Oleh :
2019
1. Kasus Dokter Setyaningrum
di Indonesia. Kasus ini terjadi pada tahun 1979. Dokter Setyaningrum menyuntik /
karena pada waktu itu kalau tidak disuntik pasien merasa belum / tidak diobati
melakukan injeksi tanpa menanyakan apa pasien mengerti mengenai efek samping
obat. Hal ini melanggar hak pasien dan kewajiban dokter sesuai dengan UU No.
44 tahun 2009. Pada UU No. 44 tahun 2009 disebutkan bahwa pasien mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi yang meliputi tatacara dan diagnosis tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan medis, risiko dan komplikasi
disiplin professional dokter dan dokter gigi. Pada pasal 28 disebutkan bahwa
tindakan pelanggaran disiplin professional dokter dan dokter gigi terdiri atas 28
bentuk. Terkait dalam kasus ini, bentuk pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
dr. Setyaningrum yaitu tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai
kepada pasien dan keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran. Dalam hal
ini, pasien mempunyai hak atas informasi kesehatannya dan oleh karenanya
dokter atau dokter gigi wajib memberikan informasi dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh pasien. Pada pasal ini juga dilanggar mengenai melakukan tindakan
tanpa persetujuan dari pasien, keluarga dekat atau walinya. Persetujuan tindakan
mereka sendiri dan dokter harus memberitahu konsekuensi dari tindakan yang
akan diambil oleh pasien. Pasien harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu
tes atau pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan dampak jika menunda
keputusannya.
Setyaningrum tidak mendukung perihal kealpaan dokter. Hal ini berkaitan bahwa
dokter melakukan tugasnya dan telah mengobati serta melakukan upaya yang
sewajarnya terhadap reaksi alergi yang ditumbulkan. Pembelaan juga terkait atas
pemberian oksigen, dan tindakan yang membutuhkan saran yang rumit. Hal ini
menyatakan pasal 359 KUHP tidak terbukti ada dalam perbuatan dokter sehingga
tentang praktek kedokteran. Pasal 45 ayat 1,2, dan 3 menjeleskan bahwa setiap
secara lengkap tentang tindakan medis dan mendapatkan pelayanan sesuai dengan
digunakan delik kealpaan pasal 359 KUHP tentang hukuman jika karena salahnya
KKI No 4 (2011) tentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi yaitu pasal 3
Ayat 2 poin (d), (h), (i), (r) yang membahas mengenai pelaksanaan
tindakan/asuhan medis yang tidak memadai pada situasi tertentu yang dapat
tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga terdekat, wali atau
perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut. Pada kasusu ini,
dilakukan operasi Cito Secsio Sesaria yang melemahkan daya tahan fisik pasien.
Begitu pula mengenai pelanggaran pasal 10 yang menjelaskan bahwa dokter wajib