H15rbp PDF
H15rbp PDF
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kelayakan
Bisnis Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik adalah karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Kata kunci: aspek pasar, aspek teknis, manajemen, net present value, internal rate
of return
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI KELAYAKAN BISNIS PABRIK PENGOLAHAN
KELAPA SAWIT PT. INDOMAS MITRA TEKNIK
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
x
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 63
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 2 Luas areal dan produksi CPO kelapa sawit di Indonesia tahun 2006-2010
Tahun Luas Areal (Hektar) Produksi CPO (Ton)
Tabel 3 Provinsi sentra produksi kelapa sawit (CPO) di Indonesia tahun 2008-
2011 (Ton)
Lokasi 2008 2009 2010 2011
Riau 5 764 203 5 932 310 6 358 703 5 736 722
Sumatera Utara 2 738 279 3 158 144 3 113 006 4 071 143
Sumatera Selatan 1 753 212 2 036 553 2 227 963 2 203 275
Kalimantan Tengah 1 449 294 1 677 976 2 251 077 2 146 160
Jambi 1 203 430 1 265 788 1 509 560 1 684 174
Sumber: Deptan 2012
Pada Tabel 3 dapat dilihat sentra produksi kelapa sawit (CPO) di Indonesia
pada tahun 2008 sampai 2011 terdapat di lima provinsi yaitu Riau, Sumatera
Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Jambi. Sumatera Utara menjadi
salah satu provinsi penghasil kelapa sawit yang berkembang di Indonesia dengan
jumlah produksi 4 071 143 ton pada tahun 2011 atau sekitar 17.6 % dari total
produksi kelapa sawit di Indonesia. Sumatera Utara merupakan wilayah yang
memiliki areal perkebunan sawit yang cukup luas dan potensial bagi
perkembangan kelapa sawit Indonesia sehingga dapat menjadi penghasil devisa
bagi pemerintah nasional dan pemerintah daerah setempat. Hal tersebut dapat
dilihat dari perkembangan produksi kelapa sawit yang meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya. Pengembangan areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara
meliputi areal pengembangan perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta asing,
perkebunan besar swasta nasional, dan pengembangan perkebunan inti rakyat.
Sumatera Utara memiliki subsektor perkebunan yang potensial. Komoditas-
komoditas unggulan subsektor perkebunan di Sumatera Utara yaitu kelapa sawit,
karet, tebu, kelapa, dan kopi. Dari kelima komoditas unggulan tersebut kelapa
sawit menjadi komoditas utama dengan hasil produksi yang besar jika
dibandingkan dengan komoditas-komoditas lainnya. Komoditas-komoditas
unggulan hasil perkebunan di Sumatera Utara dapat dilihat pada Lampiran 1.
Peningkatan produksi kelapa sawit di Sumatera Utara tidak terjadi di semua
kabupaten. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang perkembangan kelapa
4
Tabel 4 Jumlah areal kelapa sawit dan produksi TBS di Kabupaten Karo
2010 2011 2012
TBM (ha) 250 240 217
TM (ha) 821 972 558
TTM (ha) - - -
Jumlah total lahan (ha) 1 071 1 212 775
Produksi TBS (ton) 2 222 16 120 6 597
Sumber : BPS 2011
Keterangan -TBM : Tanaman belum menghasilkan
-TM : Tananaman menghasilkan
-TTM : Tanaman tidak menghasilkan
Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah areal dan produksi kelapa sawit di
Kabupaten Karo mengalami penurunan yang besar dari tahun 2010 ke tahun 2011
dan 2012. Hal tersebut bertolak belakang dengan peningkatan yang terjadi di
Provinsi Sumatera Utara. Hal ini disebabkan sulitnya bibit kelapa sawit yang
diperoleh oleh petani sawit di Kabupaten Karo dan masih kurangnya pabrik
pengolahan yang dapat mengolah TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit
sehingga petani sulit untuk menjual TBS kelapa sawitnya. Kondisi tersebut sangat
disayangkan karena Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten yang sangat
cocok dengan usaha kelapa sawit terlihat pada tahun 2010 jumlah produksi kelapa
sawit mencapai 16 120 ton tetapi menurun sesetiap tahunnya.
Salah satu karakteristik yang dapat menjadi dukungan pengembangan
kelapa sawit di Kabupaten Karo adalah iklim dan struktur tanah yang cocok
dengan kelapa sawit. Keadaan tersebut membuat Kabupaten Karo berpotensi
menjadi wilayah investasi yang menjanjikan dalam melakukan investasi usaha
pengembangan kelapa sawit, walaupun saat ini usaha kelapa sawit di Kabupaten
Karo memang semakin menurun produksinya. Oleh karena itu sangat diperlukan
studi kelayakan dalam melakukan investasi untuk dapat menetapkan strategi dan
kebijakan yang tepat dalam menjalankannya investasi agar investasi tersebut dapat
berjalan dengan baik mengingat kondisi yang terjadi di Kabupaten Karo.
Perumusan Masalah
melihat layak atau tidaknya investasi yang sudah dilakukan PT. IMT berdasarkan
aspek finansial (NPV, IRR, PP, dan Net B/C ) dan aspek non-finansial (aspek
pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan lingkungan), sehingga dapat
memberikan gambaran tepat kepada perusahaan dalam mengambil keputusan
untuk berinvestasi mengembangkan PT. IMT ke depannya. Berdasarkan kondisi
yang dijelaskan, maka hal yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kelayakan usaha kelapa sawit pada PT. IMT jika dilihat dari
aspek non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan
lingkungan)?
2. Bagaimana kelayakan usaha kelapa sawit pada PT. IMT jika dilihat dari
aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, dan PP)?
Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Bisnis
Bisnis merupakan kegiatan investasi terhadap sumberdaya yang ada guna
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi individu
(perorangan/perusahaan) atau bagi negara atau masyarakat keseluruhan.
Karakteristik dasar investasi yaitu melibatkan modal (capital) yang dikeluarkan
7
Aspek Pasar
Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial individu dan kelompok
untuk memperoleh yang mereka butuhkan atau inginkan melalui proses
penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk. Nilai kegunaan kegiatan
pemasaran adalah selalu mengusahakan tersedianya komoditas dalam bentuk yang
diinginkan, menyuguhkan tepat pada lokasi dan saat yang dibutuhkan (Umar
2005).
Aspek-aspek pasar dari suatu bisnis adalah rencana pemasaran output yang
dihasilkan oleh bisnis tersebut dan rencana penyedian input yang dibutuhkan
untuk kelangsungan dan pelaksanaan sebuah bisnis (Gittinger 1986). Analisis
aspek pasar sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui tingkat
permintaan dan penawaran terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Selain itu, dengan analisis aspek pasar dapat diketahui potensi pasar yang ada
untuk produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan serta mengetahui seberapa
besar market share yang dikuasai oleh perusahaan pesaing. Hal tersebut kemudian
dapat digunakan perusahan dalam menentukan strategi pemasaran yang akan
dijalankan untuk mencari peluang dan pasar potensial yang ada.
Analisis pasar juga berfungsi untuk memperkirakan hasil usaha dengan
melihat dan menganalisis pasar serta diharapkan perusahaan dapat menentukan
permintaan yang efektif. Hal tersebut bertujuan agar mendapatkan harga yang
menguntungkan dari perusahaan tersebut. Analisis aspek pasar dapat dilakukan
8
Aspek Teknis
Analisis aspek teknis berhubungan dengan input (penyediaan) dan output
(produksi) berupa barang nyata dan jasa (Gittinger 1986). Aspek teknis berkaitan
dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti lokasi proyek, kapasitas
produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses produksi, serta teknologi yang
digunakan dalam usaha tersebut.
usaha. Menurut Umar (2007), makroekonomi sebagai input dalam studi kelayakan
bisnis, hendaknya perlu dikaji imbal baliknya, yaitu bahwa bisnis yang
direncanakan hendaknya bermanfaat bagi pihak lain. Hubungan bisnis yang
direncanakan dapat ditinjau dari aspek finansial.
Sebuah usaha akan membutuhkan sejumlah uang sebagai modal yang akan
digunakan pada tahap pra operasi, tahap pembangunan, dan tahap operasional.
Dana investasi pada tahap pra operasi biasanya dibutuhkan untuk pengurusan izin-
izin usaha, pematangan lahan (land improvement), dan lain-lain (Gittinger 1986).
Pada tahap pembangunan dana investasi diperlukan untuk membiayai bangunan
fisik seperti kandang, gudang, jalan, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang
diperlukan. Pada tahap operasional sebuah usaha membutuhkan sejumlah uang
untuk membiayai modal kerja seperti untuk membeli pakan, peralatan dan
perlengkapan, vitamin, obat-obatan, membayar gaji karyawan/ upah pekerja,
bunga modal, dan lain-lain.
