Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

1. TEGUH YUNIYANTO
2. IZZA
3. RUMINI
4. RINI
5. ANDREY

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPERTENSI

A. Definisi Hipertensi

Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan tekanan sistolik
≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Nugroho,
2011, p. 263).
Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas
normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik lebih tinggi
dari 140 mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari 90mmHg (Manurung, 2016,
p. 102)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan
darah sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.
B. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.


1. Hipertensi Primer (esensial)/ Idiopatik
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko antara lain yaitu :
a. Merokok
Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu vasokontriktor poten
menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga mulai
peningkatan noreprinefrin plasma dan saraf simpatetik. Efek sinergistik merokok dan
tekanan darah tinggi pada risiko kardiovaskular telah jelas. Merokok menyebabkan
aktivasi simpatetik, stress, oksidatif, dan efek vasopresor akut yang dihubungkan
dengan peningkatan marker inflamasi, yang akan mengakibatkan difungsi endotel,
cedera pembuluh darah, dan meningkatnya kekakuan pembuluh darah. Setiapbatang
rokok dapat meningkatkan tekanan darah 7/4 mmHg, perokok pasif dapat
meningkatkan 30% risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan peningkatan
80% pada perokok. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
b. Obesitas
Obesitas terjadi paada 64% pasien hipertensi. Lemak badan mepengaruhi kenaikan
tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat badan menurunkan tekanan darah
pada pasien obesitas memberikan efek menguntungkan pada faktor risiko yang
terkait, seperti resistensi insulin, diabetes mellitus, heperlipidemia, dan hipertrofi
ventrikel kiri. Penurunan tekanan darah sistolik dan distolik pada penurunan berat
badan 5,1 kg adalah 4,4 dan 3,6 mmHg. Insiden obesitas lebih tinggi pada
penurunan 34,4% dibandingkan pada laki-laki 28,6%. Obesitas ,sebuah masalah
kesehatan dunia, telah diidentifikasi sebuah faktor risiko sangat penting untuk
hipertensi. Individu obesitas mempunyai risikolebih tinggi signifikan terjadinya
hipertensi. Obesitas diketahui pada hasil kombinasi disfungsi pusat makan diotak,
ketidakseimbangan asuhan energy dan pengeluaran, variasi genetic.peningkatan
risiko yang sama juga juga telah diidentifikasi untuk hipertensi, penyakiit vascular
sebral dan perifer, hiperlipidemia, penyakit traktus bilier, osteoarthiritis, dan gout.
Pada obesitas, lemak visceral mengakibatkan resistensi insulin. Akibat lanjut dari
hiperinsulimenia, adalah promosi peningkatan absorbsi Na oleh ginjal sehingga
dapat terjadi hipertensi. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
c. Alkoholisme
Konsumsi alcohol akan meningkatkan risiko hipertensi, namun mekanismenya belum
jelas, mungkin akibat meningkatnya transport kalsium kedalam sel otot polos melalui
peningkatan katekolamin plasma.terjadinya hipertensi lebih tinggi pada peminum
alcohol berat akibat dari aktivasi simpatetik. Peminum alcohol lebiih dari dua gelas
sehari akan memiliki risiko hipertensi dua kali lipat dibandingkan bukan peminum,
serta tidak optimalnya efek dari obat anti hipertensi. Pada pasien hipertensi yang
mengonsumsi alcohol disarankan kurang dari 30 ml per hari atau 40 ml etanol per
hari. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
d. Stress
Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh
terhadap kerja jantung. Stressor merupakan stimuli instrinsik atau ekstrinsik yang
menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan dapat membahayakan
kesehatan. Walaupun data epidemiologi menunjukkan stress mental terkait dengan
hipertensi, penyakit kardiovaskular, obesitas, dan sindrom metabolic, efek stress
mental pada manusia belum dipahami sepenuhnya. Prevalensi tinggi dari hipertensi
pada individu obesitas terkait pada faktor psikososial termasuk stress kronik. Aksis
hipotalamus – hipofisi – adrenal merupakan kunci mekanisme yang menghubungkan
obesitas, hipertensi, dan stress kronis. Oleh karena itu, orang seharusnya
mengurangi stress untuk menghindari lingkaran setan stress mental, obesitas,
hipertensi, dan diabetes. (Pikir dkk, 2015, p. 9)
e. Konsumsi garam
Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja ginjal yang
mengeluargkan rennin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan darah
(Haryanto & Rini, 2015, p. 39)
f. Kopi (kafein)
Kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi secara luas diseluruh dunia.
Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut teknan darah dengan memblok
reseptor vasodilatasi adenosine dan meningkatkan neropinefrin plasma. Minum dua
sampai 3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah secara akut, dengan variasi
yang luas antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg. Dimana tekanan darah
akan mencapai puncak dalam satu jam dan kembali ketekanan darah dasar setelah
4 jam. (Pikir dkk, 2015, p. 9)
g. Kontrasepsi oral
Peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada kebanyakan perempuan yang
menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang teradi. Hal ini
disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatic subtran rennin dan
aktivasi sistem rennin – angiotensin – aldosteron. Kontrasepsi esterogen akan
meningkat tekanan arah 3-6/ 2-5 mmHg, sekitar lima persen perempuan yang
menggunakan kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan peningkatan tekanan
darah diatas 140/90 mmHg. Hipertensi terkait kontrasepsi lebih sering pada
perempuan diatas 35 tahun, pada mereka yang menggunakan kontrasepsi lebih dari
5 tahun, dan individu gemuk. Jarang terjadi pada mereka yang menggunakan tablet
esterogen dosis kesil. Umumnya, hipertensi reversible setelah penghentian
kontrasepsi, tetai mungkin perlu beberapa minggu. Esterogen pada postmenoupose
umumnya tidak menyebabkan hipertensi, tetapi tentu memelihara vasodilatasi
diperantarai endotel. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
2. Hipertensi Sekunder
Penyebabnya yaitu dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom scushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan
a. Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama dengan
kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal
b. Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam kisaran
normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
c. Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi.
Begitu juga konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga
dapat meningkatkan tekanan darah
d. Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan Pheochromocytoma
memiliki hipertensi primer
e. Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid, terutama
aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi, hipokalemia
yang tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun beberapa pasien
memiliki konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga
harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten
(Pikir dkk, 2015, p. 31).

