Anda di halaman 1dari 29

“HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU YANG MEMILIKI ANAK USIA 2-5 TAHUN

MENGENAI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP ANGKA KEJADIAN


STUNTING DI DESA MEKARBAKTI, SUMEDANG, JAWA BARAT TAHUN 2019”

PENELITIAN

Disusun Oleh :

1. Adilla Ramadhania 1665050215


2. Otniel Kalalinggi Diauw 1765050061
3. Nadya Regina Permata 1765050118
4. Clara Meidina Dwisaputri 1765050262
5. Lisa Novita Putri Br Ginting 1865050041

Dokter Pembimbing :

dr. Vidi Posdo Simarmata, MKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Periode 25 Februari – 5 Mei 2019
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah
putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari penyakit (Profil Kesehatan RI,
2013). Menurut World Health Organization ASI Ekslusif adalah memberikan hanya ASI saja
tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan,
kecuali obat dan vitamin. Namun bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian
ASI dihentikan, tetapi tetap diberikan kepada anak sampai berusia 2 tahun (WHO, 2017).

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Nations
Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan
sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan. Selain itu
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur enam
bulan. ASI eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan pertama kehidupan karena ASI tidak
terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang diperlukan anak pada umur tersebut.

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan anak seusianya. Indonesia saat ini tengah bermasalah dengan
stunting. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2013 menunjukkan prevalensi stunting di
Indonesia mencapai 37,2%. Pada tahun 2017
 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia
mengalami stunting dan lebih dari
 setengah balita stunting di dunia
 berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Data prevalensi balita stunting yang
dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR).
Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Stunting dapat
dicegah yaitu salah satu caranya dengan pemberian ASI dan MPASI.

Berkaitan dengan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 2-5 tahun mengenai ASI eksklusif
terhadap angka kejadian stunting di desa Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat. Hal ini tentunya
berguna, selain untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan dapat
menjadi informasi untuk kepada ibu bahwa pemberian ASI merupakan salah satu pencegahan
anak untuk mengalami stunting.
I.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 2-5
tahun tentang pemberian ASI eksklusif terhadap angka kejadian stunting di desa
Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat pada tahun 2019?
2. Bagaimana gambaran antropometri anak usia 2-5 tahun di desa Mekarbakti,
Sumedang, Jawa Barat pada tahun 2019?
3. Bagaimana distribusi anak stunting di desa Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat
menurut tingkat pendidikan akhir ibu?
4. Bagaimana distribusi anak stunting di desa Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat
berdasarkan jenis kelamin?

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu yang memiliki anak


stunting mengenai pemberian ASI Eksklusif terhadap angka kejadian stunting di desa
Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat.

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi anak usia 2-5 tahun yang mengalami stunting di desa
Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat

2. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 2-5 tahun
mengenai pemberian ASI Eksklusif di desa Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat.

3. Mengetahui distribusi anak stunting di Desa Mekarbakti, Sumedang, Jawa


Barat menurut tingkat pendidikan akhir ibu

4. Mengetahui distribusi anak stunting di Desa Mekarbakti, Sumedang, Jawa


Barat menurut jenis kelamin
I.4 Hipotesis

Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 2-5 tahun
mengenai pemberian ASI Eksklusif terhadap angka kejadian stunting di desa Mekarbakti,
Sumedang, Jawa Barat

I.5 Manfaat Penelitian

I.5.1 Bagi Instansi Setempat

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi instansi setempat


mengenai tingkat pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI Eksklusif, sehingga dapat
dijadikan acuan ke depannya dalam pencegahan dan pemberantasan stunting.

I.5.2 Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat dilakukan penelitian lainnya


maupun intervensi lebih lanjut dalam pencegahan stunting di desa Mekarbakti

I.5.3 Bagi Masyarakat desa Mekarbakti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan bagi masyarakat
desa Mekarbakti dengan demikian pengetahuan akan stunting dan bahayanya dapat membuat
masyarakat sekitar lebih waspada dan peduli terhadap tumbuh kembang anak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori


II.1.1. ASI Eksklusif
A. Definisi
ASI (Air Susu Ibu) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi
ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara Ibu
melalui proses menyusui. ASI merupakan makanan yang disiapkan
untuk bayi. Dimulai sejak masa kehamilan, payudara sudah
mengalami perubahan untuk memproduksi ASI.
Eksklusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi
sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain.
ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Sementara
menurut Depkes RI, ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI
saja tanpa makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif dianjurkan
sampai 6 bulan pertama kehidupan

B. Dasar Hukum
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian ASI Eksklusif. PP tentang pemberian ASI eksklusif ini
merupakan penjabaran dari Undang-undang Kesehatan Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 129, ayat 1 “Pemerintah
bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin
hak bayi untuk mendapatkan ASI secara eksklusif”. Dan ayat 2:
“ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah”
Pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum
melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan
dokter atau bidan Pasal 82 ayat (1) Undang - undang (UU)
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pengusaha
yang tidak memberikan istirahat selama 1,5 bulan sebelum
melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan
dokter atau bidan dikenaikan sanksi pidana penjara paling singkat
satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

C. Kandungan ASI
1) Lemak
Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Sekitar
50% kalori ASI berasal dari lemak. Kadar lemak dalam ASI
antara 3,5-4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi,
tetapi mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI
lebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim
lipase yang terdapat dalam ASI. Kadar kolestrol ASI lebih
tinggi dari pada susu sapi. Disamping kolestrol, ASI
mengandung asam lemak essensial yaitu asam linoleat (Omega
6) dan asam linolenat (Omega 3). Kedua asam lemak tersebut
adalah pembentuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang
disebut docosahexaenoic acid (DHA) berasal dari Omega 3 dan
arachidonic acid (AA) berasal dari Omega 6 yang berfungsi
sangat penting untuk pertumbuhan otak anak. Kadar lemak ASI
matur dapat berbeda menurut lama menyusui. Pada permulaan
menyusu (5 menit pertama) disebut foremilk kadar lemak ASI
rendah (1-2 g/dl) dan lebih tinggi dapat hindmilk (ASI yang
dihasilkan pada akhir menyusu setelah 15-20 menit). Kadar
lemak hindmilk bisa mencapai 3 kali dibandingkan dengan
foremilk.

2) Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang
kadarnya paling tinggi dibanding susu mamalia lain (7gr%).
Laktosa mudah diurai menjadi glukosa dan galaktosa dengan
bantuan enzim laktase yang sudah ada dalam mukosa saluran
pencernaan sejak lahir. Laktosa mempunyai manfaat lain yaitu
mempertinggi absorbsi kalsium dan merangsang pertumbuhan
Lactobasillus bifidus.

3) Protein
Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar
protein ASI sebesar 0.9%, 60% diantaranya adalah whey, yang
lebih mudah dicerna dibanding kasein. Dalam ASI terdapat dua
macam asam amino yang tidak terdapat dalam susu sapi yaitu
sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatic,
sedangkan taurin untuk pertumbuhan otak. Selain dari ASI,
sebenarnya sistin dan taurin dapat diperoleh dari penguraian
tirosin, tetapi pada bayi baru lahir enzim pengurai tirosin ini
belum ada.

4) Vitamin
ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi.
Vitamin K yang berfungsi sebagai katalisator pada proses
pembekuan darah terdapat dalam ASI dengan jumlah yang
cukup dan mudah dicerna. Dalam ASI juga banyak vitamin E,
terutama di kolostrum. Dalam ASI juga terdapat vitamin D,
tetapi bayi prematur atau yang kurang mendapat sinar matahari
dianjurkan pemberian suplementasi vitamin D.

5) Zat Besi
Bayi aterm normal biasanya lahir dengan hemoglobin
tinggi (16- 22 gr/dl), yang berukuran cepat setelah lahir. Zat besi
yang diperoleh dari pemecahan hemoglobin digunakan kembali.
Bayi tersebut juga memiliki persediaan zat besi dalam jumlah
banyak cukup untuk setidaknya 4-6 bulan. meskipun jumlah zat
besi yang terkandung dalam ASI lebih sedikit dari yang
terkandung dalam susu formula, bioavailabilitas zat besi dalam
ASI jauh lebih tinggi. 70% zat besi dalam ASI dapat diserap,
sedangkan hanya 10% jumlah zat besi dapat diserap dalam susu
formula. Perbedaan ini disebabkan rangkaian interaksi kompleks
yang terjadi di usus. Bayi yang diberikan susu sapi segar atau
susu formula dapat mengalami anemia karena perdarahan kecil
di usus.

6) Seng
Defisiensi seng dapat menyebabkan kegagalan
bertumbuh dan lesi kulit tipikal. Meskipun seng lebih banyak
terdapat pada susu formula dibanding ASI, bioavalabilirasnya
lebih besar pada ASI. Bayi yang diberi ASI mampu
mempertahankan kadar seng dalam plasma tetap tinggi
dibanding bayi yang diberi susu formula, bahkan meskipun
konsentrasi seng yang terdapat di dalamnya tiga kali lebih
banyak daripada ASI.

7) Kalsium
Kalsium lebih efisien diserap dari ASI dibanding susu
pengganti ASI karena perbandingan kalsium fosfor ASI lebih
tinggi. Susu formula bayi yang berasal dari susu sapi tidak
terelakkan memiliki kandungan fosfor lebih tingi dari pada ASI
dan dilaporkan meningkatkan resiko tetanus pada neonatus.

