Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DEKOMPENSASI CORDIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB 1

OLEH :
KELAS D III KEPERAWATAN TK.1

KELOMPOK 07:

1. MUTHIA KARLINA (P0.7220115077)


2. NOVIA AULIA ISHARYATI (P0. 7220115081)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
Keperawatan Medikal Bedah I Dekompensasi Kordis

Makalah ini membahas tentang Dekompensasi Kordis. Saya berterima kasih


kepada Pihak yang berkontribusi selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
I yang telah memberikan tugas sehingga saya dapat memahami dan mempelajari materi
yang ada.

Saya sangat menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan


makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik saya harapkan demi kesempurnaan
makalah saya selanjutnya. Saya harap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.

Balikpapan, 04 Oktober 2016

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I ...............................................................................................................................

PENDAHULUAN ............................................................................................................

A. Latar Belakang ..........................................................................................................

B. Rumusan masalah ....................................................................................................

C. Tujuan .......................................................................................................................

D. Sistematika penulisan ................................................................................................

BAB II ..............................................................................................................................

TINJAUAN TEORI .........................................................................................................

A. Pengertian Dekompensasi Kordis .............................................................................

B. Anatomi Fisiologi .....................................................................................................

C. Etiologi ......................................................................................................................

D. Patofisiologi ..............................................................................................................

E. Patoflowdiagram .......................................................................................................

F. Tanda dan Gejala.......................................................................................................

G. Pemeriksaan penunjang.............................................................................................

H. Penatalaksanaan Medis .............................................................................................

I. Komplikasi ................................................................................................................

BAB III .............................................................................................................................

KESIMPULAN ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Decompensation cordis adalah suatu keadaan dimana jantung tak dapat menunaikan
tugasnya dalam memberi aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Tugas jantung adalah memompa darah melalui system nadi, sehingga kebutuhan
jaringan-jaringan tubuh akan darah terpenuhi. Selama diastole darah terkumpul di bilik,
kemudian akan di pompa dalam aortaria pulmonalis dan aorta selama systole.
Macam macam decompensasi jantung
1. Dekompenssi jantung kanan (right heart faelure)
2. Dekompensasi jantung kiri (left heart faelure)
3. Dekompensasi jantung kanan dan kiri

Jantung yang sehat mempunyai tenaga cadangan (reservoir) yang dipakai


mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Jaringan tubuh cukup 1/10 dari tenaga jantung
seluruhnya, sedangkan 90% dari tenaga seluruh jantung dipakai untuk cadangan. Pada
waktu kerja berat, maka kebutuhan jaringan akan darah akan bertambah, dan ini akan
dipenuhi jika isi semenit naik. Isi semenit akan mudah naik akibat adanya tenaga
cadangan jantung yang demikian besarnya.
Kerja yang dilakukan oleh bilik-bilik tiap systole tergantung pada :
1. Besar isi sekuncup (Stroke Volume)
2. Frequensi jantung tiap menit
3. Tekanan nadi perifer

B. Rumusan masalah
1) Jelaskan Pengertian decompensasi cordis?
2) Jelaskan Etiologi decompensasi cordis?
3) Jelaskan Klasifikasi decompensasi cordis?
4) Jelaskan Patofisiologi decompensasi cordis?
5) Jelaskan Tanda dan Gejala decompensasi cordis?
6) Jelaskan Faktor-faktor Penyebab decompensasi cordis?
7) Jelaskan pemeriksaan penunjang decompensasi cordis?
8) Jelaskan Penatalaksanaan decompensasi cordis?

C. Tujuan
1) Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian decompensasi cordis
2) Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi decompensasi cordis
3) Mahasiswa dapat mengetahui Klasifikasi decompensasi cordis
4) Mahasiswa dapat mengetahui Patofisiologi decompensasi cordis
5) Mahasiswa dapat mengetahui Tanda dan Gejala decompensasi cordis
6) Mahasiswa dapat mengetahui Faktor-faktor Penyebab decompensasi cordis
7) Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang decompensasi cordis
8) Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan decompensasi cordis

C. Sistematika penulisan

Bab I Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan serta
sistematika

Bab II Tinjauan teori terdiri dari pengertian, Anatomi fisiologi


pencernaan,etiologi,patofisiologi, pathway, tanda dan gejala, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan medis, komplikasi dan konsep dasar keperawatan
tentang Dekompensasi Kordis

Bab III Penutup yang terdiri dari Kesimpulan

Data makalah ini diambil dari reverensi buku yang terkait dengan sistem pencernaan
atau hati serta dari media informasi seperti internet, majalah,dan lainnya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Dekompensasi Kordis


Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. (Dr. Ahmad
ramali.1994)

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan


kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung
( Tabrani,1998; Price,1995).

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung


untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadp oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)

Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi


jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 )

Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam


bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan
menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal,
ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).

B. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan
basisnya di atas dan puncaknya di bawah, apex (puncak) miring ke sebelah kiri. Berat
jantung kira-kira 300 gram. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena dilihat
dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara kerjanya
menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf

6
otonom). (Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, 2000; Syaifudin,
Anatomi dan Fisiologi Untuk Siswa Perawat, 1992)

a. Kedudukan jantung
Jantung berada dalam thorax antara kedua paru-paru dan di belakang
sternum dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan, tepatnya di
dalam rongga dada sebelah depan. Sebelah kiri bawah dari pertengahan
rongga dada, di atas diafragma, pangkalnya terdapat di belakang kiri
antara kosta V dan VII dua jari di bawah papilla mammae. Pada tempat
ini teraba adanya pukulan jantung yang disebut iktus kordis.(Syaifudin,
Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, 1992)

b. Lapisan-lapisan jantung
Lapisan-lapisan jantung terdiri atas :
1) Endokardium; merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah
dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang
melapisi permukaan rongga jantung.
2) Miokardium; merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari
otot-otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot
yaitu bundalan otot atria yang membentuk serambi atau aurikula kordis,
bundalan ventrikuler yang membentuk bilik jantung. Bundalan otot
atrioventrikuler yang merupakan dinding pemisah antara serambi dan
bilik jantung.
3) Pericardium; lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput
pembungkus terdiri dari 2 lapisan yaitu : lapisan parietal dan visceral
yang bertemu di pangkal jantung membentuk katup jantung. Di antara
dua lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelican untuk menjaga
agar pergesekan antara pericardium pleura tidak menimbulkan gangguan
terhadap jantung.
(Syaifudin, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, 1992)