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :


1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidah terukur
2. Gejala yang lazim
Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepalakarena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi
dan tekanan intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :


a. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan hipertensi
sehingga intrakarnial naik
b. Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang
mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis
sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah menurun sehingga
suplei O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.
c. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan krontaktilitas
jantung
d. palpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu cepat sehingga dapat
menyebabkan berdebar-debar, Gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

D. Patofisiologi

Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, pada dasarnya


merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi rumus dasar: tekanan darah = curah jantung x
resistensi perifer. Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi yang merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang sering disebut curah
jantung (cardiac output) dan tekanan dari arteri perifer atau sering disebut
resistensi perifer.Kedua penentu primer adanya tekanan darah tersebut masing-masing juga
ditentukan oleh berbagai interaksi faktor-faktor serial yang sangat kompleks.Berdasarkan
rumus tersebut, maka peningkatan tekanan darah secara logis dapat terjadi karena
peningkatan curah jantung dan atau peningkatan resistensi perifer.Peningkatan curah
jantung dapat melalui dua mekanisme yaitu melalui peningkatan volume cairan (preload)
atau melalui peningkatan kontraktilitas karena rangsangan neural jantung.Meskipun faktor
peningkatan curah jantung terlibat dalam pemulaaan timbulnya hipertensi, namun temuan-
temuan pada penderita hipertensi kronis menunjukkan adanya hemodinamik yang khas
yaitu adanya peningkatan resistensi perifer dengan curah jantung yang normal.
Adanya pola peningkatan curah jantung yang menyebabkan peningkatan resistensi
secara persisten, sudah diteliti pada beberapa oraang dan pada banyak hewan coba pada
penelitian-penelitian tentang hipertensi. Pada hewan coba, dengan kondisi jaringan ginjal
yang berkurang, ketika diberi penambahan volume cairan, maka tekaanan darah pada
awalnya akan naik sebagai konsekuensi tinggi curah jantung, namun dalam beberapa hari,
resistensi perifer akan meningkat dan curah jantung akan kembali ke nilai basal. Perubahan
resistensi perifer tersebut menunjukkan adanya perubahan property instrinsik dari pembuluh
darah yang berfungsi untuk mengatur aaliran darah yang terkait dengan kebutuhan
metabolic dari jaringan. (Pikir dkk, 2015, p. 17)

E. Klasifikasi Berat Ringan Hipertensi


Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 102)

No Kategori Sistolik mmHg Distolik mmHg


1 Optimal <120 <80

2 Normal 120-129 80-84

3 High Normal 130-139 85-89

4 Hipertensi

5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99

6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (berat) 180-209 100-119


7 Grade 4 (sangat berat) >210 >120
8

Menurut (Haryanto & Rini, 2015, p. 38)

Tekanan darah systole Tekanan darah diastole


Kategori (mmHg) (mmHg)

Stadium 1
(ringan) 140-159 90-99

Stadium 2
(sedang) 160-179 100-109

Stadium 3
(berat) 180-209 100-119

Stadium 4
(sanga berat) >210 >120

F. Komplikasi

Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, dapat mengakibatkan : (Haryanto & Rini, 2015, p.
41) :
1. Transien Iskemik Attact
2. Stroke /CVA
3. Gagal jantung
4. Gagal ginjal
5. Infark miokard
6. Disritmia jantung
Komplikasi lainnya yaitu :

1. Pecahnya pembuluh darah serebral : aliran darah keotak tidak mengalami perubahan
masing-masing pada penderita hipertensi kronis dengan mean adrenal pressure (MAP)
120-160 mmHg dan penderita hipertensi new onset dengan MAP antara 60-120 mmHg.
Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi sempit dengan batas tertinggi 125
mmHg sehingga perubahan sedikit saja dari tekanan darah akan menyebabkan
asisdosis otak yang mempercepat timbulnya edema otak.
2. Penyakit ginjal kronik : mekanisme hipertensi pada PGK melibatkan beban volume dan
vasokontriksi. Beban volume disebabkan oleh gangguan ekskresi sodium sedangkan
vasokonstriksi berkaitan dengan perubahan parenkim ginjal.
3. Penyakit jantungkoroner : ada dua mekanisme yang diajukan mengenai hubungan
hipertensi dengan peningkatan risiko terjadinya gagal jantung. Pertama, hipertensi
merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard akut yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung. Kedua, hipertensi menyebabkan
terjadi disfungsi diastolic dan meningkatkan risiko gagal jantung.
4. Stroke pendarahan subarachnoid : terjadi ketika terdapat kebocoran pembuluh darah
didekat otak, yang mengakibatkan ekstravasasi drah kedalam celah subarachnoid.
Penyebab tersering SAH adalah rupture mikroaneurisma ini tidak diketahui dan diduga
terkait kelainan bawaan. Pada penderita hipertensi terjadi penebalan lapisan intima
dinding arteri dan selanjutnya dapat meningkatkan tahanan dan elastisitas dinding
pembuluh darah. Ketika terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah maka
aneurisma akan mengalami rupture. Aneurisma dengan diameter lebih dari 10 mm akan
lebih mudah mengalami rupture.(Pikir dkk, 2015, p. 127)

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
b. Jenis kelamin
Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia. Namun, pada usia tua,
risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan laki-laki. Laki-laki
obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan dengan
perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di Kamerun utara, pravelensi
hipertensi pada perempuan (51,7%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (48,7%).
Hormone seks berkontribusi terhadap perbedaan gender dalam control tekanan
darah. 55% perempuan hipertensi berusia >40 tahun. Hipertensi berat sebanyak
88,5%. Usia.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
c. Usia
Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada kurang dari
30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65 tahun
(Spillman dan Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia
dan orang lanjut usia dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk penyakit
kardiovaskuler.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
d. Ras
Orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi
bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009) dan keseluruhan
angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit hitam. Pada multiple risk
factor intervention trial, yang melibatkan lebih dari 23.000 laki-laki kulit hitam dan
325.000 laki-laki kulit putting yang dipantau selama 10 tahun, didapatkan suatu
perbedaan rasial yang menarik: anggota mortalitas penyakit jantung koroner lebih
rendah pada laki-lak kulit hitam dengan tekanan diastolic melebihi 90 mmHg
dibandingkan pada laki-laki kulit putih.(Pikir dkk, 2015, p. 6)
e. Status kesehatan saat ini
f. Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi
denyut jantung, disritmia, dan takipnea. (Udjianti, 2013, hal. 108)
g. Alasan masuk rumah sakit
Alasan masuk rumah sakit dikarenakan pasien memiliki keluhan lemah, sulit
bernapas, dan kesadaran menurun. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)
h. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu
sakit kepala, kelelahan, selah, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran menurun,
pengelihatan menjadi kabur, tinnitus (telinga berdenging), palpitasi (berdebar-
debar), kaku kuduk, tekanan darah diatas normal, gampang marah. (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 103)
i. Riwayat kesehatan terdahulu
j. Riwayat penyakit sebelumnya
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya.Misalnya : klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan klien
mengalami sakit yang sangat berat. (Haryanto & Rini, 2015, p. 41)
k. Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-
35%.Suatu penelitian pada orang kembar, hipertensi terjadi 60% laki-laki dan 30-
40% perempuan. Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada
orang dengan riwayat hipertensi keluarga (Pikir dkk, 2015, p. 6)
l. Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu
Pengobatan anti hipertensi :
 Diuretic : semua deuretik menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan
ekskresi natrium urin dan dengan mengurangi volume plasma, volume cairan
ekstraseluler, dan curah jantung. Mereka dapat menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi volume vascular, seperti ditunjukkan dalam sebuah studi oleh Gifford
dan kawan-kawan dari 25 pasien.
 Angiotensin : angiotensin II bekerja secara langsung pada dinding pembuluh
dara, menyebabkan hipotrofi medial, menstimulasi pertumbuhan jaringan ikat, dan
meruksak endotel yang berujung pada aterosklerosis(Pikir dkk, 2015, p. 219)
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah sadar dan juga dapat
mengalami penurunan kesadaran (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)
c. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan
darah yang dimiliki oleh penderita hipertensi systole diatas 140 mmHg dan
tekanan diastole diatas 90 mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)
 Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi
atau tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior
tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)
 Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan
pada saat berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Temuan fisik meliputi sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar
suara napas tambahan (ronkhi rales, wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)
 Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi : gerakan dinding abnormal
 Palpasi : denyut apical kuat
 Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
 Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2
mengeras S3 (gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau
insufisiensi katup. (Udjianti, 2013, p. 108)
 Sistem persarafan
Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital,
episode mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual
(diplopia- pandangan ganda atau pandangan kabur) dan episode
epistaksis (Udjianti, 2013, p. 109)
 Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)
 Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian
deuretik.Temuan fisik fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema,
kongesti vena, distensi vena jugularis, dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)
 Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis,
diaphoresis, atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)
 Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)
 Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada
sistem endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)
 Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat
melakukan hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil
yang memiliki hipertensi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
 Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema
atau papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya
hipertensi (Udjianti, 2013, p. 109)
 Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan
tubuh (Manurung, 2016, p. 103)
d. Pemeriksaan penunjang
 Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai
viskositas dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia(Udjianti,
2013, p. 109)
 Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
 BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal renal
 Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi)
akibat dari peningkatan kadar katekolamin
 Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque atheromatus
 Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
 Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi
 Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
 Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi deuretik)
 Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
 Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasikan
difusi renal atau diabetes
 Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma
 Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin juga
meningkat
 Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)
Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH)
Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung
EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi atau
disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul dari pasien Hipertensi adalah sebagai
berikut :
a. Penurunan Curah Jantung yaitu ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
b. Nyeri Akut yaitu pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat berlangsung kurang dari 3 bulan.
c. Intoleransi Aktivitas yaitu ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-
hari
4. Intervensi
a. Penurunan curah jantung
 Tujuan : menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas
pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung
serebral, selular, perifer, dan pulmonal); dan status tanda-tanda vital
 Kriteria hasil yaitu mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas
normal, mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN)
dan keratin plasma dalam batas normal mempunyai warna kulit yang normal
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak mengalami
dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
 Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk
penyakit jantung)
 Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan
 Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
 Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status
pernapasan, dan status mental
 Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat
badan)
 Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung
 Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
 Kaji kerusakan kognitif
 Penyuluhan untuk pasien/keluarga
 Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
 Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
 Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
 Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan
nyeri, faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intesitas
 Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan
dirumah, meliputi pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan
penggunaan alat terapeutik
 Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back,
relaksasi otot progresif, meditsi dan latihan fisik
 Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
 Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau
penghentian obat tekanan darah
 Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan
program medis atau protocol
 Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer, sesuai
dengan program atau protocol (Wilkinson, 2016, pp. 65-66)
b. Nyeri akut
 Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering,
atau selalu)
 Mengenali awitan nyeri
 Menggunakan tindakan pencegahan
 Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan
 Kriteria hasil: memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
 Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
 Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor
tersebut
 Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
 Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic
secara tepat
 Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau
tekanan darah
 Mempertahankan selera makan yang baik
 Melaporkan pola tidur yang baik
 Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan
interpersonal
 Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
 Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan onformasi pengkajian.
 Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai
10 (0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
 Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic
dan kemungkinan efek sampingnya
 Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri
respon pasien
 Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
 Penyuluhan untuk pasien/keluarga
 Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (mis,
pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet)l dan nama orang yang harus
dihubungi bila mengalami nyeri membandel
 Intruksikan oasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai
 Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
 Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis,
risiko ketergantungan atau overdosis)
Aktivitas kolaboratif
 Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (mis,
setiap 4 jam selam 36 jam) atau PCA
 Manajemen nyeri NIC
 Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
 Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien
dimasalalu (Wilkinson, 2016, pp. 297-298)
c. Intoleransi aktivitas
 Tujuan : menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktivitas, ketahanan, penghematan energy, tingkat kelelahan, energy
psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri : ASK (dan AKSI)
 Kriteria hasil : mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan
kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut
jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam
batas normal
 Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
 Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan
atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
 Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan (mis,
eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
 Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

 Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
 Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
 Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
 Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
 Penyuluhan untuk pasien/keluarga
 Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
 Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang
belum dilaporrkan kepada dokter
 Pentingnya nutrisi yang baik
 Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
 Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
 Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga
dan tempat kerja
 Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau
benda yang sering digunaakan ditempat yang mudah terjangkau
Aktivitas kolaboratif
 Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah
satu faktor penyebab
 Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan
ketahanan), atau reasi untuk merencanakan dan memantau program
aktivitas, jika perlu
 Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa
dirumah
 Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan
bantuan peralatan rumah, jika perlu
 Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan
bantuan perawatan rumah, jika perlu
 Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan
yang kaya energy
 Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung (Wilkinson, 2016, pp. 17-18)

Anda mungkin juga menyukai