Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN HIPOGLIKEMIA

A. DEFINISI HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia merupakan penyakit yang disebabakan oleh kadar gula darah (glukosa) yang
rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-11- mg/dl
(Aina Abata, 2014). Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut yang dialami oleh
penderita diabetes mellitus. Hipoglikemia disebut juga sebagai penurunan kadar gula darah
yang merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat
terjadi karena ketidak seimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-
obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain
penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat
dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia)
(Nabyl, 2009). Hipoglikemia sama dengan Hipoglikemia murni (True hypoglicemy) gejala
hipoglikemia apabila gula darah < 60 mg/dl. (Dr Soetomo ,1998).
Definisi kimiawi dari hipoglokemia adalah glukosa darah kurang dari 2,2 m mol/l,
walaupun gejala dapat timbul pada tingkat gula darah yang lebih tinggi. (Petter Patresia
A,1997). Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa(true glucose) adalah
60 mg %,dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah di bawah 60 mg%.
(Wiyono ,1999).

Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:

1. Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun

normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.

2. Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami

malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

3. Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi

peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

4. Berulang (Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme


Menurut Setyohadi(2012) dan thompson (2011) Hipoglikemia dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a. Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)

Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang.

Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi,

palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.

b. Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)

Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak memperoleh bahan

bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat

mencakup keetidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan

daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan

ingin pingsan.

c. Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL)

Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan pertolongan

orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya mencakup disorientasi,

serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.

B. ETIOLOGI

Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:

a. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas.

b. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita

diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.

c. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.

d. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.


Adapun penyebab Hipoglikemia yaitu :

1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak.

Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang anda suntik

sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang pasien tidak dapat

memantau kadar gula darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak

sesuai dengan kadar gula darah saat itu. Memang sebaiknya bila menggunakan insulin

suntik, pasien harus memiliki monitor atau alat pemeriksa gula darah sendiri.

2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit.

Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua kali

sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar insulin dalam darah harus

seimbang dengan makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi kurang

maka keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.

3. Aktifitas terlalu berat.

Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin. Saat anda

berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga kadar glukosa

darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan

kadar glukosa darah tanpa menggunakan insulin.

4. Minum alkohol tanpa disertai makan.

Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah akan

menurun.

5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.

Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda mengkonsumsi obat

diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara lambat. Jika anda salah

mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat insulin kerja cepat di malam hari maka

saat bangun pagi, anda akan mengalami hipoglikemia.


6. Penebalan di lokasi suntikan.

Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah lokasi suntikan

setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada lokasi yang sama akan

menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini akan menyebabkan penyerapan insulin

menjadi lambat.

7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.

Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan. Anda harus

mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya disuntik atau diminum

sehingga kadar glukosa darah menjadi seimbang.

8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.

Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan glukosa oleh usus.

Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah dibandingan dengan glukosa.

Insulin yang kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum

glukosa yang baru menggantikannya.

9. Gangguan hormonal.

Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon. Hormon ini

berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar

gula darah menjadi terganggu.

10. Pemakaian aspirin dosis tinggi.

Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis 80 mg.

11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya.

Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam beberapa

waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum menjamin tidak akan

mengalami hipoglikemia lagi.


C. PATOFISIOLOGI

Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada

glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat

memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa

menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai

glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat

dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.

Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan

mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah

dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar

glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi

tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.

Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin

yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein,

lemak, ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu :

1. dehidrasi

2. kehilangan elektrolit

3. asidosis

Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula,

di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua factor ini akan

menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan

dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti

natrium dan kalium). Diuresis osmotic yang di tandai oleh urinaria berlebihan (poliuria) ini akan

menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. penderita ketoasidosis diabetic yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga mEq natrium, kalium serta klorida

selama periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (liposis) menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliseral.asam lemak bebas akan di ubah menjadi badan keton oleh hati, pada

keton asidosis diabetic terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari

kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, badan

keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan

asidosis metabolic. Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf

simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti

perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.

Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak

memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada

sistem saraf pusat mencakup ketidak mampuan berkonsentrasi, sakit kepala,vertigo, konfusi,

penurunan daya ingat, pati rasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak

terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan

perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala ini (di samping gejala adrenergik) dapat terjadi

pada hipoglikemia sedang.

Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat

berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang

di deritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan

kejang, sulit di bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran (Smeltzer. 2001).
D. MANIFESTASI KLINIK

Hipoglikemi terjadi karena adanya kelebihan insulin dalam darah sehingga menyebabkan

rendahnya kadar gula dalam darah. Kadar gula darah yang dapat menimbulkan gejala-gejala

hipoglikemi, bervariasi antara satu dengan yang lain. Pada awalnya tubuh memberikan respon

terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar

adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh

tetapi jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat,

kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia

yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing,

bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi,

gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa

menyebabkan kerusakan otak yang permanen.

Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara

perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin

atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya

terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena

melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia

sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.

Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain:

1. Fase pertama yaitu gejala- gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus

sehingga dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat,

tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual (glukosa turun 50 mg%.)

2. Fase kedua yaitu gejala- gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak,

gejalanya berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan

motorik yang halus, penurunan kesadaran, kejang- kejang dan koma (glukosa darah 20 mg%).
Adapun gejala- gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain :

Adrenergik Neuroglikopenia

Pucat Bingung

Keringat dingin Bicara tidak jelas

Takikardi Perubahan sikap perilaku

Gemetar Lemah
Lapar Disorientasi

Cemas Penurunan kesadaran

Gelisah Kejang

Sakit kepala

Mengantuk

E. KOMPLIKASI

Komplikasi dari pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah selalu dapat menyebabkan
gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dapat mengakibatkan kerusakan otak akut,
hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan gangguan neuropsikologis
sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia berkaitan
dengan system saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara abnormal
(jevon, 2010) dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang berlangsung lama bisa
menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma
sampai kematian.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Gula darah puasa

Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral)
dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.

2. Gula darah 2 jam post prandial

Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam.
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang
sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan.
HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%.
Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu.
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi.

G. PENATALAKSANAAN

1. Glukosa Oral

Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler,

10- 20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau

150- 200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola.

Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi

glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1- 2 jam perlu diberikan tambahan 10- 20 gram

karbohidrat kompleks.Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu

gawat, pemberian gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung

dapat dicoba.
2. Glukosa Intramuskular

Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10

menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang

pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon

tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15

menit. Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila

pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20

gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam

bentuk tepung seperti crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat

kerja 1 mg glucagon yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang

berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt pulih dalam waktu5 sampai 15

menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemi yang diinduksi alcohol,

pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi

glikogenolisis yang terjadi.

3. Glukosa Intravena

Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa dengan

konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien sadar disertai

infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.


H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan teknik diantarannya teknik wawancara,
observasi, pemeriksaan medis, melalui catatan medis, dan pemeriksaan penunjang.
Adapun data subjektif dan objektif yang dapat di temukan pada pasien vertigo antara
lain :
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh badan lemas
b) Pasien mengatakan mual.
c) Pasien mengatakan sering kesemutan pada jari-jari tangan.
d) Pasien mengatakan selalu ingin berkemih.
e) Pasien mengatatakan selalu berkeringa dingin.
f) Pasien mengatakan sering gemetar.

2) Data Objektif
a) Pasien tampak lemas dan kesadaraan menurun.
b) Pasien tampak pucat.
c) Pasien tampak berkeringat.
d) Pasien mengalami kejang.
e) Pasien tampak kesulitan berjalan.
f) Pasien tampak cemas.
g) Pasien tampak tidak bisa beraktivitas.

b. Diagnosa keperawatan
1). Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan kadar
glukosa.
2). Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke arteri terhambat.
3). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
4). Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
5). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
glikolisis dalam hepar inadekuat.
6). Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial.

d. Perencanaan
1). Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan kadar
glukosa.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan ….x24 jam diharapkan perfusi jaringa
perifer teratasi dengan kriteria hasil :
1. Warna kulit normal
2. Suhu kulit hangat
3. Tanda – Tanda vital dalam batas normal (N: 60-100 X/menit, S: 36-36,7
selsius, RR 16-20x/menit, TD 120/80mmHg )
Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional Evaluasi


hasil
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC label : S: Ibu klien
Perfusi jaringan tindakan keperawatan  Neurologic mengatakan tidak
perifer selama … x 24jam monitoring ada bengkak pada
diharapkan  Fluid Management bayinya
ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer pada 1. Monitor tanda-tanda 1. Mengupaya O: Tidak terlihat
klien teratasi dengan vital, seperti suhu, kan TTV adanya udem,
kriteria hasil : tekanan darah, nadi dan pasien tetap CRT < 3 detik
NOC label : pernafasan stabil. Akral klien hangat
 Tissue Integrity : 2. Monitor status
Skin & mucous pernafasan , ABC level, 2. Mengetahui A:
membrane oksimetri denyut nadi, kestabilan Ketidakefektifan
perfusi jaringan
 Tissue perfusion : kedalaman, pola, dan pernapasan perifer tercapai
Peripheral laju pernafasan klien. sebagian

‐ Suhu kulit klien 3. Monitor ICP dan CPP P : lanjutkan


3. Mengetahui
di kisaran intervensi
ICP dan
normal 4. Monitor status hidrasi
CPP klien.
‐ Integritas kulit (misalnya : kelembapan
4. Mengetahui
yang baik bisa membrane mukosa,
ada
dipertahankan kecukupan denyut nadi
tidaknya
‐ Melaporkan dan tekanan darah
tanda-tanda
adanya ortostatik) dengan tepat
dari
gangguan
dehidrasi
sensasi atau 5. Monitor tanda-tanda
dari klien.
nyeri pada vital, dengan tepat
daerah kulit
yang 6. Berikan therapy IV,
mengalami dengan tepat 5. Mengetahui
gangguan kestabilan
‐ Suhu ektremitas TTV klien.
kulit normal

6. Menghinda
ri kesalahan
terapi
terhadap
klien.
2). Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
arteri terhambat.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan ….x24 jam diharapkan perfusi jaringan
cerebral kembali efektif dengan kriteria hasil :
1. Kesadaran pasien kompos mentis
2. Tanda – Tanda vital dalam batas normal (N: 60-100 X/menit, S: 36-36,7
selsius, RR 16-20x/menit, TD 120/80mmHg )

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Definisi: Suatu sensasi seperti gelombamg Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi
Kriteria Evaluasi (NOC): Keperawatan :
yang tidak menyenangkan pada belakang
NIC
tenggorok, epigastrium, atau melalui  Level kenyamanan
Nausea Management
abdomen yang dapat atau tidak  Hidrasi 1. Lakukan
menimbulkan muntah.  Status nutrisi : intake pengkajian lengkap
makanan dan cairan rasa mual termasuk
 Symptom Severity frekuensi, durasi,
Batasan Karakteristik tingkat mual, dan
 Keseganan untuk makan faktor yang
Kriteria Hasil :
 Gagging sensasi menyebabkan
Nausea and Vomiting Control
 Peningkatan saliva  Pasien dapat menghindari
pasien mual.
2. Evaluasi efek mual
 Peningkatan menelan faktor penyebab nausea terhadap nafsu
 Mengatakan mual dengan baik makan pasien,
 Rasa asam di mulut  Pasien melakukan aktivitas sehari-
acupressure point P6 untuk hari, dan pola tidur
mencegah mengurangi mual pasien
Faktor yang Berhubungan
3. Ajnurkan makan
1. Biofisik Nausea &vomiting severity sedikit tapi sering
 Gangguan biokimia ( seperti uremia,  Pasien mengatakan tidak dan dalam keadaan
diabetes ketoasidosis ) mual hangat
 Penyakit esofagus  Pasien mengatakan tidak 4. Anjurkan pasien
muntah mengurangi jumlah
 Distensi lambung  Tidak ada peningkatan makanan yang bisa
 Iritasi lambung sekresi saliva menimbulkan
 Peningkatan tekanan intrakranial mual.
 Tumor intra abdominal
 Labyrinthitis 5. Berikan istirahat
 Liver capsule stretch dan tidur yang
adekuat untuk
 Lokasi tumor ( seperti acoustic mengurangi mual
neuroma, tumor otak primer atau 6. Lakukan
sekunder, metastase tulang di dasar otak akupresure point
) P6 3 jari dibawah
pergelangan tangan
 Meningitis
pasien. Lakukan
 Penyakit meniere’s selama 2-3 menit
 Motion sickness setiap 2 jam selama
 Nyeri kemoterapi.
 Penyakit pankreas 7. Kolaborasi
pemberian
 Kehamilan antiemetik :
 Splenetic capsule stretch ondansentron 4 mg
 Toksin ( seperti tumor- produksi IV jika mual
peptida, metabolik abnormal karena
kanker)

2. 2. Situasional
 Cemas
 Takut
 Bau yang berbahaya
 Rasa berbahaya
 Nyeri
 Faktor psikologik
 Stimulasi visual yang tidak
menyenangkan

3. 3. Pengobatan
 Distensi lambung
 Iritasi lambung
 Pharmaceuticals
3). Keletihan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24jam diharapkan klien
dapat meningkatkan ambulasi atau aktivitas dengan kriteria hasil :
1. Mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri.
2. Mampu berpindah atau tanpa bantuan.
3. Mampu melakukan ADL dengan mandiri.