Aspek keuangan dalam studi kelayakan biasanya mempelajari kebutuhan
dana untuk aktiva tetap, aktiva lancar, modal kerja, sumber pendanaan, dan
sumber penerimaan, analisis biaya dan manfaat, serta arus kas. Biasanya aspek
keuangan dalam studi kelayakan didasarkan atas angka proyeksi seperti proyeksi
kebutuhan investasi, proyeksi biaya dan manfaat/ keuntungan, dan proyeksi arus
kas. Semua proyeksi tersebut pada analisis lebih lanjut menjadi dasar bagi
penilaian kelayakan sebuah usaha menurut kriteria investasi (NPV, IRR, dan B/C)
dan menilai kemampuan usaha dalam membayar seluruh biaya yang harus
ditanggung. Disamping itu, salah satu dari proyeksi tersebut dapat digunakan
untuk mengukur rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh
modal/investasi yang tanamkan, atau yang lebih dikenal dengan payback period
(Umar 2005).
Perebusan
(Sterilizer)
Pengadukan
(Digester)
Pengepresan
Penyaringan Pemisahan
Ampas
Pengendapan Pengeringan
Hidrocycl
Pemurnian on
Pemecahan
Pengeringan Cangkang
Pemisahan
Penyimpanan CPO
Pengeringan
Penyimpanan
Kernel
Gambar 1. Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan KPO
Sumber : Habibillah 2010
11
Saat ini di Indonesia ada tiga jenis bentuk utama perkebunan kelapa sawit
yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Bentuk
yang akhir-akhir ini sudah semakin banyak adalah perkebunan inti rakyat yang
dasarnya merupakan bentuk gabungan dari perkebunan rakyat dengan perkebunan
swasta atau negara. Perkebunan negara masih memegang kendali dalam
perkembangan kelapa sawit di Indonesia yang saat ini dikenal dengan Perusahaan
Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN). Perusahaan tersebut merupakan
perusahaan terbesar dalam bidang kelapa sawit di Indonesia, sedangkan
perusahaan swata dan perkebunan rakyat masih belum dapat mengimbangi
perkebunan negara dari sisi luas lahan atau teknologi pengolahan.
Perusahaan swasta dan perkebunan rakyat biasanya saling melengkapi.
Keduanya bisa melakukan kerjasama dalam pengelolaan kelapa sawit. Perkebunan
rakyat pada umumnya hanya memiliki lahan perkebunan dan tidak memiliki akses
dalam proses industri. Hal tersebut dikarenakan untuk membangun pabrik
12
membutuhkan dana yang sangat besar sehingga tidak dapat mengelola lebih lanjut
hasil buah kelapa sawit dari lahan mereka. Oleh karena itu perusahaan swasta
yang memiliki akses tersebut dapat membeli dan menampung hasil dari
perkebunan rakyat agar dapat diolah menjadi CPO (Crude Palm Oil).
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak
kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong
pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana
terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring dengan meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa
sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7.8 juta hektar pada tahun 2010 dan
terus meningkat pada tahun 2011 (Ditjenbun 2012).
Berkembangnya sub‐sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak
lepas dari adanya kebijakan pemerintah. Pemeritah memberikan berbagai insentif
terutama kemudahan dalam hal perijinan, bantuan subsidi investasi untuk
pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR‐Bun, dan dalam pembukaan
wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta.
Seiring dengan semakin meluasnya lahan perkebunan kelapa sawit, maka
CPO yang dihasilkan juga semakin meningkat. Berdasarkan data total produksi,
minyak sawit Indonesia meningkat tajam yaitu dari 1 710 000 ton pada tahun
1988 menjadi 5 380 000 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1998, sehubungan
dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, produksi minyak kelapa sawit
turun menjadi 5 11 000 000 ton, namun pada tahun 1999 produksinya kembali
meningkat menjadi 5 660 000 ton. Berdasarkan BPS (2010), selama Januari
sampai Agustus 2010 nilai ekspor sawit Indonesia mencapai US$ 6.7 miliar atau
naik dari periode yang sama tahun lalu yang hanya US$ 5.6 miliar dengan volume
ekspor 4 000 000 ton CPO. Hal ini menunjukan pertumbuhan subsektor industri
perkebunan kelapa sawit telah menghasilkan manfaat ekonomi yang cukup besar.
Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kemudian terdapat juga peraturan pemerintah baik pusat ataupun daerah yang
membatasi ruang gerak perusahaan.
Aspek manajemen yang perlu diperhatikan adalah bentuk badan usaha yang
digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan
tersebut, struktur organisasi yang digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang
dibutuhkan (Husnan dan Suwarsono 2000). Kelayakan dapat dilihat dari bentuk
badan usaha yang legal agar status hukum jelas serta apakah jenis pekerjaan yang
dibutuhkan terpenuhi oleh tenaga kerja
tetapi dapat mengurangi efesiensi dan efektifitas perusahaan karena bila tidak
menjalankan proyek ini perusahaan tidak akan memperoleh kerugian.
Payback Period(PP)
Payback period merupakan salah satu metode analisis yang mencoba
mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang memiliki payback
period singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan besar yang akan dipilih.
Payback period merupakan alat pelengkap penilaian investasi.
Analisis Sensitifitas
Salah satu keuntungan analisis proyek secara finasial ataupun ekonomi yang
dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui atau
diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal diluar jangkauan
dari asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Menurut Gittinger (1986),
analisis sensitifitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat
pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Sementara
menurut Kadariah (1987), yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau
sensitifitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara sistematis yang
terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek bila terjadi kejadian-kejadian yang
berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan.
Gittinger (1986) menambahkan, analisis sensitifitas berkaitan dengan
proyeksi dalam menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan
yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama
yang sensitif yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil
analisis sensitifitas yang dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti
(switching value) dan dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan
17
Lanjutkan Perbaikan
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan mengenai aspek
non finansial. Aspek non finansial berkaitan dengan lingkungan internal dan
eksternal, baik manajemen perusahaan maupun kelembagaan ataupun aspek
lingkungan internal dan eksternal lainnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai
sumber terkait dengan penelitian yang dilakukan dan diolah dengan menggunakan
perhitungan kelayakan, baik dari kelayakan finansial yang dapat dilihat dari segi
Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Rasio (Net B/C), Internal Rate Return
(IRR), dan payback period (PP).
Data primer dan data sekunder yang digunakan berupa data yang berkaitan
dengan aspek finansial dan non-finansial. Data primer digunakan untuk
menggambarkan keadaan perusahaan pada masa sekarang dan untuk menjelaskan
keadaan produksi perusahaan. Data sekunder digunakan sebagai sumber dasar
yang digunakan untuk menggambarkan mengenai perkebunan kelapa sawit,
pengolahan pabrik CPO, aspek-aspek penunjang yang berkaitan dengan
perkebunan kelapa sawit, dan menjadi dasar perhitungan finansial perkebunan
kelapa sawit setelah pengembangan .
Instrumen yang digunakan di dalam penelitian untuk mendapatkan
informasi dan data yang dibutuhkan adalah dengan menggunakan alat elektronik,
media cetak, internet, serta daftar pertanyaan untuk dijawab oleh responden.
Responden dalam hal ini adalah orang yang memiliki kredibilitas di bidang yang
diteliti yaitu manajer produksi, bagian keuangan/arsip, dan bagian-bagian lain
yang masih memiliki kaitan terhadap objek penelitian.
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat
kualitatif dianalisis untuk mengkaji aspek non finansial, yaitu aspek pasar, teknis,
manajemen, hukum dan sosial. Data yang bersifat kualitatif dinilai berdasarkan
kriteria kelayakan setiap aspek yang harus dipenuhi. Data yang bersifat kuantitatif
diolah untuk mengkaji aspek kelayakan finansial berdasarkan kriteria penilaian
investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan payback period (PP).
Pengolahan dan analisis data ini diarahkan pada analisis kelayakan, apakah
perusahaan layak dijalankan atau diteruskan melihat dari kebijakan yang
diterapkan oleh perusahaan yang berbeda dengan perusahaan pengolah kelapa
sawit yang lain dan kondisi dari lingkugan perusahaan. Selain itu, diteliti apakah
perusahaan dapat memproduksi CPO dan KPO secara maksimal dengan kebijakan
tersebut, dan apakah perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan yang
maksimal dengan kebijakan tersebut.
Kriteria Investasi
Hasil analisis IRR lebih besar dari bunga bank (tingkat diskonto) yang
berlaku, menunjukan proyek tersebut layak untuk dilakukan. Sebaliknya bila IRR
lebih kecil dari tingkat suku bunga bank maka usaha tersebut tidak layak untuk
dilakukan.
Tabel 5 Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kabupaten Karo tahun 2010
Jumlah
Jumlah Desa/ Luas Wilayah
No Kecamatan Penduduk
Kelurahan (Km²)
(jiwa)
1 Kabanjahe 13 44.65 63 918
2 Berastagi 10 30.50 42 939
3 Barusjahe 19 128.04 22 304
4 Tigapanah 26 186.84 29 593
5 Merek 19 125.51 18 223
6 Munte 22 125.64 19 870
7 Juhar 25 218.56 13 368
8 Tigabinanga 20 160.38 20 086
9 Laubaleng 15 252.60 17 879
10 Mardingding 12 267.11 17 222
11 Payung 8 47.24 10 938
12 Simpang empat 17 93.48 19 192
13 Kutabuluh 16 195.70 10 685
14 Dolat rayat 7 32.25 8 374
15 Merdeka 9 44.17 13 434
16 Naman teran 14 87.82 12 916
17 Tiganderket 17 86.76 13 301
Jumlah 269 2 127.25 354 242
Sumber: BPS Kab.Karo 2010
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo tahun 2012 yang diukur
berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
konstan 2000 meningkat sebesar 6.34 % terhadap tahun 2011. Pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 7.85 %.
disusul oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 7.20 %,
sektor jasa-jasa 6.17 %, sektor pertanian 6.12 %, sektor bangunan 5.92 %, sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 5.84 %, sektor listrik, gas dan air bersih
sebesar 4.76, dan sektor industri pengolahan 3.95 %. Sedangkan sektor
pertambangan dan penggalian menjadi sektor yang paling rendah
pertumbuhannya, yaitu 3.71 %.
Besaran PDRB Kabupaten Karo pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku
tercapai sebesar Rp. 8 512.71 miliar, sedangkan atas dasar harga konstan 2 000
sebesar Rp. 3 816.81 miliar. Terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karo
tahun 2012 sebesar 6.34 %, sektor pertanian memberi sumbangan sebesar 3.52 %,
disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 1.16 %, sektor jasa-jasa
sebesar 0.76 %, sektor pengangkutan dan komunikasi 0.51 %, sektor bangunan
0.21 %, dan sisanya oleh keempat sektor lainnya. PDRB perkapita atas dasar
harga berlaku pada tahun 2012 mencapai Rp. 23.72 juta, lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar Rp. 21.55 juta. (BPS Kab.Karo
2014).
Aspek Non-Finansial
1. Aspek Pasar
Analisis aspek pasar berkaitan dengan seberapa besar pasar merespon
terhadap barang atau jasa yang diproduksi suatu bisnis atau perusahaan baik dari
sisi permintaan, penawaran, harga, dan strategi pemasaran (4P), sehingga produk
dapat memberikan manfaat bagi konsumen yang membeli atau menggunakan
produk. Aspek pasar merupakan aspek yang memiliki prioritas yang sangat
penting bagi suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang
mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan potensi dan pangsa pasar
(Kothler dan Amstrong 1997).
Permintaan
Analisis permintaan digunakan untuk mengetahui secara riil jumlah produk
atau jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu. Potensi pasar CPO di
Indonesia dinilai cukup tinggi dikarenakan CPO sangat banyak digunakan oleh
industri-industri lain seperti industri minyak goreng dan industri oleokimia.
Industri minyak goreng merupakan penyerap CPO terbesar yaitu mencapai 29.6 %
dari total produksi CPO. Selain itu, CPO juga merupakan salah satu pemasukan
devisa negara karena termasuk komoditi ekspor Indonesia yang sangat potensial.
Siklus produksi PT. IMT sendiri dalam sehari mampu mengolah TBS 50
hingga 75 ton yang dapat menghasilkan rata-rata CPO sebanyak 500-565 ton,
kernel 140-146 ton, dan cangkang 160-166 ton. Jumlah permintaan produksi PT.
IMT dapat dilihat dari hasil produksi yang selalu memiliki pembeli dan produk
yang selalu terjual sesetiap bulannya. Tingkat permintaan produksi PT. IMT
26
khususnya CPO relatif stabil dan jarang terjadi penurunan atau peningkatan harga
yang signifikan. Permintaan CPO ini biasanya datang dari perusahaan-perusahaan
pengelola CPO yang berasal dari kota Medan. Dalam penjualan CPO, PT IMT
bekerja sama dengan beberapa perusahaan yaitu PT. Smart, PT. Pacific Palmindo
Industri, dan PT. Inno wangsa dengan sistem kontrak. Kapasitas penjulan CPO
yang dipasok kepada perusahaan-perusahaan tersebut sejauh ini berkisar 500-600
ton per bulannya. Dilihat dari total penjulaan CPO PT. IMT, saat ini belum
mencapai nilai maksimal jika dilihat dari kapasitas pabrik. Hal tersebut
dikarenakan PT. IMT masih kekurangan bahan baku (TBS) untuk diolah.
Menurut USDA (2010), Konsumsi minyak kelapa sawit dunia pada tahun
2006 telah mencapai 37 juta ton dan sampai 2008 telah mencapai 40.45 juta ton.
Dilihat dari perkembangannya permintaan atas minyak kelapa sawit di dunia
mengalami peningkatan, begitu juga yang terjadi terhadap permintaan minyak
kelapa sawit di Indonesia. Menurut GAPKI (2014), prospek industri kelapa sawit
nasional cukup menjanjikan dan akan terus mengalami peningkatan. Berdasarkan
data GAPKI produksi CPO dan KPO tahun 2013 mencapai 26 juta ton atau naik
1.9 % dibanding pada tahun 2012 sebanyak 26.5 ton. Sedangkan produksi pada
tahun 2014 diperkirakan pada kisaran 27.5-28 juta ton. Jika dilihat dari hal
tersebut menunjukkan potensi pasar untuk produk CPO sangat baik, dan kondisi
tersebut juga terlihat dari penjualan CPO yang dilakukan PT.IMT tidak
mengalami kesulitan dan selalu mempunyai permintaan terhadap produknya.
Penawaran
Penawaran adalah jumlah produksi yang dapat disediakan oleh perusahaan.
Penawaran CPO PT.IMT relatif stabil, seluruh CPO yang diproduksi selalu
memiliki pembeli. PT.IMT melakukan penawaran ke perusahaan-perusahaan
pembeli sampai mendapatkan nilai (harga) paling tinggi dari perusahaan pembeli.
Penawaran CPO yang dilakukan PT. IMT kepada perusahaan-perusahaan tersebut
dengan menggunakan sistem kontrak, yaitu perusahaan pembeli menentukan
jumlah CPO yang akan dibeli dengan harga yang telah disepakati dalam kontrak,
Terdapat dua pabrik pengolahan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Karo.
Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam penentuan harga bahan baku
yang juga mempengaruhi biaya produksi, namun persaingan tersebut tidak
mempengaruhi harga penawaran kepada perusahaan-perusahaan pembeli CPO.
Hal ini disebabkan penentuan harga CPO sudah ditetapkan melalui mekanisme
pasar dengan mengacu pada harga CPO internasional di bursa berjangka. Selama
ini penentuan harga dilakukan dengan sistem lelang yang dilakukan dua kali
seminggu (Pahan 2006), akan tetapi kebijakan yang baru saat ini sistem lelang
dilakukan sesetiap hari.
Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah merupakan sistem dari keseluruhan kegiatan
usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan,
dan mendistribusikan barang serta jasa yang dapat memuaskan kebutuhan-
kebutuhan pembeli yang ada atau pembeli yang potensial (Stanton 1984).
Berdasarkan definisi tersebut maka ketika membahas pemasaran tidak dapat lepas
dari bauran pemasaran. Bauran pemasaran merupakan kombinasi dari empat
variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran dan dapat dikendalikan oleh
27
A. Produk
Produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat
memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk yang dihasilkan PT. IMT adalah
CPO. CPO adalah minyak yang dihasilkan dari proses perebusan kelapa sawit.
Selain produk utama yaitu CPO, PT. IMT juga menghasilkan KPO dari proses
tersebut. KPO juga sudah memiliki perusahan pembeli tersendiri. Selain itu,
terdapat fiber yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan dan dapat menjadi subtitusi bahan bakar (solar) yang digunakan PT.
IMT dalam proses produksi. Produk lain yang dihasilkan dari pengolahan TBS
PT. IMT yaitu cangkang yang juga merupakan sumber keuntungan dari
perusahaan.
B. Harga
Harga adalah sejumlah uang atau barang yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian jasa.
Penentuan tingkat harga sangat menentukan keberhasilan suatu bisnis. Harga jual
CPO ditentukan melalui mekanisme pasar yang mengaju pada harga CPO
internasional (Pahan 2006). Sementara mekanisme penentuan harga CPO yang
dilakukan oleh PT. IMT ditetapkan melalui sistem lelang sesetiap harinya. Rata-
rata harga jual CPO yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan relatif sama, yaitu
berada dalam kisaran Rp 7 500-9 000 per kg, sedangakan harga cangkang rata-rata
Rp 650-750 per kg dan kernel Rp 4 200-6 200 per kg.
Proses
D. Promosi
Promosi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produk pada target pasar (Kotler 1997).
Saat ini upaya strategi promosi yang digunakan PT. IMT adalah hubungan baik
pemilik perusahaan PT. IMT dengan perusahan pembeli. Hal ini dilakukan
perusahaan dengan cara mencari perusahan-perusahaan pembeli yang baru
melalui hubungan antar pemilik perusahaan CPO.
2. Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan kesiapan
perusahaan dalam menjalankan hal-hal teknis atau operasional. Hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu lokasi pabrik, fasilitas pendukung produksi, ketersediaan bahan
baku, analisis bahan baku dan jumlah produksi, serta proses produksi.
Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik kelapa sawit PT. IMT terletak di Desa Mardingding,
Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Luas areal
pabrik yaitu 10 ha termasuk perumahan karyawan. Lokasi pabrik dapat ditempuh
melalui jalan darat dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan. Perjalanan
tersebut membutuhkan waktu sekitar 6 jam dengan jarak tempuh 170 km dengan
kondisi jalan yang diaspal dan merupakan jalan lintas yang menghubungkan
Kabupaten Karo dengan Kabupaten Aceh Tenggara.
Waktu yang diperlukan untuk menuju lokasi pabrik dari jalan lintas
kabupaten sekitar 15 menit dengan jarak tempuh perjalanan 3 km dengan kondisi
jalan belum diaspal dan masih merupakan jalan bebatuan bercampur tanah. Salah
satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik kelapa
sawit meliputi ketersediaan air. Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan
pabrik diperoleh dari air sungai yang berjarak sekitar 400 meter dari lokasi
pabrik. Faktor- faktor lainnya yaitu daya dukung tanah, infrastukrtur, dan dekat
dengan lokasi perkebunan rakyat yang menanam kelapa sawit (bahan baku). Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi pabrik yang didirikan PT.
IMT dinyatakan layak.
dibangunnya sebuah koperasi yang berbasis kelapa sawit dimana koperasi ini
saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat, perusahaan dapat
membeli buah langsung dari koperasi sedangkan masyarakat bisa mendapatkan
penyuluhan tentang sistem penanaman kelapa sawit yang baik serta bisa
mendapatkan bibit sawit serta keperluan lainnya dalam menjalankan perkebunan
kelapa sawit di koperasi tersebut. Selain itu Perusahaan berusaha melakukan
kerjasama dengan petani-petani/perkebunan besar sehingga produksi TBS dari
petani-petani/perkebunan besar tersebut dapat diolah di PT. IMT. Selain itu,
perusahaan juga menyediakan bibit sawit unggul yang dapat dibeli petani untuk
meningkatkan kualitas TBS yang dihasilkan. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa ketersedian bahan baku di daerah pabrik dinyatakan belum
layak.
Kapasitas Produksi
Berdasarkan kapasitas pabrik sebesar 20 ton TBS per jam, dalam satu hari
idealnya pabrik bekerja normal selama 20 jam, dalam sebulan 25 hari, dan dalam
setahun bekerja selama 300 hari, maka kebutuhan bahan baku yang diperlukan
untuk proses produksi beserta produk yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kapasitas pabrik kelapa sawit dan produksi CPO serta kernel PT. IMT
Uraian Jumlah
Kapasitas terpasang 20 ton
Jam kerja/hari 20 jam
Hari kerja/bulan 25 hari
Hari kerja/tahun 300 hari
Kebutuhan kapasitas olah/ hari 400 ton
Kebutuhan kapasitas olah/bulan 10 000 ton
Kebutuhan kapasitas olah per tahun 120 000 ton
Produksi CPO/hari (rendemen 19%) 76 ton
Produksi CPO/tahun (rendemen 19%) 22 800 ton
Produksi kernel/hari (rendemen 5%) 20 ton
Produksi kernel/bulan (rendemen 5%) 500 ton
Produksi kernel/tahun (rendemen 5%) 6 000 ton
Sumber: PT Indomas Mitra Teknik
Berdasarkan kapasitas olah pabrik normal maka perusahaan seharusnya
mengolah TBS mencapai 120 000 ton per tahun. Namun PT. IMT baru dapat
memanfaatkan kapasitas olah sekitar per 3 750 ton bulan atau dapat diperkirakan
hanya 45 000 setahun (37.5 %). Karena itu dapat dikatakan bahwa kapasitas olah
belum dimanfatkan secara maksimal akibat adanya kekurangan bahan baku TBS.
Proses Produksi
Proses pengolahan TBS menjadi minyak kelapa sawit dan inti sawit secara
umum terdiri dari proses ekstrasi secara mekanis dilanjutkan dengan proses
pemurnian. Proses produksi TBS sampai menjadi CPO/kernel secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut:
31
A. Proses Ekstraksi
Proses ekstraksi dimulai dari TBS diterima dari supply/pengumpul yang
diangkut dengan truk atau pick up kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan
untuk mengetahui berat TBS yang masuk ke pabrik. Setelah dilakukan
penimbangan, kemudian dilakukan penyortiran untuk menentukan berapa % TBS
yang layak diterima untuk diproses atau ditolak. Kemudian TBS yang diterima
dikumpulkan di loading ramp sebelum diproses pada proses pengolahan pertama
(sterilisasi). Sebaiknya dari proses penerimaan, penimbangan sampai diolah,
waktu yang dipergunakan harus sesingkat mungkin untuk dapat mencegah
penurunan kualitas.
Tahapan pertama dalam proses ekstraksi minyak kernel dari TBS adalah
proses perebusan. Keberhasilan dalam proses perebusan akan sangat
mempengaruhi efisiensi dari proses ekstraksi. Hasil perebusan akan memberi efek
pada proses perontokan, pelumatan, dan proses kempa/pengepresan. Setelah
proses perebusan, dilanjutkan dengan proses pemisahan berondolan dengan
janjangan di mesin threshing. Berondolan yang telah dipisahkan dari janjangan
dimasukan ke dalam digester, sementara janjangan diangkut ketempat
pembakaran tandan kosong atau digunakan untuk land application.
memisahkan minyak kasar (crude oil) dari biji buah. Proses pressing dipermudah
dengan penambahan air panas, setelah itu minyak yang masih bercampur air
keluar melalui dinding press cage yang mempunyai perforasi/lubang kecil untuk
dimurnikan kemudian biji dan fiber keluar dari cylinder press cake untuk
dipisahkan. Proses pressing merupakan dasar perhitungan kapasitas pabrik, oleh
sebab itu harus dioperasikan secara optimal sehingga tidak mengganggu rantai
pengolahan.
B. Proses Pemurnian
Crude oil dan air yang keluar dari screw press pada proses pengepresan
dipompakan ke crude oil gutter sebelum masuk ke sand trap tank. Kemudian dari
sand trap dialirkan ke vibrating screen (saringan getar), untuk memisahkan atau
membersihkan serabut fiber yang terbawa. Saringan getar ini adalah saringan
berganda yang berfungsi untuk menyaring minyak kasar (crude oil) yang masih
mengandung kotoran. Minyak kemudian ditampung dalam crude oil tank, lalu di
pompakan ke contionous tank. CPO dan sludge yang keluar dari continiuous tank
ditampung di oil tank dan sludge tank. CPO yang berada di oil tank, selanjutnya
diproses untuk mengurangi kadar air di vacum dryer dengan tujuan medapatkan
CPO yang sesuai dengan mutu standar. CPO yang telah memenuhi mutu standar
dikirim ke storage tank untuk disimpan sebelum pengiriman. Sedangkan sludge
diproses di sludge centrifuse untuk mengambil CPO yang masih terdapat di dalam
sludge. Sludge dialirkan ke pat-fit untuk dikumpulkan dan mengalami proses
pemisahan antara lumpur dengan minyak CPO secara gravitasi. CPO yang
diperoleh di sludge centrifuse dan pat-fit dikirim kembali ke continuous tank dan
lumpur ke kolam limbah.
Ampas yang bercampur dengan biji yang keluar dari screw press masuk ke
dalam depericarper (pemisah ampas). Alat ini bekerja secara pneumatic, yaitu
fibre (sabut) terhisap ikut dengan udara kemudian dibawa ke ruangan ketel uap
dan dipakai sebagai bahan bakar. Sedangkan biji bersama benda-benda padat
lainnya jatuh ke bawah untuk diolah selanjutnya. Biji- biji tersebut dikumpulkan
di nut silo dan selanjutnya dipecah oleh mesin ripple mill untuk proses pemisahan
antara kernel dan cangkang. Proses pertama pemisahan kernel dan cangkang
dilakukan secara pneumatic di tingkat 1 dan 2. Cangkang yang keluar dari tingkat
2 yang masih mengandung kernel selanjutnya diproses di mesin bak modder
untuk mengambil kernel. Seluruh kernel yang diperoleh dikirim ke kernel dryer
untuk dikeringkan sesuai standar kadar air yang ditetapkan (8 %). Sedangkan
cangkang dikirim ke tempat penampungan.
adalah teknologi yang dibeli dari luar negeri. Dari sisi tata letak pabrik juga sudah
diatur oleh perusahan dengan memperhatikan kemudahan pekerja dalam
melakukan alur produksi agar pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan
efesien.
3. Aspek Manajemen
Aspek manajemen berkaitan dengan sumber daya manusia yang digunakan
untuk mengelola keuangan, pengoperasian teknis, pengolaan lahan, dan bidang
operasi lainnya yang berhubungan dengan bisnis yang dilakukan. Hal ini
dilakukan untuk mencapai keuntungan yang diharapkan. Tanpa adanya
manajemen yang baik maka kegiatan bisnis yang dijalankan tidak akan mencapai
tujuan yang diinginkan. Sebaliknya, tanpa ada sumber daya manusia yang baik
kegiatan bisnis yang dijalankan juga akan menjadi buruk dan tidak mencapai
tujuan dari bisnis.
pusat. Pendapatan tambahan bagi pemerintah berupa pajak pajak yang terdiri dari
PPH, PPN, PBB dan PE. Selain itu, penjualan hasil pengolahan kelapa sawit
menambah nilai ekspor dari perusahaan besar, sehingga akan menghasilkan devisa
yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Diharapkan
dengan adanya pembangunan pabrik PT. IMT ini perekonomian daerah tersebut
khsususnya Kabapaten Karo dapat meningkat dan lebih maju.
Selama enam bulan pada tahun 2013 PT. IMT membeli TBS sebesar 14 478
435 kg, sehingga diperkirakan dalam setahun pembelian TBS sebesar 28 756 870
kg. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan pasokan TBS sebesar 20 % atau 17 268
282 kg dari 28 756 870 kg menjadi 34 536 564 kg. Tahun 2015 sampai 2027
diasumsikan peningkatan pasokan jumlah TBS sebesar 8 %. Asumsi ini
didasarkan oleh peningkatan jumlah rata-rata TBS yang terjadi pada tahun 2013
sampai tahun 2014. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap output produksi.
Selain berpengaruh terhadap output produksi, peningkatan jumlah bahan baku
juga berpengaruh terhadap rekapitulasi penerimaan. Rekapitulasi penerimaan
PT.IMT dapat dilihat pada Tabel 9.
Selain penerimaan di atas terdapat penerimaan lain yaitu, berasal dari nilai
sisa atau salvage value Nilai tersebut merupakan nilai sisa dari barang modal atau
investasi yang tidak habis terpakai selama umur bisnis dan dinilai pada umur akhir
bisnis Perhitungan menggunakan periode 15 tahun berdasarkan umur teknis
instalasi PKS.
itu, perhitungan dimulai pada tahun 2013 ketika bisnis sudah mulai berjalan.
Biaya investasi meliputi bangunan pabrik, instalasi permesinan, perumahan,
gudang, beserta sarana dan prasarana penunjang lainnya. Total jumlah investasi
keseluruhan adalah Rp 44 000 000 000, rincian lengkap investasi dapat dilihat
pada Tabel 10.
Pembangunan pabrik kelapa sawit PT. IMT berkapasitas 20 ton TBS/jam
dilakukan selama 6 bulan, dengan umur teknis pabrik 15 tahun yang ditetapkan
berdasarkan umur efektif dari mesin instalasi yang dipakai untuk pengolahan.
Biaya reinvestasi dikeluarkan untuk investasi terhadap bagian mesin pabrik yang
umur ekonomisnya lebih kecil dari 15 tahun.
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara berkala dalam
rangka memenuhi input produksi dan kegiatan proses produksi agar
pengoperasian pabrik berjalan dengan lancer. Biaya operasional terdiri biaya tetap
dan biaya variable. Biaya tetap merupakan biaya yang wajib yang dikeluarkan
oleh perusahaan terkait berjalan tidaknya proses pengolahan, seperti biaya gaji,
listrik, perijinan, retribusi, pengolahan serta pemeliharan, dan lain-lain.
Rekapitulasi biaya tetap PT. IMT dapat dilihat pada Tabel 11.
1 Gaji Kantor di 284 751 000 815 814 000 840 288 420 865 497 073
Medan
2 Gaji Tetap di PKS 94 250 000 214 050 000 220 471 500 227 085 645
3 Listrik,Air,Telepon 8 000 000 18 000 000 18 500 000 19 000 000
dan Benda Pos
4 Transportasi 28 000 000 70 000 000 70 000 000 71 000 000
bukan Produksi
5 Konsumsi Pekerja 1 500 000 10 000 000 10 000 000 11 000 000
6 Biaya ATK dan 6 000 000 12 000 000 13 000 000 14 000 000
Rumah Tangga
Kantor
7 Biaya Perijinan dan 4 000 000 7 500 000 8 000 000 8 500 000
Retribusi
8 Gaji Karyawan 413 958 000 899 205 415 971 141 848 1 039 121 778
9 Biaya Pengolahan 745 401 922 4 064 000 000
dan Pemeliharaan 4.307.840.000 4.566.310.400
PKS
10 Biaya Umum/Sosial 6 000 000 20 000 000 20 000 000 21 000 000
Total 1 591 860 922 6 130 569 415 6.470 249 714 6 832 893 397
Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2013 adalah
sebesar Rp 1 591 860 922, pada tahun 2014 Rp 6.130.569.415, pada tahun 2015
adalah sebesar Rp 6 470 249 714 ,dan pada tahun 2016 adalah Rp 6 832 893 397.
Rincian biaya tetap dapat dilihat pada lampiran 4. Biaya tetap yang dikeluarkan
PT. IMT sesetiap tahunnya mengalami peningkatan, namun tidak secara
signifikan. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan pabrik yang tidak menentu
sesetiap tahunnya, seperti biaya pengolahan dan pemeliharaan pabrik. Selain itu
gaji pegawai dan pekerja pabrik sesetiap tahun juga mengalami peningkatan serta
karena adanya peningkatan produksi yang diikuti dengan peningkatan jumlah
41
SDM (sumberdaya manusia). Biaya tetap riil pada tahun 2013 dapat dilihat pada
lampiran 3.
Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan terkait
proses pengolahan dan penggunaan input produksi. Selain itu, biaya variabel
selaras dengan perkembang produksi atau penjualan sesetiap tahun. Besarnya
biaya variabel dipengaruhi oleh jumlah produksi pabrik. Biaya variabel terdiri dari
biaya pembelian TBS, insentif TBS ke supplier, lembur, dan biaya transport
produksi pabrik. Rekapitulasi biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 12.
No Uraian Tahun 2013 (Rp) Tahun 2014 (Rp) Tahun 2015 (Rp) Tahun 2016 (Rp)
1 Pembelian TBS 21 567 652 500 51 804 846 000 55 949 233 680 60 425 172 374
2 Insentif Suplier 287 568 700 690 731 280 739 082 470 805 668 965
3 Fee ke Koperasi 53 919 131 129 512 115 139 873 084 151 062 931
4 Fee Lahan PKS 71 892 175 172 682 820 186 497 446 201 417 241
5 Biaya Lembur 349 670 408 579 159 302 608 117 267 638 523 130
6 Biaya Transport 665 076 265 1 637 595 680 1 792 644 420 1 967 160 500
CPO
7 Biaya Transport 113 529 600 293 104 800 325 935 360 365 753 510
Kernel
8 Biaya Transport 77 643 540 338 787 720 399 104 460 438 904 175
Cangkang
Total 23 186 952 319 55 646 419 717 60 140 488 187 64 993 662 827
selama periode tertentu dengan melihat kondisi keuntungan yang diperoleh setiap
tahunnya.
Pada perhitungan laba rugi PT. IMT, perhitungan bunga pinjaman tidak
dilakukan karena perusahaan tidak melakukan peminjaman modal dalam
membangun perusahaannya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, perusahaan dikenai pajak sebesar 10 %
dari keuntungan bersih. Besarnya pajak akan berbeda-beda sesetiap tahunnya
sesuai dengan laba yang diperoleh perusahaan yang dapat dilihat dari laporan
laba/rugi. Laba yang didapatkan pada awal periode perusahaan berjalan adalah
sebesar Rp
4 806 458 126, pada tahun berikutnya laba mengalami peningkatan. Akan tetapi
pada tahun ke 13 perusahaan mengalami penurunan laba karena adanya
reinvestasi sebesar Rp 12 297 000 000. Hal tersebut mengakibatkan perusahaan
mengalami penurunan laba, namun pada tahun berikutnya laba perusahaan
mengalami peningkatan. Rincian biaya laba rugi dapat dilihat pada lampiran 5.
4. Kriteria Investasi
Analisis Usaha PT. IMT
Kelayakan finansial PT. IMT dapat dilihat dari empat investasi, yaitu Net
Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net B/C, dan payback period
(PP).
3. Net B/C
Net B/C rasio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai posistif
dengan manfaat bersih yang bernilai negative. Hal ini memiliki arti manfaat bersih
43
yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan sesetiap satuan kerugian dari bisnis
tersebut. Jika hasil Net B/C bernilai positif maka ketika suatu usaha mengeluarkan
sejumlah biaya tambahan maka nilai manfaat tambahan yang diperolehnya
menjadi lebih banyak. Pada perhitungan B/C dalam perhitungan kriteria investasi
ini diperoleh nilai Net B/C sebesar 2.740. Hal ini berarti, sesetiap tambahan
sebesar Rp 1 dapat menghasilkan tambahan manfaat bersih sebesar Rp 2.740
Nilai Net B/C pada perusahaan IMT terbukti lebih besar dari 1 sehingga usaha ini
layak untuk dijalankan (Net B/C >1).
Simpulan
Dari hasil analisis yang telah diakukan pada perusahaan kelapa sawit PT.
IMT baik dari aspek finansial maupun aspek non finansial, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan.
1. Berdasarkan aspek non finansial, perusahaan PT. IMT dapat dikatakan
layak kecuali pada aspek teknis khususnya pada ketersediaan bahan baku
yang dikatakan kurang layak karena belum mencukupi jumlah yang
dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengolah secara maksimal.
2. Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa PT. IMT layak untuk
dijalankan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar 17 645 785 706
(NPV > 0), IRR sebesar 25.09% (IRR > DR), Net B/C sebesar 2.740
( > 1), payback period selama 5 tahun 8 bulan 21 hari (PP < umur usaha).
Saran
1. PT. IMT sebaiknya mulai melakukan strategi dalam penyelesaian masalah
ketersediaan bahan baku seperti melakukan kerja sama dengan perusahaan
perkebunan atau perkebunan masyarakat setempat dalam memenuhi
kebutuhan bahan bakunya. Selain itu, PT. IMT juga dapat menyelesaikan
masalahnya dengan melakukan perluasaan perusahaan dalam bidang
perkebunan.
44
DAFTAR PUSTAKA
49
Lampiran 4 Data riil biaya variabel Juli-Desember 2013
50
Komponen Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
Pembelian TBS Rp 928 876 474 Rp 3 984 786 863 Rp 3 562 261 208 Rp 4 108 480 790 Rp 4 370 665 567 Rp 4 612 581 598 Rp 21 567 652 500 Rp 3 594 608 750
Insentif TBS ke Suplier Rp 37 366 400 Rp 49 075 381 Rp 57 739 119 Rp 48 902 120 Rp 52 242 840 Rp 42 242 840 Rp 287 568 700 Rp 47 928 117
Fee ke Koperasi Rp 6 314 409 Rp 8 474 232 Rp 8 119 800 Rp 8 084 808 Rp 9 706 656 Rp 8 125 816 Rp 48 825 721 Rp 8 137 620
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 4 015 060 Rp 13 196 240 Rp 13 641 735 Rp 14 971 000 Rp 11 584 140 Rp 14 484 000 Rp 71 892 175 Rp 11 982 029
Biaya Lembur Rp 64 352 837 Rp 83 365 266 Rp 64 859 837 Rp 50 584 606 Rp 42 350 437 Rp 44 157 425 Rp 349 670 408 Rp 58 278 401
Biaya Transport CPO Rp 30 356 935 Rp 134 559 885 Rp 125 012 210 Rp 131 179 075 Rp 108 753 035 Rp 135 215 125 Rp 665 076 265 Rp 110 846 044
Biaya Transport Kernel Rp 5 942 400 Rp 24 230 000 Rp 19 945 600 Rp 21 539 200 Rp 18 512 400 Rp 23 360 000 Rp 113 529 600 Rp 18 921 600
Biaya Transport Cangkang Rp 4 558 800 Rp 5 526 190 Rp 4 326 450 Rp 24 113 200 Rp 18 517 400 Rp 25 160 000 Rp 77 643 240 Rp 12 940 540
Total Biaya Variabel Cost Rp 1 077 224 515 Rp 4 303 214 057 Rp 3 855 905 959 Rp 4 407 854 799 Rp 4 632 332 475 Rp 4 905 326 804 Rp 23 181 858 609 Rp 3 863 643 101
Lampiran 5 Bagan struktur organisasi PT. IMT
DIREKTUR
MANAGER OPERASIONAL
OPERATOR
KERANI TUKANG PENGOLAHAN MKS
KERANI PRODUKSI
TIMBANG UMUM
OPERATOR ANALIS
TUKANG PENGOLAHAN IKS PENGOLAHAN MKS
KERANI
SDM LISTRIK OPERATOR BOILER ANALIS
PENGOLAHAN IKS
KERANI TUKANG OPERATOR KAMAR
51
BERAT
SORTASE
PENERIMAAN
TANDAN BUAH SEGAR
(TBS)
52
Lampiran 6 Layout pabrik
Kolam 8 Kolam 10
Kolam 1 Kolam 2
Fiber
Eyelone
Stasiun
Kernelly
Gudang
Boiler
Kantor
Jamebatan
Timbang
Fat Dit
Stasiun Klasifikasi
Rebusan
Pos
Sartpam
GerbangMasuk
Lampiran 7 Cashflow PT. Indomas Mitra Teknik
Tahun
1 2 3 4 5
No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017
I INFLOW
CPO Rp 24 125 432 302 Rp 57 948 555 370 Rp 62 584 439 800 Rp 67 591 194 984 Rp 72 998 490 582
Kernel Rp 4 445 812 102 Rp 10 678 705 589 Rp 11 533 002 036 Rp 12 455 642 199 Rp 13 452 093 575
Cangkang Rp 630 638 159 Rp 1 514 773 697 Rp 1 635 955 593 Rp 1 766 832 040 Rp 1 908 178 603
Salvage Value Rp - Rp - Rp - Rp - Rp -
Total Inflow Rp 29 201 882 563 Rp 70 142 034 656 Rp 75 753 397 428 Rp 81 813 669 223 Rp 88 358 762 760
II OUTFLOW
A Biaya Investasi
Bunch Reception Rp 1 870 000 000 - - - -
Sterilization Rp 4 216 000 000 - - - -
Thresing Station Rp 1 400 000 000 - - - -
Pressing Station Rp 2 610 000 000 - - - -
Depericarping Station Rp 1 290 000 000 - - - -
Kernel Station Rp 2 952 000 000 - - - -
Clarification Station Rp 2 435 000 000 - - - -
Boiler Station Rp 4 955 000 000 - - - -
Power Station Rp 3 154 000 000 - - - -
Water Treatment Plant Rp 1 589 000 000 - - - -
Palm Oil Storage Rp 1 345 000 000 - - - -
Piping & Valves Rp 1 200 000 000 - - - -
Boiler Feed Water Plant Rp 790 000 000 - - - -
Miscellancous Rp 865 000 000 - - - -
Instalation Rp 3 000 000 000 - - - -
Civil & Structure Rp 9 144 000 000 - - - -
Over Head Rp 1 185 000 000 - - - -
Total Biaya Investasi Rp 44 000 000 000 - - - -
B Biaya Operasional
1 Variabel Cost
Pembelian TBS Rp 21 567 652 500 Rp 51 804 846 000 Rp 55 949 233 680 Rp 60 425 172 374 Rp 65 259 186 164
Insentif TBS ke Suplier Rp 287 568 700 Rp 690 731 280 Rp 739 082 470 Rp 805 668 965 Rp 870 122 482
Fee ke Koperasi Rp 48 825 720 Rp 145 139 464 Rp 156 058 640 Rp 170 285 000 Rp 182 807 500
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 71 892 175 Rp 172 682 820 Rp 186 497 446 Rp 201 417 241 Rp 217 530 621
Biaya Lembur Rp 349 670 408 Rp 579 159 302 Rp 608 117 267 Rp 638 523 130 Rp 670 449 287
Biaya Transport CPO Rp 665 076 265 Rp 1 637 595 680 Rp 1 792 644 420 Rp 1 967 160 500 Rp 2 157 747 525
53
Biaya Transport Kernel Rp 113 529 600 Rp 293 104 800 Rp 325 935 360 Rp 365 753 510 Rp 401 933 410
Biaya Transport Cangkang Rp 77 643 540 Rp 338 787 720 Rp 399 104 460 Rp 438 904 175 Rp 524 683 860
Total Biaya Variabel Cost Rp 23 181 858 908 Rp 55 662 047 066 Rp 60 156 673 742 Rp 65 012 884 896 Rp 70 284 460 849
54
2 Fixed Cost
Gaji Kantor di Medan. Rp 284 751 000 Rp 815 814 000 Rp 840 288 420 Rp 865 497 073 Rp 891 461 985
Gaji Tetap di PKS. Rp 94 250 000 Rp 214 050 000 Rp 220 471 500 Rp 227 085 645 Rp 233 898 214
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 8 000 000 Rp 18 000 000 Rp 18 500 000 Rp 19 000 000 Rp 19 500 000
Transportasi yg bukan Produksi Rp 28 000 000 Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 71 000 000 Rp 72 000 000
Konsumsi Pekerja Rp 1 500 000 Rp 10 000 000 Rp 10 000 000 Rp 11 000 000 Rp 11 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 6 000 000 Rp 12 000 000 Rp 13 000 000 Rp 14 000 000 Rp 15 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 4 000 000 Rp 7 500 000 Rp 8 000 000 Rp 8 500 000 Rp 10 000 000
Gaji Karyawan. Rp 413 958 000 Rp 899 205 415 Rp 962 149 794 Rp 1 029 500 280 Rp 1 101 565 299
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 745 401 922 Rp 4 064 000 000 Rp 4 307 840 000 Rp 4 566 310 400 Rp 4 840 289 024
Biaya Umum/Sosial Rp 6 000 000 Rp 20 000 000 Rp 20 000 000 Rp 21 000 000 Rp 22 000 000
Total Biaya Fix Cost. Rp 1 591 860 922 Rp 6 130 569 415 Rp 6 470 249 714 Rp 6 832 893 397 Rp 7 216 714 522
C Pajak (0,1) Rp - Rp 834 941 817 Rp 912 647 397 Rp 996 789 093 Rp 1 085 758 739
Total Outflow Rp 22 736 355 370 Rp 65 666 143 872 Rp 71 031 565 699 Rp 77 143 584 967 Rp 82 930 634 532
III Net benefit Rp (39 571 837 267) Rp 7 514 476 357 Rp 8 213 826 575 Rp 8 971 101 836 Rp 9 771 828 650
IV Discount factor 8 % 0.925925925925926 0.857338820301783 0.79383224102017 0.735029852796453 0.680583197033753
V PV/Tahun Rp (36 640 590 062) Rp 6 442 452 295 Rp 6 520 400 357 Rp 6 594 027 662 Rp 6 650 542 384
VI NPV Rp 56 968 492 470
VII IRR 24.94 %
VIII Net B/C 2,68594878
IX Payback Period 5 Tahun 8 bulan 21 hari
No. Tahun 2018 2019 2020 2021 2022
Uraian
I INFLOW
CPO Rp 78 838 369 829 Rp 85 145 439 415 Rp 91 957 074 568 Rp 99 313 640 534 Rp 107 258 731 776
Kernel Rp 14 528 261 061 Rp 15 690 521 946 Rp 16 945 763 701 Rp 18 301 424 797 Rp 19 765 538 781
Cangkang Rp 2 060 832 892 Rp 2 225 699 523 Rp 2 403 755 485 Rp 2 596 055 924 Rp 2 803 740 398
Salvage Value Rp - Rp - Rp - Rp - Rp -
Total Inflow Rp 95 427 463 781 Rp 103 061 660 884 Rp 111 306 593 754 Rp 120 211 121 255 Rp 129 828 010 955
II OUTFLOW
A Biaya Investasi
Bunch Reception - - - - -
Sterilization - - - - -
Thresing Station - - - - -
Pressing Station - - - - -
Depericarping Station - - - - -
Kernel Station - - - - -
Clarification Station - - - - -
Boiler Station - - - - -
Power Station - - - - -
Water Treatment Plant - - - - -
Palm Oil Storage - - - - -
Piping & Valves - - - - -
Boiler Feed Water Plant - - - - -
Miscellancous - - - - -
Instalation - - - - -
Civil & Structure - - - - -
Over Head - - - - -
Total Biaya Investasi - - - - -
B Biaya Operasional
1 Variabel Cost
Pembelian TBS Rp 70 479 921 058 Rp 76 118 314 742 Rp 82 207 779 921 Rp 88 784 402 315 Rp 95 887 154 500
Insentif TBS ke Suplier Rp 939 732 281 Rp 1 014 910 863 Rp 1 096 103 732 Rp 1 183 792 031 Rp 1 278 495 393
Fee ke Koperasi Rp 197 800 000 Rp 211 750 000 Rp 231 250 000 Rp 250 500 000 Rp 272 750 000
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 234 933 070 Rp 253 727 716 Rp 274 025 933 Rp 295 948 008 Rp 319 623 848
Biaya Lembur Rp 737 494 216 Rp 811 243 637 Rp 892 368 001 Rp 981 604 801 Rp 1 079 765 281
Biaya Transport CPO Rp 2 365 830 480 Rp 2 592 956 630 Rp 2 867 355 720 Rp 3 169 628 550 Rp 3 502 726 360
Biaya Transport Kernel Rp 441 386 400 Rp 484 393 200 Rp 536 223 215 Rp 593 246 010 Rp 655 960 485
Biaya Transport Cangkang Rp 538 491 330 Rp 600 647 600 Rp 675 641 255 Rp 759 354 960 Rp 852 748 695
55
Total Biaya Variabel Cost Rp 75 935 588 834 Rp 82 087 944 388 Rp 88 780 747 778 Rp 96 018 476 675 Rp 103 849 224 563
56
2 Fix Cost
Gaji Kantor di Medan. Rp 918 205 844 Rp 945 752 020 Rp 974 124 580 Rp 1 003 348 318 Rp 1 033 448 767
Gaji Tetap di PKS. Rp 240 915 161 Rp 248 142 616 Rp 255 586 894 Rp 263 254 501 Rp 271 152 136
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 20 000 000 Rp 20 500 000 Rp 21 000 000 Rp 21 500 000 Rp 22 000 000
Transportasi yg bukan Produksi Rp 73 000 000 Rp 74 000 000 Rp 75 000 000 Rp 76 000 000 Rp 77 000 000
Konsumsi Pekerja Rp 11 000 000 Rp 12 000 000 Rp 12 000 000 Rp 12 000 000 Rp 13 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 16 000 000 Rp 17 000 000 Rp 18 000 000 Rp 19 000 000 Rp 20 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 12 000 000 Rp 14 000 000 Rp 16 000 000 Rp 18 000 000 Rp 20 000 000
Gaji Karyawan. Rp 1 178 674 870 Rp 1 261 182 111 Rp 1 349 464 859 Rp 1 443 927 399 Rp 1 545 002 317
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 5 130 706 365 Rp 5 438 548 747 Rp 5 764 861 672 Rp 6 110 753 373 Rp 6 477 398 575
Biaya Umum/Sosial Rp 23 000 000 Rp 24 000 000 Rp 25 000 000 Rp 26 000 000 Rp 27 000 000
Total Biaya Fix Cost. Rp 7 623 502 241 Rp 8 055 125 494 Rp 8 511 038 005 Rp 8 993 783 590 Rp 9 506 001 795
C Pajak (0,1) Rp 1 186 837 271 Rp 1 291 859 100 Rp 1 401 480 797 Rp 1 519 886 099 Rp 1 647 278 460
Total Outflow Rp 89 591 126 570 Rp 96 165 088 311 Rp 104 882 330 817 Rp 113 772 355 089 Rp 123 836 843 773
III Net benefit Rp 10 681 535 436 Rp 11 626 731 901 Rp 12 613 327 174 Rp 13 678 974 891 Rp 14 825 506 137
IV Discount factor 8 % 0.630169626883105 0.583490395262134 0.540268884501976 0.500248967131459 0.463193488084684
V PV/Tahun Rp 6 731 179 200 Rp 6 784 086 393 Rp 6 814 588 202 Rp 6 842 893 061 Rp 6 867 077 900
No. Tahun 2023 2024 2025 2026 2027
Uraian
I INFLOW
CPO Rp 115 839 430 319 Rp 125 106 584 744 Rp 135 115 111 524 Rp 145 924 320 445 Rp 157 598 266 081
Kernel Rp 21 346 781 883 Rp 23 054 524 434 Rp 24 898 886 389 Rp 26 890 797 300 Rp 29 042 061 084
Cangkang Rp 3 028 039 629 Rp 3 270 282 800 Rp 3 531 905 424 Rp 3 814 457 858 Rp 4 119 614 486
Salvage Value Rp - Rp - Rp - Rp - Rp 13 842 500 003
Total Inflow Rp 140 214 251 831 Rp 151 431 391 978 Rp 163 545 903 336 Rp 176 629 575 603 Rp 204 602 441 654
II OUTFLOW
A Biaya Investasi
Bunch Reception - - - - -
Sterilization - - - - -
Thresing Station Rp 1 400 000 000 - - - -
Pressing Station - - Rp 4 216 000 000 - -
Depericarping Station Rp 1 290 000 000 - - - -
Kernel Station - - Rp 2 952 000 000 - -
Clarification Station - - - - -
Boiler Station - - - - -
Power Station - - Rp 3 154 000 000
Water Treatment Plant - - - - -
Palm Oil Storage - - - - -
Piping & Valves - - - - -
Boiler Feed Water Plant - - Rp 790 000 000 - -
Miscellancous - - - - -
Instalation - - - - -
Civil & Structure - - - - -
Over Head - - Rp 1 185 000 000 - -
Total Biaya Investasi Rp 2 690 000 000 - Rp 12 297 000 000 - -
B Biaya Operasional
1 Variabel Cost
Pembelian TBS Rp 103 558 126 860 Rp 111 842 777 009 Rp 120 790 199 170 Rp 130 453 415 104 Rp 140 889 688 312
Insentif TBS ke Suplier Rp 1 380 775 025 Rp 1 491 237 027 Rp 1 610 535 989 Rp 1 739 378 868 Rp 1 878 529 177
Fee ke Koperasi Rp 294 750 000 Rp 319 500 000 Rp 353 000 000 Rp 386 750 000 Rp 426 250 000
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 345 193 756 Rp 372 809 257 Rp 402 633 997 Rp 434 844 717 Rp 469 632 294
Biaya Lembur Rp 1 187 741 809 Rp 1 306 515 990 Rp 1 437 167 589 Rp 1 580 884 348 Rp 1 738 972 783
Biaya Transport CPO Rp 3 850 275 045 Rp 4 231 249 640 Rp 4 757 718 110 Rp 5 322 193 200 Rp 5 951 986 245
Biaya Transport Kernel Rp 724 912 760 Rp 800 698 950 Rp 900 341 670 Rp 1 011 905 770 Rp 1 136 779 200
57
Biaya Transport Cangkang Rp 942 386 500 Rp 1 040 908 725 Rp 1 152 437 310 Rp 1 295 239 160 Rp 1 455 077 280
Total Biaya Variabel Cost Rp 112 284 161 756 Rp 121 405 696 598 Rp 131 404 033 835 Rp 142 224 611 167 Rp 153 946 915 292
2 Fix Cost
58
Gaji Kantor di Medan. Rp 1 064 452 230 Rp 1 096 385 797 Rp 1 129 277 371 Rp 1 163 155 692 Rp 1 198 050 363
Gaji Tetap di PKS. Rp 279 286 700 Rp 287 665 301 Rp 296 295 260 Rp 305 184 118 Rp 314 339 641
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 22 500 000 Rp 23 000 000 Rp 23 500 000 Rp 24 000 000 Rp 24 500 000
Transportasi yg bukan Produksi Rp 78 000 000 Rp 79 000 000 Rp 80 000 000 Rp 81 000 000 Rp 82 000 000
Konsumsi Pekerja Rp 13 000 000 Rp 13 000 000 Rp 16 000 000 Rp 17 000 000 Rp 18 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 21 000 000 Rp 22 000 000 Rp 23 000 000 Rp 24 000 000 Rp 25 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 22 000 000 Rp 24 000 000 Rp 26 000 000 Rp 28 000 000 Rp 30 000 000
Gaji Karyawan. Rp 1 653 152 479 Rp 1 768 873 153 Rp 1 892 694 273 Rp 2 025 182 872 Rp 2 166 945 673
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 6 866 042 489 Rp 7 278 005 039 Rp 7 714 685 341 Rp 8 177 566 462 Rp 8 668 220 449
Biaya Umum/Sosial Rp 28 000 000 Rp 29 000 000 Rp 30 000 000 Rp 31 000 000 Rp 32 000 000
Total Biaya Fix Cost. Rp 10 047 433 899 Rp 10 620 929 289 Rp 11 231 452 245 Rp 11 876 089 144 Rp 12 559 056 127
C Pajak (0,1) Rp 1 519 265 618 Rp 1 940 476 609 Rp 861 341 726 Rp 2 252 887 529 Rp 3 809 647 024
Total Outflow Rp 133 924 014 892 Rp 145 126 729 477 Rp 160 376 704 495 Rp 176 054 808 682 Rp 194 026 040 097
III Net benefit Rp 13 673 390 559 Rp 17 464 289 482 Rp 8 613 417 255 Rp 22 528 875 292 Rp 34 286 823 212
IV Discount factor 8 % 0.428882859337671 0.397113758645991 0.367697924672214 0.340461041363161 0.31524170496589
V PV/Tahun 5864282840 6935309638 3167135649 7670204343 10808636607
Lampiran 8 Laporan Laba Rugi PT. Indomas Mitra Teknik
Tahun
Komponen
2013 2014 2105 2016 2017
A Penjualaan
1 Penjualan CPO Rp 24 125 432 302 Rp 57 948 555 370 Rp 62 584 439 800 Rp 67 591 194 984 Rp72 998 490 582
2 Penjualan Kernel Rp 4 445 812 102 Rp 10 678 705 589 Rp 11 533 002 036 Rp 12 455 642 199 Rp13 452 093 575
3 Penjualan Cangkang Rp 630 638 159 Rp 1 514 773 697 Rp 1 635 955 593 Rp 1 766 832 040 Rp 1 908 178 603
Total Penerimaan Rp 29 201 882 563 Rp 70 142 034 656 Rp 75 753 397 428 Rp 81 813 669 223 Rp88 358 762 760
B Biaya Operasional Variabel
1 Biaya Pembelian TBS Rp 21 567 652 500 Rp 51 804 846 000 Rp 55 949 233 680 Rp 60 425 172 374 Rp 65 259 186 164
2 Biaya Insentif ke Supplier TBS Rp 287 568 700 Rp 690 731 280 Rp 739 082 470 Rp 790 818 242 Rp 846 175 519
3 Fee ke Koperasi Rp 48 825 720 Rp 145 139 464 Rp 156 058 640 Rp 170 285 000 Rp 182 807 500
4 Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 71 892 175 Rp 172 682 820 Rp 184 770 617 Rp 197 704 561 Rp 211 543 880
5 Biaya Lembur Rp 349 670 408 Rp 579 159 302 Rp 608 117 267 Rp 638 523 130 Rp 670 449 287
6 Biaya Transport CPO Rp 665 076 265 Rp 1 637 595 680 Rp 1 792 644 420 Rp 1 967 160 500 Rp 2 157 747 525
7 Biaya Transport Kernel Rp 113 529 600 Rp 293 104 800 Rp 325 935 360 Rp 365 753 510 Rp 401 933 410
8 Biaya Transport Cangkang Rp 77 643 540 Rp 338 787 720 Rp 399 104 460 Rp 438 904 175 Rp 524 683 860
Total Biaya Variabel Rp 23 186 952 319 Rp 55 646 419 717 Rp 60 140 488 187 Rp 64 993 662 827 Rp 70 264 801 314
C Marjin Kotor Rp 6 014 930 244 Rp 14 495 614 939 Rp 15 612 909 242 Rp 16 820 006 395 Rp 18 093 961 446
59
60
Tahun
Komponen
2018 2019 2020 2021 2022
A Penjualaan
1 Penjualan CPO Rp78 838 369 829 Rp 85 145 439 415 Rp 91 957 074 568 Rp 99 313 640 534 Rp 107 258 731 776
2 Penjualan Kernel Rp14 528 261 061 Rp 15 690 521 946 Rp 16 945 763 701 Rp 18 301 424 797 Rp 19 765 538 781
3 Penjualan Cangkang Rp 2 060 832 892 Rp 2 225 699 523 Rp 2 403 755 485 Rp 2 596 055 924 Rp 2 803 740 398
Total Penerimaan Rp95 427 463 781 Rp 103 061 660 884 Rp111 306 593 754 Rp 120 211 121 255 Rp 129 828 010 955
B Biaya operasional Variabel
1 Biaya Pembelian TBS Rp70 479 921 058 Rp 76 118 314 742 Rp 82 207 779 921 Rp 88 784 402 315 Rp 95 887 154 500
2 Biaya Insentif ke Supplier TBS Rp 905 407 806 Rp 968 786 352 Rp 1 046 289 260 Rp 1 129 992 401 Rp 1 220 391 793
3 Fee ke Koperasi Rp 197 800 000 Rp 211 750 000 Rp 231 250 000 Rp 250 500 000 Rp 272 750 000
4 Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 226 351 951 Rp 242 196 588 Rp 261 572 315 Rp 282 498 100 Rp 305 097 948
5 Biaya Lembur Rp 737 494 216 Rp 811 243 637 Rp 892 368 001 Rp 981 604 801 Rp 1 079 765 281
6 Biaya Transport CPO Rp 2 365 830 480 Rp 2 592 956 630 Rp 2 867 355 720 Rp 3 169 628 550 Rp 3 502 726 360
7 Biaya Transport Kernel Rp 441 386 400 Rp 484 393 200 Rp 536 223 215 Rp 593 246 010 Rp 655 960 485
8 Biaya Transport Cangkang Rp 538 491 330 Rp 600 647 600 Rp 675 641 255 Rp 759 354 960 Rp 852 748 695
Total Biaya Variabel Rp75 913 988 637 Rp 82 066 490 175 Rp 88 755 017 228 Rp 95 989 937 681 Rp 103 816 192 449
C Margin Kotor Rp19 513 475 144 Rp 20 995 170 708 Rp 22 551 576 527 Rp 24 221 183 574 Rp 26 011 818 506
61
62
Lampiran 9 Dokumentasi
RIWAYAT HIDUP