8) Mineral
ASI memiliki kadar kalsium, fosfor, natrium, dan kalium
yang lebih rendah daripada susu formula. Tembaga, kobalt, dan
selenium terdapat dalam kadar yang lebih tinggi. Semakin tinggi
bioavailabilitas mineral dan unsur kelumit ini, dipastikan bahwa
kebutuhan bayi terpenuhi dan pada saat yang bersamaan, juga
menimbulkan beban penyerapan yang lebih rendah pada ginjal
neonatus dari pada susu pengganti ASI.
A. Manfaat ASI Ekslusif
1) Bagi Bayi
 Sebagai nutrisi lengkap.
 Meningkatkan daya tahan tubuh.
 Meningkatkan kecerdasan mental dan emosional
yang stabil serta spiritual yang matang diikuti
perkembangan sosial yang baik.
 Mudah dicerna dan diserap.
 Gigi, langit-langit dan rahang tumbuh secara
sempurna
 Memiliki komposisi lemak, karbohidrat, kalori,
protein dan Vitamin.
 Perlindungan penyakit infeksi melipiti otitis media
akut, daire dan saluran pernafasan.
 Perlindungan alergi karena dalam ASI mengandung
antibodi
 Memberikan rangsang intelegensi dan saraf.
 Meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara
optimal

2) Bagi Ibu
 Terjalin kasih sayang.
 Membantu menunda kehamilan (KB alami).
 Mempercepat pemulihan kesehatan.
 Mengurangi risiko perdarahan dan kanker payudara.
 Lebih ekonomis dan hemat.
 Mengurangi resiko penyakit kardio vaskuler.
 Secara psikologi memberikan kepercayaan diri.
 Memiliki efek perilaku ibu sebagai ikatan ibu dan
bayi
 Memberikan kepuasan ibu karena kebutuhan bayi
dapat dipenuhi.

II.1.2. Definisi dan Epidemiologi


Stunting didefinisikan sebagai tinggi atau panjang badan dua poin
dibawah standar deviasi menurut usia dan jenis kelamin. Keadaan
stunting ditentukan berdasarkan status gizi menggunakan indeks PB/U
atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi
anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-
2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek
/ severely stunted). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama
akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru
nampak saat anak berusia dua tahun.
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang
berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi
secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya.
Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO. Normal,
pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted
(pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Berikut klasifikasi status
gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per umur (TB/U).
 Sangat pendek : Zscore < -3,0
 Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
 Normal : Zscore ≥ -2,0
Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan
indikator TB/U dan BB/TB.
1. Pendek-kurus : Z-score TB/U < -2,0 dan Z-score BB/TB < -2,0
2. Pendek -normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Z-score BB/TB antara
-2,0 s/d 2,0
3. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Z-score ≤ 2,0
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita
stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang
ditetapkan WHO (20%). Jika dibandingakan dengan negara-negara
Amerika Latin, Timur Tengah dan Afrika Utara, dan Afrika Sub-Sahara,
Indonesia masih lebih tinggi. Penelitian Ricardo dalam Bhutta tahun
2013 menyebutkan balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%)
kematian anak balita di dunia dan menyebabkan 55 juta anak kehilangan
masa hidup sehat setiap tahun.

II.1.3. Faktor Resiko


Ada beberapa faktor resiko yang dapat memengaruhi terjadinya
stunting, yaitu :
a. Jenis kelamin
Anak laki-laki di bawah usia lima tahun lebih mungkin menjadi
kerdil daripada wanita, yang mungkin menunjukkan bahwa anak laki-
laki lebih rentan terhadap kesenjangan kesehatan daripada rekan-
rekan wanita mereka di kelompok usia yang sama
b. Pendidikan orang tua
Pendidikan ibu terus berlanjut sebagai pengaruh kuat status gizi
anak di daerah kumuh perkotaan, bahkan setelah mengendalikan
faktor-faktor lain. Mengingat stunting adalah prediktor kuat dari
modal manusia, penekanan pada pendidikan anak perempuan dapat
berkontribusi untuk memutus siklus kemiskinan di perkotaan miskin
c. Ekonomi orang tua
Pendapatan keluarga yang rendah merupakan faktor risiko
kejadian stunting pada anak. Anak dengan pendapatan keluarga yang
rendah memiliki risiko menjadi stunting sebesar 8,5 kali
dibandingkan pada anak dengan pendapatan keluarga tinggi.
Penelitian lain menyebutkan bahwa Faktor risiko stunting pada anak
balita di Maluku yaitu status sosial ekonomi keluarga yang rendah.
Satu dari tiga anak di Negara berkembang dan miskin
mengalami stunted, dengan jumlah kejadian tertinggi berada di
kawasan Asia Selatan yang mencapai 46 % disusul dengan kawasan
Afrika sebesar 38 %, sedangkan secara keseluruhan angka kejadian
stunted di Negara miskin dan berkembang mencapai 32 %.

d. Perilaku hidup bersih dan sehat


Praktek kebersihan anak memengaruhi pertumbuhan linier anak
melalui peningkatan kerawanan terhadap penyakit infeksi. Faktor
lingkungan yang berisiko terhadap kejadian stunting pada batita
adalah sanitasi lingkungan, hal ini sejalan dengan penelitian Van der
Hoek yang menyatakan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga
yang mempunyai fasilitas air bersih memiliki prevalensi diare dan
stunting lebih rendah daripada anak-anak dari keluarga yang tanpa
fasilitas air bersih dan kepemilikan jamban. Batita stunting yang
tinggal dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik lebih tinggi
dibanding dengan sanitasi yang baik.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting
pada anak. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari diri anak itu
sendiri maupun dari luar diri anak tersebut. Faktor penyebab
terjadinya kejadian stunting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor tidak
langsung seperti penyediaan air bersih, cuci tangan pakai sabun dan
indikator PHBS lainnya, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap
status gizi stunting adalah ketersediaan pangan, pola asuh bayi dan
anak. Pola asuh dan sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan ibu, akses informasi dan tingkat pendapatan keluarga
(Bappenas, 2011).
A. Faktor Langsung
1. Asupan Gizi Balita
Saat ini Indonesia mengahadapi masalah gizi ganda,
permasalahan gizi ganda tersebut adalah adanya masalah
kurang gizi di lain pihak masalah kegemukan atau gizi lebih
telah meningkat. Keadaan gizi dibagi menjadi 3 berdasarkan
pemenuhan asupannya yaitu:
a) Kelebihan gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat
pemenuhan asupan zat gizi yang lebih banyak dari
kebutuhan seperti gizi lebih, obesitas atau kegemukan.
b) Gizi baik adalah suatu keadaan yang muncul akibat
pemenuhan asupan zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan.
c) Kurang gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat
pemenuhan asupan zat gizi yang lebih sedikit dari
kebutuhan seperti gizi kurang dan buruk, pendek, kurus
dan sangat kurus.
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita.
Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan
mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita
yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih
dapat diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga
dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan
perkembangannya. Namun apabila intervensinya
terlambat balita tidak akan dapat mengejar
keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan
gagal tumbuh. Begitu pula dengan balita yang normal
kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan bila asupan
yang diterima tidak mencukupi. Dalam penelitian yang
menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa
konsumsi energi balita berpengaruh terhadap kejadian
balita pendek, selain itu pada level rumah tangga
konsumsi energi rumah tangga di bawah rata-rata
merupakan penyebab terjadinya anak balita pendek.
Dalam upaya penanganan masalah stunting ini, khusus
untuk bayi dan anak telah dikembangkan standar emas
makanan bayi dalam pemenuhan kebutuhan gizinya
yaitu:
1) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang harus dilakukan
sesegera mungkin setelah melahirkan;
2) Memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6
bulan tanpa pemberian makanan dan minuman
tambahan lainnya;
3) Pemberian makanan pendamping ASI yang berasal
dari makanan keluarga, diberikan tepat waktu mulai
bayi berusia 6 bulan; dan
4) Pemberian ASI diteruskan sampai anak berusia 2
tahun.

Asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan akan membantu


pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebaliknya asupan
gizi yang kurang dapat menyebabkan kekurangan gizi salah
salah satunya dapat menyebabkan stunting.

2. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab
langsung stunting, Kaitan antara penyakit infeksi dengan
pemenuhan asupan gizi tidak dapat dipisahkan. Adanya
penyakit infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi
kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang gizi
akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi
akan ikut menambah kebutuhan akan zat gizi untuk
membantu perlawanan terhadap penyakit ini sendiri.
Pemenuhan zat gizi yang sudah sesuai dengan kebutuhan
namun penyakit infeksi yang diderita tidak tertangani akan
tidak dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi
anak balita. Untuk itu penanganan terhadap penyakit infeksi
yang diderita sedini mungkin akan membantu perbaikan gizi
dengan diiimbangi pemenuhan asupan yang sesuai dengan
kebutuhan anak balita.
Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti
cacingan, Infeksi saluran pernafasan Atas (ISPA), diare dan
infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu
pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas
lingkungan hidup dan perilaku sehat. Ada beberapa
penelitian yang meneliti tentang hubungan penyakit infeksi
dengan stunting yang menyatakan bahwa diare merupakan
salah satu faktor risiko kejadian stunting pada anak usia
dibawah 5 tahun.

