Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) adalah penyakit hati pada anak yang paling
umum di Amerika Serikat. Sebagian anak dengan NAFLD memiliki nonalcoholic steatohepatitis
(NASH), yang dapat berkembang menjadi sirosis1 dan meningkatkan risiko morbiditas, termasuk
diabetes, penyakit kardiovaskular, dan karsinoma hepatoseluler.2 Pencitraan dan pemeriksaan
darah rutin akan sangat membantu mengidentifikasi anak-anak dan remaja dengan NAFLD,
tetapi biopsi hati saat ini masih diperlukan untuk diagnosis NASH dan untuk menentukan
derajat keparahan NASH.3
Jalur sistem imun yang menyebabkan steatosis hati, peradangan, apoptosis, dan fibrosis
pada NASH masih belum cukup dipahami. Selain itu, untuk mendiagnosis derajat keparahan
NASH dan pola histologis membutuhkan biopsi hati, suatu prosedur invasif yang bergantung
pada sampel hati yang terbatas. Saat ini juga masih sedikit penanda non-invasif yang dapat
diandalkan untuk menentukan tingkat keparahan inflamasi, balloning hepatoseluler, fibrosis, dan
pola histologi NASH yang spesifik usia.3
Anak-anak dapat memiliki zona 3 NASH “tipe dewasa”, dengan fibrosis perisentral /
sinusoidal dan terutama peradangan lobular, dengan atau tanpa hepatosit yang menggembung.
Namun, mereka juga dapat memiliki NASH “pediatrik”, yang disebut zona 1 NASH, yang
dikarakteristikkan oleh steatosis periportal (yaitu, zona 1) atau panacinar, fibrosis portal, dan
terutama peradangan portal. Masih belumlah jelas apakah zona 1 NASH adalah prekursor atau
entitas yang berbeda dari zona 3 NASH, atau bagaimana perjalanan penyakit mereka berbeda,
meskipun fibrosis dan sirosis lanjut bisa menjadi tahap akhir untuk keduanya.4
Studi sebelumnya mengenai biomarker untuk NASH pada anak-anak hanya memeriksa
sejumlah biomarker dalam kelompok kecil.5, 6
Sebagian besar penelitian tidak mengevaluasi
histologi NASH, melainkan mengandalkan penanda pengganti atau pencitraan sebagai pengganti
diagnosis.6 Beberapa penanda, seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-a), interleukin (IL) - 6,
IL-10, dan resistin telah menjadi prediktor yang tidak konsisten dari NAFLD dalam kelompok
orang dewasa dan anak-anak yang lebih kecil.(n=40-65).7, 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Epidemiologi
Prevalensi Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang dilaporkan berkisar antara
10 hingga 51% tergantung pada populasi yang diteliti dan metodologi yang digunakan (seri
klinis, pencitraan atau penelitian otopsi, dan skrining populasi umum) dengan angka konsensus
20-30% untuk negara Barat.9 Sebuah penelitian baru-baru ini di populasi penduduk Dionysos di
Italia telah melaporkan bahwa prevalensi NAFLD adalah sama pada subyek dengan curiga
penyakit hati, didefinisikan atas dasar peningkatan serum ALT atau GGT atau HBsAg atau
HCV-RNA yang positif, seperti dalam kontrol (25 vs 20%, P = 0,203).10 Hal ini menjelaskan
mengapa penelitian yang mengandalkan tes darah hati yang abnormal untuk menentukan
prevalensi NAFLD umumnya muncul dengan angka yang lebih rendah daripada penelitian yang
lebih baru yang telah menggunakan ultrasound atau magnetic resonance imaging untuk
mendiagnosis steatosis hati.11 Atas dasar perkiraan yang diperoleh dari seri yang dipilih,
prevalensi NASH di populasi umum negara-negara Barat dianggap sekitar 2 dan 3%. Sangat
sedikit informasi yang tersedia tentang kejadian NAFLD, namun, hasil dari 10 tahun tindak
lanjut dari kelompok individu yang mengambil bagian dalam studi Dionysos asli pada 1991-
1992 telah menunjukkan bahwa 20% dari mereka mengembangkan steatosis hati, sesuai dengan
kejadian 2% per tahun.10

II. Patogenesis NAFLD


Patogenesis NAFLD belum terungkap sepenuhnya. Resistensi insulin adalah faktor yang
mendasari NAFLD. Penelitian yang dilakukan oleh Marceau, dkk menunjukkan bahwa semakin
banyak komponen sindrom metabolik pada seorang pasien, semakin tinggi pula risiko steatosis
pada pasien tersebut.12 Di lain pihak, Hanley et al dalam penelitiannya mendapatkan bahwa
kadar ALT dan aspartat aminotransferase (AST) berkorelasi erat dengan insidens diabetes
melitus tipe 2.13 Meskipun demikian, resistensi insulin bukanlah satu- satunya faktor penting
pada NAFLD. Perlemakan hati timbul akibat kombinasi berbagai faktor, antara lain diet tinggi
karbohidrat yang mencetuskan sintesis de-novo asam lemak bebas di hati, stres oksidatif, fungsi
mitokondria yang cacat dan sitokin-sitokin proinflamasi seperti adipokin yang dihasilkan oleh

2
jaringan adiposa viseral.14 Ini meliputi (sitokin pro inflamasi seperti) interleukin-6 (IL-6) dan
tumor necrosis factor (TNF)-α sama seperti leptin, resistin dan juga adiponektin. Adiponektin
merupakan polipeptid yang bekerja sebagai antidiabetik dan antiaterogenik yang berkorelasi kuat
dengan sensitivitas insulin sistemik. Penurunan kadar adiponektin dalam plasma berkaitan
dengan peningkatan IMT, penurunan sensitivitas insulin, profil lemak dalam plasma yang
aterogenik, peningkatan kadar petanda inflamasi dan peningkatan resiko untuk penyakit
kardiovaskuler. Oleh karena itu kadar adiponektin dapat digunakan sebagai suatu indikator
untuk sindroma metabolik.15 Timbunan lemak di sitoplasma menjadikan hepatosit lebih rentan
terhadap agresi-agresi eksternal, yang kemudian mencetuskan apoptosis. Belakangan ini telah
diteliti pula peran flora usus dalam patogenesis steatohepatitis. Pertumbuhan bakteri usus yang
berlebihan dapat memperberat stres oksidatif pada hepar, karena proses fermentasi yang
dilakukan bakteri menghasilkan banyak etanol. Selain itu, lipopolisakarida yang dihasilkan
bakteri merangsang pembentukan sitokin proinflamasi.16
NAFLD terdiri dari beberapa spektra histologis. Pada awal penyakit ini didapatkan
steatosis makrovesikular dengan pendorongan nukleus ke pinggir sel hepatosit. Steatosis atau
perlemakan hati ini terjadi akibat akumulasi trigliserida di hepar. Trigliserida tersebut dibentuk
oleh asam lemak bebas dari makanan maupun lipolisis perifer, dan juga secara de novo. Adanya
resistensi insulin meningkatkan lipolisis, sehingga lebih banyak asam lemak bebas yang
ditranspor ke hepar. Bila terjadi kerusakan sel-sel hati, terjadilah peradangan (steatohepatitis)
yang diperantarai berbagai sitokin. Stres oksidatif dipercayai sebagai pencetus steatohepatitis.
Secara histologis terlihat pembengkakan hepatosit (ballooning), sebukan sel neutrofil dan
limfosit, dan kadang- kadang tampak badan inklusi dalam sitoplasma, yaitu badan Mallory.
Selanjutnya, steatohepatitis dapat diikuti dengan fibrosis perisinusoidal, yang kemudian dapat
meluas dan menjadi sirosis. Perubahan histologis yang serupa didapatkan pada perlemakan hati
alkoholik. Bila NAFLD berlanjut ke sirosis, maka steatosis berkurang, bahkan menghilang,
sehingga pada biopsi hati yang mengalami sirosis ini tidak tampak lagi perlemakan hati.
Sebagian besar sirosis kriptogenik diduga berasal dari NAFLD ini. Beberapa penelitian akhir-
akhir ini mengindikasikan bahwa NAFLD dan resistensi insulin dapat meningkatkan risiko
karsinoma hepatoselular. Studi-studi longitudinal masih dibutuhkan untuk mengkonfirmasi hal
ini.

3
Day CP dan James OFW pada tahun 1999 (dikutip oleh Das SK dkk pada tahun 2006)
mengusulkan hipotesis ‘beberapa pukulan’ dalam patogenesis NASH dimana hipotesis ‘2
pukulan’ merupakan hipotesis yang banyak digunakan. Hipotesis tersebut adalah :17
1. ‘Pukulan pertama’, yaitu resistensi insulin. Resistensi insulin dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan sintesis asam lemak peningkatan asam lemak yang dikirim ke
hati, sedikit penghan- curan asam lemak dan sedikit trigliserida yang dilepaskan
dari hati. Akibatnya terjadi akumulasi trigliserida di hepatosit.
2. ‘Pukulan kedua’, yaitu stres oksidatif dan sitokin. Stres oksidatif dapat menyebabkan
terjadinya peroksidasi lipid yang akan mengaktifkan sel stelata di hati serta kematian
hepatosit

III. Faktor risiko


Obesitas, hiperglikemia dan hipertrigliseridemia merupakan faktor risiko yang
berhubungan dengan NAFLD pada penderita dewasa dan anak. Walaupun sebagian besar
kasus terjadi pada penderita yang berusia 50-60 tahun, namun saat ini ditemukan
kecendrungan peningkatan kasus pada anak.18 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh El-
Karaksy, dkk di Mesir pada tahun 2011 didapatkan bahwa data antropometri seperti IMT,
ketebalan lipatan kulit subskapula, perbandingan lingkaran perut dengan paha, gambaran
ekogenisitas hati melalui pemeriksaan USG dan pemeriksaan laboratorium seperti resistensi
insulin dan dislipidemia merupakan prediktor NASH pada anak yang obes.19 Penyebab
NAFLD :20
1. Primer, yaitu sindrom metabolik
2. Sekunder, yaitu
a. Nutrisional, seperti total parenteral nutrition, kehilangan berat badan yang cepat,
kelaparan, pembedahan bypass pada saluran cerna.
b. Obat-obatan, seperti glukokortikoid, estrogen, tamoxifen, metotreksat, zidovudin,
amiodaron, tetrasiklin intravena, didadosin, kokain, perhexilen, hiper- vitaminosis A,
diltiazem.
c. Toksin, seperti toksin jamur (Amanita phalloides, lepiota), bahan petrokimia, fosfor,
toksin Bacillus cereus.

4
d. dMetabolik, seperti lipodistrofi, disbetalipoproteinemia, penyakit Weber-Christian,
penyakit Wolman dan sindrom Reye.
e. Lain-lain, seperti inflammatory bowel disease, HIV, divertikulosis usus halus dengan
pertumbuhan bakteri.

IV. Perjalanan Penyakit


Steatosis hepatik merupakan penampilan yang paling sering dan pada sebagian besar
pasien tidak berkembang menjadi fibrosis atau steatohepatitis. Insidens fibrosis pada pasien
dengan NAFLD adalah sama seperti yang tampak pada penyakit hati menahun dengan 30-40%
menunjukkan fibrosis yang lanjut dan sekitar 15% menunjukkan sirosis.16 Studi tentang progres
dari NAFLD dari steatohepatitis ke steatohepatitis dengan fibrosis masih terbatas dan sebagian
besar merupakan data retrospektif, dilaporkan pada 30-40% timbul fibrosis selama periode ± 4
tahun.21 Bila NASH berkembang menjadi sirosis, derajat steatosis berkurang dan bahkan dapat
menghilang.Demikian pula tanda tanda yang lain dari NASH bisa berkurang dan pemeriksaan
histologi hati dapat hanya menunjukkan bland inactive cirrhosis Keadaan ini mengarah ke sirosis
kriptogenik. Banyak pasien dengan sirosis kriptogenik memiliki tanda tanda kilinis dari sindrom
metabolik. Pengamatan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa risiko dekompensasi hati pada
pasien sirosis yang berhubungan dengan NAFLD lebih rendah daripada sirosis dengan hepatitis
C. Sayang data yang menyangkut mortalitas pasien dengan NAFLD sangat terbatas dan bersifat
retrospektif. Data yang terkini memberikan kesan bahwa seseorang dengan sirosis kriptogenik
dan karsinoma hepatoseluler memiliki resistensi insulin yang lebih besar ,yang memberikan
kesan bahwa NAFLD dan resistensi insulin bisa menambah risiko untuk karsinoma
hepatoseluler. Dapat disimpulkan dari data mortalitas yang ada bahwa risiko kematian dalam 5-
10 tahun dari steatosis atau NASH kemungkinan adalah sangat rendah tetapi akan meningkat
secara bermakna dengan berkembangnya fibrosis yang lanjut dan sirosis.

V. Manifestasi Klinis
Penyakit perlemakan hati non alkoholik biasanya bersifat asimptomatik pada saat diagnosis
ditegakkan walaupun sebagian besar penderita mengeluhkan adanya fatigue atau malaise serta
rasa penuh dan tidak enak pada perut kanan atas. Pemeriksaan fisik juga biasanya masih
dalam batas normal.20, 22 Sekitar 56-79% penderita mengalami overweight (IMT > 25 kg/m2) dan

5
sepertiganya menderita sindrom metabolik. Hepatomegali biasanya merupakan satu-satunya
gejala yang ditemukan dari pemeriksaan fisik. Pada anak dapat juga ditemukan akantosis
nigrikan, yaitu pigmentasi hitam di daerah lipatan kulit atau aksila yang berhubungan dengan
hiperinsulinemia. Ditemukannya manifestasi klinis dari penyakit hati kronik seperti kuning,
asites, ginekomastia dan berkurangnya jumlah platelet menggambarkan penyakit yang sudah
berlanjut menjadi sirosis.20, 22, 23

VI. Gambaran Laboratorium


Peningkatan ringan sampai sedang dari kadar SGOT, SGPT atau keduanya
merupakan abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang banyak ditemukan dan sering
merupakan satu- satunya abnormalitas yang ada pada penderita NAFLD. Alkali fosfatase, γ
glutamil transferase (GGT) serum atau keduanya mengalami peningkatan pada sebagian besar
penderita walaupun peningkatan tersebut tidak sebesar pada hepatitis alkoholik. Selain itu juga
dapat ditemukan hipoalbuminemia, hiperbilirubi-nemia dan pemanjangan waktu protrombin
pada penderita NAFLD yang sudah mencapai tahap sirosis. Indeks resistensi insulin diukur
dengan menggunakan metoda homeostasis model assessment for IR (HOMA-IR).20, 24

VII. Diagnosis
Gambaran histologis sering kali tidak dapat membedakan penyebab perlemakan hati,
sehingga diagnosis harus ditegakkan dengan anamnesis yang teliti. Diagnosis NAFLD
ditegakkan dengan dua komponen: i) adanya bukti perlemakan hati dan/atau steatohepatitis,
dan ii) eksklusi penyebab lain perlemakan hati, seperti alkoholisme. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan biopsi hati, tetapi hal ini tidak mudah dilakukan. Risiko biopsi tidak
sebanding dengan manfaat yang didapatkan; selain itu biopsi kurang dapat diandalkan
karena pengambilan sampel jaringan yang tidak tepat dan teknis lainnya. Namun biopsi
tetap menjadi satu-satunya alat untuk membedakan tiap-tiap spektrum histologis
NAFLD.21
Modalitas diagnostik yang paling banyak digunakan adalah USG. USG bersifat
non invasif, berguna untuk penilaian kwalitatif, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
masing- masing sebesar 82-94% dan 82%. Gambaran tekstur hepar yang terang (bright
liver) dan deep attenuation pada USG menunjukkan perlemakan hati. Salah satu

6
keterbatasan USG adalah bahwa hati tidak dapat divisualisasikan dengan baik pada pasien -
pasien dengan obesitas, dan tidak cukup sensitif untuk mendeteksi steatosis ringan
misalnya yang mengenai <33% dari hepatosit dan tidak mampu untuk membedakan subtipe
dari NAFLD. Selain itu pada USG dapat ditemukan hepatomegali dan visualisasi yang
berkurang dari vena-vena porta dan vena-vena hepatika. Kadang-kadang sulit membedakan
steatosis dan fibrosis. 21
Computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI) dan magnetic
resonance spectroscope (MRS) telah digunakan untuk menilai pasien NAFLD. Walau
semuanya dapat memberikan pengukuran yang akurat dari hati, kemampuannya untuk
membedakan berbagai subtipe NAFLD masih terbatas. CT berguna untuk mendeteksi
steatosis. Densitas hati berkurang dengan bertambah beratnya steatosis. CT juga dapat
mendeteksi splenomegali dengan adanya hipertensi portal yang mencurigakan adanya
fibrosis yang lanjut pada NAFLD. Terdapat bukti yang menyatakan fast gradient echo
sequence MRI merupakan penilaian steatosis hati yang akurat dan cepat. 25
Di masa yang akan datang, MRI memberikan kepada kita suatu modalitas yang akurat dan
berisiko rendah yang berguna untuk memantau jangka panjang pasien NAFLD. Bilamana
biopsi tidak dapat dilakukan, gambaran radiografik dari steatosis hepatik mendukung diagnosis
NAFLD, namun modalitas radiologik yang ada saat ini belum mampu secara akurat
mendiagnosis tipe progresif dari NAFLD seperti NASH atau stadium dari fibrosis hati.25

VIII. Biopsi Hati Dan Penilaian Histologik


Modalitas klinik, laboratorium dan radiologik belum mampu mendiagnosis NASH
dengan akurat, maka penilaian histologik dan biopsi hati pada NAFLD masih penting. Dengan
biopsi hati selain untuk menegakkan diagnosis pasti dari NASH dan menentukan stadium fibrosis
dari hati, dapat juga memberikan informasi mengenai prognosis. Namun terdapat beberapa
masalah yang berkaitan dengan biopsi hati dan peranan biopsi hati ini dalam praktek klinik masih
kontroversi. Satu problem dengan penggunaan biopsi hati untuk mendiagnosis NASH adalah
belum adanya kesepakatan mengenai kriteria minimal untuk diagnosis histologik dari NAFLD.
Akhir-akhir ini The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease (NIDDK),
NASH Clinical Research Network mengembangkan pendekatan standar untuk penilaian
histologik NASH, dengan menggunakan sistem skor NAFLD yang didasarkan atas 3 gambaran

7
patologik : steatosis, inflamasi lobuler dan degenerasi gelembung (degeneration ballooning). Skor
terentang dari 0–8 di mana skor 5 ekivalen dengan NASH, skor 3 atau 4 merupakan batas NASH
dan skor 2 atau kurang setara dengan non-NASH NAFLD.26
Walaupun skor NAFLD belum divalidasi secara penuh, cara ini dapat memberikan
pendekatan yang standar pada uji klinik pasien NASH. Keterbatasan lain dari biopsi hati adalah
potential sampling error, yang dapat menyebabkan interpretasi dari ahli patologi yang bervariasi.
Akhirnya tindakan biopsi adalah mahal dan invasif dengan mortalitas 0,01%, dan komplikasi
0,3%.27 Selain itu kebanyakan pasien NAFLD adalah asimtomatik dan enggan untuk dilakukan
biopsi. Oleh karena itu keputusan untuk melakukan biopsi harus dilakukan secara individual
setelah penyakit lain disingkirkan. Sampai biomarker noninvasif untuk diagnosis NASH telah
ditemukan, adalah bijaksana untuk mencadangkan biopsi hati pada pasien dimana terdapat bukti-
bukti sindrom metabolik dan peningkatan yang menahun dari enzim-enzim hati meskipun telah
diberikan pengobatan-pengobatan untuk diabetes tipe 2, hiperlipidemia dan obesitas. Gambaran
histologis NASH adalah :1, 28
1. Steatosis. Terdapat 2 jenis steatosis (gambar 1), yaitu mikrovesikuler (sitoplasma hepatosit
diisi oleh lemak namun tidak merubah letak inti sel dan tetap berada di tengah sel) dan
makrovesikuler (sitoplasma diisi oleh lemak dan inti sel telah bergeser ke pinggir).

Gambar 1. Steatosis

8
2. Steatohepatitis, ditandai dengan adanya steatosis makrovesikuler, ballooning hepatosit, dan
inflamasi merata pada lobus (gambar 2A). Selain itu juga dapat ditemukan badan Mallory di
dalam ballooning hepatosit (gambar 2B)

Gambar 2. Steatohepatitis

3. Steatohepatitis dengan fibrosis, diawali di periseluler dan selanjutnya membentuk


jembatan jaringan fibrosis (gambar 3A)

9
Gambar 3. Fibrosis periseluler (A) dan sirosis (B).

4. Sirosis, ditandai dengan terbentuknya nodul pada jaringan hati yang dikelilingi oleh
jaringan parut (gambar 3B).

10
NAFLD sendiri pada anak dan remaja dikelompokkan atas 2 tipe, yaitu :29
1. Tipe 1, ditandai dengan adanya degenerasi balon hepatosit, fibrosis perisinusoid dan
steatosis, sedangkan inflamasi dan fibrosis di daerah portal tidak ditemukan.
2. Tipe 2, ditandai dengan adanya steatosis, inflamasi dan fibrosis di daerah portal,
sedangkan degenerasi balon dan fibrosis persinusoid tidak ditemukan.

IX. Pendekatan Non-Invasif

Berbagai petanda serum telah dikombinasikan dengan parameter klinik untuk


mengembangkan model-model fibrosis pada NASH yang prediktif. Namun pada banyak pasien
tes-tes ini tidak konklusif dan belum divalidasi penuh pada pasien-pasien NAFLD. Petanda-
petanda patogenik dari fibrosis hati (termasuk thioredoksin, faktor nekrosis tumor, leptin dan
adiponektin) telah dipelajari juga, namun belum ditunjukkan adanya hubungan yang jelas dengan
stadia fibrosis. Di masa yang akan datang, biomarker diagnostik dapat merupakan bagian dari
serum-based assay dan digunakan dengan dikombinasikan dengan modalitas pemindaian yang
lebih baru.30, 31

X. Sitokin Pro Inflamasi

Sitokin adalah molekul terlarut yang terlibat dalam komunikasi antar sel dan diproduksi
oleh berbagai sel dalam tubuh, termasuk sebagian besar jenis sel hati. Mereka terdiri dari
beberapa subfamilies, termasuk interferon, interleukin, tumor necrosis factors (TNF),
transforming growth factors (TGF), colony-stimulating factors dan chemokine. Sitokinin
memediasi beberapa proses biologis mendasar, termasuk pertumbuhan tubuh, adiposit, laktasi,
hematopoiesis, serta peradangan dan kekebalan. Namun, mereka juga terlibat dalam berbagai
patologi, seperti aterosklerosis, rheumatoid arthritis, lupus eritematosus sistemik, psoriasis, serta
NAFLD.32, 33
Di bawah kondisi fisiologis, pembentukan sitokin konstitutif tidak ada atau minimal di
hati. Namun demikian, rangsangan patologis seperti akumulasi lipid menginduksi sel hati untuk
menghasilkan molekul inflamasi ini. Sitokin mungkin memainkan peran aktif dalam
perkembangan dan potensi progresifitas NAFLD melalui stimulasi peradangan hati, nekrosis sel

11
dan apoptosis, dan induksi fibrosis. Namun demikian, mereka juga penting untuk regenerasi hati
setelah cedera.33

a. TNF-α
TNF-α adalah mediator inflamasi yang disekresikan oleh beberapa jenis sel inflamasi,
termasuk monosit / makrofag, neutrofil, dan sel-T, tetapi juga oleh banyak jaringan lain, seperti
endotelium, jaringan adiposa, atau jaringan saraf. Di hati, TNF-α disekresi langsung oleh sel
hepatosit dan Kupffer atau secara tidak langsung oleh lemak perut. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa TNF-α merupakan faktor kunci dalam pengembangan NAFLD dan NASH
baik pada manusia maupun hewan. Hotamisligil, dkk menunjukkan untuk pertama kalinya
hubungan antara ekspresi TNF-α dan resistensi insulin pada NASH. Para penulis menyatakan
bahwa jaringan adiposa merupakan sumber penting dari peradangan yang diinduksi obesitas,
terutama oleh ekspresi TNF-α, yang dapat menginduksi peradangan dan resistensi insulin.
Memang, dalam beberapa model tikus obesitas, ekspresi TNF-α di jaringan adiposa naik regulasi
dibandingkan dengan kontrol.34 Sesuai dengan penelitian ini, tikus gemuk yang kekurangan
TNF-α menunjukkan sensibilitas insulin yang meningkat. Baru-baru ini, tikus yang diobati
dengan obat anti-TNF-α thalidomide menunjukkan beberapa perbaikan pada perubahan hati yang
dimediasi oleh diet tinggi lemak. Selain itu, penggunaan antibodi anti-TNF-α dalam model
eksperimental NASH menurunkan peradangan, nekrosis, dan fibrosis pada tikus.35
Meskipun inhibisi TNF-α pada model hewan NAFLD menghadirkan perspektif terapi
yang menggembirakan, pada manusia, peran sitokin ini tetap kontroversial. Pada pasien, kadar
TNF-α terbukti lebih tinggi pada obesitas dibandingkan pada individu kurus, dan berkorelasi
dengan resistensi insulin.36 Selain itu, korelasi positif diamati antara derajat fibrosis hati dan
tingkat sirkulasi TNF-α pada pasien dengan NASH. Studi lain menunjukkan peningkatan
ekspresi TNF-α di hati dan jaringan adiposa pada pasien NASH dengan fibrosis signifikan
dibandingkan dengan mereka dengan fibrosis sedikit atau tidak ada. Baru-baru ini, Hui et al [26]
memperkuat hasil ini, menunjukkan peningkatan kadar TNF-α pada subjek dengan
steatohepatitis dibandingkan dengan kontrol. Keterlibatan potensial TNF-α dalam patofisiologi
NAFLD baru-baru ini disarankan oleh studi genetik pada polimorfismenya. Selain itu,
pengobatan dengan pentoxifylline (molekul menghambat TNF-α) menurunkan tingkat serum
aminotransferase dan ditampilkan efek menguntungkan hati pada pasien dengan NASH.37

12
Namun demikian, keterlibatan TNF-α dalam resistensi insulin dan NAFLD
dipertanyakan. Beberapa penelitian tidak menunjukkan korelasi antara resistensi insulin dan
kadar TNF-α,38 dalam penelitian terbaru, Lucero, dkk tidak mengamati adanya perbedaan dalam
tingkat sirkulasi TNF-α antara pasien dengan NAFLD dibandingkan dengan kontrol tanpa
NAFLD.39

b. TGF-β
TGF-β adalah sitokin / faktor pertumbuhan dengan sifat imunosupresif, anti-inflamasi,
dan pro-fibrotik. Di hati, TGF-β1 adalah isoform yang paling melimpah, dan disekresikan oleh
sel imun, sel stellata, dan sel epitel. TGF-β1 memainkan peran penting dalam fibrosis hati
dengan memediasi aktivasi sel stellata dan produksi protein matriks ekstraseluler. Memang, sel
Kupffer dan stellata menghasilkan TGF-β1, yang menginduksi transformasi sel stellata yang
beristirahat menjadi myofibroblast.40 Dalam model eksperimental fibrosis hati yang diinduksi
oleh CCl4 atau schistosomiasis, ekspresi TGF-β1 diregulasi. Selain itu, pada pasien dengan
fibrosis hati, ekspresi TGF-β1 mRNA meningkat.40, 41
Stärkel, dkk menunjukkan bahwa
peningkatan regulasi TGF-β1 adalah langkah molekuler awal pada steatohepatitis fibrosis
progresif.42 Sebuah studi oleh Hasegawa dan rekan kerja menunjukkan bahwa tingkat TGF-β1
meningkat pada pasien dengan NASH dibandingkan dengan steatosis hati. Dengan demikian,
pengukuran kadar serum TGF-β1 mungkin berguna untuk membedakan pasien NASH dalam
spektrum NAFLD. Selain itu, polimorfisme yang menginduksi angiotensinogen dan TGF-β1
tinggi dikaitkan dengan fibrosis hati lanjut pada pasien obese dengan NAFLD.43

c. Interleukin-6
Peran interleukin-6 (IL-6) dalam patologi hati sangat kompleks, dan partisipasinya dalam
pengembangan NAFLD masih belum jelas. IL-6 mengaktifkan beberapa sel, seperti sel
kekebalan, hepatosit, sel induk hematopoietik, dan osteoklas. Selain itu, IL-6 memiliki berbagai
fungsi biologis, termasuk induksi peradangan dan onkogenesis, pengaturan respon imun, dan
dukungan hematopoiesis.44 IL-6 pada awalnya dianggap sebagai hepatoprotektor pada steatosis
hati, yang mampu mengurangi stres oksidatif dan mencegah disfungsi mitokondria. Selanjutnya,
efek hepatoprotektif potensial dari IL-6 ini dikonfirmasi pada model penyakit hati lainnya,

13
seperti model preconditioning iskemik dan regenerasi hati setelah hepatektomi parsial pada
tikus.45
Namun demikian, IL-6 adalah elemen kunci dalam respon fase akut, memediasi sintesis
beberapa protein fase akut (seperti protein C-reaktif dan serum amyloid A). Dengan demikian,
kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa IL-6 mungkin juga memainkan peran
merusak tidak langsung dalam patogenesis NAFLD. Selanjutnya, IL-6 dianggap sebagai penanda
prediktor resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular. Pada pasien yang menjalani operasi
bariatric, penurunan konsentrasi IL-6 dikaitkan dengan penurunan berat badan dan peningkatan
resistensi insulin.46 Kadar IL-6 serum lebih tinggi pada model binatang dan pasien dengan
NAFLD. Baru-baru ini, Mas dan rekan kerja menunjukkan bahwa dengan diet-induced NASH,
kadar IL-6 berkurang pada tikus knockout dibandingkan dengan kontrol.47 Pada manusia dengan
NASH, telah ditemukan korelasi positif antara ekspresi IL-6 dalam hepatosit dengan derajat
keparahan NAFLD.48
Dengan demikian, meskipun IL-6 dapat memperbaiki regenerasi dan perbaikan hati, ia
juga dapat membuat hati sensitif terhadap cedera, merangsang apoptosis hepatosit, menginduksi
resistensi insulin, dan berpartisipasi dalam pengembangan NASH. Studi terbaru dari Yamaguchi
menggambarkan peran paradoksal IL-6 ini dalam NAFLD. Memang, jalur netralisasi IL-6
dengan tocilizumab, antibodi spesifik terhadap reseptor IL-6, meningkatkan steatosis hati, tetapi
memperbaiki kerusakan hati pada tikus dengan metionine choline deficient (MCD) yang
diinduksi diet NASH.49 Selanjutnya, Yamaguchi et al [65], dalam penelitian kedua,
menunjukkan bahwa tidak hanya peningkatan regulasi IL-6, tetapi juga penekanan yang parah
pada IL-6 / transduser sinyal dan aktivator dari pensinyalan 3 dapat menyebabkan progresifitas
NASH.50

d. Interleukin-1
Anggota sitokin keluarga IL-1 diproduksi oleh makrofag, sel akhir othelial dan fibroblast.
Anggota keluarga IL-1 dapat dibagi menjadi sitokin proinflamasi potensial seperti IL-1β atau IL-
18, dan menjadi sitokin anti-inflamasi seperti IL-1Ra. IL-1α, secara akut diberikan in vitro,
secara sementara menyebabkan IR, meningkatkan peradangan dan fibrosis hati. IL-1α dan IL-1β
terbukti memiliki peran dalam transformasi steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis hati.51
IL-1β adalah anggota dari keluarga IL-1 yang paling sering diteliti dalam patogenesis NAFLD.

14
Generator utama IL-1β adalah sel Kupfer dan makrofag di mana FoxO1, melalui NF-κB,
menginduksikan produksinya. LPS, asam lemak jenuh, dan lainnya, menginduksi produksi pro-
IL-1β melalui TLR dalam sel Kupffer, yang dibelah oleh caspase-1 menjadi bentuk aktif biologis
matang. In vivo dan in vitro, itu menunjukkan bahwa IL-1β dalam banyak hal berkontribusi
terhadap pengembangan IR-berasal NAFLD.52 Inhibisi IL-1β menurunkan tingkat keparahan
aterosklerosis dan hiperglikemia pada obesitas yang diinduksi diet. Tingkat serum IL-1 secara
signifikan lebih tinggi di antara pasien NAFLD dibandingkan dengan penyakit hati kronis
lainnya, dengan tingkat yang sangat tinggi pada tahap lanjut fibrosis53. Dalam model
eksperimental ditunjukkan bahwa IL-1β mempromosikan steatosis dan fibrosis hati. Beberapa
pilihan pengobatan untuk NAFLD, dimediasi melalui pengurangan aksi IL-1β, diselidiki.54

e. Interleukin-1 Receptor Antagonist


IL-1Ra berikatan dengan reseptor IL-1 secara kompetitif dengan IL-1α dan IL-1β,
sehingga menghalangi aktivitas mereka. Telah ditunjukkan in vivo dan in vitro bahwa IL-1β dan
IL-6 meningkatkan kadar plasmanya. IL-1Ra diekspresikan dalam serum dan WAT pasien
obesitas dan model hewan, di mana berkorelasi dengan BMI dan IR.55 Korelasi ditemukan antara
IL-1Ra dan derajat peradangan lobular hati, sementara penelitian pada hewan menunjukkan
bahwa IL-1Ra mungkin memiliki peran protektif terhadap perkembangan NAFLD.56

f. Interleukin-10
IL-10 dianggap sebagai sitokin anti-inflamasi yang mengatur peradangan di beberapa
organ dan jaringan dalam situasi fisiologis atau patologis. Sitokin ini menghambat fungsi-fungsi
sel T, monocyte-, dan makrofag. Di hati, IL-10 telah terdeteksi di beberapa sel, termasuk
hepatosit, sel stellata, dan sel Knuppfer, tetapi hanya beberapa penelitian yang telah dilakukan
untuk menyelidiki peran IL-10 endogen dalam perkembangan NAFLD. Sebuah penelitian
menggunakan tikus defisien IL-10 yang diberi diet tinggi lemak, menyarankan bahwa IL-10
endogen adalah pelindung untuk steatosis hati, tetapi tidak untuk resistensi insulin bersamaan.57
Dalam penelitian lain, Cintra dan rekan kerja mengamati bahwa penghambatan IL-10 (baik
menggunakan antibodi anti-IL-10 atau IL-10 antisense oligonukleotida) menyebabkan
peningkatan ekspresi penanda pro-inflamasi (TNF-α, IL). -6, IL-1β, dan F4 / 80) dan gangguan
transduksi sinyal insulin dan steatosis.58 Pada manusia, Esposito, dkk menunjukkan korelasi

15
terbalik antara tingkat IL-10 dan sindrom metabolik pada wanita obesitas, menunjukkan manfaat
IL-10-mediasi yang potensial pada pasien sindrom metabolik yang juga dipengaruhi oleh
NAFLD.59 Namun, Calcaterra, dkk tidak menemukan hubungan ini pada anak-anak dan remaja
yang obesitas.60

g. Interleukin-18
IL-18, sebelumnya disebut interferon-γ menginduksi faktor, dengan sifat struktural dari
keluarga IL-1, terutama disintesis sebagai protein prekursor, pro-IL-18, yang memerlukan
aktivasi oleh caspase-1 pembelahan menjadi bentuk dewasa bioaktif. Diproduksi oleh makrofag,
sel Kupffer dan sel endotel, menginduksi produksi kemokin, molekul adhesi dan sitokin
proinflamasi. Protein pengikat IL-18, penghambat yang mengikat pada reseptor yang sama
dengan IL-18, meningkatkan mekanisme umpan balik negatif yang memungkinkan perlindungan
sel dari aktivitas proinflamasi yang dipercepat seperti NASH. Studi awal menunjukkan korelasi
positif IL-18 dengan IR dan obesitas, tetapi penurunan dalam plasma IL-18 hanya dipengaruhi
oleh perubahan pada IR.61, 62
Di NAFLD, tingkat IL-18 dan caspase-1 yang lebih tinggi
ditemukan bila dibandingkan dengan kontrol jika komponen MS ada. Beberapa kemungkinan
mekanisme keterlibatan IL-18 dalam NAFLD diselidiki. Pengobatan Rosiglitazone NAFLD
diselidiki karena efek penghambatannya pada produksi IL-18 hepatik.62 Li, dkk telah
menunjukkan bahwa IL-18 itu sendiri, serta rasionya dengan protein pengikat IL-18, secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok NAFLD dibandingkan dengan kontrol, menyiratkan
bahwa protein pengikat IL-18 harus dimasukkan di masa mendatang. studi. Kesimpulannya, IL-
18 dapat terlibat dalam pengembangan NAFLD yang berasal dari IR dan mekanisme yang tepat
masih menunggu untuk dijelaskan.63

h. Sel Kupfer.
Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa makrofag hati (sel Kupfer) yang diaktifkan
dalam hati tikus yang diberi diet tinggi lemak menunjukkan bahwa sel-sel yang memproduksi
'sitokin' profesional ini dapat menjadi sumber penting sitokin pro-inflamasi di NAFLD. Stimulasi
aktivasi saat ini tidak diketahui tetapi sitokin-sitokin yang diturunkan dari hepar tampaknya
penting mengingat bukti hepatosit inhibisi spesifik NFkB mengurangi aktivasi makrofag pada
tikus yang diberi diet tinggi lemak. Pembersihan endapan lipid teroksidasi melalui reseptor

16
pemulung dapat menjadi mekanisme aktivasi makrofag lebih lanjut di NAFLD, dan bukti dari
model hewan dan penelitian melaporkan frekuensi tinggi pertumbuhan bakteri usus kecil yang
berlebihan pada pasien dengan NASH menunjukkan endotoksin portal yang berasal dari usus
dapat menjadi stimulus lebih lanjut untuk aktivasi sel Kupffer di NAFLD.64

17
BAB III
KESIMPULAN

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) adalah penyakit hati pada anak yang paling
umum di Amerika Serikat. Sebagian anak dengan NAFLD mengalami nonalcoholic
steatohepatitis (NASH), yang dapat berkembang menjadi sirosis dan meningkatkan risiko
morbiditas, termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, dan karsinoma hepatoseluler. Pencitraan
dan pemeriksaan darah rutin akan sangat membantu mengidentifikasi anak-anak dan remaja
dengan NAFLD, tetapi biopsi hati saat ini masih diperlukan untuk diagnosis NASH dan untuk
menentukan derajat keparahan NASH.
Jalur sistem imun yang menyebabkan steatosis hati, peradangan, apoptosis, dan fibrosis
pada NASH masih belum cukup dipahami. Selain itu, untuk mendiagnosis derajat keparahan
NASH dan pola histologis membutuhkan biopsi hati, suatu prosedur invasif yang bergantung
pada sampel hati yang terbatas. Saat ini juga masih sedikit penanda non-invasif yang dapat
diandalkan untuk menentukan tingkat keparahan inflamasi, balloning hepatoseluler, fibrosis, dan
pola histologi NASH yang spesifik usia. Beberapa biomarker yang banyak diteliti adalah sitokin
pro-inflamasi, antara lain : TNF-α, TGF-β, Interleukin-6, Interleukin-1, Interleukin-1 Receptor
Antagonist, Interleukin-10, Interleukin-18 dan sel Kupfer yang memproduksi sitokin-sitokin
tersebut.
Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk memvalidasi dan memahami hubungan antara
biomarker plasma dan histologi dan progresifitas NASH. Korelasi nilai biomarker dasar dengan
perkembangan NASH berpotensi menjadi suatu uji prognostik saat diagnosis awal ditegakkan.
Teka-teki sentral dalam perjalanan NASH pada anak adalah bagaimana cara memprediksi secara
akurat pasien mana yang akan berkembang menjadi sirosis dan penyakit hati stadium akhir saat
dewasa.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Loomba R, Sirlin CB, Schwimmer JB and Lavine JE. Advances in pediatric nonalcoholic
fatty liver disease. Hepatology. 2009; 50: 1282-93.
2. Ballestri S, Zona S, Targher G, et al. Nonalcoholic fatty liver disease is associated with an
almost twofold increased risk of incident type 2 diabetes and metabolic syndrome.
Evidence from a systematic review and meta‐analysis. Journal of gastroenterology and
hepatology. 2016; 31: 936-44.
3. Perito ER, Ajmera V, Bass NM, et al. Association between cytokines and liver histology in
children with nonalcoholic fatty liver disease. Hepatology communications. 2017; 1: 609-
22.
4. Crespo M, Lappe S, Feldstein AE and Alkhouri N. Similarities and differences between
pediatric and adult nonalcoholic fatty liver disease. Metabolism. 2016; 65: 1161-71.
5. Kim J, Lê KA, Mahurkar S, Davis J and Goran M. Influence of elevated liver fat on
circulating adipocytokines and insulin resistance in obese H ispanic adolescents. Pediatric
obesity. 2012; 7: 158-64.
6. ZOU CC, LIANG L, HONG F, FU JF and ZHAO ZY. Serum adiponectin, resistin levels
and non-alcoholic fatty liver disease in obese children. Endocrine journal. 2005; 52: 519-
24.
7. Abiru S, Migita K, Maeda Y, et al. Serum cytokine and soluble cytokine receptor levels in
patients with non‐alcoholic steatohepatitis. Liver International. 2006; 26: 39-45.
8. Alisi A, Manco M, Devito R, Piemonte F and Nobili V. Endotoxin and plasminogen
activator inhibitor-1 serum levels associated with nonalcoholic steatohepatitis in children.
Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 2010; 50: 645-9.
9. Neuschwander‐Tetri BA and Caldwell SH. Nonalcoholic steatohepatitis: summary of an
AASLD Single Topic Conference. Hepatology. 2003; 37: 1202-19.
10. Bedogni G, Miglioli L, Masutti F, Tiribelli C, Marchesini G and Bellentani S. Prevalence
of and risk factors for nonalcoholic fatty liver disease: the Dionysos nutrition and liver
study. Hepatology. 2005; 42: 44-52.
11. Browning JD, Szczepaniak LS, Dobbins R, et al. Prevalence of hepatic steatosis in an
urban population in the United States: impact of ethnicity. Hepatology. 2004; 40: 1387-95.

19
12. Marceau P, Biron S, Hould F-S, et al. Liver pathology and the metabolic syndrome X in
severe obesity. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 1999; 84: 1513-7.
13. Hanley AJ, Williams K, Festa A, et al. Elevations in markers of liver injury and risk of
type 2 diabetes: the insulin resistance atherosclerosis study. Diabetes. 2004; 53: 2623-32.
14. Portincasa P, Grattagliano I, Palmieri VO and Palasciano G. The emerging problem of
nonalcoholic steatohepatitis (NASH). Rom J Gastroenterol. 2005; 14: 43-51.
15. Medina J, Fernández-Salazar LI, García-Buey L and Moreno-Otero R. Approach to the
pathogenesis and treatment of nonalcoholic steatohepatitis. Diabetes care. 2004; 27: 2057-
66.
16. Wigg A, Roberts-Thomson I, Dymock R, McCarthy P, Grose R and Cummins A. The role
of small intestinal bacterial overgrowth, intestinal permeability, endotoxaemia, and tumour
necrosis factor α in the pathogenesis of non-alcoholic steatohepatitis. Gut. 2001; 48: 206-
11.
17. Das SK, Mukherjee S and Vasudevan D. Non-alcoholic fatty liver disease: an under-
recognized cause with emerging importance. Current Science. 2006: 659-65.
18. Sartorio A, Del Col A, Agosti F, et al. Predictors of non-alcoholic fatty liver disease in
obese children. European journal of clinical nutrition. 2007; 61: 877.
19. El-Karaksy HM, El-Koofy NM, Anwar GM, El-Mougy FM, El-Hennawy A and Fahmy
ME. Predictors of non-alcoholic fatty liver disease in obese and overweight Egyptian
children: single center study. Saudi journal of gastroenterology: official journal of the
Saudi Gastroenterology Association. 2011; 17: 40.
20. Kim CH and Younossi ZM. Nonalcoholic fatty liver disease: a manifestation of the
metabolic syndrome. Cleveland Clinic journal of medicine. 2008; 75: 721-8.
21. Choudhury J and Sanyal AJ. Clinical aspects of fatty liver disease. Seminars in liver
disease. Copyright© 2004 by Thieme Medical Publishers, Inc., 333 Seventh Avenue, New
York, NY 10001, USA., 2004, p. 349-62.
22. Manco M, Bottazzo G, DeVito R, Marcellini M, Mingrone G and Nobili V. Nonalcoholic
fatty liver disease in children. Journal of the American College of Nutrition. 2008; 27: 667-
76.
23. Takahashi Y and Fukusato T. Pediatric nonalcoholic fatty liver disease: overview with
emphasis on histology. World journal of gastroenterology: WJG. 2010; 16: 5280.

20
24. Wang C-L, Liang L, Fu J-F, et al. Effect of lifestyle intervention on non-alcoholic fatty
liver disease in Chinese obese children. World Journal of Gastroenterology: WJG. 2008;
14: 1598.
25. Fishbein M, Castro F, Cheruku S, et al. Hepatic MRI for fat quantitation: its relationship to
fat morphology, diagnosis, and ultrasound. Journal of clinical gastroenterology. 2005; 39:
619-25.
26. Kleiner DE, Brunt EM, Van Natta M, et al. Design and validation of a histological scoring
system for nonalcoholic fatty liver disease. Hepatology. 2005; 41: 1313-21.
27. Ratziu V, Charlotte F, Heurtier A, et al. Sampling variability of liver biopsy in
nonalcoholic fatty liver disease. Gastroenterology. 2005; 128: 1898-906.
28. Dabhi A, Brahmbhatt K, Pandya T, Thorat P and Shah M. Non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD). Journal Indian Academy of Clinical Medicine. 2008; 9: 36-41.
29. Duarte MASdM and Silva GAPd. Obesity in children and adolescents: the relation between
metabolic syndrome and non-alcoholic fatty-liver disease. Revista Brasileira de Saúde
Materno Infantil. 2010; 10: 171-81.
30. Angulo P, Alba LM, Petrovic LM, Adams LA, Lindor KD and Jensen MD. Leptin, insulin
resistance, and liver fibrosis in human nonalcoholic fatty liver disease. Journal of
hepatology. 2004; 41: 943-9.
31. Ratziu V, Massard J, Charlotte F, et al. Diagnostic value of biochemical markers
(FibroTest-FibroSURE) for the prediction of liver fibrosis in patients with non-alcoholic
fatty liver disease. BMC gastroenterology. 2006; 6: 6.
32. M Miller A and B McInnes I. Cytokines as therapeutic targets to reduce cardiovascular risk
in chronic inflammation. Current pharmaceutical design. 2011; 17: 1-8.
33. Tilg H and Diehl AM. Cytokines in alcoholic and nonalcoholic steatohepatitis. New
England Journal of Medicine. 2000; 343: 1467-76.
34. Hotamisligil GS, Shargill NS and Spiegelman BM. Adipose expression of tumor necrosis
factor-alpha: direct role in obesity-linked insulin resistance. Science. 1993; 259: 87-91.
35. Koca SS, Bahcecioglu IH, Poyrazoglu OK, Ozercan IH, Sahin K and Ustundag B. The
treatment with antibody of TNF-α reduces the inflammation, necrosis and fibrosis in the
non-alcoholic steatohepatitis induced by methionine-and choline-deficient diet.
Inflammation. 2008; 31: 91-8.