7
c. Siklus jantung
Jantung adalah alat pompa dan kejadian-kejadian yang terjadi
dalam jantung selama peredaran darah disebut siklus jantung. Gerakan
jantung berasal dari nodus sinus atrial. Kemudian kedua atrium
berkontraksi. Gelombang kontraksi ini bergerak melalui berkas his dan
kemudian ventrikel berkontraksi.
Gerakan jantung terdiri atas dua jenis yaitu kontraksi atau systole
dan pengendoran atau diastole. Kontraksi dari kedua atrium terjadi
serentak dan disebut systole atrial, pengendorannya adalah diastole atrial.
Serupa dengan itu kontraksi dan pengendoran ventrikel disebut juga
systole dan diastole ventrikuler.
Lama kontraksi ventrikel adalah 0,3 detik dan tahap
pengendorannya selama 0,5 detik. Dengan cara ini jantung berdenyut
terus menerus, siang malam selama hidupnya. Dan otot jantung mendapat
istirahat selama diastole ventrikuler.
Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel
lebih lama dan lebih kuat. Dan yang dari ventrikel kiri adalah yang
terkuat karena mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah arteri sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompa
volume darah yang sama, tetapi tugasnya mengirimkannya ke sekitar
paru-paru dimana tekanannya lebih kuat. (Pearce, Evelyn C, Anatomi dan
Fisiologi Untuk Paramedis, 2000)

d. Bunyi jantung
Selama gerakan jantung dapat terdengar dua macam suara yang
disebabkan oleh katup-katup yang menutup secara pasif. Bunyi pertama
disebabkan menutupnya katup atroventrikuler dan kontraksi dari
ventrikel, bunyi kedua karena menutupnya katup aortic dan pulmoner
sesudah kontraksi dari ventrikel.
Yang pertama adalah panjang terdengar “lub” dan yang kedua
pendek dan tajam terdengar “dub”. Dalam keadaan normal jantung tidak

8
mempunyai bunyi lain, tetapi bila arus darah cepat atau bila ada kelainan
pada katup atau salah satu ruangnya, maka dapat terjadi bunyi lain,
biasanya disebut “bising”. (Syaifudin, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa
Perawat, 1992)

e. Daya pompa jantung


Pada orang yang sedang istirahat jantungnya berdebar sekitar 70
kali semenit dan memompa 70 ml setiap denyut. Jumlah darah yang
setiap menit dipompa dengan demikian adalah 70 x 70 ml atau sekitar 5
liter. Sewaktu banyak bergerak kecepatan jantung dapat menjadi 150
setiap menit dan volume denyut lebih dari 150 ml, yang membuat daya
pompa jantung 20 sampai 25 liter setiap menit.
Tiap menit sejumlah volume yang tepat sama kembali dari vena
ke jantung.Akan tetapi bila pengembalian dari vena tidak seimbang dan
ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung, maka
terjadi payah jantung. Vena-vena besar dekat jantung menjadi
membengkak berisi darah, sehingga tekanan dalam vena naik. Dan kalau
keadaan in tidak cepat ditangani maka terjadi edema. (Pearce, Evelyn C,
Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, 2000)

f. Katup-katup pada jantung


Di dalam jantung terdapat katup-katup yang sangat penting artinya dalam
susunan peredaran darah dan pergerakan jantung manusia.
1) Valvula Trikuspidalis. Terdapat antara atrium dekstra dengan
ventrikel dekstra yang terdiri dari 3 katup.
2) Valvula Bikuspidalis. Terletak antara atrium sinistra dengan
ventrikel sinistra yang terdiri dari 2 katup.
3) Valvula semilunaris arteri pulmonalis. Terletak antara ventrikel
dekstra dengan arteri pulmonalis, dimana darah mengalir menuju ke paru-
paru.

9
4) Valvula semilunaris aorta. Terletak antara ventrikel sinistra dengan
aorta dimana darah mengalir menuju ke seluruh tubuh.

g. Sirkulasi darah
Jantung adalah organ utama sirkulasi darah. Aliran darah dari ventrikel
kiri melalui arteri, arteriola dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena
disebut peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran darah ventrikel
kanan melalui paru-paru ke atrium kiri adalah peredaran darah kecil atau
sirkulasi pulmonal.
1) Pembuluh darah pada peredaran darah kecil, terdiri atas :
a) Arteri pulmonalis, merupakan pembuluh darah yang keluar
dari ventrikel dekstra menuju ke paru-paru. Mempunyai 2 cabang
yaitu dekstra dan sinistra untuk paru-paru kanan dan kiri yang
banyak mengandung CO2 di dalam darahnya.
b) Vena pulmonalis, merupakan vena pendek yang membawa
darah dari paru-paru masuk ke jantung bagian atrium sinistra. Di
dalamnya berisi darah yang banyak mengandung O2.

2) Pembuluh darah pada peredaran darah besar, terdiri atas :


a) Aorta, merupakan pembuluh darah arteri yang besar yang
keluar dari jantung bagian ventrikel sinistra melalui aorta
asendens lalu membelok ke belakang melalui radiks pulmonalis
sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus
diafragma lalu menurun ke bagian perut.

Jalannya arteri terbagi 3 (tiga) bagian :


a) Aorta asendens, aorta yang naik ke atas dengan panjangnya ± 5 cm,
cabangnya arteri koronaria masuk ke jantung.
b) Arkus aorta, yaitu bagian aorta yang melengkung arah ke kiri, di depan
trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis IV.

10
Cabang-cabangnya : arteri brakia sefalika atau arteri anomina, arteri
subklavia sinistra dan arteri karotis komunis sinistra.
c) Aorta desendens, bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra torakalis
IV sampai vertebra lumbalis IV.

Letaknya :
 Aorta torakalis. Dimulai dari vertebra torakalis IV sampai menembus diafragma.
Percabangannya sampai pada dinding toraks dan alat-alat visceral yang ada di
dalam rongga toraks.
 Aorta abdominalis. Pada vertebra torakalis XII terbagi 2 : arteri iliaka komunis
dekstra dan arteri iliaka komunis sinistra. Percabangannya sampai pada dinding
perut dan alat dalam rongga perut, panggul dan anggota gerak bawah.

Peredaran darah kecil, darah dari jantung ventrikel destra → valvula semilunaris
→ arteri pulmonalis → paru-paru kiri dan kanan → vena pulmonalis.

Peredaran darah besar, darah dari jantung bagian ventrikel sinistra → valvula
semilunaris aorta → aorta → arteri → arteriole → kapiler arteri → kapiler vena
→ venolus → vena kava → atrium dekstra. (Syaifudin, Anatomi Fisiologi Untuk
Siswa Perawat, 1992)

C. Etiologi

a. Kegagalan miokard
Yaitu ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna.
Penyebab kegagalan miokard adalah iskemia miokard, infark miokard,
miokarditis, kardiomiopati.
b. Beban tekanan berlebihan (abnormal pressure overload)
Beban tekanan berlebihan yang dihadapi ventrikel pada waktu kontraksi
(sistolik), dalam batas tertentu yang dapat ditanggulangi oleh kemampuan
kontraktilitas miokard ventrikel. Beban sistolik yang berlebihan di luar
kemampuan ventrikel (sistolik overload) menyebabkan hambatan pada
11
pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi
sekuncup. Contoh keadaan ini yaitu : stenosis aorta, hipertensi, koarktasio
aorta.

c. Beban volume yang berlebihan (abnormal volume overload)


Beban isian berlebihan pada waktu diastolic dalam batas tertentu dapat
ditampung oleh ventrikek (preload yang meningkat). Jika preload ini
berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolik overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi. Contoh keadaan ini yaitu : insufisiensi aorta, insufisiensi mitral,
insufisiensi tricuspid, tranfusi berlebihan/over transfusion, hypervolemia
sekunder (gangguan ekskresi cairan), shunt dalam jantung.

d. Kebutuhan metabolik yang meningkat (increased metabolic demand)


Beban karena kebutuhan metabolik badan yang meningkat akan merangsang
jantung bekerja lebih keras untuk menambah sirkulasi, maka akan terjadi
keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Contoh keadaan yang
menyebabkan meningkatnya kebutuhan metabolisme badan yaitu anemia,
tirotoksikosis, beri-beri, penyakit paget, fistula arterio-venosus.

e. Hambatan pengisian ventrikel (ventricular filling disorders)


Hambatan pengisian ventrikel ini karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena, akan menyebabkan output ventrikel
berkurang dan curah jantung menurun. Timbulnya hambatan ini disebabkan :
gangguan distensi diastolic misalnya pada perikarditis restriktif, tamponade
jantung. (Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, 2000)

12
D. Patofisiologi
Decompensasi Cordis kiri terjadi karena gangguan pemompaan darah oleh
ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan pada akhir
diastolik dalam ventrikel kiri meningkat. Hal ini menjadi beban atrium kiri dalam
kerjanya mengisi ventrikel kiri saat diastolik, akibatnya terjadi kenaikan rata-rata dalam
atrium kiri. Tekanan atrium kiri yang meninggi menyebabkan hambatan pada aliran
masuknya darah dari vena-vena pulmonal.

Bila terus bertambah akan merangsang ventrikel kanan untuk berkompensasi


dengan melakukan hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuan, bila beban tetap
tinggi dimana suatu saat tak teratasi lagi terjadilah gagal jantung kanan sehingga pada
akhirnya terjadilah gagal jantung kiri dan kanan.

Decompensasi Cordis kanan terjadi karena hambatan pada daya pompa ventrikel
kanan sehingga isi sekuncupnya menurun tnpa didahului adanya gagal jantung kiri.
Akibat tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan meningkat dan menjadi
beban bagi atrium dalam mengisi ventrikel kanan saat diastolik yang berakibat naiknya
tekanan atrium kanan dan dapat menyebabkan hambatan pada aliran masuk darah dari
vena kava superior adan inferior ke jantung pada akhirnya menyebabkan bendungan
pada vena – vena tersebut ( vena jugularrs dan vena porta ) bial berlanjut terus maka
terjadi bendungan sitemik yang lebih berat dengan timbulnya udem tumit dan tungkai
bawah serta asites.

Decompensasi Cordis Congestif terjadi bila gangguan jantung kiri dan kanan
terjadi bersamaan dengan ditandai adanya bendungan paru dan bendungan sistemik pada
saat yang sama.

Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1995) adalah


sebagai berikut:
a. Gagal jantung kiri
Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung
menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan

13
akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat
sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru.
Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel
yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi
peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-cvx paru dan akhirnya
terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding
kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan.

b. Gagal jantung kanan


Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun
ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel
meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan bendungan
vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum, vena dari lien
terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer terutama kaki.

