Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

STROKE ISKEMIK

OLEH:

Rizki Audita

Citra Resmi Dewanti

Sonya Vieska

Preseptor:

dr. Amilus Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD ACHMAD MUCHTAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus

dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis

kelamin, atau usia . Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) atau

dikenal sebagai CVA (cerebro vasculler accident) atau dikenal juga sebagai CVD

( cerebro vasculler disease), adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh

terjadinya gangguan aliran darah didalam otak yang dapat timbul secara

mendadak (beberapa menit) atau secara cepat (beberapa jam) dengan gejala atau

tanda sesuai dengan daerah yang terganggu aliran darahnya1.

Stroke merupakan penyakit gangguan kardiovaskuler tersering kedua setelah

penyakit jantung, diperkirakan terjadinya kematian sekitar 5.7 juta orang didunia

akibat stroke. Prevalensi stroke di Eropa telah diperkirakan menjadi 9.6 juta

kasus. Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan tingginya angka

kematian dan terjadinya kecatatan yang berlansung lama dan bahkan efek yang

ditimbulkannya cenderung untuk menjadi permanen. Gangguan yang ditimbulkan

oleh stroke dapat berupa kerusakan yang bertahan lama sehingga menyebabkan

kesehatan dari pasien akan melemah, kelemahan dan gangguan fungsi kognitif

termasuk vaskuler demensia4.

Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013

sebesar 7 per mil berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan yang terdiagnosis

tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan

diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 ‰), diikuti DI Yogyakarta


(10,3 ‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil

sedangkan Sumatera Barat untuk prevalensi stroke ialah 7.4 % per mil5.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami

tentang stroke iskemik dari segi epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis,

tatalaksana, komplikasi, pencegahan dan prognosis

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk memenuhi tugas

kepaniteraan klinik pada bagian kulit dan kelamin serta untuk memahami serta

menambah pengetahuan tentang stroke iskemik .

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) atau dikenal sebagai

CVA (cerebro vasculler accident) atau dikenal juga sebagai CVD ( cerebro

vasculler disease), adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh terjadinya

gangguan aliran darah didalam otak yang dapat timbul secara mendadak

(beberapa menit) atau secara cepat (beberapa jam) dengan gejala atau tanda sesuai

dengan daerah yang terganggu aliran darahnya1.

Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi

serebral, baik fokal ataupun menyeluruh yang berlansung dengan cepat dan

bertahan lebih dari 24 jam (kecuali telah dilakukan tindakan tindakan bedah),

tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vaskuler2.

Sistem klasifiksi lama membagi stroke kedalam 3 kategori berdasarkan

penyebabnya: trombotik, embolik dan hemoragik. Kategori ini sering didiagnosis

berdasarkan riwayat perkembangan dan evolusi gejala. Terdapatnya teknik

diagnosis yang lebih baik seperti CT-scan dan MRI, sehingga dapat terdiagnosis

pendarahan yang ada di ruang subarachnoid dan intraserebrum dengan tingkat

kepastian yang lebih tinggi. Perbedaan antara embolus dan trombus masih belum

dapat dibedakan secara tegas, sehingga keduanya sebagai suatu penyebab stroke

iskemik. Dengan demikian, 2 kategori dasar gangguan sirkulasi yang

menyebabkan stroke adalah stroke iskemik dan perdarahan intrakranium3.


Stroke iskemik terjadi akibat sumbatan sehingga menyebabkan terjadinya

hambatan aliran darah terjadi sekitar 80% sedangkan stroke perdarahan

disebabkan pecahnya pembuluh darah di otak yang terjadi sekitar 20%, tetapi

angka kejadian ini akan mengalami pergeseran dengan terjadinya peningkatan

usia maka terjadi pula perubahan kecenderungan prevalensinya. Semakin tinggi

usia seseorang, stroke perdarahan menjadi lebih sering terjadi dibandingkan stoke

iskemik yang mencapai 30 %4.