B. Faktor Tidak Langsung


1. Ketersediaan Pangan
Akses pangan pada rumah tangga menurut Bappenas
adalah kondisi penguasaan sumberdaya (sosial, teknologi,
finansial/keuangan, alam, dan manusia) yang cukup untuk
memperoleh dan/atau ditukarkan untuk memenuhi
kecukupan pangan, termasuk kecukupan pangan di rumah
tangga. Masalah ketersediaan ini tidak hanya terkait masalah
daya beli namun juga pada pendistribusian dan keberadaan
pangan itu sendiri, sedangkan pola konsumsi pangan
merupakan susunan makanan yang biasa dimakan mencakup
jenis dan jumlah dan frekuensi dan jangka waktu tertentu.
Aksesibilitas pangan yang rendah berakibat pada kurangnya
pemenuhan konsumsi yang beragam, bergizi, seimbang dan
nyaman di tingkat keluarga yang mempengaruhi pola
konsumsi pangan dalam keluarga sehingga berdampak pada
semakin beratnya masalah kurang gizi masyarakat.
Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada
kurangnya pemenuhan asupan nutrisi dalam keluarga itu
sendiri. Ratarata asupan kalori dan protein anak balita di
Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang dapat mengakibatkan anak balita perempuan dan anak
balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan
masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek dari pada
standar rujukan WHO 2005. Oleh karena itu penanganan
masalah gizi ini tidak hanya melibatkan sektor kesehatan saja
namun juga melibatkan lintas sektor lainnya.
Ketersediaan pangan merupakan faktor penyebab
kejadian stunting, ketersediaan pangan di rumah tangga
dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, pendapatan keluarga
yang lebih rendah dan biaya yang digunakan untuk
pengeluaran pangan yang lebih rendah merupakan beberapa
ciri rumah tangga dengan anak pendek. Penelitian di
Semarang Timur juga menyatakan bahwa pendapatan
perkapita yang rendah merupakan faktor risiko kejadian
stunting. Selain itu penelitian yang dilakukan di Maluku
Utara dan di Nepal menyatakan bahwa stunting dipengaruhi
oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor social
ekonomi yaitu defisit pangan dalam keluarga. Konsumsi
makanan yang rendah menyebabkan sistem imun menurun
dan mudah terserang penyakit infeksi (Mandlik et al, 2015)

2. Status Gizi Ibu saat Hamil


Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor,
faktor tersebut dapat terjadi sebelum kehamilan maupun
selama kehamilan. Beberapa indikator pengukuran seperti 1)
kadar hemoglobin (Hb) yang menunjukkan gambaran kadar
Hb dalam darah untuk menentukan anemia atau tidak; 2)
Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran pemenuhan gizi
masa lalu dari ibu untuk menentukan KEK atau tidak; 3) hasil
pengukuran berat badan untuk menentukan kenaikan berat
badan selama hamil yang dibandingkan dengan IMT ibu
sebelum hamil.

3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Sanitasi lingkungan juga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi status gizi (Suhardjo, 2003). Keadaan
lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya
berbagai penyakit antara lain diare dan penyakit infeksi.
Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaaan air
bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta
kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin
tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil
risiko anak terkena penyakit kurang gizi (Notoatmodjo,
2005). Penyakit infeksi menyebabkan metabolisme nutrisi di
dalam tubuh terganggu sehingga dapat menyebabkan
kekurangan gizi saat pertumbuhan (Katona dan Apte, 2008).
Penelitian Assis (2004), pada anak sekolah di Brazil,
menunjukkan bahwa selain infeksi cacing, juga terdapat
hubungan yang bermakna antara asupan makan yang rendah
juga menyebabkan kejadian stunting.
Faktor lingkungan yang berisiko terhadap kejadian
stunting pada batita adalah sanitasi lingkungan, hal ini sejalan
dengan penelitian Van der Hoek, yang menyatakan bahwa
anak-anak yang berasal dari keluarga yang mempunyai
fasilitas air bersih memiliki prevalensi diare dan stunting
lebih rendah daripada anak-anak dari keluarga yang tanpa
fasilitas air bersih dan kepemilikan jamban. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Erna Kusumawati, dkk, risiko batita
stunting yang tinggal dengan sanitasi lingkungan yang
kurang baik lebih tinggi dibanding dengan sanitasi yang baik.
Hal ini terjadi karena sebagian besar tempat tinggal batita
belum memenuhi syarat rumah sehat, ventilasi dan
pencahayaan kurang, tidak adanya tempat pembuangan
sampah tutup dan kedap air, tidak memiliki jamban keluarga,
serta hal ini didukung kondisi ekonomi keluarga yang relatif
rendah.

II. ASI Eksklusif

II. 1. Definisi

ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun
minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. Pemberian vitamin,
mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI eksklusif. (IDAI)

II.2. Manfaat ASI Eksklusif

Keuntungan menyusui meningkat seiring lama pemberian ASI eksklusif hingga enam bulan.
Setelah itu, dengan tambahan makanan pendamping ASI pada usia enam bulan. Menurut
Wulandari & Iriana (2013) Manfaat ASI eksklusif adalah sebagai berikut:
1. Bagi Ibu
a. Menyusui berarti memelihara hubungan emosional ibu dan bayi.

