KONSEP NILAI
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai
merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta
prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.
Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut
Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional.
Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan
manusia itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri
sduah dirmuskan oleh beberapa ahli seperti :
Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya
terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam
fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal –
hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada
dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam
bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang
mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara,
alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
Clyde Kluckhohn dlam Pelly
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya
sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang
mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam,
kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang
dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang
mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan
dan sesama manusia.
Sumaatmadja dalam Marpaung
Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000)
mengatakan bahwa pada perkembangan, pengembangan,
penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nilai –
nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian,
keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan
sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat
dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas
vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai –
nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu
sendiri. Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi
tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok
atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar
salah, patut atau tidak patut
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang,
maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di
dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan
sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas,
dan lain – lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan
pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk
konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam
bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah,
patut atau tidak patut.
Sistem Nilai
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting,
maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai
budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku
suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk
menyampaikan sisitem perilaku dan produk budaya yang dijiwai
oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai ………. sebuah
konsepsi, eksplisit atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang
atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang
mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat,
tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia. Orientasi nilai budaya
adalah ……. Konsepsi umum yang terorganisasi, yang
mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam,
kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang
dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin
bertalian dengan hubungan antar orang dengan lingkungan dan
sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-
konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa
yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa
yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem
nilai budaya ini menjado pedoman dan pendorong perilaku
manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat
dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma
dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara
berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola
perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang
mencakup pilihan nilai yang dominan yang mungkin dipakai oleh
anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6
masalah pokok kehidupan.
a. Nilai Ketuhanan
b. Nilai Kemanusiaan
c. Nilai Persatuan
d. Nilai kerakyatan
.Keyakinan
Ada beberapa pengertian tentang keyakinan, yaitu sebagi
berikut:
Keyakinan adalah sesuatu yang diterima sebagai
kebenaran melalui pertimbangan dan kemungkinan, tidak
berdasarkan kenyataan
Keyakinan merupakan pengorganisasian konsep kogniti,
misalnya individu memegang keyakinan yang dapat dibuktikan
melalui kejadian yang dapat dipercaya
tradisi rakyat atau keluarga merupakan keyakinan yng
berjalan dari satu generasi ke generasi yang lain
.Sikap
Sikap adalh suasana perasaan atau sifat, dimana prilaku yang
ditujukan kepada orang, objek, kondisi atau situasi, baik secaa
tradisional maupun nulai atau keyakinan. Sikap dapat diajarkan
melalui cara:
Memberi contoh, teladan atau model peran. Setiap individu
belajar dari seperangkat contoh melaui prilaku orang lain yang
diterimanya,
Membujuk atau meyakinkan .Membujuk atau meyakinkan
seseorang mempunyi dasar kognitf. Hal ini tidak terkait dengan
aspek emosional dari prilaku seseorang.
Mengajarkan melalui budaya. Budaya dan agama
mempengaruhi prilaku seseorang tanpa pilihan. Setiap individu
dapat menerima keyakinan tersebut
pilihan terbatas. Prilaku seseorang dikontrol dengan membatasi
pilihan seseorang dengan tidak mempunyai pilihan secara bebas
Menetapkan melalui peraturan-peraturan. Ketentuan dan
peraturan yang digunakan untuk mengontrol prilaku seseorang
adalah sebagai berikut:
Perilaku yang dipelajari biasanya dapat diterima secara
sosial dan diterapkan dalam situasi yang sama dengan waktu
yang akan dating
Berprilaku dalam cara tertentu karena takut diberi sanksi,
sehingga tidak mempertimbangkan nilai benar atau salah
Menggunakan nilai untuk mengarahkan prilakunya, berarti
dapat membedakan baik dan buru, benar atau salah
A. SISTEM
Sistem merupakan istilah dari bahasa yunani “system” yang
artinya adalah himpunan bagian atau unsur yang saling
berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :
1. L. James Havery
Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk
merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai
suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah
ditentukan.
2. John Mc Manama
Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang
tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang
bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu
hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.
3. C.W. Churchman.
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang
dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.
