Anda di halaman 1dari 15

TUGAS REFERAT KARDIOLOGI

PENANGANAN GAGAL JANTUNG PADA ANAK

Disusun Oleh :
Andrew Hartono

Pengampu :
dr. Agus Priyatno, SpA(K)
dr. Anindita Soetadji, SpA(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I (PPDS I)


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNDIP/RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG
2016
PENANGANAN GAGAL JANTUNG PADA ANAK

GAGAL JANTUNG

Gagal jantung kongestif adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak mampu lagi
memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh, untuk cukup membuang venous
return sistemik atau pulmoner, atau kombinasi keduanya.1

Gambar 1. Kurva Frank-Starling2

TATALAKSANA

Tatalaksana gagal jantung mencakup :


(1) Eliminasi penyebab yang mendasari,
(2) Pengobatan faktor penyebab yang berperan. Hampir selalu, perburukan klinis pasien
dengan CHF dapat ditemukan adanya faktor pencetus, diaman bila diobati akan
memberikan perbaikan yang bermakna, faktor-faktor tersebut antara lain : aktivitas
rematik, endocarditis infektif, infeksi lama, anemia, gangguan elektrolit, aritmia,
emboli paru, interaksi obat, toksisitas obat dan gangguan system lainnya.3
(3) Stabilisasi dari keadaan gagal jantung itu sendiri. Biasanya dengan medikamentosa.
Mengeliminasi penyebab yang mendasari adalah pendekatan yang paling dianjurkan
bilamana memungkinkan. Pembedahan koreksi untuk gagal jantung merupakan salah satu
pilihan tersebut. Setiap pasien dengan CHF mendapatkan pengobatan yang maksimal, namun
melanjutkan antikongestif jangka panjang tidaklah dianjurkan bilamana defek jantung
tersebut dapat dioperasi. Kondisi gagal jantung dapat dikontrol dengan menggunakan
beberapa jenis obat seperti : inotropic, diuretik, dan obat yang menurunkan afterload, disertai
juga suportif umum.

Pengobatan Penyebab yang Mendasari dan Faktor yang Berperan Serta

1. Jika operasi memungkinkan, koresi pembedahan untuk penyebab gagal jantung dan
kelainan katub jantung adalah pendekatan yang terbaik untuk mencapai penyembuhan
sempurna.
2. Jika hipertensi adalah penyebab yang mendasari gagal jantung, maka pengobatan anti-
hipertensi haruslah diberikan.
3. Jika aritmia atau blok jantung lanjut adalah faktor yang berperan serta, maka
diindikasikanlah pemberian obat-obat anti-aritmia atau pacemaker jantung.
4. Jika hipertiroid adalah penyebab gagal jantung, maka kondisi ini haruslah diobati.
5. Demam harus dikontrol dengan anti-piretik
6. Jika ada infeksi konkomitant, maka haruslah diobati dengan antibiotik yang sesuai.
7. Untuk anemia, tranfusi packed red cell diberikan untuk meningkatkan kadar hematocrit

Tatalaksana Umum

Tatalaksana suportif untuk memperbaiki gejala kongesti dan dukungan nutrisi sangatlah
penting.

1. Kursi bayi dapat digunakan untuk menjaga bayi pada posisi setengah duduk untuk
mengurangi distress respirasi.
2. Oksigen (40-50%) dengan kelembaban dapat diberikan pada bayi dengan distress
respirasi jika pulse oxymetry mengindikasikan menurunnya oksigenasi darah.
3. Pemberian kalori dan cairan yang cukup haruslah diberikan untuk menjaga berat badan
dapat naik. Bayi dengan gagal jantung kongestif membutuhkan asupan kalori yang lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan anak-anak lainnya. Kebutuhan kalorinya dapat
mencapai 150 – 160 kkal/kg/hari untuk bayi dengan gagal jantung kongestif. Yang
menambah masalah adalah bayi-bayi ini tidak dapat menerima asupan kalori yang cukup,
bahkan untuk pertumbuhan normal juga, dikarenakan adanya takipneu, meningkatnya
kerja pernafasan, berkurangnya kekuatan untuk menyedot, dan kesulitan koordinasi
antara menyedot dan menelan.
a. Meningkatkan densitas kalori makanan mungkin diperlukan dan dapat dicapai
dengan menggunakan makanan yang telah difortifikasi.
b. Porsi makanan yang kecil tapi sering mungkin lebih dapat ditoleransi dibandingkan
porsi yang besar.
c. Jika pemberian peroral tidak dapat ditoleransi dengan baik, maka diindikasikan
pemberian nutrisi via nasogastric tube secara intermiten atau kontinyu. Untuk
membantu perkembangan fungsi oro motor yang normal, bayi dapat diberikan
makanan oral yang kaya kalori saat siang hari dan via NGT kontinyu saat malam
hari.
d. Restriksi garam dalam bentuk formula rendah garam dan restriksi cairan yang terlalu
banyak tidak diindikasikan untuk bayi. Pemberian diuretic telah menggantikan
teknik ini.
e. Orang tua seharusnya diajari teknik pemberian makan yang benar.
4. Pada anak yang lebih tua, direkomendasikan untuk restriksi garam (<0.5 g/hari) dan
menghindari snek yang asin (keripik, dll) dan garam dapur. Tirah baring tetap menjadi
bagian tatalaksana yang penting. Ketersediaan televisi dan permainan komputer akan
membantu tirah baring pada anak yang lebih tua.
5. Jika gagal nafas muncul bersamaan dengan gagal jantung, sering diperlukan tindakan
intubasi dan ventilasi tekanan positif. Gagal nafas biasanya menandakan bahawa
tindakan pembedahan akan diperlukan untuk terapi gagal jantung jika kondisi anak sudah
stabil.
6. Penimbangan berat badan tiap hari merupakan sesuatu yang penting bagi pasien yang
dirawat di rumah sakit.
Terapi Obat

Gambar 2. Hubungan Kurva Frank Starling dan Terapi Obat1

Ada 3 golongan obat yang paling sering digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif
pada anak, yaitu : golongan inotropik, diuretik, dan obat yang mengurangi after-load.
Golongan inotropik kerja cepat (dopamine, dobutamine) digunakan untuk bayi dan anak yang
sakit kritis atau akut. Diuretik biasanya diberikan bersamaan dengan golongan inotropik.
Obat penurun afterload, seperti ACE inhibitors telah menjadi popular dikarenakan dapat
meningkatkan cardiac output tanpa meningkatkan konsumsi oksigen miokard. Baru-baru ini,
penghambat β-adrenergik dosis rendah telah ditambahkan ke dalam tatalaksana dilated
cardiomyopathy dengan hasil yang cukup memuaskan.

Diuretik

Diuretik tetap menjadi obat pilihan utama untuk mengontrol kongesti vena pulmoner
dan sistemik. Diuretik hanya menurunkan pre-load dan memperbaiki gejala kongesti, namun
tidak memperbaiki cardiac output atau kontraktilitas jantung. Pasien dengan gagal jantung
ringan akan cepat mengalami perbaikan setelah pemberian diuretik kerja cepat, seperti asam
etakrinik atau furosemide, bahkan tanpa golongan inotropic. Ada 3 golongan utama diuretic
yang tersedia secara komersial, yaitu :

1. Thiazide ( Chlorothiazide, hydrochlorothiazide) yang bekerja pada tubulus proksimal


dan distal, saat ini sudah tidak popular lagi.
2. Diuretik kerja cepat, seperti furosemide dan asam ethakrinik, adalah obat pilihan.
Obat ini bekerja terutama pada pada loop Henle (“ loop diuretics”)
3. Antagonis aldosterone (cth :spironolactone) bekerja pada tubulus distal unuk
menghambat pertukaran natrium – kalium. Kadar serum aldosterone meningkat secara
signifikan pada pasien dengan gagal jantung persisten, menyebabkan retensi garam
dan cairan. Pasien dengan kadar aldosterone sirkulasi yang meningkat akan
menyebabkan turunnya respon terhadap diuretic dikarenakan aldosterone
meningkatkan reabsorpsi natrium dan air di tubulus pada lokasi distal dari lokasi kerja
obat diuretic lainnya (Thiazide atau furosemide). Antagonis aldosterone berperan
dalam mencegah hypokalemia yang disebabkan oleh diuretik lainnya dan biasanya
digunakan bersamaan dengan loop diuretic.

Efek Samping Terapi Diuretik

Terapi diuretic akan mengganggu kadar serum elektrolit dan keseimbangan asam
basa.
1. Hipokalemia adalah masalah yang biasa terjadi dengan penggunaan diuretic, kecuali
bila digunakan dengan spironolactone. Hal ini lebih sering ditemukan dengan
penggunaan loop diuretic yang poten. Hipokalemia akan meningkatkan risiko
keracunan digitalis. Suplementasi harian kalium sebesar 1-1.5 mEq/kg dapat
diberikan jika ada hypokalemia yang signifikan.
2. Bayi dapat mentoleransi hiponatremia lebih baik dibandingkan dewasa sehingga
pengobatan untuk hiponatremia jarang diperlukan kecuali muncul gejala klinis dan
serum < 120 mEq/L.3
3. Alkalosis hipokloremik dapat terjadi dikarenakan hilangnya ion chlorida lebih banyak
dibandingkan hilangnya ion natrium melalui ginjal, dengan hasil akhir yang timbul
adalah meningkatnya kadar bikarbonat. Alkalosis juga cenderung menyebabkan
keracunan digitalis.
4. Nefrokalsinosis dan nephrolithiasis, terutama pada bayi prematur dan baru lahir yang
mendapatkan obat jangka panjang.
5. Pertimbangan lain, pada pasien dengan gagal jantung kronik yang malnutrisi, waktu
paruh furosemide dapat berkurang dikarenakan furosemide berikatan dengan protein
plasma.4

Inotropik Kerja Cepat

Pada bayi yang sakit kritis dengan gagal jantung kongestif, dengan disfungsi ginjal
(cth bayi dengan koarktasio aorta), atau pasien gagal jantung paska operasi jantung,
katekolamin kerja cepat dengan durasi kerja yang pendek lebih merupakan pilihan
dibandingkan digoxin. Golongan ini meliputi dobutamine, isoproterenol, dan epinephrine.
Golongan ini memiliki potensi inotropic dan vasodilator dan bermanfaat pada kondisi akut.
Dobutamine memiliki efek kronotropik yang lebih sedikit dibanding dopamine. Dopamine
dosis tinggi akan menyebabkan stimulasi reseptor α dengan vasokonstriksi dan penurunan
aliran darah ginjal. Ada juga efek tambahan yang menguntungkan jika suatu agen inotropic
memiliki potensi vasodilatasi, seperti pada dopamine. Obat inotropic umumnya
meningkatkan kontraktilitas miokardium kearah kurva normal. Amrinone adalah obat non-
katekolamine yang memiliki efek inotropic dan vasodilataor dengan menghambat
phosphodiesterase. Trombositopenia adalah efek sampingnya, sehingga obat ini harus
dihentikan jika jumlah trombosit < 150.000/mmk. Amrinone bermanfaat pada pasien dengan
gagal jantung kongestif berat (dilated cardiomyopathy) yang menerima pengobatan β-
stimulant jangka panjang.
Digialis - Digoxin

Digoxin adalah suatu glikosida jantung, yang berikatan dengan membrane Na+/K+-
ATPase dan menurunkan konduksi pada tingkat nodus AV dan juga memiliki efek inotropic
positif. Dosis yang lebih tinggi mungkin diperlukan untuk mengobati SVT, dimana tujuan
terapi adalah menghambat konduksi AV. Dosis maintenance lebih berkaitan erat dengan
kadar serum digoxin dibandingkan dosis digitalisasi, yang diberikan untuk meningkatkan
simpanan obat dalam tubuh dan memperpendek waktu untuk mencapai kadar farmakokinetik
yang stabil. Dosis digoxin untuk anak-anak lebih besar dibandingkan dosis dewasa berdasar
berat badan. Studi farmakokinetik mengindikasikan bahwa bayi dan anak-anak memerlukan
dosis digoxin yang lebih besar dibandingkan dewasa untuk mencapai kadar serum optimal,
hal ini dikarenakan volume distribusi yang lebih besar, dan klirens ginjal yang lebih cepat,
termasuk sekresi tubulus. Volume distribusi digoxin pada neonatus adalah 7.5 L/kg, pada
bayi dan anak-anak 16 L/kg, dan pada dewasa 4 L/kg. Konsentrasi digoxin yang lebih tinggi
biasa ditemukan pada otot jantung dan skelet dari pasien berusia muda.
Teknik Digitalisasi

Dosis awal dari dosis digitalisasi total diberikan dalam 12 – 18 jam diikuti dengan
dosis rumatan. Hal ini akan memberikan steady state farmakokinetik dalam 3-5 hari. Jalur
intravena sebenarnya lebih dipilih dibandingkan peroral, terutama untuk bayi dengan gagal
jantung berat. Jalur intramuskuler tidak dianjurkan dikarenakan absorbsi obat dari lokasi
injeksi tidak dapat diprediksi. Jika bayi dengan gagal jantung ringan, dosis rumatan dapat
diberikan peroral tanpa loading dose, hal ini akan memberikan steady state dalam 5 – 8 hari.

Berikut ini merupakan langkah demi langkah dalam melakukan digitalisasi :

1. Dapatkan rekaman EKG (ritme dan interval PR) dan kadar elektrolit awal. Perubahan
pada ritme dan interval PR adalah tanda penting toksisitas digitalis, seperti
hipokalemia dan hiperkalsemia .
2. Hitunglah dosis digitalisasi total
3. Berikanlah segera 1/2 dari dosis digitalis total, lanjutkan dengan 1/4 dosis, dan ¼
dosis terakhir dengan interval 6-8 jam.
4. Mulailah dosis rumatan 12 jam setelah pemberian dosis digitalisasi terakhir.
Dianjurkan untuk memeriksa EKG sebelum pemberian dosis rumatan.

Keracunan Digitalis
Keracunan digitalis dapat terjadi selama pengobatan dengan digoxin atau overdosis dari
digoxin secara tidak sengaja. Dengan dosis yang relatif rendah, toksisitas digitalis jarang
terjadi. Namun, kita harus berhati-hati terhadap kemungkinan keracunan digitalis pada setiap
anak yang menerima preparat digitalis. Diagnosis keracunan digitalis adalah keputusan klinis
dan biasanya didasarkan pada hal-hal berikut :
1. Pasien memiliki riwayat tak sengaja tertelan.
2. Gejala non cardiac muncul pada anak yang menerima terapi digitalis, seperti
anoreksia, mual, muntah, diare, kegelisahan, mengantuk, letih, dan gangguan visual
pada anak-anak yang lebih tua.
3. Gagal jantung memburuk.
4. Tanda-tanda keracunan pada EKG lebih dapat diandalkan dan muncul awal.
5. Kadar serum digoxin yang meningkat (>2 mg/mL) dapat dikaitkan dengan keracunan
digitalis pada anak jika klinis yang menunjukan toksisitas digitalis.
Obat Penurun After-load.
Vasokonstriksi perifer yang terjadi sebagai respons kompensasi tubuh untuk
mengurangi output jantung pada gagal jantung dapat membahayakan ventrikel yang sudah
lemah. Vasokonstriksi perifer dihasilkan oleh kenaikan tonus simpatis sirkulasi katekolamin
dan peningkatan dalam aktivitas sistem renin-angiotensin. Mengurangi afterload cenderung
akan menambah stroke volume tanpa perubahan berarti dari kontraktilitas jantung dan tanpa
meningkatkan konsumsi oksigen miokard. Jika vasodilator digunakan bersamaan dengan obat
inotropic, derajat perbaikan pada kondisi inotropic akan jauh lebih bermakna dibandingkan
hanya diberikan vasodilator saja. Kombinasi inotropic, vasodilator dan diuretic akan
menghasilkan perbaikan paling bermakna, baik pada kondisi inotropic maupun gejala
kongestifnya. Efek menguntungkan dari agen penurun after-load tampak pada bayi dengan L
to R shunt, dilated cardiomyopathy, cardiomyopathy akibat Adriamycin, iskemik miokard,
paska operasi, MR dan AR berat, dan hipertensi sistemik.
Golongan obat ini biasa dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan lokasi kerjanya :
vasodilator arteri, venodilator, dan vasodilator campuran.
1. Vasodilator arteri (hydralazine) akan memperbaiki output jantung dengan bekerja
terutama pada arteri, dengan menurunkan afterload. Hydralazine sering diberikan
bersamaan dengan propranolol dikarenakan dapat mengaktifkan reflex baroreseptor,
yang mengakibatkan takikardia
2. Venodilator (nitroglycerine, isosorbid dinitrate) bekerja terutama dengan mendilatasi
vena sistemik dan mendistribusikan ulang darah dari paru ke sirkulasi sistemik.(yang
Akan mengurangi gejala pulmonal). Venodilator akan paling menguntungkan
diberikan pada pasien dengan kongesti pulmonal tapi mungkin menimbulkan efek
samping jika preload telah dipulihkan oleh diuretic atau restriksi sodium.
3. Vasodilator campuran, termasuk ACE inhibitor (captopril, enalapril), nitroprusside,
dan prazosin. Agen ini bekerja baik pada arteri maupun vena. ACE inhibitor popular
untuk anak dengan CHF kronik berat, namun natrium nitroprusside umumnya
digunakan pada keadaan akut, seperti paska operasi jantung dengan bypass
kardiopulmoner, terutama pada pasien yang memiliki hipertensi pulmonal dan
kenaikan tekanan arteri pulmonal paska operasi. Jika menggunakan natrium
nitroprusside, harus diawasi tekanan darahnya secara berkala. ACE inhibitor
menurunkan resistensi vaskuler sistemik dengan menghambat angiotensin II dan
memperbaiki kerja bradikinin.5
OBAT-OBAT LAINNYA
Penghambat β-adrenergik
Efek menguntungkan dari penghambat β-adrenergik telah dilaporkan pada pasien
dewasa dengan dilated cardiomyopathy. Studi terbaru juga menunjukkan bahwa
overstimulasi adrenergic sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik dan
menyebabkan efek yang merugikan pada hemodinamik gagal jantung dengan menginduksi
cidera miokard dan nekrosis, bukan suatu mekanisme kompensasi.
Carvedilol, jika ditambakan pada terapi gagal jantung standar, telah menunjukkan
efek yang menguntungkan pada anak-anak dengan dilated cardiomyopathy (Bruns, dkk,
2001). Dosis awal adalah 0.09 mg/kgBB, 2 x sehari, dan dosisnya ditingkatkan bertahap
sampai 0.36 dan 0.75 mg/kg yang ditoleransi, sampai maksimal dosis dewasa 50 mg/hari.
Efek samping obat ini meliputi pusing, hipotensi, dan sakit kepala.
Namun penghambat β-adrenergik sebaiknya tidak diberikan pada mereka dengan
gagal jantung tak terkompensasi. Penggunaannya harus ditunda sampai keseimbangan cairan
dan tekanan darah sudah stabil dan harus dimulai dari dosis kecil dan ditingkatkan bertahap.
Kontraindikasi penggunaan penghambat β-adrenergik meliputi : bradikardia simptomatik aau
blok jantung, hipotensi yang signifikan, asma akut, dan penyakit bronkial yang berat.

Ca Channel Blocker
Nifedipine sebagai suatu Ca Channel Blocker akan menyebabkan vasodilatasi perifer
dan berguna bagi pasien dengan koarktasio aorta atau hipertensi pulmonal. Keuntungannya
adalah onsetnya yang cepat, keamanannya, dan dapat diberikan secara sublingual. Golongan
ini juga dapat diberikan pada bayi dengan dosis 0.1 – 0.3 mg/kg/dosis sublingual setiap 6
jam.5

Penghambat Phosphodiesterase
Milrinone bermanfaat untuk mengobati pasien dengan cardiac output rendah yang
refrakter terhadap terapi standar dan sangat efektif dalam mengatasi kondisi low output pada
anak-anak paska bedah jantung terbuka. Obat ini bekerja dengan menghambat
phosphodiesterase, yang akan mencegah degradasi cyclic adenosine monophosphate
intraseluler. Milrinone memiliki efek inotropic positif pada jantung dan efek
vasodilatasi perifer dan umum digunakan sebagai terapi tambahan dari dopamine atau
dobutamine di ICU. Dosisnya adalah 0.25-1 μg/kg/menit,intravena, kadang dengan loading
dose 50 μg/kg. Efek samping utama adalah hipotensi sekunder akibat vasodilatasi perifer,
terutama jika diberikan loading dose. Hipotensi ini umumnya dapat diatasi dengan pemberian
cairan yang adekuat untuk mengisi volume intravaskuler.-3

Carnitine
Carnitine, yang merupakan kofaktor esensial untuk transportasi asam lemak rantai
panjang ke mitokondria untuk oksidasi, telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada
beberapa kasus kardiomiopati, terutama mereka dengan kelainan metabolisme. Sebagian
besar pasien ini memiliki dilated cardiomyopathy. Dosis L-carnitine adalah 50-100
mg/kg/hari, diberikan 2-3x sehari peroral (dosis maksimum 3 gram). Obat ini akan
memperbaiki fungsi miokard, mengurangi kardiomegali, dan memperbaiki kelemahan otot.
Penelitian pada binatang menunjukkan potensi efek protektif dan terapeutik pada doxorubicin
induced cardiomyopathy pada tikus.

Pembedahan
Jika pemberian medikamentosa tidak memperbaiki gagal jantung kongestif dalam hitungan
minggu, sampai bulan, maka kita harus mempertimbangkan paliatif atau koreksi melalui
pembedahan pada kelainan jantung yang dialami.

Transplantasi Jantung

Transplantasi jantung telah digunakan untuk pengobatan penyakit jantung stadium akhir pada
anak-anak selama hampir 4 dekade dengan transplantasi bayi pertama dilakukan di tahun
1960-an. Sekitar 350 transplantasi jantung anak telah dilakukan setiap tahun, mewakili
sekitar 10% dari total jantung transplantasi. Sebagian besar transplantasi diindikasikan untuk
penyakit jantung stadium akhir dikarenakan kardiomiopati. Penyebab lainnya adalah
penyakit jantung kongenital seperti sindrom jantung hipoplastik dan gagal jantung kongestif
kompleks lain, ventrikel tunggal, penyakit jantung palliated, dll. One year survival telah
mendekati 90% dan estimasi waktu paruh graft terkondisi adalah sekitar 17,5 tahun pada
anak-anak muda (dibandingkan tunggu segera daftar kematian adalah sekitar 20%.). Namun,
mengingat fakta bahwa operasi hanya dilakukan di beberapa pusat diseluruh dunia dan donor
jantung yang tersedia masih tetap statis selama beberapa tahun terakhir ini, menunjukkan
bahwa transplantasi jantung hanya menjadi solusi bagi minoritas saja.
DAFTAR PUSTAKA

1. Park MK. Park’s Pediatric Cardiology for Practicioners. Elsevier Saunders,


Philadelphia, 2014.
2. Bernstein D. Heart Failure. Dalam : Kliegman RM, Stanton HB, Behrman RE,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20. Philadelphia: WB Sauders
Company; 2015. h. 2282-88.
3. Sharma M, Nair MNG, Jatana SK, Shahi BN. Congestive Heart Failure in Infants and
Children. MJAFI, Vol. 59, No. 3, 2003; 228-33.
4. Hernandez VB, Andres AS, Portela F, Thompson FF. Current Pharmacologic
Management of Pediatric Heart Failure in Congenital Heart Disease. Current Vascular
Pharmacology, 2011, 9; 619-628.
5. Sahni M, Asrani P, Jain SK. Role of the Renin-Angiotensin-Aldosterone System in
the Management of Neonatal Heart Failure. NeoReviews. Vol.16 No.10: October
2015; e575-85.
6. Chaturvedi V, Saxena A. Heart Failure in Children: Clinical Aspect and Management.
Indian Journal of Pediatrics, Volume 76—February, 2009 ; 195-205.

Anda mungkin juga menyukai