2.2 Epidemiologi

Stroke merupakan penyakit gangguan kardiovaskuler tersering kedua setelah

penyakit jantung, diperkirakan terjadinya kematian sekitar 5.7 juta orang didunia

akibat stroke. Prevalensi stroke di Eropa telah diperkirakan menjadi 9.6 juta

kasus. Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan tingginya angka

kematian dan terjadinya kecatatan yang berlansung lama dan bahkan efek yang

ditimbulkannya cenderung untuk menjadi permanen. Gangguan yang ditimbulkan

oleh stroke dapat berupa kerusakan yang bertahan lama sehingga menyebabkan

kesehatan dari pasien akan melemah, kelemahan dan gangguan fungsi kognitif

termasuk vaskuler demensia4.

Timbulnya stroke seringkali mendadak yaitu sekitar 25-30 % pasien yang

mengalami stroke akan sembuh dalam waktu kurang dari 24 jam, tetapi resiko

untuk terjadinya stroke permanen setelah TIA sangat tinggi sekali yaitu mencapai

20% dalam 4 minggu. Umur juga dapat mempengaruhi kejadian stroke karena

stroke tidak hanya terjadi pada orang tua saja tetapi dewasa muda dengan usia 15-

45 tahun memiliki prognosis yang lebih buruk dibuktikan dengan setelah 6 tahun
kejadian stroke hanya 40% yang masih hidup, tidak cacat ataupun yang tidak

mengalami kejadian vaskuler berulang4.

Stoke di AS juga menjadi penyebab kematian tersering no 3 mencapai

<200.000. insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000per tahun

dengan 200.000 merupakan stroke rekurensi. Angka sebesar 60% lebih tinggi

terjadi pada pada orang amerika keturunan afrika dibandingkan keturunan

kaukasian. Sroke dapat terjadi pada segala usia tetapi insiden paling tinggi terjadi

pada usia >65 tahun. Negara AS terdapat dominansi perempuan membentuk lebih

dari separuh kasus stroke yang meninggal dan lebih dari dua kali dari jumlah

perempuan yang meninggal akibat kanker payudara. Angka kematian akibat

stroke inisial mencapai 30 sampai 35 % dan kecacatan mayor pada yang selamat

adalah 35-40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan

mengalami stroke kembali dalam 5 tahun dan sekitar 5% sampai 14% akan

mengalami stroke dalam tahun pertama3.

Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013

sebesar 7 per mil berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan yang terdiagnosis

tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan

diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 ‰), diikuti DI Yogyakarta

(10,3 ‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil

sedangkan Sumatera Barat untuk prevalensi stroke ialah 7.4 % per mil5.

2.4 Suplai Darah Otak

Otak didarahi oleh 2 arteri carotis interna dan 2 arteri vetebralis. Keempat

arteri terletak didalam spatium subarachnoid, dan cabang-cabangnya

beranastomose di permukaan inferior otak untuk membentuk sirkulus willisi6.


Arteri karotis interna dimulai dari bifurcatio arteri carotiis communis, dan

terdapat suatu pelebaran yang bersifat lokal yang disebut sinus karotikus. Arteri

ini akan naik melalui leher dan menembus basis kranii melalui kanalis karoticus

ossis temporalis lalu berjalan secara horizontal kedepan melalui sinus kavernosus

selanjutnya menembus durameter, menembus arachnoid meter masuk ke spatium

subarachnoideum dan berbelok ke posterior dan terbagi menjadi dua yaitu arteri

serebri anterior dan arteri serebri media6,7.

Arteri vetebralis merupakan cabang pertama dari arteri sublavia dan mencapai

otak dengan cara naik melalui 6 foramen prosesus transversus vetebre servicalis

bagian atas. Arteri ini masuk ke kranium melalui foramen magnum dan

menembus durameter dan arachnoid meter sehingga mencapai spatium

subarachnoideum. Arteri berjalan ke atas, depan dan medial terhadap medula

oblongata. Pada pinggir bawah pons, arteri vetebralis akan bergabung dari arteri

vetebralis kontralateralnya untuk membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris

berjalan ke atas dalam sulkus pada permukaan anterior pons, pada pinggir atas

pons, arteri ini bercabang menjadi dua arteri serebri posterior7.

2.5 Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko penyebab terjadinya stroke :

 Tidak dapat dimodifikasi: usia, jenis kelamin pria, kelainan bawaan dan

penyakit genetik

 Dapat dimodifikasi : hipertensi, DM, merokok, alkohol, obat-obatan,

hiperurisemia, dislipidemia dan obesitas8.


2.6 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya stroke iskemik disebabkan oleh 3 mekanisme penting

yaitu: trombosis, emboli dan hipoperfusi sistemik.

Trombosis akan menyebabkan terjadinya sumbatan aliran darah kearea yang

lebih distal. Penyebab tersering trombosis adalah aterosklerosis yang dapat terjadi

pada pembuluh darah intrakranial ataupun pembuluh darah ekstrakranial.

Terdapatnya oklusi atau sumbatan oleh red trombus atau white trombus sehingga

akan memperkuat aterosklerosis yang terbentuk9. Cidera yang terjadi secara

berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya respon inflamasi yang bersifat

kronis. Inflamasi kronik inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada

lapiasan vaskuler sehingga akan membentuk aterosklerosis. Pembuluh darah

memiliki 3 lapis yaitu lapisan endotel, lapisan media dan lapisan adventisia.

Lapisan endotel memiliki reseptor untuk LDL-C, sekresi PGI2 dan NO serta dapat

berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag dan limfosit T10. Lapisan intima

yang mnegandung otot polos untuk mengatur diameter pembuluh darah,

sedangkan lapisan adventisia yang memiliki vasa vasorum untuk lewatnya

pembuluh darah yang mendarahi vaskuler itu sendiri. Oksidasi LDL-C diperkuat

oleh adanya kadar yang rendah dari HDL-C, hipertensi, DM, defisiensi

esterogen11. Terjadi adhesi monosit serta penimbunan lemak pada makrofag yang

apabia terpajan oleh LDL-C akan menyebabkan terbentuknya foam cell yang

beragregasi dilapisan intima sehingga dapat kita lihat sebagai bercak lemak.

Penimban lemak dan jaringan ikat mengubah plak fibrosa menjadi ateroma yang

dapat mengalami ulserasi, kalsifikasi, trombus yang menyebabkan infark12.


Emboli memiliki 3 komponen utama yaitu : sumber emboli (oarta, jantung,

vena sitemik melalui defek jantung dan system arteri proksimal), bahan emboli/

embolus (darah, lemak dan udara) serta bagian yang menerima/ recipient9.

Penerima paling sering embolus adalah arteri serebri media, arteri vertebre

intracranial, cabang arteri basilar postero inferior, arteri basilar rostral, cabang

arteri serebral postero dan inferior serta hanya 10% yang masuk ke sistem

vetebrobasiler sehingga sangat jarang ditemukan gejala deficit batang otak1,9.

Hipoperfusi sistemik terjadi akibat kegagalan pompa dari jantung,

hipovolemia dan hipoksia. Gejala yang terjadi berbeda dengan embolis dan

thrombus yang lebih bersifat local sedangkan hipoperfusi yang bersifat sistemik

gejala lebih berat, bilateral, pucat, takikardi atau bradikardi berat9.

2.7 Manifestasi Klinis

Perlu diketahui bahwa stroke termasuk kedaruratan medis, karena

intervensi medis secara dini dapat menghentikan bahkan memulihkan kerusakan

neuron yang terjadi akibat gangguan perfusi. Gejala yang ditimbulkan dari stroke

iskemik tergantung pada pembuluh darah mana yang mengalami sumbatan yang

mendarahi suatu area diotak. Gejala stroke sesuai arteri yang terkena3 :

1. Arteri karotis interna  sirkulasi bagian anterior, biasanya bersifat

unilateral. Dapat timbul berbagai sindrom tergantung jumlah sistem

kolateral

 Amaurosis fugak  akibat insufiensi arteri renalis

 Gejala sensorik dan motoric kontralateral insufiensi arteri

serebri media
2. Arteri Serebri Media  tersering

 Hemiparesis / monoparesis kontralateral

 Hemianopsia (buta) kontralateral

 Afasia global jika mengenai hemisfer dominanterganggu

fungsi komunikasi

3. Arteri Serebri Anterior  kebinggunan adalah gejala utama

 Kelumpuhan kontralateral lebih besar ditungkai  gerakan

voluntir pada tungkai yang terkena juga terganggu

 Deficit sensorik kontralateral

 Demensia, gerakan mengeggam, reflek patologik  disfungsi

lobus frontalis

4. System Vetebrobasiler  bagian posterior biasanya bersifat bilateral

 Kelumpuhan satu sampai keempat ekstremitas

 ↑ reflek tendon

 Tanda Babinsky bilateral

 Gejala serebelum : vertigo

 Disfagia

 Disartria

 Sinkop, stupor, koma, disorentasi

 Gangguan pengliatan

5. Arteri Serebri Postorior  thalamus

 koma

 Hemiparesis kontralateral

 Afasia visual  aleksia


 Kelumpuhan N.III

Stroke iskemik thrombosis deficit neurologisnya bersifat akut, sub

akut ,progresif dengan kesadaran yang baik, hemiparesis, hemihipestesia, reflek

Babinski positif dan neurogenic bladder. Serangan ini biasanya terjadi saat pasien

sedang istirahat dan dapat menyebabkan kematian akibat herniasi transttorial

dalam waktu 72 jam. Stroke iskemik emboli hampir sama dengan sroke

thrombosis tetapi saat terjadi serangan lansung bersifat maksimal. Jika embolinya

besar menyebabkan delirium, pingsan, gelisah dan kejang6.

2.8 Diagnosis

Diagnosis berdasarkan atas beberapa aspek hasil :

1. Anamnesis

 Terdapat gejala neurologis yangbersifat mendadak

 Tidak ada trauma kepala yang mendahuluinya

 Adanya factor resiko stroke

2. Pemeriksaan fisik

 Adanya deficit neurologis yang bersifat fokal

 Ditemukannya factor resiko (hipertensi/ kelainan jantung)

3. Pemeriksaan penunjang:

 CT – scan

Pemeriksaan dengan menggunakan CT-scan adalah first line

imaging untuk dapat membedakan sroke hemoragik dengan infrak

(tumor atau abses). Stroke iskemik akan tampak sebagai

hipodensitas. Fase akut pada stroke iskemik terutama pada 3 jam

pertama atau diatas 48 jam pertama setelah gejala timbul , mungkin


akan melewatkan lesi yang yang ada dan sulit untuk dibuktikan

dengan CT-scan, tetapi setelah 12-48 jam hipoden menjadi nyata

dan akhirnya akan mencapai ukuran maksimal 3 -5 hari setelah

onset13.

 MRI

Pemeriksaan yang memiliki resolusi yang lebih baik dari CT-

scan, sehingga MRI memiliki kepekaan yang lebih besar untuk

mendeteksi stroke iskemik akut dan menunjukkan lesi iskemik

pada sekitar satu setengah dari semua kasus TIA14.

2.9 Tatalaksana Stroke Iskemik

Tatalaksana untuk stroke harus tepat dan cepat serta memastikan kestabilan pasein

dan mencegah berlanjutmya kerusakan saraf.

A. Tatalaksana Umum

Di ruang gawat darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

 Pantau status neurologis dan tanda vital serta saturasi oksigen

dalam 72 jam dengan deficit neurologis nyata

 Berikan oksigen jika saturasi < 95%

 Pasien tidak sadar pasang ETT  selama <2 minggu, jika >2

minggu lakukan trakeostomi

 Terapi oksigen diberikan pada hipoksia tapi stok iskemik non

hipoksia tidak diberikan oksigen15


3. Stabilisasi hemodinamik

 Berikan koloid / kristaloid  hindari cairan hipertonik (glukosa)