21
36. Hotamisligil GS, Arner P, Caro JF, Atkinson RL and Spiegelman BM. Increased adipose
tissue expression of tumor necrosis factor-alpha in human obesity and insulin resistance.
The Journal of clinical investigation. 1995; 95: 2409-15.
37. Lee Y-M, Sutedja DS, Wai C-T, et al. A randomized controlled pilot study of
Pentoxifylline in patients with non-alcoholic steatohepatitis (NASH). Hepatology
international. 2008; 2: 196-201.
38. Bruun JM, Verdich C, Toubro S, Astrup A and Richelsen B. Association between
measures of insulin sensitivity and circulating levels of interleukin-8, interleukin-6 and
tumor necrosis factor-alpha. Effect of weight loss in obese men. European Journal of
Endocrinology. 2003; 148: 535-42.
39. Lucero D, Zago V, López GI, et al. Pro-inflammatory and atherogenic circulating factors in
non-alcoholic fatty liver disease associated to metabolic syndrome. Clinica Chimica Acta.
2011; 412: 143-7.
40. Annoni G, Weiner FR and Zern MA. Increased transforming growth factor-β1 gene
expression in human liver disease. Journal of hepatology. 1992; 14: 259-64.
41. Castilla A, Prieto J and Fausto N. Transforming growth factors β1 and α in chronic liver
disease effects of interferon alfa therapy. New England Journal of Medicine. 1991; 324:
933-40.
42. Stärkel P, Sempoux C, Leclercq I, et al. Oxidative stress, KLF6 and transforming growth
factor-β up-regulation differentiate non-alcoholic steatohepatitis progressing to fibrosis
from uncomplicated steatosis in rats. Journal of hepatology. 2003; 39: 538-46.
43. Hasegawa T, Yoneda M, Nakamura K, Makino I and Terano A. Plasma transforming
growth factor‐β1 level and efficacy of α‐tocopherol in patients with non‐alcoholic
steatohepatitis: a pilot study. Alimentary pharmacology & therapeutics. 2001; 15: 1667-72.
44. Kishimoto T. IL-6: from its discovery to clinical applications. International immunology.
2010; 22: 347-52.
45. Teoh N, Field J and Farrell G. Interleukin-6 is a key mediator of the hepatoprotective and
pro-proliferative effects of ischaemic preconditioning in mice. Journal of hepatology.
2006; 45: 20-7.

22
46. Kopp H-P, Kopp C, Festa A, et al. Impact of weight loss on inflammatory proteins and
their association with the insulin resistance syndrome in morbidly obese patients.
Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. 2003; 23: 1042-7.
47. Mas E, Danjoux M, Garcia V, Carpentier S, Ségui B and Levade T. IL-6 deficiency
attenuates murine diet-induced non-alcoholic steatohepatitis. PloS one. 2009; 4: e7929.
48. Wieckowska A, Papouchado BG, Li Z, Lopez R, Zein NN and Feldstein AE. Increased
hepatic and circulating interleukin-6 levels in human nonalcoholic steatohepatitis. The
American journal of gastroenterology. 2008; 103: 1372.
49. Yamaguchi K, Itoh Y, Yokomizo C, et al. Blockade of interleukin-6 signaling enhances
hepatic steatosis but improves liver injury in methionine choline-deficient diet-fed mice.
Laboratory investigation. 2010; 90: 1169.
50. Yamaguchi K, Itoh Y, Yokomizo C, et al. Blockade of IL-6 signaling exacerbates liver
injury and suppresses antiapoptotic gene expression in methionine choline-deficient diet-
fed db/db mice. Laboratory investigation. 2011; 91: 609.
51. Olteanu S, Kandel-Kfir M, Shaish A, et al. Lack of interleukin-1α in Kupffer cells
attenuates liver inflammation and expression of inflammatory cytokines in
hypercholesterolaemic mice. Digestive and Liver Disease. 2014; 46: 433-9.
52. Nozaki Y, Saibara T, Nemoto Y, et al. Polymorphisms of Interleukin‐1β and β3‐
Adrenergic Receptor in Japanese Patients With Nonalcoholic Steatohepatitis. Alcoholism:
Clinical and Experimental Research. 2004; 28: 106S-10S.
53. Kumar R, Prakash S, Chhabra S, et al. Association of pro-inflammatory cytokines,
adipokines & oxidative stress with insulin resistance & non-alcoholic fatty liver disease.
The Indian journal of medical research. 2012; 136: 229.
54. Ritze Y, Bárdos G, Claus A, et al. Lactobacillus rhamnosus GG protects against non-
alcoholic fatty liver disease in mice. PloS one. 2014; 9: e80169.
55. Somm E, Cettour-Rose P, Asensio C, et al. Interleukin-1 receptor antagonist is upregulated
during diet-induced obesity and regulates insulin sensitivity in rodents. Diabetologia.
2006; 49: 387-93.
56. Pihlajamäki J, Kuulasmaa T, Kaminska D, et al. Serum interleukin 1 receptor antagonist as
an independent marker of non-alcoholic steatohepatitis in humans. Journal of hepatology.
2012; 56: 663-70.

23
57. den Boer MA, Voshol PJ, Schröder-van der Elst JP, et al. Endogenous interleukin-10
protects against hepatic steatosis but does not improve insulin sensitivity during high-fat
feeding in mice. Endocrinology. 2006; 147: 4553-8.
58. Cintra DE, Pauli JR, Araújo EP, et al. Interleukin-10 is a protective factor against diet-
induced insulin resistance in liver. Journal of hepatology. 2008; 48: 628-37.
59. Esposito K, Pontillo A, Giugliano F, et al. Association of low interleukin-10 levels with the
metabolic syndrome in obese women. The Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism. 2003; 88: 1055-8.
60. Calcaterra V, De Amici M, Klersy C and Torre C. Adiponectin, IL-10 and metabolic
syndrome in obese children andadolescents. Acta Bio Medica Atenei Parmensis. 2009; 80:
117-23.
61. López‐Bermejo A, Bosch M, Recasens M, et al. Potential role of interleukin‐18 in liver
disease associated with insulin resistance. Obesity research. 2005; 13: 1925-31.
62. Wang H-N, Wang Y-R, Liu G-Q, et al. Inhibition of hepatic interleukin-18 production by
rosiglitazone in a rat model of nonalcoholic fatty liver disease. World journal of
gastroenterology: WJG. 2008; 14: 7240.
63. Li Y, Li-Li Z, Qin L and Ying W. Plasma interleukin-18/interleukin-18 binding protein
ratio in Chinese with NAFLD. Hepato-gastroenterology. 2010; 57: 103-6.
64. Cortez-Pinto H, de Moura MC and Day CP. Non-alcoholic steatohepatitis: from cell
biology to clinical practice. Journal of hepatology. 2006; 44: 197-208.

24

Anda mungkin juga menyukai