Oleh : Kelompok 12
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa karena atas asung kerta wara nugrahanya penulis dapat menyusun
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Teoritis Pada Pasien Typoid”. Asuhan
Keperawatan ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
Penulis
iii
DAFTAR ISI
4
1. Etiologi Typoid
Menurut Widagdo (2011), penyebab dari demam typoid adalah salmonella
typhi, termasuk dalam genus salmonella yang tergolong dalam family
enterobacteriacene. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan
kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan
makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4ºC
dalam 1 jam, atau 60ºC dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O
(stomatik), adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada
panas, dan antigen H (flagellum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada
S.typhi, juga pada S.Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu
polisakarida kapsul.
2. Komplikasi Thypoid
Menurut Sodikin (2011) komplikasi biasanya terjadi pada usus halus,namun hal
tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka
dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus dapat berupa:
a. Perdarahan usus
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut hanya
dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin, jika
perdarahan banyak maka dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu
ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum.
5
b. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat
udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat
dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
d. Komplikasi diluar usus
Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis, kolesistisis,
ensefalopati, dan lain-lain. Komplikasi diluar usus ini terjadi karena infeksi
sekunder yaitu bronkopneumonia.
6
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita typoid
atau sakit lainnya.
3. Pola-pola Fungsi Kesehatan:
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah dalam kesehatannya.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi tubuh.
c. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
e. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
f. Pola Hubungan dengan Orang lain
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dan menjalankan
perannya selama sakit.
g. Pola Reproduksi dan Seksualitas
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah
menikah dan terjadi perubahan.
h. Persepsi Diri dan Konsep Diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
7
i. Pola Mekanisme Koping
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
j. Pola Nilai Kepercayaan/Keyakinan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya
akan terganggu.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Biasanya pada pasien typoid mengalami badan lemah, panas, pucat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
b. Kepala dan Leher
Biasanya pada pasien typoid yang ditemukan adanya konjungtiva
anemia, mata cowong, bibir kering, lidah kotor ditepi dan ditengah
merah.
c. Dada dan Abdomen
Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
d. Sistem Integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typoid adalah pemeriksaan
laboratorium yang terdiri dari:
a. Pemeriksaan Leukosit
Didalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam typoid terdapat
leukopenia dan imposistosis relative tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typoid
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnose demam typoid.
8
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typoid sering kali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typoid.
c. Biakan Berdarah
Bila biakan berdarah positif hal itu menandakan deman typoid, tetapi
bila biakan berdarah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor:
1) Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada
saat demam tinggi yaitu pada saat bacteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau dapat
menimbulkan antibody dalam darah klien, antibody ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba penumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi anatara antigen dan
antibody (agglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
thypi dalam serum klien dengan typoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspense salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium. Tujuan dari uji widal adalah untuk menentukan
9
adanya agglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat
antibody atau agglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman)
2) Aglutini H, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari flagel kuman)
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)
4. Fokus Pengkajian
Pengkajian fokus pada pasien thypoid merujuk pada Mansjoer
(1999),Smeltzer dan Bare (2002) antara lain :
1) Demografi
a. Usia
Presentase penderita dengan usia di atas 12-29 tahun 70-80%, 30-39
tahun 10-20% dan penderita dengan usia di atas 40 tahun 5-10%.
Tetapi umunya peyakit ini lebih sering diderita anak-anak.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang lebih banyak beraktivitas di lapangan dan kurang
menjaga kebersihan maka kemungkinan mengalami sakit thypoid.
c. Jenis kelamin
Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman Salmonela Typhi
dibandingkan wanita karena aktivitas diluar rumah lebih banyak.
d. Lingkungan
Penyebaran penyakit thypoid dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan
yang kotor dan pribadi kurang diperhatikan.
2) Riwayat penyakit terdahulu
Apakah sebelum pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah
pasien menderita penyakit lainnya.
3) Riwayat penyakit sekarang
10
Pada umumnya penyakit pada pasien thypoid, demam, anoreksia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat (anemi), nyeri
kepala/pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa
samnolen sampai koma.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
thypoid atau sakit yang lainnya.
5) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan tidak cuci tangan dengan bersih dapatterkena kuman
Salmonela Typhi. Kebiasaan makan ditempat terbuka, kebiasaan
mencuci tangan dengan alakadarnya.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah
kotor dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhu
status nutrisi berubah. Adanya demam dan keluhan badan panas.
c. Pola aktivitas dan latihan
Paien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta
pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d. Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu karena suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
e. Pola eliminasi
Pada pasien thypoid kadang-kadang diareatau konstipasi, produk
kemih, pasien biasa mengalami penurunan (kurang dari normal).
f. Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
g. Persepsi diri dan konsep diri
11
Terjadi dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya, pasien mungkin merasa cemas dan setres
perubahan kepribadian.
12
5. Diagnosa Keperawatan
Menurut Mutaqin & Kumala (2011), diagnose keperawatan yang dapat
muncul pada penyakit demam thypoid adalah:
a. Ketidak efektifan termoregulasi berhubungan dengan infeksi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan saluran gastrointestinal.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan asupan
nutrisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
e. Diare berhubungan dengan proses infeksi.
f. Konstipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak mencukupi.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu dan lingkungan sekitar.
h. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, mis intepretasi
informasi.
i. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah
interpretasi informasi,kurang pajanan,kurang minat dan belajar.
j. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
6. Intervensi Keperawatan
Menurut NANDA (2012), dalam rencana keperawatan pada pasien dengan
penyakit demam thypoid adalah:
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan infeksi.
Tujuan: suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi:
a. Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
b. Monitor TD,nadi dan RR.
c. Monitor suhu kulit dan warna
d. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi.
e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
f. Ajarkan pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
g. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan.
13
h. Kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis.
Tujuan: nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Berikan lingkungan yang kondusif.
d. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
e. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik nafas
dalam).
f. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan
asupan cairan.
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi.
Intervensi:
a. Kaji intake dan output pasien.
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
c. Monitor vital sign.
d. Monitor status nutrisi.
e. Kolaborasi pemberian cairan IV.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Intervensi:
a. Kaji adanya alergi makanan.
b. Monitor intake output pasien.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrsi
yang dibutuhkan pasien.
d. Berikanan makanan yang sudah di konsultasikan dengan ahli gizi.
e. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
f. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
14
5. Diare berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan: diare dapat dikendalikan atau dihilangkan.
Intervensi:
a. Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak, pemberian makanan
dan minuman.
b. Keseimbangan elektrolit dalam batas normal.
c. Jelaskan obat-obatan yang diberikan efek samping dan kegunaannya.
d. Tingkatkan keseimbangan cairan.
e. Anjurkan minum air.
f. Biasakan cuci tangan dengan sabun dan air tiap kali sesudah buang air
besar atau kecil dan sebelum menyiapkan makanan.
6. Konstipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak mencukupi.
Tujuan: konstipasi menurun.
Intervensi:
a. Mempertahankan pola eliminasi defekasi yang teratur.
b. Manajemen konstipasi.
c. Manajemen cairan: tingkatkan keseimbangan cairan dan cegah
komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak
diinginkan.
d. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat cairan dalam
diet.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu dan lingkungan sekitar.
Tujuan: kebutuhan tidur pasien adekuat.
Intervensi:
a. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
b. Kaji pola tidur pasien.
c. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
d. Kolaborasi pemberian obat tidur.
e. Diskusikan dengan keluarga dan pasien tentang teknik tidur pasien.
f. Catat kebutuhan tidur pasien.
8. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterpretasi
informasi.
15
Tujuan: secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Intervensi:
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan.
b. Kaji tingkat kecemasan.
c. Jelaskan semua prosedur.
d. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
e. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
f. Intruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
g. Temani pasien untuk memberikan kenyamanan.
h. Dorong keluarga untuk menemani anak.
i. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
9. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah
interpretasi informasi, kurang pajanan, kurang minat dan belajar.
Tujuan: pasien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan.
Intervensi:
a. Kaji pengetahuan awal pasien dan keluarga.
b. Jelaskan penyakit dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.
d. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit.
e. Berikan pasien dan keluarga tentang informasi yang tepat.
10. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan: aktivitas kembali normal.
Intervensi:
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
b. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
c. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas.
d. Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
e. Monitor respon fisik.
16
WOC
Demam Thypoid
Anoreksia
Nyeri akut
Peningkatan Diare mual muntah
metabolisme
Penurunan tonus otot
Ketidakseimbangan
Kehilangan cairan nutrisi kurang dari
tubuh dehidrasi Kelemahan fisik kebutuhan
Ansietas
Daftar Pustaka
Hidayati Isnaeni Nurul.2016.Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Typoid.Fakultas Kesehatan UMP.
18