Ketika seorang ibu memeluk bayinya sambil bermain atau mendekapnya dalam kenyamanan,
maka tingkat oksitosin keduanya akan meningkat dan itu akan memicu sistem penghargaan
pada bagian otaknya. Kondisi ini akan melahirkan dorongan bagi ibu untuk semakin banyak
mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada anak dan meningkatkan keterikatan antara
bayi dan ibunya.
b. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.

Apabila bayi disusui setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah
melahirkan (post partum) akan berkurang. Ini terjadi karena ibu menyusui terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk kontriksi (penutupan pembuluh darah)
sehingga peredaran darah akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka
kematian ibu yang melahirkan (Roesli, 2005 dalam Raharjo, 2015).
2. Bagi Bayi
a. Sebagai nutrisi makanan terlengkap untuk bayi, karena mengandung zat gizi yang
seimbang dan cukup serta diperlukan untuk 6 bulan pertama.
b. ASI terutama kolostrum mengandung immunoglobulin yaitu secretory IgA (SIgA), yang
berguna untuk pertahanan tubuh bayi. Melindungi terhadap penyakit diantaranya diare,
gangguan pernapasan dan alergi karena tidak mengandung zat yang dapat menimbulkan
alergi.
c. Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang diberi ASI ekslusif akan lebih cepat
bisa berjalan.
d. Meningkatkan jalinan kasih sayang.
e. Selalu siap tersedia, dan dalam suhu yang sesuai serta mudah dicerna dan zat gizi mudah
diserap.
f. Mengandung cairan yang cukup untuk kebutuhan bayi dalam 6 bulan pertama, 87% ASI
adalah air.
g. Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI
ekslusif potensial lebih pandai.
h. Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual dan
hubungan sosial yang baik.

II. 3. Cara Pemberian ASI Eksklusif

1. Cuci tangan dengan sabun menggunakan air bersih yang


mengalir.
2. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan pada puting dan areola
sekitarnya.

3. Letakkan bayi menghadap perut ibu atau payudara, mulailah


menyusui dari payudara yang terakhir belum dikosongkan
4. Jika payudara besar, pegang payudara dengan ibu jari dan jari
lainnya menopang bagian payudara.
5. Rangsang bayi menggunakan jari yang didekatkan ke sisi mulut
bayi (bisa menggunakan kelingking).
6. Dekatkan dengan cepat kepala bayi ke payudara ibu, kemudian
masukkan puting dan areola ke mulut bayi.
7. Setelah payudara yang dihisap terasa kosong, lepaskan isapan
bayi dengan menekan dagu ke bawah atau jari kelingking ibu
ditempelkan ke mulut bayi. Susui berikutnya mulai dari
payudara yang belum terkosongkan.
8. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan pada puting dan areola
sekitarnya, kemudian biarkan kering dengan sendirinya (jangan
dilap).
9. Sendawakan bayi.
10. Selalu minum air putih minimal 1 gelas setelah menyusui.

II. Profil Desa Mekarbakti

Desa Mekarbakti merupakan sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan


Pamulihan Kabupaten Sumedang. Lokasinya berada di ujung barat daya wilayah
kecamatan dan berbatasan langsung dengan dua kecamatan yaitu Kecamatan
Tanjungsari dan Kecamatan Cimanggung. Jika dilihat dari pusat Kecamatan
Pamulihan, posisinya berada di sebelah selatan dengan jarak sekitar empat kilometer.

Non-
No Tahun Total Pesawahan Pemukiman Hutan Kebun Pangangonan Lainny
Sawah

1 2014 409.60 16.00 211.60 181.70 - - - -

Tabel 2. Luas wilayah Desa Mekarbakti, Sumedang, Jawa Barat

Gambar 1. Peta Wilayah Desa Mekarbakti


Berdasarkan data Kecamatan Pamulihan dalam Angka tahun 2014 yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumedang, pada tahun 2013
Desa Mekarbakti memiliki status sebagai pedesaan dengan klasifikasi sebagai desa
swadaya lanjut. Secara topografis, wilayah Desa Mekarbakti berada di kawasan dengan
bentang permukaan tanah berupa pergunungan dengan ketinggian wilayah di mana
kantor desa berada pada 876 meter di atas permukaan laut. Secara geografis, wilayah
Desa Mekarbakti dikelilingi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut: Desa
Haurngombong dan Desa Cilembu di sebelah utara, Desa Cilembu dan Desa
Cinanggerang di sebelah timur, Desa Sindanggalih Kecamatan Cimanggung di sebelah
selatan, serta Desa Cikahuripan Kecamatan Cimanggung, Desa Raharja dan Desa
Gunungmanik (keduanya berada di wilayah Kecamatan Tanjungsari) di sebelah
baratnya. Secara administratif, wilayah Desa Mekarbakti terbagi ke dalam sembilan
wilayah Rukun Warga (RW) dan 40 wilayah Rukun Tetangga (RT).

Gambar 2. Desa Mekarbakti

Untuk luas wilayahnya, sebagaimana disajikan sumber data yang sama, pada
tahun 2013 Desa Mekarbakti memiliki luas wilayah total sebesar 409,6 hektar. Luas
wilayah tersebut terbagi ke dalam beberapa jenis penggunaan atau tata guna lahan.
Utamanya adalah yang digunakan sebagai lahan pertanian dan lahan pemukiman.
Lahan pertanian di Desa Mekarbakti mencakup luasan sebesar 227,9 hektar. Dan
sisanya seluas 181,7 hektar merupakan kawasan pemukiman atau lahan perumahan dan
pemukiman. Untuk jenis lahan pertaniannya terbagi ke dalam dua jenis yaitu lahan
pesawahan dan lahan pertanian bukan pesawahan. Lahan pesawahannya memiliki
luasan sebesar 16,3 hektar dan untuk lahan pertanian bukan pesawahannya seluas 211,6
hektar.

Jika dilihat menggunakan Google Maps, wilayah Desa Mekarbakti berada di


sebelah timur perlintasan jalur alternatif yang menghubungkan Simpang Pamulihan
dengan Parakanmuncang Cimanggung. Dan berada di kawasan kaki Gunung Kareumbi
bagi barat, dengan bagian timurnya berada di kawasan lereng Gunung Kareumbi.
Topografinya merupakan kawasan lereng pegunungan dengan ujung barat berupa
dataran. Untuk tata guna lahannya, sebagai besar kawasan Desa Mekarbakti merupakan
kawasan pertanian yang didominasi oleh lahan ladang. Lahan pertanian berupa lahan
pesawahan hanya berada di kawasan sekitar aliran anak sungai. Kemudian ujung
timurnya merupakan kawasan kehutanan di lereng Gunung Kareumbi. Lahan
pemukiman terutama terletak di bagian barat wilayah desa.

Untuk jumlah penduduknya, sebagaimana disajikan sumber data yang sama,


pada tahun 2013 Desa Mekarbakti dihuni penduduk sebanyak 5.526 jiwa. Dengan
komposisi sebanyak 2.781 orang berjenis kelamin laki-laki ditambah 2.745 orang
berjenis kelamin perempuan. Jumlah kepala keluarganya sebanyak 1.547 KK. Dan
kepadatan penduduk Desa Mekarbakti, untuk tiap kilometer persegi luas wilayahnya
dihuni penduduk sebanyak 1.347,8 orang.

Walau tidak terdapat data komposisi mata pencaharian, namun melihat dari tata
guna lahan yang sebagian besar dipergunakan sebagai lahan pertanian, tidak bisa
dipungkiri jika sebagian penduduk Desa Mekarbakti bekerja di sektor pertanian. Lahan
pesawahan di Desa Mekarbakti tergolong subur walau masih belum menggunakan
sistem pengairan teknis. Ini bisa dilihat dari produktivitasnya yang bagus dalam
menghasilkan produk utama berupa padi. Selain padi, dihasilkan juga produk lain
berupa jagung baik jagung hibrida, jagung manis maupun jagung lokal. Kemudian
dihasilkan juga ubi jalar, kacang tanah, dan berbagai jenis sayuran seperti tomat, cabai
besar, cabai rawit, kacang merah.

Lokasi Desa Mekarbakti yang berada di perbatasan dengan Kecamatan


Cimanggung dan berada di perlintasan jalur alternatif Parakanmuncang - Simpang, juga
menyebabkan ada berbagai jenis industri baik besar maupun sedang yang berdiri di
kawasan ini. Tidak mengherankan jika selain di sektor pertanian, sebagian penduduk
Desa Mekarbakti juga bekerja di sektor industri sebagai buruh atau karyawan.

Kemudian sebagian lagi tidak bisa dilepaskan dari sektor peternakan. Di


wilayah Desa Mekarbakti berkembang beberapa jenis usaha peternakan terutama
peternakan sapi

Untuk seni budayanya, di Desa Mekarbakti masih terpelihara beberapa jenis


kesenian tradisional Sunda seperti Calung dan Kecapi Suling.

Diagram 1. Kerangka teori penelitian


Diagram 2. Kerangka konsep penelitian
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey deksriptif,
dengan rancangan penelitian cross-sectional untuk mengetahui hubungan
pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 2 – 5 tahun mengenai pemberian asi
eksklusif terhadap kejadian stunting di Desa Mekarbakti tahun 2019

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian


III.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Mekarbakti, Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat.
III.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 1 April 2019 – 5 April 2019

III.3. Populasi
III.3.1 Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki
anak usia 2 – 5 tahun Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
III.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki
anak usia 2 – 5 tahun

III.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi


III.4.1 Kriteria Inklusi
- Responden merupakan orang tua yaitu Ibu dengan anak usia
2 – 5 tahun
- Responden bersedia untuk melakukan penelitian dan mengisi
kuesioner.
- Responden yang berdomisili di Desa Mekarbakti, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat.
III.4.2 Kriteria Ekslusi
- Responden yang tidak berdomisili di Desa Mekarbakti,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
- Responden yang tidak bersedia mengikuti penelitian dan
mengisi kuesioner

III.5. Sampel dan Besar Sampel


Jumlah sampel yang digunakan berjumlah sampel yang dihitung
menggunakan rumus Slovin, yaitu :

Dimana:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi ibu yang memiliki anak usia 2 – 5 tahun di Desa
Mekarbakti, Kabupaten Sumedang yaitu sebanyak ibu.
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, sebesar 10%

Untuk pengambilan sampel digunakan teknik non-probability sampling dengan


cara consecutive sampling. Dimana semua subjek yang datang dan memenuhi
kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang
diperlukan terpenuhi.

III.6. Variabel
III.6.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang
memiliki anak usia 2 – 5 tahun mengenai pemberian asi eksklusif
terhadap kejadian stunting

III.6.2. Variabel Terikat


Variabel terikat pada penelitian adalah kejadian stunting
III.7. Definisi Operasional Variabel

Tabel III.1 Definisi Operasional Penelitian

Istilah Definisi Alat Ukur Kategori skala

Stunting Gabungan dari Antropom - Stunting Ordinal

kategori status etri - Tidak Stunting

gizi sangat

pendek dan

pendek.

(Kemenkes).

Pengetah Pengetahuan Kuesioner - Persalinan Ibu Ordinal

uan Ibu adalah ditolong oleh tenaga

Tentang merupakan hasil medis (Ya/tidak)

Asi tahu dan ini - Ibu memberikan ASI

Eklusif terjadi setelah Eksklusif kepada

orang melakukan anaknya. (Ya/Tidak)

penginderaan - Ibu membawa

terhadap suatu anaknya ke

objek tertentu. posyandu tiap bulan

Penginderaan (Ya/Tidak)

terjadi melalui - Ibu memberikan

panca indera makanan selain ASI

manusia, yakni: selama 6 bulan

indera pertama (Ya/Tidak)


penglihatan, - Ibu mendapatkan

pendengaran, informasi mengenai

penciuman, rasa ASI Eklsuif

dan raba sehingga sebelumnya

perilaku (Ya/Tidak)

pemberian asi - Pendidikan terakhir

ekslusif yang ibu

dilakukan oleh (SD/SMP/SMA/S1)

ibu didasari - Hambatan Ibu dalam

dengan adanya menyusui

pengetahuan (Ya/Tidak)

tersebut. - Ibu mengetahui

kandungan dalam

ASI (Ya/Tidak)

- Ibu mengetahui

manfaat dalam

pemberian ASI.

Ya/Tidak)

III.8. Sumber Data Penelitian


Sumber data penelitian merupakan data primen yang diperoleh dari
pengukuran antropometri pada balita usia 2 – 5 tahun dan pengisian kuesioner
mengenai pengetahuan ibu tentang pemberian asi eklsuif yang memiliki anak
usia 2 – 5 tahun.

III.9. Instrumen Penelitian


Pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai berikut:

1) Alat tulis

2) Lembar pencatatan data

3) Lembar kuesioner

4) Alat antropometri

III.10. Alur Penelitian


Berikut adalah alur penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti:

Gambar II 1. Alur Penelitian

Tahap Pembuatan proposal dan surat


persetujuan melakukan penelitian
Persiapan Penelitian

Tahap Mengumpulkan responden dalam satu


tempat
Pengambilan Data

Menyerahkan kuesioner untuk di isi


kepada Ibu dan melakukan pengukuran
antropometri pada Balita

Melakukan pencatatan data hasil


penelitian pada lembar pencatatan data

Tahap
Memasukan data ke program SPSS
Pengolahan Data

Melakukan analisis data


III.11. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dan pengukuran

antropometri, yang meliputi:

a. Meminta izin untuk melakukan penelitian

b. Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian

c. Membagikan lembar kuesioner

d. Melakukan pengukuran dengan antropometri

e. Mencatat hasil pengukuran pada lembar pencatatan data

III.12. Rencana Pengelolaan dan Analisis Data


Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi melalui beberapa

proses sebagai berikut:

1. Editing, untuk memastikan data yang di peroleh terisi semua atau lengkap

dan dapat dibaca dengan baik, relevan, serta konsisten.

2. Coding, dapat diperoleh dari sumber data yang sudah diperiksa

kelengkapannya kemudian dilakukan pengkodean sebelum diolah dengan

komputer.

3. Entry data, data yang telah di coding diolah dengan bantuan progam

komputer.

4. Cleaning, proses pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada

kesalahan atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai