DEKOMPENSASI CORDIS
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Decompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan dimana
terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung (Price, 2001). Gagal jantung sering disebut
gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi (Smeltzer, 2012).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari
struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Ardini, 2012). Kadang orang salah mengartikan gagal
jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal jantung
menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan
beban kerjanya.
Gagal jantung ini berdampak gangguan terhadap sistem lain pada
tubuh, kehidupan sehari-hari dan menyebabkan kematian apabila tidak
ditangani secara cepat dan tepat, oleh karena itu perlu penanganan yang
optimal dan komprehensif untuk meningkatkan dan mengurangi komplikasi,
resiko kambuh ulang dan menurunkan angka kematian yang disebabkan
penyakit decompensasi cordis.
2. Klasifikasi
Klasisfikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA), yaitu:
1. Derajat 1: Tanpa keluhan, masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-
hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas.
2. Derajat 2: Ringan, aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.
3. Derajat 3: Sedang, aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas.
4. Derajat 4: Berat, tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan
pada saat istirahat keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan
aktivitas aktivitas ringan.
3. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi
kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomiopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan
jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis
katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel
(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi
tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price, 2005).
Menurut (Smeltzer, 2010) penyebab gagal jantung meliputi :
1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung.
Penyebab yang mendasari kelainan fungsi otot misalnya aterosklerosis
koroner (keadaan patologis dimana terjadi penebalan arteri koronoris
oleh lemak), hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.
2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak
berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat
penumpukan asam laktat. Infark miokard biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati
alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati
dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopatiidiopatik).
3. Hipertensi Sistemik/pulmonal (peningkatan afterload), meningkatkan
beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena
meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas
hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi
gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, misalnya pada mekanisme gangguan aliran darah
melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup
alveonar), pada peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna
(peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan pada retina, ginjal
dan kelainan serebal).
6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai
oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung
akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung
menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
4. Patofisiologi
Penyebab decompensasi cordis atau gagal jantung menurut Smeltzer
(2012), yaitu mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal, bila curah jantung berkurang sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai maka volume sekuncup harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga
faktor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload, jika salah satu dari ketiga
faktor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan berkurang.
Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang
terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi
karena ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke paru, manifestasinya
meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3,
kecemasan dan kegelisahan. Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan
kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai akibat sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan darah secara adekuat.
Manifestasinya yaitu edema dependen, hepatomegali, pertambahan
berat badan, asites, distensi vena jugularis. Menurut Nettina (2012),
penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya hal ini hanya timbul saat
aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai meningkat dan
terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan afterload
sehingga curah jantung semakin turun. Menurut Hudak (1997), respon
terhadap penurunan curah jantung untuk mempertahankan perfusi normal
yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga meningkatkan frekuensi
jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon fisiologis kedua
adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan volume
darah filtrasi.
Patofisiologi decompensasi cordis/gagal jantung menurut Price,
(2013) adalah sebagai berikut:
1. Gagal jantung kiri
Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah
jantung menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau
kelelahan. Sedangkan akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan
volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi bendungan vena
pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan di
ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan
kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi
peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan
akhirnya terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi
kordis karena dinding kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga
dapat mengakibatkan perdarahan.
2. Gagal jantung kanan
Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke
paru-paru menurun mengakibatkan curah jantung menurun. Tekanan dan
volume akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi bendungan di
atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena kava. Akibat
bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum, vena dari limpa
terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer
terutama kaki.
5. Pathway
Kelainan miokardium Beban tekanan Beban sistolik Peningkatan kebutuhan Beban volume
berlebihan berlebihan metabolisme berlebihan
Preload
Kontraktilitas jantung Beban sistolik
menurun meningkat
meningkat
Kontraktilitas
menurun
Hambatan
pengosongan
ventrikel
Beban jantung
meningkat
Penurunan
curah jantung
Gagal jantung
Gagal pompa
Gagal pompa ventrikel kanan
ventrikel kiri
Backward
failure Tekanan diastole
Forward naik
failure LVED naik Bendungan
atrium kanan
Suplai darah Suplai O2 Renal flow Tek. Vena pulmonalis
ke jaringan otak turun naik Bendungan vena
menurun sistemik
RAA Tek. Kapiler paru
sinkop meningkat hepar
Metabolisme naik lien
anaerob
Aldosteron Edema
splenomegali hepatomegali
Penurunan meningkat paru
Asidosis
perfusi
metabolik
jaringan Ronkhi Mendesak
ADH basah diafragma
Peningkatan meningkat Nyeri
asam laktat & Iritasi mukosa Sesak napas
ATP menurun paru
Retensi
Na dan
Refleks
fatigue H2O Ansietas
batuk
Pola napas tidak
Kelebihan volume Edema efektif
Intoleransi aktivitas cairan paru
Defisit perawatan diri
Ketidakefektifan Penumpukan
bersihan jalan napas sekret
f. Hepatomegali
Pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati karena peregangan kapsula
hati. Gejala saluran cerna yang lain sperti anoreksia, rasa penuh pada
perut, atau mual dapat disebabkan karena kongesti hati dan usus.
g. Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial.
h. Nokturia
Disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan pada waktu
berbaring dan berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
i. Edema perifer
Penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena sistemik.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanan utama adalah penderita merasa nyaman dalam melakukan
aktivitas fisik dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan
harapan hidup. Ada tiga pendekatan, yaitu:
1. Mengobati penyakit penyebab gagal jantung
a) Pembedahan bisa dilakukan untuk memperbaiki penyempitan/
kebocoran pada katup jantung, memperbaiki hubungan abnormal
diantara ruang-ruang jantung, memperbaiki penyumpatan arteri
koroner
b) Pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi
c) Kombinasi obat, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap
kelenjar tiroid yang terlalu aktif
d) Pemberian obat anti-hipertensi
2. Menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal jantung
misalnya merokok, konsumsi garam yang berlebihan, obesitas
(kenaikan lebih dari 1 kilogram per hari menunjukkan bahwa adanya
kelainan pada jantung), konsumsi alkohol.
3. Mengobati gagal jantung
Pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya, yaitu:
1. Digitalis
Secara kronotropik dan inotropik maka digitalis akan memperbaiki
kerja jantung dengan memperlambat, memperkuat kontraksi otot
jantung, dan meninggikan curah jantung. Beberapa hal yang harus
di perhatikan dalam digitalis ialah efek digitalis sangat individual.
Harus ditulis dengan jelas preparat apa yang digunakan,
cara pemberiannya, total digitalis, dosisi tiap kali dan
jadwal pemberiannya. Pada klien yang berobat jalan diberikan
penerangan yang jelas pada orang tuanya tentang pemakaian, cara
penyimpanan dan kemungkinan tanda-tanda keracunan
b. Digoxin
Obat ini dapat meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung
danmemperlambat denyut jantung yang terlalu cepat.
Ketidakteraturan irama jantung (aritmia) dapat diatasi dengan obat
atau alat pacu jantung buatan. Merupakan preparat yang banyak
dipakai. Dosis digitalis pada keadaan gagal jantung sesuai dengan
umur dan berat badan. Dosis digitalis dapat diberikan dalam 1 ± 3
hari tergantung pada keadaan.
c. Diuretik
Diuretik sangat berguna diberikan pada keadaan digitalis yang
tidak memadai. Pemakai diuretikum dalam jangka waktu lama
memerlukan pemeriksaan elektrolit secara berulang untuk
mencegah timbulnya ganguan elektrolit terutama hipokalemia.
d. Vasodilator (ACE Inhibitor )
Vasodilator dapat melebarkan arteri, vena atau keduanya. Pelebaran
arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan darah, yang
selanjutnya akan menurunkan beban kerja jantung.
e. Antikoagulan
Berfungsi unstuk mencegah pembentukan bekuan dalam ruang
jantung. Milrinone dan amirinone menyebabkan pelebaran arteri
dan vena, dan juga meningkatkan kekuatan jantung. Obat baru ini
dapat digunakan dalam jangka waktu pendek pada penderita yang
dipantau secara ketat di rumah sakit, karena bisa menyebabkan
ketidakteraturan irama jantung ynag berbahaya.
f. Kardiomioplasti
Pencangkokan jantung dapat dilakukan pada penderita yang
tidak memberikan respon terhadap pemberian obat.
Kardiomioplasti merupakan pembedahan dimana sejumlah besar
otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di
sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu jantung
buatan supaya berkontraksi secara teratur.
g. Istirahat
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar
dikurangi dengan tirah baring mengingat konsumsi O2 yang relatif
meningkat. Tirah baring dan istirahat sdengan benar, gejala-gejala
gagal jantung dapat jauh berkurang.
h. Diit
Umumnya diberikan makan lunak dengan rendah garam. Jumlah
kalori sesuai dengan kubutuhan. Klien dengan gizi kurang
diberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan di
berikan 80-100 ml/kg BB/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
8. Pemeriksaan penunjang
1. EKG: digunakan untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, dan disritmia (takikardi, fibrilasi atrial).
Ekokardiografi, gelombang suara untuk menggambarkan jantung, dapat
memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang jantung dan kelainan
kontraktilitas.
2. Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dengan sisi kiri dan
stenosis katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner.
Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
3. Rontgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi ventrikel, perubahan pembuluh
darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
4. Sonogram (ekokardiogram-ekokardiogram Doppler): dapat
menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
5. Rontgen Dada: menunjukan pembesaran jantung, banyaknya
mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik. Perubahan dalam pembuluh
darah mencerminkan peningkatan pulmonal.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret akibat reflek batuk menurun
2. Penurunan curah jantung berhubungan dnegan perubahan kontraktilitas
miokard
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah
jantung akibat retensi cairan dan natrium oleh ginjal
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat turunnya
curah jantung
5. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian atau
kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau
ketidakmampuan yang permanen.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas NOC NIC
berhubungan dengan penumpukan sekret - Respiratory status: ventilation 1) Auskultasi paru akan ronkhi atau mengi.
- Respiratory status: airway patency
akibat reflek batuk menurun Rasional : melihat adekuatnya pertukaran gas dan adanya
Kriteria Hasil:
sekret
- mendemonstrasikan batuk efektif
2) Berikan posisi kepala klien lebih tinggi
- tidak sianosis dan dyspneu
Rasional : Peninggian kepala memungkinkan diafragma
(mampu bernafas dengan mudah, tidak
untuk berkonstraksi
ada pursued lips)
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
Rasional: memudahkan pengeluaran sekret
(klien tidak merasa tercekik, frekuensi
4) Ajarkan pasien batuk efektif
pernafasan, irama nafas dalam rentang
Rasional : Mengajari pasien cara mengeluarkan sputum
normas, tidak terdapat suara nafas
melalui batuk efektif
tambahan)
5) Kolaborasi pemberian terapi O2
Rasional : menyuplai O2 dan meringankan kerja
pernafasan
6) Monitor respirasi dan status O2
Rasional: deteksi dini apabila terjadi ketidakpatenan
status oksigenasi
7) Kolaborasikan pemberian bronkodilator jika perlu
Rasional : untuk memudahkan pengeluaran sekret
Ardini, Desta N. 2012. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember
2006. Semarang: UNDIP.
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta : EGC.
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.\
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Smeltzer, S. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC