Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toxocariasis adalah penyakit parasiter yang disebabkan oleh infeksi
cacing nematoda.Terdapat tiga spesies Toxocara yang sangat penting yaitu
Toxocara canis menyerang anak anjing dan anjing dewasa,Toxocara cati
menyerang anak kucing dan kucing dewasa, dan Toxocara vitulorium menyerang
anak sapi dan anak kerbau beserta induknya (Sariego et al).
Toxocariasis pada manusia adalah salah satu infeksi yang paling umum
parasit manusia di dunia, terutama yang mempengaruhi masyarakat termiskin dari
negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh infeksi zoonosis dengan tahap larva
dari (Toxocara canis)cacing gelang usus anjing, dan mungkin oleh cacing gelang
kucing (Toxocara cati).Meskipun penyakit ini dapat menjadi signifikan dan
melemahkan, kejadian manifestasi klinis yang parah tidak diketahui, dan
diagnosis sulit. Hal ini menyebabkan persepsi yang salah bahwa beban dan
dampak kesehatan masyarakat adalah hasil yang rendah dan akibatnya dalam
klasifikasi zoonis diabaikan.
Prevalensi menurut WHO tentang infeksi parasit pada Askariasis adalah
55,83%, Toxocariasis 16,67%, Giardiasis 12,5%, Strongyloidiasis 5,83% dan
Enterobiasis 3,33.Lingkup epidemiologi dan klinis penyakit parasit terus
berkembang terutama disebabkan oleh perubahan perilaku manusia dan
lingkungan kita (WHO)
Tingkat kejadian infeksi Toxocara canis berdasarkan survei di Eropa pada
tahun 2000 antara 3,5%-17% dan untuk Toxocara cati antara 8%-76%.Di amerika
kejadian infeksi Toxocara canis dan Toxocara cati masing masing adalah 2%-
79% dan 10%-85% (Al jabar et al 1997;Franc et al,1997).
Sindroma “viseral larva migrans” disebabkan oleh migrasi larva Toxocara
canis dan Toxocara cati dan cacing binatang lainnya.Dalam 10 tahun sejak
laporan pertama, telah dilaporkan lebih dari 1900 kasus yang berasal dari 48
negara didunia dan dari berbagai daerah di Amerika Serikat.(Glickman dan 2
Schantz,1981).Penyakit ini,seringkali terlihat pada anak-anak yang masih
muda,biasanya tidak menimbulkan masalah berat,walaupun dapat menetap
berbulan-bulan sampai setahun atau lebih.Anak-anak dan remaja di bawah usia 20
lebih mungkin untuk dites positif untuk infeksi Toxocara. Ini mungkin karena
anak lebih mungkin untuk makan kotoran dan bermain di lingkungan outdoor,
seperti kotak pasir, di mana anjing dan kucing tinja dapat ditemukan (Lyne et
al,1996).
Sebuah penelitian di AS pada tahun 1996 menunjukkan bahwa 30% anjing
yang usianya dibawah 6 bulan menyimpan telur Toxocara dalam kotoran mereka,
penelitian lain menunjukkan bahwa hampir semua anak anjing lahir sudah
terinfeksi Toxocara canis dan 25% dari semua kucing terinfeksi Toxocara cati.
Tingkat infeksi lebih tinggi untuk anjing dan kucing yang dibiarkan di luar lebih
lama dan diperbolehkan untuk makan hewan lain. Lokasi geografis berperan juga,
karena Toxocara yang lebih menonjol di tempat yang panas, lembab daerah di
mana telur layak disimpan dalam tanah (CDC,2010).
Pada manusia, telah ditemukan bahwa hampir 14% dari populasi Amerika
Serikat telah terinfeksi Toxocara. Secara global, Toxocariasis ditemukan di
banyak negara, dan tingkat prevalensi dapat mencapai setinggi 40% atau lebih di
bagian dunia. Ada beberapa faktor yang telah dikaitkan dengan tingkat lebih
tinggi infeksi Toxocara. Orang lebih mungkin terinfeksi dengan Toxocara jika
mereka memiliki anjing.Infeksi ini lebih sering terjadi pada orang yang hidup
dalam kemiskinan (CDC,2010).
Toxocara cati dan Toxocara canis juga tersebar secara kosmopolit,
ditemukan di Indonesia.Di Jakarta prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing
26%.(Taniawati dkk,2008). Sedangkan angka kejadian Toxocariasis pada kucing
liar di Surabaya adalah sebesar 60,9% dan kejadiannya lebih tinggi pada jantan
dibandingkan betina (Kusnoto 2005).