E. Patoflowdiagram

14
F. Tanda dan Gejala
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem
pulmonal antara lain :

 Lelah
 Angina
 Cemas
 Oliguri. Penurunan aktifitas GI
 Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara lain :

 Batuk
 Reles paru
 Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
 Dispneu
 Orthopneu
 Paroksimal nokturnal dispneu
 Batuk
 Mudah lelah
 Gelisah dan cemas

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :


 Edema perifer
 Distensi vena leher
 Hari membesar
 Peningkatan central venous pressure (CPV)
 Pitting edema
 Hepatomegali
 Anoreksia
 Kelemahan
 Nokturia
 Kelemahan

Menurut Arif Mansjar DKK (2001 : 434) manifestasi klinis dari gagal jantung adalah:
a. Gagal jantung kanan:
 Eodema
 Ascites

15
 Hepatomegali
 Pertambahan berat badan
 Penurunan keluaran Urine (nocturia)
 Gallop ventrikel kanan G3
 Nyeri tekan abdomen pada kuadran kanan atas
 Syanosis
 Lemah
 Ronkhi
 Distensi vena

b. Gagal jantung kiri


 Tachicardia
 Hipoksemia
 Gallop vontrikel kiri
 Cepat lelah
 Peningkatan tekanan darah
 Dypsnea

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan
kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas :
 Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
 Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
 Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa
keluhan.
 Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun
dan harus tirah baring.

16
G. Kelainan katup jantung
Konsep dasar

Bila salah satu katup jantung tidak terbuka atau tertutup dengan baik maka akan
mempengaruhi aliran darah. Bila katup tidak dapat membuka secara sempurna (biasanya
karena stenosis), akibatnya aliran darah melalui katup tersebut akan berkurang. Bila
katup tidak dapat menutup secara sempurna darah akan mengalami kebocoran sebagai
proses yang disebut regurgitasi atau insufisiensi.
Kelainan katup mitral dibagi menjadi beberapa kategori berikut:
• Sindrom prolaps katup mitralis
• Stenosis katup mitralis
• Insufisiensi katup mitralis (regurgitasi)
Kelainan katup aorta dikategorikan sebagai berikut:
• Stenosis katup aorta
• Insufisiensi katup aorta (regurgitasi)
1. Kelainan katup kiri
SINDROM PROLAPS KATUP MITRALIS (MVP)

1. Definisi
Sindrom prolaps katup mitralis adalah disfungsi bilah-bilah katup mitralis yang
tidak dapat menutup dengan sempurna dan mengakibatkan regurgitasi, sehingga
darah merembes dari ventrikel kiri ke atrium kiri.
2. Manifestasi Klinik
Banyak orang yang mempunyai sindrom ini tapi tidak menunjukkan gejala.
Terkadang gejala pertama kali ditemukan pada saat pemeriksaan fisik jantung,
dengan ditemukannya bunyi jantung tambahan yang dikenal sebagai mitral click.
Adanya klik merupakan tanda awal bahwa jaringan katup menggelembung ke
atrium kiri dan telah terjadi gangguan aliran darah. Mitral klik dapat berubah
menjadi murmur seiring dengan semakin tidak berfungsinya bilah-bilah katup.
Dengan berkembangnya proses penyakit, bunyi murmur menjadi tanda terjadinya
regurgitasi mitral (aliran balik darah). Prolaps katup mitral terjadi lebih sering
pada wanita dibanding pria.

17
3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis ditujukan untuk mengontrol gejala yang terjadi.
Beberapa pasien mengalami disritmia yang mengganggu dan memerlukan
antidisritmia, sedangkan yang lain mengalami gagal jantung ringan dan
memerlukan terapi. Pada tahap lanjut, penggantian katup mungkin diperlukan.
Pasien dengan sindrom ini perlu diberi penyuluhan mengenai pentingnya
terapi profilaksis antibiotik sebelum menjalani prosedur invasif (mis: perawatan
gigi prosedur genitouriner atau gastrointestinal, terapi IV yang dapat
menyebabkan masuknya bahan infeksius ke dalam sistem tubuh. Apabila klien
merasa ragu mengenai faktor risiko dan perlunya antibiotika, maka anjurkan
untuk berkonsultasi dengan dokter.

STENOSIS KATUP MITRALIS (SM)


1. Definisi
Stenosis katup mitralis adalah penyempitan lubang katup antara atrium
kiri dan ventrikel kiri.
2. Etiologi
Stenosis katup mitralis biasanya disebabkan oleh pembentukan jaringan
parut setelah demam rematik atau infeksi jantung lainnya.
3. Patofisiologi
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup
mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat
jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu
diastolik lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya
daya alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri,
sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu
diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada
atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru.
Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian

18
mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan
hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat,
kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid
atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula.
Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi
hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
takikardi. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung
karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik.
Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga
terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium
dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri.
4. Manifestasi Klinik
 Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung
pada tingkat stenosis.
 Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu (sesak napas) dan
hipertensi paru.
 Dapat terjadi rasa bergoyang dan kelelahan akibat penurunan pengeluaran
ventrikel kiri. Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat
rangsangan simpatis.
 Dapat terjadi hipertrofi atrium kiri sehingga timbul disritmia atrium dan
gagal jantung kanan.
5. Pemeriksaan Penunjang
 Dapat terdengar murmur jantung sistolik sewaktu darah masuk melalui
orifisium yang menyempit.
 Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan
gerakan katup yang abnormal.

19
6. Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.
Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan
kardiotonikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk
membuka atau ‘menyobek’ komisura katup mitral yang lengket atau mengganti
katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa kasus dimana pembedahan
merupakan kontraindikasi dan terapi medis tidak mampu menghasilkan hasil
yang diharapkan, maka dapat dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan
untuk mengurangi beberapa gejala.

INSUFISIENSI KATUP MITRALIS (REGURGITASI) (IM)

1. Definisi
Insufisiensi katup mitralis (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke
atrium kiri dari ventrikel kiri melalui katup mitralis, yang terutama terjadi
sewaktu ventrikel berkontraksi.
2. Etiologi
Insufisiensi mitralis terjadi akibat katup mitralis yang inkompeten. Katup
mitralis gagal menutup sempurna sewaktu sistol ventrikel dimulai. Regurgitasi
katup mitralis biasanya disebabkan oleh demam rematik, infeksi bakteri lainnya
pada jantung, atau ruptur katup pada penyakit arteri koroner.
3. Patofisiologi
Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa
menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi,
penebalan, dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak
sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan korda tendinea mengakibatkan
katup tertarik ke ventrikel, terutama bagian posterior, dapat juga terjadi dilatasi
anulus atau ruptur korda tendinea. Selama fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi
ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi di atrium kiri,
sedangkan aliran ke aorta berkurang. Pada saat diastolik, darah mengalir dari
atrium kiri ke ventrikel. Darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru

20
melalui vena pulmonalis, juga terdapat darah regurgitan dari ventrikel kiri waktu
sistolik sebelumnya. Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah
secara mendadak, menarik katup, korda, dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan
vibrasi membentuk bunyi jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik,
regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi
tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.
4. Manifestasi Klinik
 Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung
pada tingkat regurgitasi.
 Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu dan hipertensi
pulmonaris, apabila darah kembali ke sistem vaskular paru.
 Penurunan curah jantung akibat penurunan volume sekuncup dapat
menyebabkan rasa bergoyang dan kelelahan. Kecepatan denyut jantung
mungkin meningkat akibat perangsangan simpatis.
 Hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri dapat terjadi, sehingga timbul
gagal jantung kongestif.
5. Pemeriksaan Penunjang
 Murmur jantung sistolik dapat didengar pada saat darah mendorong
dengan kuat melewati katup.
 Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya struktur dan
gerakan katup yang abnormal.
6. Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik untuk mencegah reaktivasi reumatik dan timbulnya
endokarditis infektif. Intervensi bedah meliputi penggantian katup mitral.

2. Kelainan katup kanan

STENOSIS KATUP AORTA (SA)


1. Definisi

Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen katup di antara ventrikel kiri dan
aorta.

21
2. Etiologi

Stenosis dapat disebabkan kelainan kongenital seperti aorta bikuspid dengan


lubang kecil dan katup aorta unikuspid, yang biasanya menimbulkan gejala dini. Pada
orang tua, penyakit jantung reumatik dan perkapuran merupakan penyebab tersering.

3. Patofisiologi

Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan
dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan
tekanan ventrikel kiri menghasilkan beban tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri,
yang diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel).
Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah
diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya
beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan
menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran
darah koroner ke miokard yang hipertrofi.

4. Manifestasi Klinik

 Gambaran klinis dapat parah atau tidak muncul sama sekali, tergantung dari
derajat stenosis.
 Kongesti paru, disertai tanda-tanda dispnea dan hipertensi pulmonal, dapat
terjadi jika aliran balik darah mencapai sistem vaskular paru.
 Pusing dan kelemahan dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung dan isi
sekuncup. Frekuensi jantung meningkat melalui rangsangan simpatis.
 Hipertrofi ventrikel kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kongestif.

5. Pemeriksaan Penunjang
 Murmur jantung sistolik terdengar seperti aliran darah yang dipaksa masuk
melalui lumen yang sempit.
 Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa struktur dan gerakan katup
abnormal.

22
6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta adalah penggantian katup aorta
secara bedah. Terdapat risiko kematian mendadak pada pasien yang diobati saja tanpa
tindakan bedah. Keadaan yang tak dikoreksi tersebut dapat menyebabkan gagal jantung
permanen yang tidak berespons terhadap terapi medis.

INSUFISIENSI KATUP AORTA (REGURGITASI) (IA)


1. Definisi

Insufisiensi katup aorta (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri


dari aorta selama diastol.

2. Etiologi

Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan katup dan
pangkal aorta juga bisa menimbulkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronik
terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katup, dengan atau tanpa klasifikasi, yang
umumnya merupakan sekuele dari demam reumatik.

3. Patofisiologi

Insufisiensi kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume


akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini, jantung melakukan penyesuaian
dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Curah sekuncup ventrikel kiri juga
meningkat. Kompensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang bisa
menormalkan tekanan dinding sistolik.

Pada tahap kronik, faktor miokard primer atau lesi sekunder seperti penyakit
koroner dapat menurunkan kontraktilitas miokard ventrikel kiri dan menimbulkan
peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi. Selanjutnya dapat
meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.

23
Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik.
Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri
tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan
secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit
dilatasi ventrikel.

4. Manifestasi Klinik

 Dapat diukur melebarnya tekanan paru.


 Biasanya terdapat denyut karotis dan perifer yang hiperkinetik (sangat kuat).
 Dapat timbul gejala-gejala gagal jantung.

5. Pemeriksaan Penunjang

 Sering terdengar murmur jantung diastolik bernada tinggi.


 Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan gerakan katup
yang abnormal.

6. Penatalaksanaan

Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat
untuk penggantian katup masih kontroversial. Pembedahan dianjurkan pada semua
pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala
lain. Bila pasien mengalami gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan
penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.

H. Pemeriksaan penunjang
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam


fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

24
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.

4. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah
Hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar
hemoglobin di bawah 5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal
jantung, setidaknya keadaan anemi akan menyebabkan bertambahnya
beban jantung. Jumlah leukosit dapat meninggi; bila sangat meninggi
mungkin terdapat superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan
memberatkan jantung. Laju endap darah (LED) biasanya menurun, bila
gagal jantung dapat diatasi tapi infeksi atau karditis masih aktif ada maka
LED akan meningkat. Kadar natrium dalam darah sedikit menurun
walaupun natrium total bertambah. Keadaan asam basa tergantung pada
keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan paru, besarnya shunt dan
fungsi ginjal.

b. Urine
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi, terdapat
albuminuria sementara. (Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah :
Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 1996; Soeparman, Ilmu Penyakit
Dalam, 1987)

Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu


membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup
atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras
disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001).

25
5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

6. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan


iskemik (jika disebabkan oleh AMI)

7. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan gagal jantung bertujuan untuk menurunkan kerja jantung,
meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard, dan menurunkan retensi garam
dan air. Penatalaksanaan, meliputi :
1. Tirah baring
Untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit di sembuhkan.
2. Pemberian diuretic
Akan menurunkan preload dan kerja jantung.
3. Pemberian Morfin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran
balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat.
4. Reduksi volume darah sirkulasi
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien
dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan
volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan
pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
5. Terapi nitrit
Untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload.
6. Terapi digitalis
Obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik), memperlambat
frekuensi ventrikel, peningkatan efisiensi jantung.
7. Inotropik positif

26
a. Dopamin
Pada dosis kecil 2,5-5 mg/kg akan merangsang alfa-adrenergik beta-
adrenergik. Reseptor dopamin ini mengakibatkan keluarnya katekolamin dari
sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi
sekuncup. Dilatasi ginjal serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis
maksimal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokontriksi dan
mengakibatkan beban kerja jantung.
b. Dobutamin
Merangsang hanya beta-adrenergik. Dosis mirip dopamin memperbaiki isi
sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokontriksi dan takikardia.

Tindakan mekanis :
1. Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan konterpulasi balon
intraaorta atau pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner,
memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel
kiri.
2. Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat
ini menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah dan
pertukaran gas. ECMO dapat digunakan untuk memberi waktu hingga S
tindakan pasti, seperti bedah bypass arteri koroner, perbaikan septum atau
transplantasi jantung dapat dilakukan.

J. Komplikasi
Komplikasi dari decompensasi cordis adalah:

1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan penyakit yang disebabkan kegagalan fungsi
jantung dalam memompa. Akibatnya, curah jantung berkurang, bahkan berhenti
sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel yang
menyebabkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke

27
jaringan. Untuk mendiagnosa syok kardiogenik dengan mengetahui adanya
tanda-tanda syok dan adanya penyakit jantung, seperti gangguan irama jantung,
infark miokard yang luas, temponade jantung, emboli paru, kelainan sekat
jantung atau katub jantung.

2. Episode tromboemboli
Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan adannya gangguan
sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus
intrakardial dan intravaskuler. Begitu pasien meningkatkan aktivitasnya setelah
mobilitas lama, sebuah thrombus dapat terlepas (thrombus yang terlepas
dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus dan paru.
Episode emboli yang sering adalah emboli paru. Gejala emboli paru
meliputi nyeri dada, sianosis, nafas pendek, dan cepat serta hemoptisis (dahak
berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi ke bagian paru, menghasilkan
suatu daerah infark paru. Nyeri yang dirasakan bersifat pleuritik, artinya akan
semakin nyeri saat bernafas dan menghilang saat pasien menahan nafasnya.
Namun demikian nyeri jantung akan tetap berlanjut, dan biasanya tidak
dipengaruhi pernafasan.
Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vaskuler
dapat menyebakan stroke atau infark ginjal, juga dapat mengganggu suplai darah
ke ekstermitas.

3. Efusi dan tamponade pericardium


Cardiac tamponade , juga dikenal sebagai tamponade
perikardial, merupakan tipe akut efusi perikardial di mana cairan terakumulasi
di pericardium (kantung di mana jantung tertutup). Tamponade jantung adalah
tekanan pada otot jantung yang terjadi ketika ruang perikardial mengisi dengan
cairan lebih cepat dari kantong pericardial dapat meregang. Jika jumlah cairan
meningkat perlahan-lahan (seperti di hypothyroidism ) kantung pericardial dapat
memperluas mengandung liter atau lebih cairan sebelum terjadi tamponade. Jika

28
cairan terjadi dengan cepat (seperti yang mungkin terjadi setelah trauma atau
pecah miokard) sesedikit 100 ml dapat menyebabkan tamponade.

Tamponade jantung memberi gejala: gelisah, sesak napas hebat pada


posisi tegak dan sesak agak berkurang jika penderita membungkuk ke depan,
takikardia, tekanan nadi menyempit, pulsus paradoksus (tekanan sistolik turun
lebih dari 10 mmHg pada inspirasi), hipotensi sampai syok. Batas jantung
melebar, suara jantung terdengar jauh, terdengar gesekan perikardial, serta vena
leher melebar dan berdenyut.

K. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan


memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan
teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

I. Aktivitas/istirahat
 Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
 Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
II. Sirkulasi
 Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
 Tanda :
 TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
 Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
 Irama Jantung ; Disritmia
 Frekuensi jantung ; Takikardia.

29
 Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara
inferior ke kiri.
 Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
 terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
 Murmur sistolik dan diastolic.
 Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
 Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
 kapiler lambat.
 Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
 Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
 Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
 khususnya pada ekstremitas.
III. Integritas ego
 Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
 Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
IV. Eliminasi
 Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
V. Makanan/cairan
 Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan
penggunaan diuretic.
 Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
VI. Higiene
 Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan
diri.
 Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

30
VII. Neurosensori
 Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
 Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
VIII. Nyeri/Kenyamanan
 Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
 Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
IX. Pernapasan
 Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
 Tanda :
 Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
 Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
 Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
 Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
 Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
 Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
X. Keamanan
 Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.
XI. Interaksi social
 Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
XII. Pembelajaran/pengajaran

31
 Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya
: penyekat saluran kalsium.
 Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang


diperoleh dari pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan gambaran
tentang masalah atau status kesehatan pasien yang nyata (aktual) dan kemungkinan
terjadi potensial) di mana pemilahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang
perawat. (Effendi Nasrul, 1999 : 23-24).
1. Diagnosa jantung kiri
 Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar
suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya
disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung
S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres
pernapasan, bunyi jantung abnormal.
 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
menbran kapiler-alveolus.
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek
batuk, penumpukan secret.
 Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan penurunan O2 ke otak

32
2. Diagnosa jantung kanan
 Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
 Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
 Nyeri berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.
 Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia & mual.
 Sindrom perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas
 Cemas berhubungan dengan sesak nafas, asites.

C. Intervensi

C.1. Diagnosa jantung kiri

1. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai


okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan :
Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat,
berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi:

 Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
 Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

 Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia,


dispnea berkeringat dan pucat.
 Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera

33
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.

 Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.


 Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.

 Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)


 Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria,
edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung
abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2 x 24 jam diharapkan pasien mampu mendemonstrasikan volume cairan
stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas
bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan
stabil dan tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.
Intervensi:
 Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
 Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran
urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

 Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

34
 Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

 Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase
akut.
 Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

 Pantau TD dan CVP (bila ada)


 Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan
dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

 Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
 Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal

 Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)


 Konsul dengan ahli diet.
 Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.

Tujuan

Setelah diberikan askep diharapkan kepatenan jalan nafas pasien terjaga dengan

Kriteria hasil :

 RR dalam batas normal


 Irama nafas dalam batas normal
 Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
 Bebas dari suara nafas tambahan

35
Intervensi

 Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, missal mengi, krekels,
ronki.
 Pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
 Diskusikan dengan pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian
kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
 Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
 Memberikan air hangat.

Rasional

 Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/ tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal
penyebaran, krekels basah (bronchitis) ; bunyi nafas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema) atau tak nya bunyi nafas (asma berat).
 Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama distress.
 Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi .
 Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea.
 Hidrasi air membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah
pengeluaran.
4. Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan penurunan O2 ke otak
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan gangguan perfusi jaringan berkurang /
tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS dengan kriteria hasil:
 Daerah perifer hangat
 Tak sianosis
 Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
 RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik,
nadi 60-100x / menit. TD 120/80 mmHg

36
Intervensi
 Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan
tekanan nadi yang semakin berat.
 Pantau frekuensi jantung, catat adanya Bradikardi, Tacikardia atau bentuk
Disritmia lainnya.
 Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya.
 Catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan
normalnya

Rasional
 Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
 Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernapasan. Namun,
dispnea tiba-tiba/berlanjut.
 Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan
pada saat ada fluktuasi TD sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat
mengikuti kerusakan kerusakan vaskularisasi serebral lokal/menyebar.
 Perubahan pada ritme (paling sering Bradikardi)
5. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
menbran kapiler-alveolus.

Tujuan /kriteria evaluasi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x

24 jam diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi

dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas

gejala distress pernapasan., berpartisipasi dalam program pengobatan dalam

batas kemampuan/situasi.

Intervensi :

 Pantau bunyi nafas, catat krekles


 Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan
secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

37
 Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
 Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

 Dorong perubahan posisi.


 Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

 Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.


 Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
 Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

C.2. Diagnosa jantung kanan

1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas

Tujuan

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Pola nafas efektif dengan kriteria

hasil RR Normal , tak ada bunyii nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu

pernafasan. Dan GDA Normal.

Intervensi

 Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.


 Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
 Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
 Kolaborasi pemberian Oksigen dan px GDA
 Pantau tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi, pernafasan).

Rasional

 Mengetahui pergerakan dada simetris atau tidak.pergerakan dada tidak simetris


mengindikasikan terjadinya gangguan pola nafas.
 Penggunaan otot bantu nafas mengindikasikan bahwa suplai O2 tidak adekuat.

38
 Bunyi nafas tambahan menunjukkan.
 Pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat.GDA untuk
mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.
 Tanda vital menunjukan keadaan umum pasien. Pada pasien dengan gangguan
pernafasan TTV meningkat maka perlu dilakukan tindakan segera.

2. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah


baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.

Tujuan/kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24jam diharapkan pasien

dapat mempertahankan integritas kulit,mendemonstrasikan perilaku/teknik

mencegah kerusakan kulit.

Intervensi:

 Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya


terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
 Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik
dan gangguan status nutrisi.

 Pijat area kemerahan atau yang memutih


 Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

 Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak


pasif/aktif.
 Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran
darah.

 Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.


 Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak
kulit/mempercepat kerusakan.

39
 Hindari obat intramuskuler
 Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi
obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

3. Nyeri berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.

Tujuan

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri dada hilang atau

terkontrol dengan KH:

 Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.


 Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

Intervensi
 Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk
nonverbal, dan respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah,
berkeringat, mencengkeram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung
berubah).
 Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi,
intensitas (0-10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan
penyebarannya.
 Observasi ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina,
atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga.
 Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
 Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan
nyaman (mis,,sprei yang kering/tak terlipat, gosokan punggung).
Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
 Bantu melakukan teknik relaksasi, mis,, napas dalam/perlahan, perilaku
distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
 Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik.

40
Rasional

 Variasi penampilan dan perilaku px karena nyeri terjadi sebagai temuan


pengkajian. Kebanyakan px dengan tampak sakit, distraksi, dan berfokus
pada nyeri. Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor
pencetus harus ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan mungkin
meningkat senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas,
sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan
kecepatan jantung dan TD.
 Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh px.
Bantu px untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan
pengalaman yang lain
 Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai
dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru,
atau perikarditis.
 Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri/memerlukan
peningkatan dosis obat. Selain itu, nyeri berat dapat menyebabkan syok
dengan merangsang sistem saraf simpatis, mengakibatkan kerusakan
lanjut dan mengganggu diagnostik dan hilangnya nyeri.
 Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung
serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat
ini.
 Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol
situasi, meningkatkan perilaku positif.
 Hipotensi/depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian
narkotik. Masalah ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia pada
adanya kegagalan ventrikel.

4. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


& mual.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas efektif setelah

41
dilakukan tindakan keperawatan selam di RS : RR Normal,tak ada bunyii nafas
tambahan,penggunaan otot bantu pernafasan.
Intervensi

 Observasi kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat


kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
 Auskultasi bunyi usus
 Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk
sekali pakai dan tissue.
 Berikan makanan porsi kecil tapi sering
 Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
 Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
 Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional
 Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan
makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status
hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat,
pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang
mengalami emfisema serig kurus dengan perototan kurang.
 Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas
gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan
aktifitas dan hipoksemia.
 Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap
nafsu makan dan dapat membuat mual, muntah dengan peningkatan
kesulitan nafas.
 Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
 Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen
dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dipsnea.

42
 Suhu ekstrem dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk.
 Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat
badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
5. Sindrom perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas
Tujuan; Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terdapat perilaku
peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
 klien tampak bersih dan segar
 Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan batas kemampuan
 klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi

Intervensi:

 Observasi kemampuan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.


 Pertahankan dukungan,sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang cukup
untuk mengerjakan tugasnya.
 Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
 Berikan pispot di samping tempat tidur bila tak mampu ke kamar mandi.
 Letakkan alat-alat makan dan alat-alat mandi dekat pasien.
 Bantu pasien melakukan perawatan dirinya apabila diperlukan.

Rasional

 Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan


secara individual.
 Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi
asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten.
 Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan
mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu
 Memudahkan pasien untuk BAB/BAK
 Memudahkan pasien menjangkau alat-alat tersebut.
 Untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan perawatan dirinya

43
6. Cemas berhubungan dengan sesak nafas, asites.

Tujuan

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien menyatakan penurunan

cemas dengan KH: mengenal perasaannya, mengidentifikasi penyebab dan factor

yang mempengaruhinya secara tepat, mendemonstrasikan pemecahan masalah

positif.

Intervensi

 Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong


pasien mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan,
takut, dll.
 Catat adanya kegelisahan, menolak, dan/atau menyangkal (afek tak tepat atau
menolak mengikuti program medis).
 Mempertahankan gaya percaya (tanpa keyakinan yang salah).
 Observasi tanda verbal/non verbal kecemasan pasien. Lakukan tindakan bila
pasien menunjukkan perilaku merusak.
 Terima penolakan pasien tetapi jangan diberi penguatan terhadap
penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.
 Orientasi pasien atau orang terdekat terhadap prosedur ruyin dan aktivitas
yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin.
 Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi
sesuai indikasi.
 Dorong pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan
seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.
 Kolaborasi ; Berikan anticemas/hipnotik sesuai indikasi contoh, diazepam
(valium); fluarazepam (dalmane); lorazepam (ativan).

44
Rasional

 Koping terhadap nyeri dan trauma emosi IM sulit. Pasien dapat takut mati
dan atau cemas tentang lingkungan. Cemas berkelanjutan (sehubungan
dengan masalah tentang dampak serangan jantung pada pola hidup
selanjutnya, masih tak teratasi dan efek penyakit pada keluarga).
 Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara derajat/ekspresi marah
atau gelisah dan peningkatan resiko IM.
 Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi oleh cemas/ketidaktenangan
anggota tim kesehatan. Penjelasan yang jujur dapat menghilangkan
kecemasan.
 Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung, tetapi kata-
kata atau tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap
perilakunya sendiri.
 Menyangkal dapat menguntungkan dalam menurunkan cemas tetapi
dapat menunda penerimaan terhadap kenyataan situasi saat ini.
Konfrontasi dapat meningkatkan reasa marah dan meningkatkan
penggunaan penyangkalan, menurunkan kerja sama, dan kemungkinan
memperlambat penyembuhan.
 Perkiraan dan informasi dapat menurunkan kecemasan pasien.
 Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan takut, hubungan yang
asing antara perawat-pasien, dan membantu pasien/orang terdekat untuk
menerima situasi secara nyata. Perhatian yang diperlukan mungkin
sedikit, dan pengulangan informasi membantu penyimpanan informasi.
 Berbagi informasi membentuk dukungan/kenyamanan dan dapat
menghilangkan tegangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
 Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi tujuan nyata,
juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya
keterbatasan kondisi/memacu penyembuhan

45
L. Evaluasi
1. Pasien dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gejala gagal jantung seperti rasa nyeri
pada dada.
2. Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
3. Tidak adanaya edema pada bagian tubuh pasien serta dapat menyatakan pemahaman
tentang pembatasan cairan individual.
4. Pernapasan pasien terlihat normal serta tidak adanya tanda-tanda sesak nafas.
5. Tidak adanya keruasakan integritas kulit pada tubuh pasien.
6. Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat dan dapat melakukan perubahan
perilaku yang benar tentang pencegahan penyakitnya.

46
BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat kita ketahui, bahwa penyakit dekompensasi kordis
masih merupakan masalah yang memiliki tingkat mortalitas yang tinggi terutama
pada bayi dan anak, jika tidak ditangani dengan baik.

Gagal jantung adalah kelainan patofisiologik yang mana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan akibat dari
meningkatnya beban awal atau beban akhir atau menurunnya kontraktilitas
miokard.

Penanganan dari gagal jantung memerlukan perhitungan serta pertimbangan yang


tepat agar tidak memperburuk keadaan jantung dari penderita. Selain itu edukasi
mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila
timbul keluhan dan dasar pengobatan sangatlah penting terutama bagi orang tua dan
keluarga pasien agar dapat membantu memaksimalkan proses penyembuhan dan
menurunkan angka mortalitas. Istirahat serta rehabilitasi, pola diet, kontrol asupan
garam, air, monitor berat badan adalah cara–cara yang praktis untuk menghambat
progresifitas dari penyakit ini. Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian,
udara panas dan humiditas memerlukan perhatian khusus. Konseling mengenai
obat, baik khasiat maupun efek samping.

Transplantasi jantung sebagai alternatif lain memberikan tingkat kesembuhan yang


cukup tinggi, 84% bertahan hidup sampai lima tahun dan 70% bertahan sampai 10
tahun. Hanya kendalanya pada fasilitas yang rumit dan biaya transplantasi yang
mahal. Negara-negara tertentu saja yang dapat melakukan transplantasi seperti
Jerman, Amerika Serikat, dan Malaysia.

47
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, penerbit Buku Kedokteran
EGC,2002, Jakarta

Nursalam M.Nurs. Managemen Keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan


profesional,2002, FKUI, Jakarta

Guyton, Arthur C,1996, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Hudak & Gallo.(1997).Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik. Jakarta : EGC.

Nettina, Sandra M. (2002). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Price Sylvia A .(1995).Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tabrani.(1998). Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung Tambayong,


J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. 73-75, Jakarta : Widya Medika.

Wilson,LM.(2003).Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) Edisi 4.


https://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
penyakit-decomp-cordis/

48

Anda mungkin juga menyukai