity of postoperative urology surgical
patient in Haji Surabaya Public Hospital. Methods: A quasy experiment with non randomized
control group pre post design was used in this study. Recruting sample by purposive sampling.
There were 12 samples (6 respondents as the control group and 6 respondents as the
treatment group) which recruit using purposive sampling. Independent variable was TENS.
Dependent variable was pain intensity. The pain was measured by Visual Analog Scale (VAS).
Data were analyzed using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney. Result: Results of this
study showed that there was a significant effect of TENS on pain intensity of postoperative
urology surgical patient in Haji Surabaya Public Hospital. In the treatment group Wilcoxon Signed
Rank Test p=0.084 (p<0.05), while in the control group p=0.020 (p<0.05). Mann Whitney=0.003
(p<0.05). Discussion: It can be concluded that there was a significant effect of TENS on pain
intensity of postoperative urology surgical patient in Haji Surabaya Public Hospital. TENS is
recommended for the independent nursing intervention to reduce postoperative urology surgical
pain. Based on this result can be done to further research should analyze several factors that
affects pain patients after surgical urology. Variable confounding are ethnic and cultural values,
stage of development, environment and individual support, the experience of surgery pain, anxiety
and stress, controls complication post surgical happened, alternative medication history, drugs
history, surgical history and disease history.

Keywords: postoperative urology surgical, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS),


pain

PENDAHULUAN Nyeri merupakan suatu kondisi yang


lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
Pembedahan urologi merupakan disebabkan oleh stimulus tertentu (Potter &
spesialisasi bedah dengan tindakan invasif Perry 2005). Nyeri akut yang dirasakan oleh
pada saluran kemih dan sistem reproduksi klien paska bedah merupakan penyebab
pria maupun wanita (Gruendemann & stress, frustasi, dan gelisah yang
Fernsebner 2005). Paska pembedahan pada menyebabkan klien mengalami gangguan
saluran kemih kelamin dapat menimbulkan tidur, cemas, tidak nafsu makan, dan ekspresi
berbagai keluhan dan gejala, keluhan dan tegang (Potter & Perry 2005). Nyeri juga
gejala yang sering adalah nyeri dapat meningkatkan metabolisme dan curah
(Sjamsuhidajat 2013). Beberapa pasien yang jantung, kerusakan respons insulin,
diberikan analgesik setelah 2 jam mengeluh peningkatan produksi kortisol dan retensi
nyeri kembali, kemudian perawat ruangan cairan (Smeltzer & Bare 2008). Diperlukan
memberikan relaksasi nafas dalam dan tehnik penanganan yang tepat pada pasien nyeri
distraksi tetapi hasilnya ada beberapa pasien paska bedah. Tujuan dari manajemen nyeri
yang tetap merasa nyeri. paska bedah adalah untuk mengurangi atau
Sekitar 80% pasien yang menjalani menghilangkan rasa sakit dan
pembedahan mengalami nyeri akut paska ketidaknyamanan pasien dengan dua
bedah (Apfelbaum et al. 2003). Hal ini pendekatan farmakologi dan non farmakologi
didukung oleh penelitian Megawati (2010), (Smeltzer & Bare 2008). Menurut penelitian
bahwa pasien pasca laparatomi mengeluhkan Honorio (2008) pendekatan farmakologi
nyeri sedang sebanyak 57,70%, yang merupakan tindakan kolaborasi antara
mengeluhkan nyeri berat 15,38%, dan nyeri perawat dengan dokter, yang menekankan
ringan sebanyak 26,92%. Hasil penelitian pada pemberian obat yang mampu
Nurhafizah (2012) menunjukkan sebagian menghilangkan sensasi nyeri yaitu obat non
besar pasien pasca bedah abdomen opioid analgesik, metamizol, propiphenazon,
merasakan intensitas nyeri sedang (57,4%), parasetamol, kodein dan tramadol sedangkan
diikuti dengan intensitas nyeri ringan pendekatan non farmakologi merupakan
(22,2%), dan sisanya pasien dengan intensitas tindakan mandiri perawat untuk
nyeri berat (20,4%). Studi pendahuluan pada menghilangkan nyeri dengan menggunakan
tahun 2014 di RSU Haji terdapat 44 klien teknik manajemen nyeri, misalnya dengan
nyeri paska bedah urologi pada bulan Januari, teknik biofeedback, TENS, relaksasi, terapi
31 klien pada bulan Februari dan 10 klien musik, tehnik distraksi, terapi bermain,
pada awal bulan Maret, sedangkan klien acupressure, kompres panas/dingin, massage
nyeri paska bedah bedah urologi pada awal dan hipnosis (Mc Closkey & Bulecheck
bulan Maret terdapat 10 orang. 2000).
Nyeri merupakan suatu kondisi yang sensasi nyeri yang dialami oleh pasien simple
lebih dari sekedar sensasi tunggal yang fraktur. Keuntungan dari menggunakan
disebabkan oleh stimulus tertentu, nyeri akut TENS adalah bahwa tidak seperti
yang dirasakan oleh klien paska bedah menghilangkan rasa sakit oleh obat, karena
merupakan penyebab stres, frustasi, dan tidak menimbulkan ketagihan, tidak
gelisah yang menyebabkan klien mengalami menyebabkan kantuk atau mual, dan dapat
gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan, dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan
dan ekspresi tegang (Potter & Perry 2005). (Josimari et al. 2008).
Nyeri juga dapat meningkatkan metabolisme Proses stimulus melalui kulit
dan curah jantung, kerusakan respons insulin, mendukung untuk bekerja menurunkan nyeri
peningkatan produksi kortisol dan retensi dengan cara penutupan gerbang transmisi
cairan (Smeltzer & Bare 2008). nyeri. Diharapkan dengan TENS diperoleh
Penanganan yang tepat pada pasien hasil manajemen nyeri yang lebih efektif
nyeri paska bedah diperlukan. Tujuan dari pada pasien paska bedah urologi di ruang
manajemen nyeri paska bedah adalah untuk Rawat Inap Marwah RSU Haji Surabaya.
mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
dan ketidaknyamanan pasien dengan dua
pendekatan farmakologi dan non farmakologi BAHAN DAN METODE
(Smeltzer & Bare 2008). Menurut penelitian
Honorio (2008) pendekatan farmakologi Desain penelitian ini menggunakan
merupakan tindakan kolaborasi antara rancangan “Quasi Experimental” dengan
perawat dengan dokter, yang menekankan populasi target adalah 12 responden di RSU
pada pemberian obat yang mampu Haji Surabaya, 6 responden kelompok
menghilangkan sensasi nyeri yaitu obat non kontrol dan 6 responden kelompok
opioid analgesi, metamizol, propiphenazon, perlakuan. Besar sampel sejumlah 12 orang
parasetamol, kodein dan tramadol sedangkan yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
pendekatan non farmakologi merupakan eksklusi. Pengambilan sampel menggunakan
tindakan mandiri perawat untuk Nonprobability Sampling tipe Purposive
menghilangkan nyeri dengan menggunakan Sampling. Peneliti menggunakan sampel
teknik manajemen nyeri, misalnya dengan sesuai dengan kriteria tertentu yang
teknik biofeedback, TENS, relaksasi, terapi dikehendaki oleh peneliti. Penelitian
musik, tehnik distraksi, terapi bermain, dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2014
acupressure, kompres panas/dingin, massage sampai 12 Juli 2014.
dan hipnosis (Mc Closkey & Bulecheck Variabel independen penelitian
2000). adalah terapi Transcutaneous Electrical
TENS bekerja dengan menstimulasi Nerve Stimulation (TENS). Variabel
serabut saraf tipe α β yang dapat mengurangi dependen penelitian adalah intensitas nyeri
nyeri (Corwin 2009). Mekanisme kerjanya pada pasien paska bedah urologi. Instrumen
diperkirakan melalui ‘penutupan gerbang’ yang digunakan adalah Visual Analog Scale
transmisi nyeri dari serabut saraf kecil (VAS). Data yang diperoleh diuji normalitas
dengan menstimulasi serabut saraf besar, terlebih dahulu dengan uji Kolmogorov
kemudian serabut saraf besar akan menutup Smirnov kemudian dianalisis menggunakan
jalur pesan nyeri ke otak dan meningkatkan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dan
aliran darah ke area yang nyeri dan TENS Mann Whitney derajat kemaknaan p≤0,05.
juga menstimulasi produksi anti nyeri
alamiah tubuh yaitu endorfin (James et al.
2008). TENS dapat digunakan pada berbagai HASIL
keadaan salah satunya pasien paska bedah Karakteristik demografi dan data
dan kondisi akut (Tucker et al 2008). Hal ini khusus analisis faktor pemberian asi eksklusif
didukung oleh penelitian Rosyid (2010), pada bayi berdasarkan teori perilaku WHO di
bahwa TENS lebih efektif dalam wilayah Puskesmas Mulyorejo Surabaya.
menurunkan intensitas nyeri dibandingkan
dengan terapi es pada pasien simple fraktur
karena TENS memiliki mekanisme frekuensi
dan amplitude yang dapat diatur berdasarkan
Tabel 1 Distribusi Berdasarkan Jenis Tabel 2 Hubungan Analisis Statistik
Kelamin, Usia, Jenis Operasi dan Intensitas Tingkat Nyeri pada
Jenis Anestesi Responden di Ruang Kelompok Perlakuan Sebelum
Marwah I RSU Haji Surabaya dan Sesudah Terapi TENS dan
tanggal 12 Juni 2014 s/d 12 Juli Kelompok Kontrol di Ruang
2014 Marwah I RSU Haji Surabaya
pada tanggal 12 Juni 2014 s/d 12
Karakteristik Responden
Lansia f % Juli 2014
Jenis kelamin Kelompok Kelompok
1. Laki-laki 8 67 Tingkat
No Perlakuan Kontrol
Nyeri
2. Perempuan 4 33 Pre Post Pre Post
Total 12 100 f % f % f % f %
Umur 1 Tidak 0 3 50 0 0 0 0
Nyeri 0
1. 18 – 30 tahun 0 0 2 Nyeri 0 0 3 50 0 0 6 100
2. 30 – 50 tahun 8 67 Ringan
3. >50 tahun 4 33 3 Nyeri 6 100 0 0 6 100 0 0
Total 12 100 Sedang
4 Nyeri 0 0 0 0 0 0 0 0
Jenis Operasi Berat
1. Bedah invasif Jumlah 6 100 6 10 6 100 6 100
minimal 10 83 0
2. Bedah terbuka 2 17 Wilcoxon Signed
p = 0,020 p = 0,026
Rank Test
Total 12 100 Mann Whitney U
Jenis Anestesi p = 0,003
Test
1. General Keterangan:
Anesthesia (GA) 2 17 p : signifikansi
2. SubArachnoid f : frekuensi
Block (SAB) 10 83 % : prosentase
Total 12 100
Keterangan:
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat
f : frekuensi responden penurunan tingkat nyeri diketahui sebelum
% : prosentase dan sesudah diberikan terapi TENS. Hasil pre
test dengan menggunakan skala nyeri VAS
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui terhadap 6 responden paska bedah urologi
bahwa responden laki-laki yang menjalani didapatkan hasil yaitu 100% mengalami skala
paska bedah urologi yaitu sebanyak 8 orang nyeri sedang. Hasil post test yang didapatkan
responden 67%) sedangkan responden yaitu 50% (3 orang) mengalami penurunan
perempuan sebanyak 4 orang responden hingga skala nyeri ringan, bahkan 50% (3
(33%). Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat orang) mengalami penurunan sampai skala
bahwa jumlah responden pada umur 31-50 tidak nyeri. Hasil perhitungan dengan uji
tahun yaitu sebanyak 6 orang responden Wilcoxon didapat signifikansi (p=0,05) yaitu
(50%). 6 responden (50%) berumur lebih dari 0,020 maka H1 diterima, berarti terdapat
50 tahun serta tidak ada responden yang perbedaan yang bermakna atau signifikan
berumur 10-30 tahun (0%). Responden yang pada kelompok responden yang mendapatkan
mendapat jenis anestesi GA sebanyak 2 terapi TENS. Hasil pre test terhadap
orang (17%) sedangkan yang mendapat jenis responden kelompok kontrol pada penelitian
anestesi SAB sebanyak 10 orang (83%). ini yaitu 100% (6 orang) memiliki tingkat
Responden yang menjalani operasi bedah nyeri sedang. Post test dilaksanakan pada
invasif minimal sebanyak 10 orang (83%) hari ketiga paska bedah untuk menilai skala
dan menjalani bedah terbuka sebanyak 2 nyeri responden kelompok kontrol. Hasil post
orang (17%). test menunjukkan 100% (6 orang) pada skala
nyeri ringan. Hasil perhitungan dengan uji
Wilcoxon didapat signifikansi (p=0,05) yaitu
0,026 maka H1 diterima, berarti terdapat
perbedaan yang bermakna atau signifikan
pada responden kelompok kontrol akibat obat
analgesik yang diberikan.
Pada tabel 2 terlihat pada kolom uji diyakini dapat mempengaruhi hipotalamus
Mann Whitney untuk uji dua sisi adalah untuk menstimulasi pituitary gland
0,003 atau probabilitas kurang dari 0,05 melepaskan β endorphin, yaitu senyawa
(0,003<0,05), maka H1 diterima bahwa ada kimia endogenus yang dapat memberikan
perbedaaan yang signifikan intensitas nyeri efek menenangkan bagi tubuh (Knight &
responden setelah intervensi TENS antara Droper 2008). Hal ini didukung oleh
kelompok perlakuan dengan kelompok penelitian Bjordal (2003) menyatakan bahwa
kontrol di RSU Haji Surabaya. Hal ini TENS dapat menghasilkan hormon
ditunjukkan oleh perbandingan antara endorphin pada dosis yang tepat sehingga
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, menimbulkan efek relaksasi.
pada kelompok perlakuan lebih banyak Banyak faktor yang mempengaruhi
penurunan skala nyeri (50% nyeri ringan dan intensitas nyeri, salah satunya adalah usia.
50% tidak nyeri), sedangkan pada kelompok Usia responden yang mendapat terapi TENS
kontrol sedikit mengalami penurunan skala adalah dewasa lanjut (30 – 50 tahun) dan
nyeri yaitu 100% nyeri ringan. lanjut usia. Pada responden 1A dan 3A
dengan karakteristik usia lanjut dan jenis
operasi bedah invasif minimal hasilnya
PEMBAHASAN terdapat penurunan nyeri yang signifikan dari
intensitas nyeri sedang menurun menjadi
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak nyeri sedangkan responden 2A dengan
bahwa terdapat pengaruh pemberian TENS karakteristik usia lanjut dan jenis operasi
terhadap perubahan intensitas nyeri pasien bedah terbuka hasilnya menurun dari
paska bedah urologi. Data penelitian intensitas nyeri sedang menjadi nyeri ringan.
menyebutkan bahwa responden pada Potter & Perry (2005) menjelaskan bahwa
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terdapat hubungan antara nyeri dengan
sama berada dalam skala nyeri ringan pada seiring bertambahnya usia, yaitu pada tingkat
post test, tetapi terdapat 3 (1A, 3A, 4A) perkembangan. Pada orang dewasa
responden pada kelompok perlakuan dalam pengalaman nyerinya lebih sedikit daripada
skala tidak nyeri. Teori mengatakan TENS lanjut usia. Responden lanjut usia lebih siap
dapat digunakan pada berbagai keadaan salah menerima nyeri dibandingkan dengan
satunya pasien paska bedah dan kondisi akut responden dewasa lanjut (30–50 tahun),
(Tucker et al 2008). TENS bekerja dengan karena pada lanjut usia mempunyai
menstimulasi serabut saraf tipe α β yang pengalaman nyeri yang lebih banyak
dapat mengurangi nyeri (Corwin 2009). dibanding dengan yang dewasa lanjut (30–50
Mekanisme kerjanya diperkirakan melalui tahun), sehingga menganggap nyeri sebagai
‘penutupan gerbang’ transmisi nyeri dari ketidaknyamanan sementara bukan
serabut saraf kecil dengan menstimulasi kemungkinan ancaman atau gangguan
serabut saraf besar, kemudian serabut saraf terhadap kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai
besar akan menutup jalur pesan nyeri ke otak teori yang diungkapkan oleh Potter & Perry
dan meningkatkan aliran darah ke area yang (2006) bahwa jika individu pernah
nyeri dan TENS juga menstimulasi produksi mengalami nyeri maka di masa akan datang
anti nyeri alamiah tubuh yaitu endorphin individu akan mampu mentoleransi nyeri
(James et al. 2008). Hasil penelitian ini dengan lebih baik. Hal ini menurunkan
didukung oleh penelitian Lima et. al (2011) adanya stresor yang memicu nyeri sehingga
yang menyatakan bahwa terapi TENS efektif responden lebih cepat beradaptasi dalam
terhadap penurunan nyeri pasien setelah mengatasi nyeri paska bedah, ditambah
coronary artery bypass graft surgery. dengan efek relaksasi pada gerakan simultan
Menurut peneliti, jika TENS TENS maka tubuh secara alami melepaskan
diberikan dengan tehnik dan dosis yang benar endorphin sehingga terjadi penurunan
maka perubahan nyeri akan terjadi melalui intensitas nyeri yang signifikan, namun
proses blok transmisi nyeri. TENS juga peneliti tidak mengukur hubungan antara usia
menimbulkan gerakan simultan pada kulit dan pengalaman nyeri dengan perubahan
yang dirasakan sebagai pijatan sehingga intensitas nyeri.
menimbulkan efek relaksasi pada pasien. Pada responden 4A, 5A, 6A dengan
Gerakan simultan yang terdapat dalam TENS terjadi penurunan intensitas dari nyeri sedang
menjadi nyeri ringan. Karakteristiknya adalah orang). Arus getaran frekuensi dan intensitas
usia dewasa lanjut (30 – 50 tahun) dan salah dari TENS mengaktifkan serat-serat
satunya wanita. Hal ini diduga bahwa berdiameter besar secara selektif,
pengalaman nyeri yang dialami oleh menghasilkan analgesik segmental dengan
responden dewasa akhir minimal sehingga cepat dan terlokalisir pada dermatome,
penurunan nyeri pada intensitas ringan saja. sehingga akan menutup gate atau gerbang
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang untuk persepsi nyeri ke otak (William &
sebelumnya, Nurhafizah (2012) menyatakan Wilkins 2008). Johnson (2008) menyatakan
adanya hubungan yang signifikan antara bahwa TENS dapat digunakan pada nyeri
pengalaman nyeri yang dirasakan pasien akut dengan frekuensi yang tinggi, pulse
paska bedah abdomen, dari 21 pasien paska width yang tinggi serta amplitudo yang sesuai
bedah abdomen yang mempunyai dengan subjektik kenyamanan pasien dan
pengalaman nyeri di masa lalu hanya 1 yang sensasi yang dimiliki pasien. Hal ini sesuai
menunjukkan intensitas nyeri berat, jurnal yang diteliti oleh Bjordal (2003) dosis
sedangkan dari 33 pasien paska bedah TENS yang paling efektif adalah frekuensi
abdomen yang tidak mempunyai pengalaman 80 Hz sampai dengan 100 Hz, pulse widht
nyeri di masa lalu, 10 responden 150 µsec, amplitudo sesuai sensitifitas pasien
menunjukkan intensitas nyeri berat. 0-80 mA.
Berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat Menurut peneliti, penurunan
perbedaan yang berarti antara intensitas nyeri intensitas nyeri responden dapat menurun
responden perempuan dan responden laki- ketika dosis yang diberikan sesuai dosis yang
laki. efektif dan sesuai dengan ambang sensitivitas
Hasil penelitian pada kelompok responden sehingga responden nyaman
kontrol pada post test menunjukkan bahwa dengan stimulasi denyutan. Stimulasi listrik
sebagian besar responden mengalami saraf yang tepat selain dapat memblok
intensitas nyeri ringan. Terdapat perbedaan transmisi nyeri, dapat juga membantu tubuh
skor antara kelompok perlakuan dan untuk memproduksi obat penghilang rasa
kelompok kontrol dengan selisih 2 poin. Pada sakit alami yang disebut endorfin, yang dapat
kelompok kontrol tidak diberikan monitor menghalangi persepsi nyeri sehingga
dan observasi skala nyeri dan pemberian responden dapat cepat beradaptasi terhadap
TENS seperti kelompok perlakuan sehingga nyerinya melalui peran endorphin. Kozier et.
respons psikologis yang diterima oleh al (2009) menyatakan pada impuls rendah
responden kelompok kontrol berbeda dengan (kurang dari 90 Hz) produksi endorphin
kelompok perlakuan. Potter & Perry (2005) sebagai penghilang rasa sakit alami dipacu
menjelaskan bahwa perawat dapat untuk dikeluarkan sehingga nyeri berkurang.
meningkatkan respon adaptasi dengan Mekanisme kerja TENS juga
meningkatkan mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh jenis operasi yang dijalani
melalui stimulus. Pada responden kelompok oleh responden, ketika responden menjalani
kontrol dan perlakuan diberikan analgesik bedah invasif minimal maka cedera insisi
sehingga nyeri yang dirasakan menurun, maupun respon inflamasi minimal tetapi
tetapi pada aspek psikologisnya responden cedera terdapat pada bagian dalam organ dan
tidak merasakan relaks sehingga adaptasi biasanya nyeri bersifat nyeri tumpul. Corwin
terhadap nyeri lebih lambat dibanding (1997) menjelaskan bahwa nyeri visceral
kelompok perlakuan. Nurhafizah (2012) adalah stimulus nyeri yang dihubungkan
menyatakan adanya hubungan yang dengan proses patologis dan nyeri yang
signifikan antara nyeri dengan kondisi dicetuskan untuk mempertahankan fungsi
psikologis pasien tetapi peneliti tidak sehingga nyeri visceral bersifat tumpul.
meneliti secara lanjut kondisi psikologis TENS dengan frekuensi sedang mampu
dengan intensitas nyeri. memblok nyeri dan melepaskan endorphin
Seluruh responden diberikan TENS sehingga nyeri tumpul dapat berkurang.
dengan frekuensi 80 Hz dan pulse widht 150 William & Wilkins (2008) mengatakan
µsec dari awal sedangkan amplitudo sesuai penempatan elektroda ditempatkan proksimal
tingkat ambang sensitivitas responden, dari cedera (antara otak dan area cedera)
mayoritas responden menerima 40 mA (4 untuk menghindari peningkatan nyeri. Hal ini
orang), 50 mA (1 orang) dan 60 mA (1 sejalan dengan penelitian ini bahwa
penempatan elektroda berada di bagian 50% tidak nyeri), sedangkan pada kelompok
proksimal cedera sehingga dapat memblok kontrol mengalami penurunan skala nyeri
nyeri. yaitu 100% nyeri ringan. Hal ini
Karakteristik nyeri pada bedah disebabkan karena pada kelompok
terbuka adalah adanya cedera pada saraf perlakuan selain diberikan analgesik non
perifer sehingga nyeri bersifat tajam. Corwin opioid juga diberikan TENS oleh peneliti.
(1997) menyatakan nyeri kulit adalah nyeri Analgesik non opioid yang digunakan di
yang dirasakan di kulit atau jaringan RSU Haji Surabaya adalah jenis metamizole
subkutis, akibat adanya saraf perifer yang Na (novalgin, antrain).
cedera menyebabkan rangsang nosiseptif dan Hal yang sama dikemukakan oleh
terjadinya respon inflamasi. Peneliti Smeltzer & Bare (2008), menggabungkan
meletakkan elektroda diatas atau di sekitar intervensi farmakologis dengan
area yang sangat nyeri dengan jarak 5 cm dan nonfarmakologis merupakan cara yang
pada area dermatom yang mempersarafi, paling tepat untuk menurunkan nyeri.
terapi TENS 2 kali dalam sehari selama 3 Metamizole Na dapat meringankan rasa sakit,
hari dalam waktu 15 menit. Dalam sehari terutama nyeri kolik dan sakit setelah operasi
diberikan di pagi hari dan sore hari. Hal ini (Kee & Hayes 1996). Mekanisme kerjanya
didukung oleh penelitian Bjordal (2003) adalah menghambat transmisi rasa sakit ke
menyatakan bahwa pemberian TENS dapat susunan saraf pusat dan perifer (Kee & Hayes
dilakukan 2-3 kali dalam sehari selama 3 hari 1996). Metamizole Na bekerja sebagai
dalam waktu 15-30 menit, elektroda analgesik, diabsorpsi dari saluran pencernaan
diletakkan di sekitar area nyeri atau titik mempunyai waktu paruh 1-4 jam (Kee &
nyeri. Hayes 1996). TENS bekerja dengan
Pemasangan elektroda TENS pada menstimulasi serabut saraf tipe α β yang
area nyeri dan proksimal dari cedera atau dapat mengurangi nyeri (Corwin 2009).
insisi paska bedah dapat menciptakan Mekanisme kerjanya diperkirakan melalui
kenyamanan. Proses nosiseptif dihambat ‘penutupan gerbang’ transmisi nyeri dari
dengan memblok nyeri oleh penutupan serabut saraf kecil dengan menstimulasi
gerbang nyeri oleh TENS serta pelepasan serabut saraf besar, kemudian serabut saraf
hormon endorphin pada tubuh proses besar akan menutup jalur pesan nyeri ke otak
inflamasi akan menimbulkan efek relaksasi dan meningkatkan aliran darah ke area yang
sehingga nyeri dapat berkurang. Lokasi titik nyeri dan TENS juga menstimulasi produksi
nyeri oleh elektroda akan distimulasi listrik anti nyeri alamiah tubuh yaitu endorphin
melalui transkutan, sehingga selain adanya (James et al. 2008). TENS dapat digunakan
efek relaksasi seperti masase, pasien juga pada berbagai keadaan salah satunya pasien
dapat terdistraksi akan adanya denyutan paska bedah dan kondisi akut (Tucker et al
burst. Denyutan burst TENS akan menjadi 2008).
fokus pasien saat berjalannya terapi selama Menurut peneliti, penanganan nyeri
15 menit, sehingga mengalihkan perhatian paska bedah urologi menggunakan metode
klien pada hal lain selain nyeri, sehingga menggabungkan intervensi farmakologis
klien lupa akan nyeri yang dialami. TENS metamizol Na dengan nonfarmakologis
juga berefek pada aspek psikologis TENS adalah hal yang efektif karena TENS
responden, responden menjadi relaks dan mendukung mekanisme kerja metamizol Na
tenang akibat pengalihan perhatian dari nyeri. yang mana bekerja untuk menghambat
Hal ini didukung oleh penelitian Ernawati transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat
(2010) menyatakan bahwa upaya distraksi dan perifer, TENS juga bekerja memblok
berhubungan dengan respon nyeri yang transmisi nyeri dari serabut saraf kecil
menurun, tetapi pada penelitian ini peneliti dengan menstimulasi serabut saraf besar,
tidak mengukurnya lebih lanjut. kemudian serabut saraf besar akan menutup
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan jalur pesan nyeri ke otak. Keduanya saling
bahwa penurunan intensitas nyeri tampak mendukung yaitu memblok transmisi nyeri
lebih besar pada kelompok perlakuan sehingga intensitas nyeri menjadi menurun.
dibandingkan dengan kelompok kontrol, Peneliti tidak mengukur secara lebih lanjut
pada kelompok perlakuan lebih banyak mengenai pengaruh medikasi terhadap
penurunan skala nyeri (50% nyeri ringan dan variabel dependen namun penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa pemberian sebelahnya cemas akan proses pembedahan.
kombinasi analgesik non opioid dan TENS Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
dapat menurunkan nyeri secara maksimal reponden tidak diukur oleh peneliti tetapi
pada pasien paska donor ginjal Galli (2013). penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
Berdasarkan tabel 5.2 mayoritas terdapat hubungan psikologis dan strategi
responden kelompok kontrol pada pre test koping pasien terhadap intensitas nyeri
merasakan intensitas nyeri sedang. Hasil post Nurhafizah (2012).
test didapatkan penurunan pada intensitas
nyeri ringan (100%). Hasil paling baik
terdapat pada responden 1B, 4B, 5B yaitu SIMPULAN DAN SARAN
skor 2 (nyeri ringan), sedangkan 3 responden
lainnya pada no 2B, 3B, 6B yaitu skor 3. Simpulan
Menurut observasi dan wawancara yang Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan peneliti, responden sebagian besar telah dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2014
laki-laki yang menjadi penopang keluarga s.d 12 Juli 2014 di RSU Haji Surabaya, maka
karakteristik responden 6B terlihat cemas dapat diambil simpulan bahwa ada pengaruh
karena meninggalkan pekerjaannya sehari- pemberian TENS terhadap perubahan
hari, responden 3B selain kondisi post intensitas nyeri pasien paska bedah urologi di
operasi juga dengan penyakit Chronic Kidney RSU Haji Surabaya
Disease responden diberikan analgesik secara
teratur tetapi. Responden dirawat di ruangan Saran
kelas 3 menggunakan bangsal, tidak ada TENS diharapkan dapat dijadikan
privasi dengan pasien lainnya. sebagai terapi alternatif komplementer
Menurut peneliti, nyeri yang sebagai tindakan mandiri keperawatan untuk
dirasakan oleh responden diduga karena mengurangi nyeri pasien bedah urologi bagi
proses penyakit serta komplikasi namun RSU Haji Surabaya dan perawat RSU Haji
peneliti tidak melihat secara kontinyu setiap Surabaya dapat mengimplementasikan TENS
harinya medikasi yang diberikan serta sebagai terapi komplementer untuk
komplikasi yang terjadi. Menurut Smeltzer & mengurangi nyeri pasien paska bedah
Bare (2008) respons nyeri individu tahap urologi. Bagi pasien paska bedah urologi
awalnya adalah aktivasi dimana saat pertama diharapkan mengetahui kegunaan TENS
individu menerima rangsangan nyeri, sampai dan dapat melakukan TENS sebagai salah
tubuh bereaksi terhadap nyeri yang meliputi satu intervensi alternative dengan risiko
respons emosional yaitu cemas, tegang dan
yang rendah menyenangkan dan mudah
takut. Kekhawatiran individu tentang nyeri
untuk mengurangi nyeri.
dapat meliputi berbagai masalah yang luas,
Bagi masyarakat diharapkan dapat
seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh
menerima informasi ini secara ilmiah dan
terhadap peran dan perubahan citra diri.
dapat mengaplikasikan TENS sebagai
(Kozier et. al 2010).
intervensi nonfarmakologi untuk mengurangi
Menurut peneliti, ketika nyeri mulai
nyeri kemudian bagi peneliti selanjutnya
dirasakan banyak faktor yang dapat
penelitian ini dapat dilanjutkan dengan
mempengaruhi salah satunya responden laki-
menggunakan tehnik sampling probability
laki yang menjadi kepala keluarga, maka ia
sampling dan memperhatikan variabel
mempunyai beban ekonomi. Selama proses
perancu seperti etnis dan nilai budaya, tahap
perawatan responden menjadi tidak relaks
perkembangan, lingkungan dan individu
karena adanya stresor beban ekonomi yang
pendukung, pengalaman nyeri pembedahan
harus ditanggungnya, sehingga nyeri yang
sebelumnya, makna nyeri, kecemasan dan
dirasakan dapat sedikit saja penurunannya.
stres. Peneliti disarankan mengontrol
Faktor lainnya yang juga berpengaruh adalah
komplikasi paska bedah, riwayat pengobatan
kondisi lingkungan perawatan pasien,
alternatif sebelumnya, riwayat penggunaan
sehingga responden tidak nyaman selama
obat-obatan, riwayat operasi dan riwayat
berada di satu ruangan dimana satu ruangan
penyakit yang diderita oleh pasien.
berisi 8-9 pasien dan tidak ada sekat antar
tempat tidur. Pasien yang semula tidak cemas
menjadi cemas karena melihat pasien di
KEPUSTAKAAN Kozier, B, 2010. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Apfelbaum, JL, Chen, C, Mehta, SS & Gan, Praktik, Edisi 7, Volume 1, EGC,
TJ, 2003. Postoperative pain Jakarta
experience:results from a national Lima, PM, Farias, RT, Carvalho, AC, da
survey suggest postoperative pain Silva, PN, Ferraz, FNA & de Brito, RF,
continues to be undermanaged. Transcutaneous electrical nerve
Anesthesia Analgesia, US national stimulation after coronary artery
library of medicine, vol. 97, no. 2, hal. bypass graft surgery, US national
534-540 library of medicine, Vol. 26, no. 4, hal.
Bjordal, JM, Johnson, MI & Ljunggreen, 591-6, http://www.ncbi.nlm.nih.gov
AN, 2003. ‘Transcutaneous electrical McCloskey, JC & Bulechek, GM, 2000.
nerve stimulation (TENS) can reduce Nursing Interventions Classification
postoperative analgesic consumption. (NIC) Edisi 3, Mosby Year Book, St.
A meta-analysis with assessment of Louis
optimal treatment parameters for Megawati, 2010. Gambaran Faktor - Faktor
postoperative pain’, European Journal yang Mempengaruhi respon nyeri pada
Pain , vol 7, no. 8, hal. 182-187 pasien post laparatomi di ruang B2
Corwin, EJ, 2009. Buku Saku Patofisiologi, RSUP H. Adam Malik Medan,
Edisi Revisi 3, EGC, Jakarta www.unmam.com, diakses tanggal 2
Gruendemann, BJ & Fernsebner, B, 2005. April 2014
Buku Ajar Keperawatan Perioperatif, Nurhafizah, 2012. Strategi Koping dan
volume 2, EGC, Jakarta Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi di
Johnson, M, 2008. Transcutaneous electrical Ruang Rindu B2A RSUP H. Adam
nerve stimulation, electrotherapy: Malik Medan,
evidence based practiv=ce, Churchill http://jurnal.fk.unand.ac.id, diakses
Livingstone, Edinburg tanggal 14 Juli 2014
Honorio, TB, 2008. Practical Management of Potter, PA & Perry, AG, 2005. Fundamental
Pain, Edisi 5, Elsevier Mosby, Keperawatan Konsep, Proses, dan
Philadelphia Praktik, Volume 2, Edisi 4, EGC,
Islami, 2012. Pengaruh penggunaan ketamin Jakarta
terhadap kejadian menggigil pasca Sjamsuhidajat, 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah,
anestesi umum, Edisi 3, EGC, Jakarta
http://eprints.undip.ac.id/, diakses Smeltzer, SC & Bare, BG, 2008. Buku Ajar
tanggal 24 Juli 2014 Keperawatan Medikal Bedah, Volume
James, J, Baker, C & Swain, H, 2008. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta
Prinsip-Prinsip Sains untuk Tucker, SM, Canobbio, MM, Paquette, EV &
Keperawatan, EMS, Jakarta Wells, MF, 2008. Standar Perawatan
Kee, JL & Hayes ER, 1996. Farmakologi: Pasien:Proses Keperawatan,
Pendekatan Proses Keperawatan, EGC, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5, EGC,
Jakarta Jakarta
Knight, KL & Draper, DO, 2008. William, L & Wilkins, 2008. Nursing.
Theraupetic modalities, Wolters Perfecting clinical procedures, Wolters
Kluwer, United States Kluwer, United States of America

Anda mungkin juga menyukai