Berdasarkan data populasi anjing di Sumatera Utara, jumlah populasi
anjing di Medan ada sekitar 11.247 ekor.Di Medan belum ada penelitian
mengenai infeksi Toxocara sp. sedangkan warga Medan banyak yang memelihara 3
anjing.Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai infeksi Toxocara sp.
di Medan tepatnya di Kelurahan PadangBulan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini adalah: “Infeksi Toxocara sp. pada hewan peliharaan di
daerah Padang Bulan”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui infeksi Toxocara pada hewan
peliharaan di daerah Padang Bulan
1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian
a. Untuk mengetahui infeksi Toxocara berdasarkan kebersihan
pemelihara hewan
b. Untuk mengetahui infeksi Toxocara berdasarkan perilaku hewan
c. Untuk megetahui infeksi Toxocara berdasarkan makanan hewan
d. Untuk mengetahui infeksi Toxocara berdasarkan sanitasi

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit yang di sebabkan oleh cacing sering kali dianggap masalah biasa, Sebenarnya
hal ini sangat beralasan karena pada umumnya penyakit ini bersifat kronis sehingga secara klinis
tidak tampak begitu nyata. Karakteristik fisik wilayah tropik seperti Indonesia merupakan surga
bagi kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan
masyarakatnya (Edmundson 1992).
Penyakit kecacingan masih sering dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Penyakit yang
disebabkan oleh infeksi cacing ini tergolong penyakit yang kurang mendapat perhatian, sebab
masih sering dianggap sebagai penyakit yang tidak menimbulkan wabah maupun kematian.
Walaupun demikian, penyakit kecacingan sebenarnya cukup membuat penderitanya mengalami
kerugian, sebab secara perlahan adanya infestasi cacing di dalam tubuh penderita akan
menyebabkan gangguan pada kesehatan mulai yang ringan, sedang sampai berat yang
ditunjukkan sebagai manifestasi klinis diantaranya berkurangnya nafsu makan, rasa tidak enak di
perut, gatal – gatal, alergi, anemia, kekurangan gizi berupa kalori dan protein,
pneumonitis,syndrome Loeffler dan dapat menimbulkan kehilangan darah yang berakibat
menurunnya daya tahan tubuh serta menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.
Penyakit yang disebabkan cacing atau biasa disebut dengan helminthiasis merupakan
salah satu penyakit yang banyak terjadi terutama didaerah tropis. Keberadaan penyakit ini
berkaitan dengan faktor cuaca, tingkat sanitasi lingkungan dan sosio ekonomi masyarakat.
Cacing memerlukan suhu dan kelembaban udara tertentu untuk hidup dan berkembang biak.
Penyebaran penyakit ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan
masyarakat dalam mengkonsumsi sayuran mentah, daging atau ikan yang dimasak setengah
matang merupakan salah satu cara penularan secara langsung. Bila dalam bahan makanan
tersebut terdapat kista atau larva cacing, maka siklus hidup cacing dapat menjadi lengkap, dan
terjadilah infeksi dalam tubuh manusia. Berbeda dengan infeksi bakteri, virus dan
mikroorganisme lainnya, cacing dewasa tidak bertambah banyak didalam tubuh manusia.
Penyebaran penyakit ini pun dapat terjadi melalui perantara serangga seperti nyamuk dan lalat
penghisap darah yang dapat menyebarkan telur cacing dari feses penderita cacingan. Di samping
itu, kebiasaaan penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman dapat meningkatkan
penyebaran telur cacing, karena dapat mengkontaminasi tanah, air rumah tangga dan tanaman
pangan tertentu. Cacing yang bersifat parasit pada manusia terbagi atas dua golongan besar yaitu
cacing bulat (nemathelminthes) dan cacing pipih (platyhelmintes). Golongan Nemathelminthes
terbagi lagi menjadi kelas nematode, sedangkan golongan Platyhelminthes terbagi menjadi kelas
trematoda dan cestoda.
Salah satu penyakit kecacingan yang masih banyak terjadi pada penduduk di Indonesia
adalah yang disebabkan golongan Soil-Transmitted Helminth yaitu golongan nematoda usus yang
dalam penularannya atau dalam siklus hidupnya melalui media tanah. Dalam hal ini berarti
bahwa proses pematangan parasit dari bentuk non infektif menjadi bentuk yang infektif terjadi di
tanah. Menurut Faust , Soil-Transmitted helminth adalah nematoda usus yang perkembangan
embrionya pada tanah. (Faust EC et al,1976)
Kondisi tanah yang lembab dengan bertumpuknya banyak sampah merupakan habitat
yang tepat untuk nematoda hidup dan berkembang biak. Tekstur tanah yang sangat bervariasi
yang terdiri dari tanah pasir, debu dan tanah liat sangat memungkinkan hidup dan berkembang
biak telur – telur cacing Soil-Transmitted Helminths hingga menjadi cacing yang infektif
menularkan penyakit kecacingan. (Cahyo Wu, 2009)

Anda mungkin juga menyukai