4. J.C. Hinggins
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang
saling berhubungan.
5. Edgar F Huse dan James L. Bowdict
Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-
bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian
rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian
akan mempengaruhi keseluruhan.
B. NILAI
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga
atau berguna
C. NILAI BUDAYA
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan
tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi,
lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik
tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan
prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang
terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan,
moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok
moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat
mata (jelas)
Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto
tersebut
Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar
dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku
(tidak terlihat).
D. SISTEM NILAI BUDAYA
Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi. Sistem
budaya merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan
abstrak dalam adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai –
nilai budaya itu merupakan konsep – konsep mngenai apa yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari dari warga suatu
masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai ,
berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi
sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi
kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.
Nilai – nilai budaya ini bersifat umum , luas dan tak konkret
maka nilai – nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat
diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang
singkat.
Dalam masyarakat ada sejumlah nilai budaya yang satu dan
yang lain berkaitan satu sama lain sehingga merupakan suatu
sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep –
konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat
terhadap arah kehidupan masyarakat.
Menurut ahli antropologi terkenal C.Kluckhohn , tiap sistem
nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah
dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi
kerangka variasi system nilai budaya adalah :
Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH)
Ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada
hakekatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan .Pada
agama Budha misalnya,pola – pola tindakan manusia akan
mementingkan segala usaha untuk menuju arah tujuan bersama
dan memadamkan hidup baru. Adapun kebudayaan –
kebudayaan lain memandang hidup manusia dapat
mengusahakan untk menjadikannya suatu hal yang indah dan
menggembirakan.
Masalah mengenai hakekat dari karya manusia ( disingkat MK)
Kebudayaan memandang bahwa karya manusia bertujuan untuk
memungkinkan hidup,kebudayaan lain menganggap hakekat
karya manusia itu untuk memberikannya kehormatan,ada juga
kebudayaan lain yang menganggap karya manusia sebagai
suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya
lagi.
Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam
ruang dan waktu (disingkat MW)
Kebudayaan memandang penting dalam kehidupan manusia
pada masa lampau, keadaan serupa ini orang akan mengambil
pedoman dalam tindakannya contoh – contoh dan kejadian-
kejadaian dalam masa lampau. Sebaliknya ada kebudayaan
dimana orang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang
sempit. Dalam kebudayaan ini perencanaan hidup menjadi suatu
hal yang sangat amat penting.
Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam
sekitarnya (disingkat MA)
Kebudayaan yangh memandang alam sebagai suatu hal yang
begitu dahsyat sehingga manusia hanya dapat bersifat
menyerah tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya ,banyak
pula kebudayaan lain yang memandang alam sebagai lawan
manusia dan mewajibkan manusia untuk selalu berusaha
menaklukan alam. Kebudayaan lain masih ad yang menganggap
bahwa manusia dapat berusaha mencari keselarasan dengan
alam.
Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan
sesamanya (disingkat MM)
Ada kebudayaan yang memntingkan hubungan vertical antara
manusia dengan sesmanya. Tingkah lakunya akan berpedoman
pada tokoh – tokoh pemimpin. Kebudayaan lain mementingkan
hubungan horizontal antara manusia dan sesamanya. Dan
berusaha menjaga hubungan baik dengan tetangga dan
sesamanya merupakan suatu hal yang penting dalam hidup.
Kecuali pada kebudayaan lain yang tidak menganggap manusia
tergantung pada manusia lain, sifat ini akan menimbulkan
individualisme.
Sumber :
http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/pengertian-dan-
konsep-nilai-dalam-islam.html
Kebidanan
Kamis, 14 Mei 2015
A. Konsep Nilai
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai
merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta
prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan
orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat
kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat
sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
B. Sistem Nilai
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk
bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar
dan salah, yang kesemuanya dalam konsep yang lebih besar termasuk
ke dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan
yang dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
C. Nilai Sosial
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai
apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Sebagai contoh, orang menganggap menolong memiliki nilai baik,
sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial
sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang
mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Sistem Nilai
Sistem nilai adalah nilai inti (core value) dari masyarakat. Nilai inti ini
diakui dan dijunjung tinggi oleh setiap manusia di dunia untuk berperilaku.
Sistem nilai ini menunjukkan tata-tertib hubungan timbal balik yang ada di
dalam masyarakat. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman
tertinggi bagi kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1981). Sistem nilai
budaya ini telah melekat dengan kuatnya dalam jiwa setiap anggota
masyarakat sehingga sulit diganti atau diubah dalam waktu yang singkat.
Sistem budaya ini menyangkut masalah-masalah pokok bagi kehidupan
manusia.
Sistem nilai budaya ini berupa abstraksi yang tidak mungkin sama persis
untuk setiap kelompok masyarakat. Mungkin saja nilai-nilai itu dapat
berbeda atau bahkan bertentangan, hanya saja orien-tasi nilai budayanya
akan bersifat universal, sebagaimana Kluckhohn (1950) sebutkan.
KRITERIA PILIHAN
Meskipun kriteria nilai berasal dari banyak sumber, satu sumber penting
dari kriteria yang digunakan dalam analisis kebijakan adalah disiplin
ekonomi. Ekonomi dimulai dengan preferensi konsumen dan orang lain
dan mencari cara untuk memuaskan mereka. Kriteria yang dihasilkan dari
pendekatan ini, yang akan kita bahas nanti dalam bab ini, termasuk
kriteria Pareto dan analisis biaya-manfaat. Namun, selain itu, keadilan
atau keadilan dan berbagai kriteria lainnya dapat menjadi penting untuk
analisis kebijakan.
Oleh karena itu, kelayakan politik bukanlah angka objektif yang dapat
ditemukan oleh penelitian. Ini melibatkan Anda sendiri. upaya dan
orang-orang yang ingin Anda bujuk. Ketika kita terlibat dalam persuasi
ini, kita memberi tahu orang-orang betapa diinginkannya sebuah
kebijakan jika kebijakan itu diterapkan. Mereka mungkin menjawab
bahwa orang lain tidak mungkin menerapkan kebijakan tersebut. Kita
nanti mungkin ingin pergi ke yang lain dan membujuk mereka.
Penilaian kelayakan kami dengan demikian berhubungan dengan
tindakan orang-orang yang berbicara dengan kami dan tidak mudah
dijadikan subjek analisis kuantitatif. Untuk alasan ini kami
memisahkan analisis keinginan yang relatif tepat dari analisis
kelayakan yang kurang tepat, yang berbeda dengan mitra percakapan
kami.
Jika kami terlibat dalam diskusi publik mengenai analisis berdasarkan
keinginan kebijakan, kami menyisihkan sementara beberapa
subjektivitas, atau variasi antarindividu, dalam argumen tentang
kelayakan. Mungkin masih ada perbedaan di antara warga negara
dalam kriteria etika dasar mereka. Bahkan perbedaan-perbedaan ini
dapat menjadi bahan perdebatan publik. Dan meskipun nilai-nilai dasar
sulit untuk diubah, proses mensistematisasinya mungkin agak
meningkatkan kemungkinan kesepakatan jangka panjang tentang
sistem nilai yang dihasilkan. '
Research ethics
Research ethics comprises:
Table 3 1.
-
I.
r
p
t
i
SUMMARY
Contents
4References
There are three key steps to achieving this. First, the analyst may have
to make a series of judgment calls. Within this stage of judgment comes
the challenge of policy design and the issue of compromise. When
drafting policy alternatives the analyst must consider what kind of
exchanges among actors will be necessary to garner the required
political support to pass a policy.[8] The most desirable form of
compromise is one that does not greatly change the intended impact of
the proposal, and is sometimes possible depending on the details of the
proposal.[9] Second, it is important to have the specifications of the
current political environment for a specific policy area, and what
alternative proposals may be currently considered. One must also know
who the political actors are and how they may be likely to support a
proposed policy.[8] Lastly, it is important to consider policy and political
alternatives to protect against political error. In shaping a proposed
policy alternative, one must remain focused on the intended purpose of
the policy, and be aware of the real political climate for which it is to be
proposed. Political feasibility is often an essential criterion for ensuring
the adoption of a policy proposal, however depending on the nature of
the policy and the environment, alternative components of thorough
policy analysis and decision-making processes are necessary to come to
this stage of the policy making process.[8]
Ada tiga langkah kunci untuk mencapai ini. Pertama, analis mungkin
harus melakukan serangkaian panggilan penilaian. Dalam tahap
penilaian ini muncul tantangan desain kebijakan dan masalah
kompromi. Ketika menyusun alternatif kebijakan, analis harus
mempertimbangkan pertukaran seperti apa di antara para aktor yang
diperlukan untuk mendapatkan dukungan politik yang diperlukan untuk
mengesahkan kebijakan. [8] Bentuk kompromi yang paling diinginkan
adalah yang tidak banyak mengubah dampak yang dituju dari proposal,
dan kadang-kadang mungkin tergantung pada rincian proposal. [9]
Kedua, penting untuk memiliki spesifikasi lingkungan politik saat ini
untuk bidang kebijakan tertentu, dan proposal alternatif apa yang saat
ini dipertimbangkan. Orang juga harus tahu siapa aktor politiknya dan
bagaimana mereka mungkin mendukung kebijakan yang diusulkan. [8]
Terakhir, penting untuk mempertimbangkan kebijakan dan alternatif
politik untuk melindungi dari kesalahan politik. Dalam membentuk
alternatif kebijakan yang diusulkan, seseorang harus tetap fokus pada
tujuan kebijakan yang dimaksudkan, dan menyadari iklim politik yang
sesungguhnya yang akan diusulkan. Kelayakan politik seringkali
merupakan kriteria penting untuk memastikan adopsi proposal
kebijakan, namun tergantung pada sifat kebijakan dan lingkungan,
komponen alternatif dari analisis kebijakan yang menyeluruh dan
proses pengambilan keputusan diperlukan untuk sampai pada tahap
pembuatan kebijakan ini. proses. [8]
Analisis politik berbantuan komputer [sunting]
Pada tahun 1998, profesor Universitas Harvard Michael Reich
memperkenalkan prototipe program perangkat lunak berbasis Windows
untuk "analisis politik berbantuan komputer" (CAPA) yang disebut
PolicyMaker. [11] Pembuat Kebijakan dirancang untuk memandu
pengguna melalui menentukan kebijakan yang diinginkan,
mengidentifikasi aktor utama, dan menentukan hambatan dan peluang
di lingkungan kebijakan. Pembuat Kebijakan kemudian menyarankan
strategi untuk membuat kebijakan tersebut lebih layak secara politik
dan menilai dampak strategi terhadap pemangku kepentingan. [12]
Fakultas Kesehatan Masyarakat Harvard, termasuk Reich sendiri, telah
menggunakan Pembuat Kebijakan untuk mengajar kursus perawatan
kesehatan unggulan Bank Dunia untuk analis kebijakan, serta untuk
melatih para manajer di kementerian kesehatan dan lembaga donor.
[13] PolicyMaker 4 tersedia gratis secara online [1].
Further reading[edit]
Bosetti, Valentina; Jeffrey Frankel (September 2009). "Global
Climate Policy Architecture and Political Feasibility" (PDF).
Retrieved 20 September 2011.
Hahn, EJ; Rayens, MK (Summer 1999). "Consensus for tobacco
policy among former state legislators using the policy Delphi
method". Tobacco control. 8 (2): 137–
40. doi:10.1136/tc.8.2.137. PMC 1759714. PMID 10478396.
References[edit]
1. ^ Webber, D. J. (1986), ANALYZING POLITICAL FEASIBILITY:
POLITICAL SCIENTISTS1 UNIQUE CONTRIBUTION TO POLICY
ANALYSIS. Policy Studies Journal, 14: 545–553. doi: 10.1111/j.1541-
0072.1986.tb00360.x
4. ^ Merriam Webster
11. ^ Seeman, Neil (28 August 2000). "Software for Tyrants". The
Weekly Standard. Retrieved 13 September 2011.
desirability + feasibility
+ viability ≠ sustainable
innovation. What do
we miss?
The five Ws of sustainable
innovation — 5 questions a
company should ask and answer
for every new product or service
Raz GodelnikFollow
Sep 27, 2017
In his book ‘The Way to Design,” Steve Vassalo
quotes John Arnold, who taught a course at
Stanford in the early ’60s called ‘How to Ask a
Question’: “Each of man’s advances was started
by a question….Knowing what questions to ask
and how to ask them is sometimes more
important than the eventual answers.”
Analisis biaya-manfaat
Analisis biaya-manfaat (CBA), kadang-kadang disebut analisis
biaya manfaat (BCA), adalah pendekatan sistematis untuk
memperkirakan kekuatan dan kelemahan alternatif (misalnya,
dalam transaksi, kegiatan, dan persyaratan bisnis fungsional).
Ini digunakan untuk menentukan opsi yang memberikan
pendekatan terbaik untuk mencapai manfaat sambil
mempertahankan tabungan. [1] CBA dapat digunakan untuk
membandingkan tindakan potensial (atau selesai) tindakan, atau
untuk memperkirakan (atau mengevaluasi) nilai terhadap biaya
keputusan, proyek, atau kebijakan. Ini biasanya digunakan
dalam transaksi komersial, keputusan bisnis atau kebijakan
(khususnya kebijakan publik), dan investasi proyek.
3.CBA memiliki dua aplikasi utama:
4.1. Untuk menentukan apakah investasi (atau keputusan) baik,
pastikan apakah - dan seberapa banyak - manfaatnya lebih besar
daripada biayanya
5.2. Untuk memberikan dasar untuk membandingkan investasi
(atau keputusan), membandingkan total biaya yang diharapkan
dari setiap opsi dengan total manfaat yang diharapkan. [2]
CBA terkait dengan analisis efektivitas biaya. Manfaat dan biaya dalam
CBA dinyatakan dalam istilah moneter dan disesuaikan dengan nilai
waktu uang; semua aliran manfaat dan biaya dari waktu ke waktu
dinyatakan dengan dasar yang sama dalam hal nilai sekarang bersihnya,
terlepas dari apakah itu terjadi pada waktu yang berbeda. Teknik terkait
lainnya termasuk analisis biaya utilitas, analisis risiko-manfaat, analisis
dampak ekonomi, analisis dampak fiskal, dan analisis pengembalian
sosial atas investasi (SROI).
French engineer and economist Jules Dupuit, credited with the creation
of cost–benefit analysis
The concept of CBA dates back to an 1848 article by Jules Dupuit, and
was formalized in subsequent works by Alfred Marshall.[3] The Corps
of Engineersinitiated the use of CBA in the US, after the Federal
Navigation Act of 1936 mandated cost–benefit analysis for proposed
federal-waterway infrastructure.[4]The Flood Control Act of 1939 was
instrumental in establishing CBA as federal policy, requiring that "the
benefits to whomever they accrue [be] in excess of the estimated
costs."[5]
Public policy[edit]
CBA's application to broader public policy began with the work of Otto
Eckstein,[6] who laid out a welfare economics foundation for CBA and
its application to water-resource development in 1958. It was applied in
the US to water quality,[7] recreational travel,[8] and land conservation
during the 1960s,[9] and the concept of option value was developed to
represent the non-tangible value of resources such as national parks.[10]
Transportation investment[edit]
Konsep CBA berasal dari artikel tahun 1848 oleh Jules Dupuit, dan
diresmikan dalam karya-karya berikutnya oleh Alfred Marshall. [3]
Korps Insinyur merintis penggunaan CBA di AS, setelah Undang-
Undang Navigasi Federal tahun 1936 mengamanatkan analisis biaya-
manfaat untuk infrastruktur federal-waterway yang diusulkan. [4]
Undang-Undang Pengendalian Banjir tahun 1939 berperan penting
dalam menetapkan CBA sebagai kebijakan federal, yang mensyaratkan
bahwa "manfaat bagi siapa saja mereka dapatkan [melebihi] dari
perkiraan biaya." [5]
Kebijakan publik
Aplikasi CBA untuk kebijakan publik yang lebih luas dimulai dengan
karya Otto Eckstein, [6] yang meletakkan dasar ekonomi kesejahteraan
untuk CBA dan aplikasinya untuk pengembangan sumber daya air pada
tahun 1958. Ini diterapkan di AS untuk kualitas air, [7] perjalanan
rekreasi, [8] dan konservasi tanah selama 1960-an, [9] dan konsep nilai
opsi dikembangkan untuk mewakili nilai sumber daya yang tidak
berwujud seperti taman nasional. [10]
CBA diperluas untuk mengatasi manfaat tak berwujud dan nyata dari
kebijakan publik yang berkaitan dengan penyakit mental, [11]
penyalahgunaan zat, [12] pendidikan tinggi, [13] dan limbah kimia.
[14] Di AS, Undang-Undang Kebijakan Lingkungan Nasional tahun
1969 mensyaratkan CBA untuk program pengaturan; sejak itu,
pemerintah lain telah memberlakukan aturan serupa. Buku pedoman
pemerintah untuk penerapan CBA pada kebijakan publik termasuk
panduan Kanada untuk analisis peraturan, [15] panduan Australia untuk
regulasi dan keuangan, [16] dan panduan AS untuk layanan kesehatan
[17] dan program manajemen darurat. [ 18]
Investasi transportasi [sunting]
CBA untuk investasi transportasi dimulai di Inggris dengan proyek
jalan tol M1 dan kemudian digunakan untuk banyak proyek, termasuk
jalur Victoria Underground London. [19] Pendekatan Baru untuk
Penilaian (NATA) kemudian diperkenalkan oleh Departemen
Transportasi, Lingkungan dan Daerah. Ini menyajikan hasil biaya-
manfaat yang seimbang dan penilaian dampak lingkungan yang
terperinci. NATA pertama kali diterapkan pada skema jalan nasional
dalam Tinjauan Jalan 1998, dan kemudian diluncurkan ke semua moda
transportasi. Dipertahankan dan dikembangkan oleh Departemen
Transportasi, itu adalah landasan penilaian transportasi Inggris pada
tahun 2011.
Accuracy[edit]
In the case of the Ford Pinto (where, because of design flaws, the Pinto
was liable to burst into flames in a rear-impact collision), the company
decided not to issue a recall. Ford's cost–benefit analysis had estimated
that based on the number of cars in use and the probable accident rate,
deaths due to the design flaw would cost it about $49.5 million
in wrongful death lawsuits; a recall would cost $137.5 million. The
company failed to consider the costs of negative publicity, which
forced a recall and reduced Ford sales.[34]
Process[edit]
3. List stakeholders.
Akurasi [sunting]
Nilai analisis biaya-manfaat tergantung pada keakuratan estimasi biaya
dan manfaat individu. Studi banding menunjukkan bahwa perkiraan
seperti itu sering cacat, mencegah peningkatan efisiensi Pareto dan
Kaldor-Hicks. [32] Kelompok kepentingan dapat berupaya
memasukkan (atau mengecualikan) biaya yang signifikan dalam
analisis untuk memengaruhi hasilnya. [33]
Dalam kasus Ford Pinto (di mana, karena cacat desain, Pinto
bertanggung jawab untuk terbakar dalam tabrakan benturan di
belakang), perusahaan memutuskan untuk tidak mengeluarkan
penarikan. Analisis biaya-manfaat Ford memperkirakan bahwa
berdasarkan jumlah mobil yang digunakan dan kemungkinan tingkat
kecelakaan, kematian akibat cacat desain akan menelan biaya sekitar $
49,5 juta dalam tuntutan hukum kematian yang salah; penarikan akan
menelan biaya $ 137,5 juta. Perusahaan gagal untuk
mempertimbangkan biaya publisitas negatif, yang memaksa penarikan
dan mengurangi penjualan Ford. [34]
Dalam ekonomi kesehatan, CBA mungkin merupakan ukuran yang
tidak memadai karena metode kesediaan membayar untuk menentukan
nilai kehidupan manusia dapat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
Varian, seperti analisis biaya utilitas, QALY dan DALY untuk
menganalisis dampak kebijakan kesehatan, mungkin lebih cocok. [35]
[36]
Untuk beberapa efek lingkungan, analisis biaya-manfaat dapat diganti
dengan analisis efektivitas biaya. Ini terutama benar ketika satu jenis
hasil fisik dicari, seperti pengurangan penggunaan energi dengan
peningkatan efisiensi energi. Menggunakan analisis efektivitas biaya
kurang melelahkan dan menghabiskan waktu, karena tidak melibatkan
monetisasi hasil (yang mungkin sulit dalam beberapa kasus). [37]
Telah diperdebatkan bahwa jika analisis biaya-manfaat modern telah
diterapkan pada keputusan seperti apakah mengamanatkan
penghapusan timbal dari bensin, memblokir pembangunan dua
bendungan yang diusulkan tepat di atas dan di bawah Grand Canyon di
Sungai Colorado, dan mengatur pekerja 'Paparan vinil klorida, langkah-
langkah tidak akan dilaksanakan (meskipun semua dianggap sangat
sukses). [38] Undang-undang Udara Bersih AS telah dikutip dalam
studi retrospektif sebagai kasus di mana manfaat melebihi biaya, tetapi
pengetahuan tentang manfaat (sebagian besar disebabkan oleh manfaat
mengurangi polusi partikulat) tidak tersedia sampai bertahun-tahun
kemudian. [38]
Proses [edit]
Analisis biaya-manfaat umum memiliki langkah-langkah berikut: [39]
1. Tetapkan tujuan dan sasaran tindakan.
2. Sebutkan tindakan alternatif.
3. Sebutkan pemangku kepentingan.
4. Pilih pengukuran dan ukur semua elemen biaya dan manfaat.
5. Memprediksi hasil biaya dan manfaat selama periode waktu yang
relevan.
6. Konversikan semua biaya dan manfaat menjadi mata uang umum.
7. Terapkan tingkat diskonto.
8. Hitung nilai sekarang dari tindakan yang sedang dipertimbangkan.
9. Lakukan analisis sensitivitas.
10. Adopsi tindakan yang direkomendasikan.
Evaluation[edit]
Evaluasi [sunting]
CBA berupaya mengukur konsekuensi positif atau negatif dari suatu
proyek. Pendekatan serupa digunakan dalam analisis lingkungan dari
nilai ekonomi total. Baik biaya maupun manfaatnya bisa beragam.
Biaya cenderung terwakili secara menyeluruh dalam analisis biaya-
manfaat karena data pasar yang relatif berlimpah. Manfaat bersih dari
suatu proyek dapat mencakup penghematan biaya, kesediaan publik
untuk membayar (menyiratkan bahwa publik tidak memiliki hak
hukum atas manfaat kebijakan), atau kesediaan untuk menerima
kompensasi (menyiratkan bahwa publik memiliki hak atas manfaat dari
proyek tersebut). kebijakan) untuk perubahan kesejahteraan kebijakan.
Prinsip panduan dalam mengevaluasi manfaat adalah untuk membuat
daftar semua pihak yang terkena intervensi dan menambahkan nilai
positif atau negatif (biasanya moneter) yang mereka anggap
pengaruhnya terhadap kesejahteraan mereka.
Kompensasi aktual yang diperlukan seorang individu agar
kesejahteraan mereka tidak berubah oleh suatu kebijakan tidak
maksimal. Survei (preferensi yang dinyatakan) atau perilaku pasar
(preferensi yang diungkapkan) sering digunakan untuk memperkirakan
kompensasi yang terkait dengan suatu kebijakan. Preferensi lain adalah
cara langsung untuk menilai kesediaan untuk membayar fitur
lingkungan, misalnya. [40] Responden survei sering salah
melaporkan preferensi mereka yang sebenarnya, dan perilaku pasar
References[edit]
1. ^ David, Rodreck; Ngulube, Patrick; Dube, Adock (16
July 2013). "A cost-benefit analysis of document management
strategies used at a financial institution in Zimbabwe: A case
study". SA Journal of Information
Management. 15 (2). doi:10.4102/sajim.v15i2.540.
4. ^ "History of Benefit-Cost
Analysis" (PDF). Proceedings of the 2006 Cost Benefit
Conference. Archived from the original (PDF) on 2006-06-16.
46. ^ http://regulation.huji.ac.il/papers/jp5.pdf
External links