 Optimalisasi tekanan darah

 Bila TDS <120 mmhg dan cairan sudah cukup  obat

vasopressor dapat dititrasi seperti dopamine dosis sedang/tinggi

atau norepinefrin sampai TDS 140 mmhg

 Pantau jantung dengan EKG pada 24 jam pertama

 Hipovolemia diatasi dengan salin normal dan hipotensi arterial

diatasi dengan cepat15,16

4. Kendalikan peninggian TIK

 Pemantauan TIK diberikan harus dipasang pada GCS<9 dan

mereka yang menurun kesadarannya

 Kendalikan TIK

 Elevasi kepala 200 - 300

 Posisi pasien hindari penekanan pada vena jugularis

 Hindari cairan hipotonik / glukosa

 Osmoterapi  manitol 0.25-0.50 gr/kgbb selama >20 menit yang

diulang setiap 4-6 jam16

5. Kendalikan kejang  diazepam bolus lambat Iv 5-20 mg diikuti fenitoin

loading dose 15-20 mg/kg  masih kejang  rawat ICU

6. Demam >38.50 atau 37.50  asetaminofen 650 mg15

Di ruang rawatan

1. Terapi cairan

 Cairan isotonic : 0,9%


 Kebutuhan cairan 30 ml/kgbb/hari

 Hitung balance cairan (urine + cairan yang hilng)

 Periksa elektrolit dan gas darah untuk melihat asidosis atau alkalosis16

2. Nutrisi

 Paling lambat diberikan dalam 48 jam, oral jika fungsi menelan baik ,

jika tidak baik pasang NGT. Pemasangan NGT lebih dari >6 minggu

fikirkan gastrostomi15,16

B. Tatalaksana Khusus

1. Anti Edema

 Manitol  dalam larutan 20%-50% diberikan untuk ↓TIK

dengan dosis 1-1.5mg/kgBB dalam waktu 1 jam

 Gliserol  dalam larutan 10% dengan dosis 1-1.5

mg/kgBB selama 6-8jam15,16

2. Obat anti platelet

 Aspirin dosis awal 325 dalam 24-48 jam setelah onset

 Tidak boleh kombinasi antara klopidogrel dengan aspirin

 Pemberian vasodilator berupa pentoksifilin tidak

dianjurkan15,17

3. Neuroprotektif

 Citikolin  2x1000 mg IV 3 hari oral 2x1000 mg

Selama 3 minggu15
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Ny. y

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 68 tahun

MR : 485927

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Minang

Alamat :Jalan Malintang Lawang Mandailing, Tanah Data

Tgl masuk :19 November 2017

Alloanamnesis :

Seorang pasien, Ny. Y, perempuan berumur 68 tahun dirawat di bangsal

Neurologi RSUD Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 19 November 2017

dengan:

Keluhan Utama :

 Lemah anggota gerak kiri sejak 5 jam sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Awalnya pasien merasakan sesak napas saat sedang menonton TV. Setelah itu

pasien merasakan kaki dan tangan kiri sulit digerakkan. Pasien tidak dapat

berdiri dan berjalan.


 Nyeri kepala (-)

 Mulut mencong (-), bicara pelo (-)

 Muntah (-)

 Pasien tidak mengalami kejang saat kejadian.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien memiliki riwayat penyakit jantung sejak 5 tahun yang lalu. kontrol

teratur ke dokter spesialis jantung.

 Riwayat hipertensi ± 10 tahun dengan tekanan darah sistolik tertinggi 180

mmhg, pasien control teratur ke dokter spesialis jantung namun hanya

meminum obat jika tekanan darah tinggi.

 Pasien tidak pernah mengalami stroke, diabetes melitus sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga :

 Kakak pasien menderita hipertensi

 Tidak ada riwayat penyakit jantung, DM, Stroke di keluarga

Riwayat pribadi dan sosial :

 Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas harian ringan sampai

sedang. Pasien tidak merokok dan minum alcohol.

PEMERIKSAAN FISIK

I. Umum (19 November 2017)

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : composmentis (GCS: E4,, M6, V5)

Nadi/ irama : nadi iregular, 98 x/menit

Pernafasan : pola thorakoabdominal, regular, 22x/menit

Tekanan darah : 130/90 mmHg


Suhu : 36,5oC

Keadaan gizi : normoweight

BB : 60

TB :160 cm

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut dan tidak rontok

Kulit dan kuku : sianosis (-)

Turgor kulit : baik

II. Status internus

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Mata : konjungtiva idak anemis, skelra tidak ikterik, pupil isokor, ø 3

mm/ø 3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+, bola mata

bergerak bebas ke segala arah

Torak

Paru

Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus sukar dinilai

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak

ada

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat


Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama ireguler, bising jantung tidak ada, murmur tidak ada

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : perabaann supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus dalam batas normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas tidak ada

Palpasi : gibus tidak ada

Alat kelamin : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

III. Status neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : (-)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intracranial (-)

Pupil isokor, ø 3 mm/ø 3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+, bola mata

bergerak bebeas ke segala arah


3. Pemeriksaan nervus kranialis

1. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Baik Baik

Objektif (dengan bahan) Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Baik Baik

Lapangan pandang Baik Baik

Melihat warna Baik Baik

Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Bulat Bulat

Ptosis (-) (-)

Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil
 Bentuk Bulat, 3 mm Bulat, 3 mm

 Refleks cahaya (+) (+)

 Refleks akomodasi (+) (+)

 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Troklearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah (+) (+)

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia - -

N. VI (Abdusen)

Pengliatan Kanan Kiri

Gerakan mata ke (+) (+)

lateral

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia - -

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

 Membuka mulut + +

 Menggerakkan rahang + +
 Menggigit + +

 Mengunyah + +

Sensorik

 Divisi oftalmika

- Refleks kornea (+) (+)

- Sensibilitas (+) (+)

 Divisi maksila

- Refleks masetter (-) (-)

- Sensibilitas (+) (+)

 Divisi mandibula

- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Plika nasolabialis kiri lebih datar

Sekresi air mata (+) (+)

Fissura palpebral Kelopak mata Kelopak mata dapat

dapat menutup menutup

Menggerakkan dahi (+) (+)

Menutup mata (+) (+)

Mencibir/ bersiul (+) (+)

Memperlihatkan gigi (+) (+)

Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)


Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

Suara berisik (+) (+)

Detik Arloji (+) (+)

Refleks okuloauditorik Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Rinne tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Weber tes Tidak diperiksa

Schwabach tes Tidak diperiksa

- Memanjang

- Memendek

Nistagmus (-) (-)

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal

Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang (+)

Refleks muntah (Gag Rx) (+)

N. X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring Simetris

Uvula Di tengah

Menelan (+)

Artikulasi dapat dimengerti

Suara (+)

Nadi Tidak Teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan (+)

Menoleh ke kiri (+)

Mengangkat bahu kanan (+)

Mengangkat bahu kiri (+)

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam Simetris

Kedudukan lidah dijulurkan Deviasi ke kiri

Tremor (-)

Fasikulasi (-)

Atrofi (-)
 Pemeriksaan koordinasi dan keseimbangan

Keseimbangan Koordinasi

Romberg test Tidak dilakukan Jari-jari Normal

Romberg test Tidak dilakukan Hidung-jari Normal

dipertajam

Stepping gait Tidak dilakukan Pronasi-supinasi Normal

Tandem gait Tidak dilakukan Tes tumit lutut Normal

Rebound phenomen Normal

 Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi Spontan

Duduk -

b. Berdiri dan Gerakan spontan +

berjalan Tremor -

Atetosis -

Mioklonik -

Khorea -

c. Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Aktif Tidak aktif Aktif Tidak aktif

Kekuatan 555 333 555 333

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus


 Pemeriksaan sensibilitas

Sensibiltas taktil (+)

Sensibilitas nyeri (+)

Sensiblitas termis (+) subjektif

Sensiblitas sendi dan posisi (+)

Sensibilitas getar Tidak dilakukan

Sensibilitas kortikal (+)

Stereognosis (+)

Pengenalan 2 titik (+)

Pengenalan rabaan (+)

 Sistem refleks

a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea (+) (+) Biseps ++ +++

Berbangkis Triseps ++ +++

Laring KPR ++ +++

Masetter APR ++ +++

Dinding perut Bulbokvernosus

 Atas Cremaster

 Tengah Sfingter

 Bawah

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan Tungkai
Hoffmann-Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)

Chaddocks (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Klonus paha (-) (-)

Klonus kaki (-) (-)

 Fungsi otonom

- Miksi : terpasang kateter

- Defekasi : normal

- Sekresi keringat: normal

 Fungsi luhur

Kesadaran Tanda Dementia

Reaksi bicara Normal Reflek glabela (-)

Fungsi Intelek Baik Reflek snout (-)

Reaksi emosi Stabil Reflek menghisap (-)

Reflek memengang (-)

Reflek palmomental (-)

ASGM : Babinski (-), nyeri kepala (-), penurunan kesadaran (-)

Kesan : stroke iskemik

SSS : (2,5x0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x90) - (3x1) – 12 = -6

Kesan : stroke iskemik


3.1 Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin 14,6 g/dl

Leukosit 10.840/mm3

Trombosit 223.000/mm3

Hematokrit 42,9 %

GDS 105 mg/dl

Ur/Kr 42 / 1,18 mg/dl

Na+ / K+/ Cl 136 / 4,09/ 101

3.2 Pemeriksaan Tambahan

- EKG

Atrial fibrilasi, QRS rate 149 x/menit, Axis normal, P wave dan PR interval

sukar dinilai, QRS rate 0,08, ST change (-), T inverted di Avl, poor R di

V1-V3, LVH (+), RVH (-)

Kesan : Atrial fibrilasi RVR dan LVH

- Rontgen toraks
Kesan : Kardiomegali

- Brain CT Scan tanpa Kontras

Kesan : stroke iskemik parietal dekstra

Fokal atrofi gyru frontal


Diagnosis :

Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra + paresis N.VII dan N.XII sinistra

tipe sentral

Dianosis Topik : Hemisfer cerebri dextra parietal

Diagnosis Etiologi : Emboli cerebri

Diagnosis Sekunder : Hipertensi stage II

CHF Fc.III ec HHD

Atrial Fibrilasi RVR

Diagnosis Banding

Stroke hemoragik

Prognosis :

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanam : dubia

Quo ad fungsionam : dubia

Terapi :

- Umum : Elevasi kepala 300

Awasi keadaan umum (ABCD)

O2 3L/menit

IVFD asering 12 jam /kolf

- Khusus : Aspilet loading dose 325 mg dilanjutkan

Furosemid 1x 20 mg po

candesartan 1x8 mg po

Simvastatin 1x 20 mg po
KSR 2 x 600 mg (po)
BAB III

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 68 tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota

gerak kiri sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak mulutnya mencong ke kiri

dan bicara pelo tidak ada. Penurunan kesadaran tidak ada, nyeri kepala tidak ada, mual dan

muntah tidak ada. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak ±10 tahun terakhir dan jarang

kontrol (kotrol jika sudah terasa kuduk terasa berat). Pasien tidak mempunyai riwayat DM

dan penyakit jantung. Riwayat keluarga menunjukkan bahwa ibu pasien, kakak dan adik

pasien juga menderita hipertensi. Pasien dan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit DM,

jantung dan stroke sebelumnya.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum yang sedang, tingkat

kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah 140/70 mmHg, tanda rangsangan

meningeal dan tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan. Pada pasien

ditemukan gangguan N VII yaitu plika labialis kiri lebih datar dari yang kanan. Kekuatan

motorik pada pasien ini untuk ekstremitas superior dan inferior kanan adalah 5/5/5 sedangkan

untuk ekstremitas superior dan inferior kiri adalah 3/3/3. Reflek fisiologis pada ektremitas

superior dan inferior lebih tinggi dibandingkan reflek fisiologis pada ekstremitas kanan,

Reflek patologis di temukan pada kaki sebelah kiri berupa reflek babinsky.

Pada pemeriksaaan darah rutin ditemukan adanya hipokalium dan pemeriksaan EKG

dalam batas normal. Menggunakan Algoritma Stroke Gadjah Mada maka pasien sugestif

stroke infark. Pada penggunaan Skor Stroke Siriraj dengan perhitungan: (2,5 x 0) + (2 x 1) +

(2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 0) - 12 = -1; didapatkan kesan ragu-ragu, butuh CT-scan. Untuk

menyingkirkan diagnosis banding berupa Stroke Hemoragik maka diperlukan pemeriksaan

penunjang berupa CT-scan kepala tanpa kontras. Pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
infark di kapsula interna kanan. Gambaran CT-scan pada pasien ini tidak begitu jelas karena

pemeriksaaan CT-scan yang lansung dilakukan ketika pasien datang ke rumah sakit .

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini,

didapatkan diagnosis klink: hemiparese sinistra dan parese NVII sinistra tipe sentral,

diagnosis topik: kapsula interna, diagnosis etiologi: tromboemboli serebri, diagnosis

sekunder: hipertensi stage I tidak terkontrol.

Pada pasien diterapi (terapi umum) dengan elevasi kepala 300 untuk mengurangi tekanan

Intrakranial, diberikan O2 3L/menit untuk menjaga kebutuhan oksigen ke organ vital tetap

tercukupi dan IVFD asering 12 jam/kolf dan dianjurkan untuk fisioterapi. Penatalaksanaan

khusus pada pasien ini adalah aspilet 325 mgdalam 24-48 jam setelah onset dan selanjutnya

diberikan 2x80 mg/hari. Pemberian aspilet untuk menjaga supaya tidak mempermudah

terbentuknya thrombus akibat agregasi dari platelet dn untuk mencegah supaya tidak

terjadinya stroke kembali. Citicoline 2 x 1000 mg (IV) yang berfungsi sebagai

neuroprotektif. Penggunaan jangka panjang Citicoline dalam dosis optimal telah

menunjukkan dapat meningkatkan mekanisme endogen neurogenesis dan neurorepair

sehingga membantu dalam terapi fisik dan rehabilitasi. KSR 2x600 mg / hari untuk koreksi

dari hypokalemia dan mencegah supaya tekanan darah tidak naik. Obat lain yang diberikan

adalah ranitidine 2x50 mg dan parasetamol 3x500 mg/hari.


Daftar Pustaka

1. Harsono. Tanda-tanda dini GPDO dalam buku ajar neurologi klinis cetakan ketiga. Gadjah
Mada Universitas Press, Yogyakarta: 2015. Hal 67-68

2. World Healt Organization. Neurological disorder public health challenges Switzerland:


2006. 151-63

3. Hartwing W. Penyakit serebrovaskuler dalam patofisiologi (konsep klinis dan proses-


proses penyakit). ed 6. Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2003. hal 1110-1119.

4. Hennerici M. Kern R, Szabo K, Binder J. Oxford Neurology Library: stroke. Oxford


university press. 2012. Capther 1. hal 3-4

5. Balitbang Kemenkes RI . Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI: 2013.

6. A Basjiruddin dan Amir D. Gangguan peredaran darah otak dalam buku ajar ilmu penyakit
saraf (neurologi). 2008

7. Snell R. Neuroanatomi Klinik. Ed 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. hal
486-514.

8. Harsono. faktor resiko GPDO dalam buku ajar neurologi klinis cetakan ketiga. Gadjah
Mada Universitas Press, Yogyakarta: 2015. Hal 59-66

9. Hennerici M, Kern R, Szabo K, Binder J. Primary prevention dalam Oxford Neurology


Library: stroke. Oxford university press. Capther 2. 2012. hal 11-13

10. Caplan L dan Liebeskind D. Pathology, anatomy, and pathophysiology of stroke dalam
stroke: clinical approach. Ed 5. Cambridge university press: 2016 hal 19-21

11. Esmon C . Basic Mechanisms and Pathogenesis of Venous Thrombosis. Blood Rev.
September ;2009: 23(5): 225–229

12. Brown C. penyakit anterosklerotik coroner dalam patofisiologi: konsep klinik, proses-
proses penyakit. Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2005. Hal 576-613

13. Hennerici M, Kern R, Szabo K, Binder J. imaging in acute stroke dalam Oxford
Neurology Library: stroke. Oxford university press. Capther 8. hal 85-9

14. aaddsfsf

15. Perdossi. Guideline stroke tahun 2011. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI ) Jakarta; 2011

16. Arifputera A, Tanto C, Aninditha T. Stroke dalam kapita selekta neurologi . Gadjah mada
university press, Yogyakarta: 2005. hal 975 - 981

Anda mungkin juga menyukai