Intervensi :

4). Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24jam diharapkan pasien
dapat defekasi dengan teratur dengan kriteria hasil :
1. Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
2. Konsistensi fefes lembut
3. Eliminasi fefes tanpa perlu mengedan berlebihan
Intervensi :
Intervensi Rasional

Mandiri :
1. Tentukan pola defekasi untuk 1. Untuk mengembalikan
diterapkan/ dijalankan keteraturan pola defekasi klien
2. Mengatur waktu yang tepat 2. Agar dapat memfasilitasi
untuk defekasi reflex defekasi
3. Anjurkan klien untuk makan 3. Nutrisi serat tinggi untuk
makanan berserat melancarkan eliminasi fekal
4. Berikan cairan 2-3 liter 4. Untuk melunakan eliminasi
perhari (jika tidak feses
kontraindikasi)

Kolaborasi :
1. Pemberian laksatif atau enema 1. Untuk melunakan dan
sesuai indikasi memberikan rangsangan keluar.

5). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


glikolisis dalam hepar inadekuat.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24jam diharapkan


kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi secara adekuat, kriteria hasil :

1. Mempertahankan BB dalam batas normal.


2. Mampu menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan.

3. Peningkatan nafsu makan.

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Kaji pemenuhan kebutuhan 1. Untuk Mengetahui


nutrisi pasien. kekurangan nutrisi pasien
2. Kaji penurunan nafsu makan 2. Agar dapat dilakukan
pasien. intervensi dalam pemberian
3. Jelaskan pentingnya makanan makanan pada klien.
bagi proses penyembuhan. 3. Dengan pengetahuan yang
4. Monitoring masuk oral selama baik tentang nutrisi akan
24 jam, riwayat makanan, memotivasi untuk meningkatkan
jumlah kalori dengan tepat pemenuhan nutrisi.
(intake) 4. Untuk Membantu dalam
identifikasi malnutrisi protein-
kalori, khususnya bila berat
badan kurang dari normal.

6. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial.


Tujuan :

Setelah dilakukan tindak keperawatan selama…x24 jam, nausea berkurang /


hilang dengan kriteria hasil :
1. Pasien mengatakan tidak mual
2. Pasien mengatakan tidak muntah
3. Intake makanan dan minuman baik
Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Pengkajian lengkap rasa 1. Mengidentifikasi kefektifan


mual termasuk frekuensi, intervensi yang akan diberikan
durasi, tingkat mual, dan kepada pasien.
factor yang menyebabkan 2. Mengidentifikasi pengaruh
mual. mual terhadap kualitas hidup
2. Evaluasi efek mual terhadap pasien dan mual akan
nafsu makan pasien, membuat pasien tidak nafsu
aktivitas sehati – hari makan maka dari itu nutrisi
(monitor nutrisi ) sangat dibutuhkan untuk
3. Anjurkan pasien makan pasien melaksanakan
sedikit tapi sering. aktivitasnya.
4. Berikan istirahat dan tidur 3. Aa
yang adekuat untuk 4. Aa
mengurangi mual. 5. Ondosentron akan
5. Delegatif berikan obat mengurangi mual dengan aski
ondonsentron 4 mg (IV) sentralnya pada hipotalamus.

a. Implementasi

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan dimana tindakan yang


diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti
komponen perencanaan dari proses keperawatan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan
perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien. Selama implementasi,
perawat mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan dan menuliskan kembali
hasil yang diharapkan sesuai kebutuhan. (Potter & Perry, 2005)

b. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan dengan kriteria hasil . Menurut Nursalam (2008), pada tahap
evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan
melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan (evaluasi hasil).

DAFTAR PUSTAKA

Sheehy. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Jakarta : AIPNI

Herdman, Heather. 2010. Nanda International Diagnosis


Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009- 2011. Jakarta: EGC
Amin. H & Hardhi. K. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Yogyakarta: Medication

Harif Fadillah. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Definisi dan Indikator
Diagnostik). Jakarta: DPP. Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai