Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH KOLOID

DOSEN: IR. ABD. HAYAT KASIM, M.T.

COLOIDAL SRUCTURE IN SURFACTANT


SOLUTION

KELOMPOK VIII

IRMAWATI
ANDI TENRI WARU BATARI
TANTI IRIYANTI
MUHAMMAD RISAL

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
BAB I

PENDAHULUAN

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di

mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain.

Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 – 10-5 cm ). Contoh koloid adalah

mayones dan cat, mayones adalah campuran homogen di air dan minyak dan cat

adalah campuran homogen zat padat dan zat cair.

Jenis-jenis koloid antara lain emulsi, gel dan buih. Emulsi adalah dispersi

koloidal dua cairan yang tidak bercampur karena perbedaan kepolaran. Globul

terdispersi makromolekul (dengan ukuran 100-100.000 µm) dalam medium

pendispersi. Pada umumnya emulsi kurang mantap, kemantapan emulsi dapat

terlihat pada keadaannya yang selalu keruh seperti; susu, santan, dan sebagainya.

Untuk memantapkan emulsi diperlukan zat pemantap yang disebut emulgator.

Salah satu jenis emulgator adalah emulgator surfaktan. Fungsi dari

emulgator surfaktan ini adalah untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga

dapat menyatukan dua buah larutan dengan sifat kepolaran yang berbeda. Contoh

surfaktan dalam kehidupan kita sehari-hari adalah sabun, sampo, lipid, dan

sebagainya.

Mengingat pentingnya pembahasan mengenai koloid, emulsi dan

surfaktan, maka dibuatlah makalah koloid yang berjudul “Coloidal Structure in

Surfactant Soluton”.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Surfaktan

Surfaktan (surface active agents) adalah zat yang dapat mengaktifkan

permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar

muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada rantai

lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan (Adamsons, 1982).

Istilah surfaktan adalah campuran dari permukaan agen aktif. Surfaktan

biasanya senyawa organik yang amphiphilic , berarti mereka mengandung kedua

hidrofobik kelompok (ekor mereka) dan hidrofilik kelompok (kepala mereka).

Oleh karena itu, mereka larut dalam kedua pelarut organik dan air. Surfaktan

Istilah ini diciptakan oleh produk-produk Antara tahun 1950.

Molekul surfaktan mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar

(hidrofilik) dan ujung non polar (hidrofobik). Surfaktan dapat digolongkan

menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan

surfaktan yang larut dalam air (Adamsons, 1982).


1. Surfaktan yang larut dalam minyak

Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai

panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.

2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air

Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat

pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan

lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion

yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang

tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan

positif bergantung pada pH-nya.

Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan

ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh

kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya

terentang menjauhi permukaan air. Sabun dapat membentuk misel (micelles),

suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung

ion. Bagian hidrokarbon dari molekul sabun bersifat hidrofobik dan larut dalam

zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.

Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan

tidaklah benar-benar larut dalam air, tetapi dengan mudah akan tersuspensi di

dalam air (Adamsons, 1982).

Menurut Adamsons pada tahun 1982 secara garis besar, terdapat empat

kategori surfaktan yaitu:

1. Anionik :

- Alkyl Benzene Sulfonate (ABS)


- Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)

- Alpha Olein Sulfonate (AOS)

2. Kationik : Garam Ammonium

3. Non ionik: Nonyl phenol polyethoxyle

4. Amphoterik atau zwiterionik: Acyl Ethylenediamines

2. Kritikal Misel

Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan sifat fisik yang

mendadak pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang mendadak ini

disebabkan oleh pembentukan agregat atau penggumpalan dari beberapa molekul

surfaktan menjadi satu, yaitu pada konsentrasi kritik misel (CMC) (Adamsons,

1982).

Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari

molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50

sampai 100 molekul asam lemak dari sabun (Adamsons, 1982).


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog

surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu

atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan

memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam

menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada

konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmc-nya

(Adamsons, 1982).

3. Cara Penentuan Konsentrasi Kritikal Misel (CMC)

Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara

penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang

menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc

larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak ideal.

Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan,

hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias,


hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka (Adamsons,

1982).

4. Termodynamics of micellization
5. Emulsi dan Mikroemulsi

5.1 Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam

cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase

terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi

minyak dalam air. Sebaliknya jika air atau larutan air yang merupakan fase

terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem

ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan

penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan

tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang

memisah (Anonim a, 1995).

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting

agar diperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin,

sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera

(emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau

buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya

merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).

Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang

hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu

tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan

menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak

diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal

yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau

krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%.
Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase

eksternal setengah padat (Anonim a, 1995).

Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat digunakan bersama

surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar

permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi

kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan

pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan

yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada

kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,

terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin

besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim a, 1995).

5.2 Mikroemulsi

Mikroemulsi merupakan dispersi cair-cair dalam bentuk miselar dengan

ukuran partikel 10-100 nm. Dalam mikroemulsi terjadi solubilisasi miselar

dimana misel-misel bergabung dan membutuhkan konsentrasi surfaktan yang

tinggi (Anonim b, 2009).

Faktor yang harus diperhatikan dalam mikroemulsi antara lain (Anonim,

2009):

1. Luas permukaan partikel terdispersi: memepengaruhi enersi antar muka.

2. Stabilita fisik dan pembentukan sistem yang spontan.

3. Derajat solubilisasi: misel surfaktan, globul emulsi, dan solubilisasi yang

terjadi.

4. Kinetika solubilisasi tergantung dari derajat solubilisasi dan transisi misel

surfaktan dan globul emulsi.


5. Pengaruh temperatur dan komposisi mikroemulsi.

Mikroemulsi berupa partikel yang lebih kecil, luas permukaan lebih besar

tetapi karena adanya konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang tinggi

menyebabkan partikel terselimuti secara rapat sehingga lebih stabil daripada

emulsi biasa dan tidak memerlukan pengocokkan yang kuat. Co-surfaktan

diperlukan untuk menurunkan hidrofilisitas fase air. Contoh co-surfaktan:

etoksidiglikol, poligliseril 6-dioleat, poligliseril 6-isostearat, poligliseril 3-

diisostearat (Anonim b, 2009).

Sifat mikroemulsi antara lain ukuran partikel 10-100 nm, stabil, sederhana,

ada kekuatan solubilisasi, ada peningkat aktivitas, penampilan cair dan transparan,

Contoh formula gliserin, trietanolamin, Mg-alumunium silikat, metil

paraben dan air (Anonim b, 2009).

Pada mikroemulsi, fase minyak yang memiliki viskositas rendah. Hal ini

dimaksudkan agar densitasnya tidak naik sehingga mudah dicampur dan tidak

kriming (Anonim b, 2009).

6. Biological Membrane

Membran sel merupakan lapisan yang melindungi inti sel dan sitoplasma.

Membran sel membungkus organel-organel dalam sel. Membran sel juga

merupakan alat transportasi bagi sel yaitu tempat masuk dan keluarnya zat-zat

yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan oleh sel. Struktur membran ialah dua lapis

lipid (lipid bilayer) dan memiliki permeabilitas tertentu sehingga tidak semua

molekul dapat melalui membran sel (Anonim c, 2009).

Struktur membran sel yaitu model mozaik fluida yang dikemukakan oleh

Singer dan Nicholson pada tahun 1972. Pada teori mozaik fluida membran
merupakan 2 lapisan lemak dalam bentuk fluida dengan molekul lipid yang dapat

berpindah secara lateral di sepanjang lapisan membran. Protein membran tersusun

secara tidak beraturan yang menembus lapisan lemak. Jadi dapat dikatakan

membran sel sebagai struktur yang dinamis dimana komponen-komponennya

bebas bergerak dan dapat terikat bersama dalam berbagai bentuk interaksi

semipermanen (Anonim c, 2009).

Komponen penyusun membran sel antara lain adalah fosfolipid, protein,

oligosakarida, glikolipid, dan kolesterol. komponen muchus membran sel

semipermanen di lapisan membranKomponen utama membran sel terdiri atas

fosfolipid, selain itu terdapat senyawa lipid seperti sfingomyelin, kolesterol, dan

glikolipida. Fosfolipid memiliki dua bagian yaitu bagian yang bersifat hidrofilik

dan bagian yang bersifat hidrofobik. Bagian hidrofobik merupakan bagian yang

terdiri atas asam lemak. Sedangkan bagian hidrofilik terdiri atas gliserol, fosfat,

dan gugus tambahan seperti kolin, serin, dan lain-lain. Penamaan fosfolipid dan

sifat masing-masing akan bergantung pada jenis gugus tambahan yang dimiliki

oleh fosfolipid (Anonim c, 2009).

Jenis-jenis fosfolipid penyusun membran sel antara lain adalah : fosfokolin

(pc), fosfoetanolamin (pe), fosfoserin (ps), dan fosfoinositol (pi). Secara alami di

alam fosfolipid akan membentuk struktur misel (struktur menyerupai bola) atau

membran lipid 2 lapis. Karena strukturnya yang dinamis maka komponen

fosfolipid di membran dapat melakukan pergerakan dan perpindahan posisi.

Pergerakan yang terjadi antara lain adalah pergerakan secara lateral (Pergerakan

molekul lipid dengan tetangganya pada monolayer membran) dan pergerakan

secara flip flop (Tipe pergerakan trans bilayer) (Anonim c, 2009).


BAB III

KESIMPULAN

1. Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di mana

partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain.

Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm.

2. Surfaktan (surface active agents) adalah zat yang dapat mengaktifkan

permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar

muka.

3. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan

yang lain dalam bentuk tetesan kecil.

4. Mikroemulsi merupakan dispersi cair-cair dalam bentuk miselar dengan ukuran

partikel 10-100 nm.


DAFTAR PUSTAKA

Adamsons, Arthur W. 1982. Physical Chemistry of Surface. A wiley-Interscience


Publication, United State of America.

Anonim a, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta

Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, Gadjah Mada University
press, Jogjakarta.

Anonim b, 2009, emulsi, (online), (www.ladytulip.com), diakses pada tanggal 8


Mei 2010, pukul 17.00 WITA.

Anonim c, 2009, emulsi, (online), (www.wikipedia.com), diakses pada tanggal 8


Mei 2010, pukul 17.00 WITA.

Anda mungkin juga menyukai