Anda di halaman 1dari 89

STUDI KELAYAKAN BISNIS PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

PT. INDOMAS MITRA TEKNIK

RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kelayakan
Bisnis Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik adalah karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Raymond Bagintasyah Perangin-angin


H34090090
ABSTRAK

RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN. Studi Kelayakan Bisnis


Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik. Dibimbing oleh SITI
JAHROH.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki


kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan memiliki dampak yang
besar bagi peradaban dan penyediaan lapangan kerja. Kelapa sawit tersebut harus
didukung oleh industri sehingga minyak sawit dapat memiliki harga yang lebih
tinggi. Pabrik pengolahan kelapa sawit mengolah kelapa sawit menjadi minyak
sawit mentah yang memiliki nilai jual lebih. PT. Indomas Mitra Teknik adalah
salah satu pabrik pengolahan kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis kelayakan pabrik kelapa sawit PT. Indomas Mitra Teknik. Penelitian
ini dilakukan di kantor dan pabrik PT. Indomas Mitra Teknik di Mardingding,
Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk menganalisis aspek non-finansial seperti aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial serta lingkungan. Analisis kuantitatif
digunakan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial berdasarkan kriteria
investasi yang NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period (PP). Dari analisis aspek
non-finansial, semua aspek adalah layak kecuali aspek teknis dalam hal
pengadaan bahan baku. Hasil analisis kelayakan finansial PT. Indomas Mitra
Teknik adalah layak dengan nilai NPV sebesar 17 645 785 706 (NPV > 0), IRR
sebesar 25.09% (IRR > DR dimana DR 7%), Net B/C sebesar 2.74 ( > 1), PP
selama 5 tahun 8 bulan 21 hari (PP < umur usaha 15 tahun).

Kata kunci: aspek pasar, aspek teknis, manajemen, net present value, internal rate
of return

ABSTRACT

RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN. Feasibility Analysis of


Processing Palm Oil Factory PT. Indomas Mitra Teknik. Supervised by SITI
JAHROH.

Palm oil is one of agricultural commodities that has a high contribution to


the national economic growth and a great impact on civilization and provision of
employment. Palm oil must be supported by an industry that processes palm oil
into crude palm oil with higher value. PT. Indomas Mitra Teknik is one of the
companies in palm oil processing industry. The aim of this research is to analyze
the feasibility of palm oil factory of PT. Indomas Mitra Teknik at Mardingding,
Karo District, North Sumatera. Qualitative and quantitative methods were used in
this research. Qualitative analysis was used to analyze the feasibility of non-
financial aspect such as market aspect, technical aspect, management aspect, and
also social and environment aspect. Based on non-financial aspects, it was
feasible except for technical aspect on input provision. Quantitative analysis was
used to analyze the feasibility of financial aspect based on investment criteria, i.e.
NPV, IRR, Net B/C and, payback period (PP). The result of this feasibilty analysis
showed that PT Indomas Mitra Teknik was feasible with value NPV 17 645 785
706 (NPV > 0), IRR 25.09% (IRR > DR whereas DR was 7%), Net B/C 2.74( >
1), and PP is 5 years 8 months 21 days (PP < business time of 15 years).

Keyword: market aspect, technical aspect, management, net present value,


internal rate of return
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI KELAYAKAN BISNIS PABRIK PENGOLAHAN
KELAPA SAWIT PT. INDOMAS MITRA TEKNIK

RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA

Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan


Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah
Studi Kelayakan Bisnis Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra
Teknik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Siti Jahroh, PhD selaku dosen
pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh kesabaran membimbing penulis
untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Benni Tarigan selaku pemilik PT. Indomas Mitra
Teknik yang telah memberikan izin penelitian. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada papa, mama, dan adik-adik tersayang (Ines dan Monik) serta
keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang selalu diberikan. Selanjutnya
ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman seperjuangan, Adit, Bobi,
Tyo, Winda, Amal, dan Gayuh yang senantiasa memberikan dukungan dan doa.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ester atas waktu, perhatian, dan
dukungan yang selalu diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
teman-teman seangkatan Agribisnis 46 yang sama-sama berjuang dalam
menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015


Raymond Bagintasyah Perangin-angin
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
Studi Kelayakan Bisnis 6
Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis 7
Industri Kelapa Sawit di Indonesia 9
Hasil Tanaman Kelapa Sawit 11
Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 11
Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia 12
Penelitian Terdahulu 12
KERANGKA PEMIKIRAN 13
Kerangka Pemikiran Teoritis 13
Kerangka Pemikiran Operasional 17
METODOLOGI PENELITIAN 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Data dan Instrumentasi 19
Metode Pengumpulan Data 19
Pengolahan dan Analisis Data 20
Kriteria Investasi 20
Asumsi-Asumsi Dasar 22
GAMBARAN UMUM 23
HASIL DAN PEMBAHASAN 25
Aspek Non Finansial 25
Apek Pasar 25
Aspek Teknis 29
Aspek Manajemen 33
Aspek Sosial dan Lingkungan 35
Analisis Aspek Finansial 37
Analsis Inflow Pabrik Kelapa Sawit PT. IMT 37
Analsis Outflow Pabrik Kelapa Sawit PT. IMT 39
Laporan Laba Rugi PT. IMT 41
Kriteria Investasi 42
SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43

x
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 63

xi
DAFTAR TABEL

1 Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia tahun 2006-2010 1


2 Luas areal dan produksi CPO kelapa sawit tahun 2006-2010 2
3 Provinsi sentra produksi kelapa sawit di Indonesia tahun 2008–2011 3
54 Jumlah areal kelapa sawit dan produksi TBS di Kabupaten Karo 4
5 Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kabupaten Karo 24
6 Kapasitas pabrik kelapa sawit dan produksi CPO serta kernel PT.IMT 30
7 Hasil analisis aspek non finansial 36
8 Rekapitulasi produksi PT. IMT 38
9 Rekapitulasi penerimaan PT. IMT 38
10 Biaya investasi 39
11 Rekapitulasi biaya tetap PT. IMT 40
12 Rekapitulasi biaya variabel PT. IMT 41
13 Hasil analisis finansial PT. IMT 43

xii
DAFTAR GAMBAR

1 Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan KPO 10


2 Kerangka pemikiran operasional 18
3 Peta Kabupaten Karo 23
4 Saluran distribusi PT. IMT 28
5 Tempat penyortiran dan penyimpanan dalam Loading Ramp 31
6 Stasiun perebusan dan stasiun pencacahan (digester) 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komoditas perkebunan di Sumatera Utara 47


2 Data riil harga TBS, CPO, kernel, dan cangkang Juli-Desember 2013 48
3 Data riil biaya tetap Juli-Desember 2013 49
4 Data riil biaya variabel Juli-Desember 2013 50
5 Bagan struktur organisasi PT. IMT 51
6 Layout pabrik 52
7 Cashflow PT. IMT 53
8 Laba rugi PT. IMT 59
9 Dokumentasi 62

xiii
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki sumberdaya alam


yang melimpah dan mempunyai potensi yang besar di sektor pertanian. Pertanian
merupakan salah satu sektor yang penting sebagai penggerak perekonomian
Indonesia karena pertanian dapat meningkatkan pendapatan negara dan devisa
negara serta berperan penting dalam penyediaan lapangan pekerjaan yaitu sekitar
42.76 % (BPS 2009).
Sektor pertanian di Indonesia dibagi menjadi beberapa subsektor yang
terdiri dari tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan.
Perkebunan adalah salah satu sektor pertanian yang memiliki kontribusi besar
terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) di Indonesia yaitu 17.3% dari total PDB
pada tahun 2002. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, angka yang
disumbangkan subsektor perkebunan untuk PDB sektor pertanian pada tahun
2010 mencapai Rp 136 048 500 000 (13.8 %). Jumlah tersebut menunjukan
subsektor perkebunan sebagai penyumbang PDB ketiga terbesar setelah subsektor
tanaman pangan yaitu Rp 482 377 400 100 000 (49 %), dan subsektor perikanan
yaitu Rp 199 383 400 000 (20.2 %). Penyumbang PDB sektor pertanian lainnya
adalah subsektor peternakan dan subsektor kehutanan.
Komoditi utama perkebunan di Indonesia terdiri dari beberapa tanaman.
Komoditi-komoditi tersebut diantaranya adalah kakao, kopi, karet, teh, dan kelapa
sawit. Produksi dari komoditi-komoditi unggulan tersebut rata-rata meningkat
sesetiap tahunnya. Peningkatan tersebut terjadi pada komoditi kakao, teh, dan
kelapa sawit dengan laju pertumbuhan masing masing sebesar 2.45 %, 2.5 %, dan
1.88 %. Jumlah produksi tanaman Indonesia pada tahun 2006 sampai tahun 2010
dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai produksi kelapa sawit memiliki nilai paling besar
bila dibandingkan dengan komoditi-komoditi perkebunan lain. Tingginya
produksi kelapa sawit di Indonesia merupakan sumber potensial untuk
dikembangkan. Produksi kelapa sawit yang tinggi dapat dijadikan salah satu
komoditi unggulan ekspor nasional. Total produksinya mencapai 5.04 juta ton dan
terus mengalami peningkatan hingga mencapai 5.40 juta ton pada tahun 2011.
Rata-rata kenaikan produksi pada subsektor pertanian periode tahun 2007 -
2011adalah sebesar 47.7 ton/tahun.

Tabel 1 Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia tahun 2006-2010


Tahun
Jenis tanaman
2006 (Ton) 2007 (Ton) 2008 (Ton) 2009 (Ton) 2010 (Ton)
Kelapa
17 350 848 17 664 725 17 539 788 18 640 881 19 844 901
sawit
Karet 2 637 231 2 755 172 2 751 286 2 440 347 2 591 935
Kakao 769 386 740 006 803 594 809 583 844 626
Kopi 682 158 676 476 698 016 682 590 684 076
Teh 146 859 150 623 153 971 156 901 150 342
Produksi yang tinggi dari kelapa sawit
Sumber: Ditjenbun 2012
2

Produksi kelapa sawit di Indonesia juga didukung dengan pertumbuhan luas


areal kelapa sawit di Indonesia yang semakin meningkat sesetiap tahunnya.
Pertambahan luas areal dan produksi CPO (Crude Palm Oil) kelapa sawit di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Pertambahan luas areal yang terjadi sesetiap
tahunnya menunjukan bahwa kelapa sawit memiliki prospek yang besar ke
depannya. Perkembangan tersebut dikarenakan kelapa sawit merupakan
komoditas tanaman perkebunan unggulan yang mempunyai peranan penting
dalam subsektor perkebunan untuk membangun perekonomian negara.
Pembangunan perekonomian tersebut dapat melalui pembangunan dan
pengembangan wilayah dengan cara membuka wilayah perkebunan yang baru,
dengan begitu perkebunan tersebut dapat menyerap tenaga kerja, peningkatan
kesejahteraan daerah, dan peningkatan pendapatan daerah yang artinya juga
meningkatkan sumber devisa negara.

Tabel 2 Luas areal dan produksi CPO kelapa sawit di Indonesia tahun 2006-2010
Tahun Luas Areal (Hektar) Produksi CPO (Ton)

2006 6 594 914 17 350 848


2007 6 766 836 17 664 725
2008 7 363 847 17 539 788
2009 8 248 328 19 324 293
2010 8 430 026 19 760 011
Sumber: Deptan 2012
Perluasan perkebunan kelapa sawit diharapkan akan dapat meningkatkan
pendapatan negara dan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dari sektor
perkebunan. Tahun 2008 perkebunan kelapa sawit dapat mempekerjakan 3.06 juta
orang dengan 3.05 juta orang bekerja di perkebunan besar dan 3.08 ribu orang
bekerja di PTPN (Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara. Pabrik pengolahan
kelapa sawit juga ikut menyerap tenaga kerja di Indonesia, tercatat ada 470 unit
pabrik pengolahan kelapa sawit di Indonesia dan mempekerjakan sebanyak 63
450 orang. Perkebunan-perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia saat ini
hanya dimiliki oleh beberapa perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut tercatat
menguasai 67 % dari total semua perkebunan di Indonesia. Perusahaan tersebut
antara lain PT. Socfindo, PT. London Sumatera, PT. Sinar Mas, PT. Astra Agro
Lestari dan, Bakrie Grup.
Faktor lain yang membuat produksi kelapa sawit semakin meningkat adalah
peningkatan kebutuhan minyak nabati sesetiap tahun. Tahun 1970-2010, jumlah
konsumsi CPO di dunia rata-rata meningkat sebesar 2.5 % Metricton sesetiap
tahunnya (UNCTAD 2012). Tren tersebut diperkirakan akan meningkat sesetiap
tahun untuk memenuhi kebutuhan industri pangan seperti minyak goreng dan
margarinDFGHYUIOII. Peningkatan tersebut diikuti oleh hasil produksi dari
kelapa sawit yang juga semakin meningkat berupa CPO yang dapat dilihat pada
Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat peningkatan CPO kelapa sawit yang
semakin meningkat sesetiap tahun kecuali pada tahun 2008. Peningkatan tersebut
sejalan dengan pertambahan luas areal kelapa sawit. Hal ini menunjukan bahwa
3

pemerintah Indonesia juga sangat mendukung pengembangan kelapa sawit.


Dukungan tersebut dapat dilihat dari kebijakan daerah yang mempermudah
dibangunnya usaha perkebunan kelapa sawit pada daerah tersebut serta industri
pengolahan kelapa sawit.
Faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa prospek
pengembangan kelapa sawit cukup menjanjikan. Program dan proyek
pengembangan kelapa sawit di Indonesia telah dilakukan di beberapa daerah
terutama di tujuh provinsi yaitu Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat. Berdasarkan
data dari Departemen Pertanian (2010), Kalimantan dan Sumatera mendominasi
produksi kelapa sawit di Indonesia. Pertumbuhan produksi kelapa sawit di kedua
pulau tersebut meningkat sesetiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan di daerah
tersebut memiliki kondisi geografis yang sangat baik untuk pengembangan kelapa
sawit. Provinsi-provinsi sentra produksi kelapa sawit (CPO) yang terdapat di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Provinsi sentra produksi kelapa sawit (CPO) di Indonesia tahun 2008-
2011 (Ton)
Lokasi 2008 2009 2010 2011
Riau 5 764 203 5 932 310 6 358 703 5 736 722
Sumatera Utara 2 738 279 3 158 144 3 113 006 4 071 143
Sumatera Selatan 1 753 212 2 036 553 2 227 963 2 203 275
Kalimantan Tengah 1 449 294 1 677 976 2 251 077 2 146 160
Jambi 1 203 430 1 265 788 1 509 560 1 684 174
Sumber: Deptan 2012
Pada Tabel 3 dapat dilihat sentra produksi kelapa sawit (CPO) di Indonesia
pada tahun 2008 sampai 2011 terdapat di lima provinsi yaitu Riau, Sumatera
Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Jambi. Sumatera Utara menjadi
salah satu provinsi penghasil kelapa sawit yang berkembang di Indonesia dengan
jumlah produksi 4 071 143 ton pada tahun 2011 atau sekitar 17.6 % dari total
produksi kelapa sawit di Indonesia. Sumatera Utara merupakan wilayah yang
memiliki areal perkebunan sawit yang cukup luas dan potensial bagi
perkembangan kelapa sawit Indonesia sehingga dapat menjadi penghasil devisa
bagi pemerintah nasional dan pemerintah daerah setempat. Hal tersebut dapat
dilihat dari perkembangan produksi kelapa sawit yang meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya. Pengembangan areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara
meliputi areal pengembangan perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta asing,
perkebunan besar swasta nasional, dan pengembangan perkebunan inti rakyat.
Sumatera Utara memiliki subsektor perkebunan yang potensial. Komoditas-
komoditas unggulan subsektor perkebunan di Sumatera Utara yaitu kelapa sawit,
karet, tebu, kelapa, dan kopi. Dari kelima komoditas unggulan tersebut kelapa
sawit menjadi komoditas utama dengan hasil produksi yang besar jika
dibandingkan dengan komoditas-komoditas lainnya. Komoditas-komoditas
unggulan hasil perkebunan di Sumatera Utara dapat dilihat pada Lampiran 1.
Peningkatan produksi kelapa sawit di Sumatera Utara tidak terjadi di semua
kabupaten. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang perkembangan kelapa
4

sawitnya mengalami penurunan adalah Kabupaten Karo. Sesetiap tahunnya


Kabupaten Karo mengalami penurunan dalam produksi TBS (Tandan Buah Segar)
serta areal penanaman kelapa sawit yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah areal kelapa sawit dan produksi TBS di Kabupaten Karo
2010 2011 2012
TBM (ha) 250 240 217
TM (ha) 821 972 558
TTM (ha) - - -
Jumlah total lahan (ha) 1 071 1 212 775
Produksi TBS (ton) 2 222 16 120 6 597
Sumber : BPS 2011
Keterangan -TBM : Tanaman belum menghasilkan
-TM : Tananaman menghasilkan
-TTM : Tanaman tidak menghasilkan

Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah areal dan produksi kelapa sawit di
Kabupaten Karo mengalami penurunan yang besar dari tahun 2010 ke tahun 2011
dan 2012. Hal tersebut bertolak belakang dengan peningkatan yang terjadi di
Provinsi Sumatera Utara. Hal ini disebabkan sulitnya bibit kelapa sawit yang
diperoleh oleh petani sawit di Kabupaten Karo dan masih kurangnya pabrik
pengolahan yang dapat mengolah TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit
sehingga petani sulit untuk menjual TBS kelapa sawitnya. Kondisi tersebut sangat
disayangkan karena Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten yang sangat
cocok dengan usaha kelapa sawit terlihat pada tahun 2010 jumlah produksi kelapa
sawit mencapai 16 120 ton tetapi menurun sesetiap tahunnya.
Salah satu karakteristik yang dapat menjadi dukungan pengembangan
kelapa sawit di Kabupaten Karo adalah iklim dan struktur tanah yang cocok
dengan kelapa sawit. Keadaan tersebut membuat Kabupaten Karo berpotensi
menjadi wilayah investasi yang menjanjikan dalam melakukan investasi usaha
pengembangan kelapa sawit, walaupun saat ini usaha kelapa sawit di Kabupaten
Karo memang semakin menurun produksinya. Oleh karena itu sangat diperlukan
studi kelayakan dalam melakukan investasi untuk dapat menetapkan strategi dan
kebijakan yang tepat dalam menjalankannya investasi agar investasi tersebut dapat
berjalan dengan baik mengingat kondisi yang terjadi di Kabupaten Karo.

Perumusan Masalah

Saat ini di Indonesia sudah banyak perusahaan yang bergerak di bidang


pengolahan dan budidaya kelapa sawit di Indonesia yang sangat berkembang dari
segi produksi, teknologi, dan manajemen. Salah satu pusat perkebunan kelapa
sawit yang ada di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera
Utara merupakan daerah potensial untuk mengembangkan tanaman kelapa sawit.
Selain perkebunan, di Sumatera Utara juga sudah banyak terdapat pabrik
pengolahan kelapa sawit yang mengolah TBS yaitu buah yang dihasilkan oleh
pohon kelapa sawit dan selanjutnya yang diolah menjadi minyak mentah yaitu
CPO (Crude Palm Oil ) dan KPO (Kernel Palm Oil).
5

Tahun 2011 Provinsi Sumatera Utara adalah penyumbang devisa nasional


subsektor perkebunan terbesar kedua di Indonesia khususnya pada komoditas
kelapa sawit. Provinsi Sumatera Utara menyumbang 3.12 juta ton CPO dari total
produksi nasional sebesar 22.5 juta ton. Saat ini sudah banyak perusahaan kelapa
sawit yang berdiri di Sumatera Utara mulai dari perusahaan yang menyediakan
TBS dan pengolahan TBS menjadi CPO serta KPO. Berdasarkan data dari dinas
perkebunan Provinsi Sumatera Utara, terdapat setidaknya 60 perusahaan yang
bergerak dalam pengembangan dan pengolahan kelapa sawit.
PT. Indomas Mitra Teknik (PT. IMT) adalah salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Karo, Provinsi
Sumatera Utara. Perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan
pengolahan TBS yang berada di Provinsi Sumatera Utara yang bergerak dalam
budidaya dan pengolahan kelapa sawit. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan
pengolahan sawit lainnya, PT. IMT tidak mempunyai lahan kelapa sawit yang
menjadi sumber bahan baku untuk pengolahan pabriknya. Perusahaan tersebut
membeli TBS dari petani-petani sawit di Kabupaten Karo dan mengolah TBS
menjadi CPO dan KPO lalu menjualnya ke perusahaan pengolahan CPO dan
KPO.
PT. IMT berdiri pada tahun 2013 dengan membeli lahan untuk
pembangunan pabrik, lahan tersebut dibeli dari masyarakat sekitar. Saat ini PT.
IMT menjadi perusahaan pengolahan kelapa sawit kedua yang berdiri di
Kabupaten Karo. Luas areal pabrik pengolahan yang dimiliki PT. IMT adalah
10.5 hektar. Perusahaan tersebut memiliki potensi untuk berkembang, hal tersebut
dikarenakan masih sedikitnya pabrik pengolahan yang ada di Kabupaten Karo
untuk mengolah TBS yang terdapat di daerah tersebut. Dengan adanya pabrik
pengolahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kembali produksi kelapa
sawit di Kabupaten Karo yang mengalami penurunan beberapa tahun ini.
Pembangunan PT. IMT membutuhkan biaya investasi yang cukup besar.
Jumlah investasi yang digunakan PT. IMT untuk pembangunan PKS (Pabrik
Kelapa Sawit) yaitu Rp 44 miliar. Dana investasi tersebut diperoleh dari modal
pemilik saham. Investasi dari PT. IMT sendiri adalah berupa pembelian lahan
PKS, pembelian mesin pengolahan, dan pembangunan kantor serta pabrik
berkapasitas 20 ton per hari.
Perkembangan dari PT. IMT sampai saat ini masih mengalami kesulitan
menghasilkan CPO dikarenakan kurangnya bahan baku TBS yang dapat dibeli
perusahaan dari petani untuk memenuhi kapasitas produksi dari pabrik. Dengan
luas areal perkebunan yang ada saat ini di Kabupaten Karo sebesar 1 112 Hektar
pada tahun 2011 (BPS 2011), PT. IMT masih kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan TBS yang diperlukan oleh pabrik. Hal tersebut juga dikarenakan
adanya perusahaan pesaing di Kabupaten Karo dengan pabrik berkapasitas 8 ton
per hari yang juga ikut menyerap TBS yang berasal dari Kabupaten Karo. Hal ini
membuat PT. IMT mengambil TBS dari luar daerah Kabupaten Karo yaitu berasal
Kabupaten Aceh Tenggara. Dengan kondisi tersebut perusahaan belum dapat
memperoleh keuntungan maksimal.
Besarnya dana yang dikeluarkan untuk pembangunan PKS yang dilakukan
PT. IMT dan umur usaha yang masih muda membuat studi kelayakan penting
untuk dilakukan agar investasi perusahaan yang dikeluarkan tersebut dapat
berjalan sesuai dengan harapan. Analisis studi kelayakan ini dilakukan untuk
6

melihat layak atau tidaknya investasi yang sudah dilakukan PT. IMT berdasarkan
aspek finansial (NPV, IRR, PP, dan Net B/C ) dan aspek non-finansial (aspek
pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan lingkungan), sehingga dapat
memberikan gambaran tepat kepada perusahaan dalam mengambil keputusan
untuk berinvestasi mengembangkan PT. IMT ke depannya. Berdasarkan kondisi
yang dijelaskan, maka hal yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kelayakan usaha kelapa sawit pada PT. IMT jika dilihat dari
aspek non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan
lingkungan)?
2. Bagaimana kelayakan usaha kelapa sawit pada PT. IMT jika dilihat dari
aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, dan PP)?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang yang telah diuraikan maka


tujaan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha kelapa sawit PT. IMT dari aspek non
finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan lingkungan).
2. Menganalisis kelayakan usaha kelapa sawit PT. IMT dari aspek finansial
(NPV, IRR, Net B/C, dan PP).

Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Bagi penulis sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat
dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
2. Bagi perusahaan diharapkan penelitian ini dapat digunakan menjadi bahan
referensi dalam melakukan pengembangan usaha PT Indomas Mitra Teknik
dan menjadi rekomendasi dalam hal kelayakan dan keberlanjutan
perusahaan.
3. Bagi pihak lain diharapkan dapat berguna bagi investor atau lembaga
keuangan yang ingin menanamkan modal sebagai bahan pertimbangan
investasi dan kredit.
4. Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai analisis
kelayakan usaha bagi penelitian selanjutnya, dan upaya penyempurnaan
masalah penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA

Studi Kelayakan Bisnis

Bisnis
Bisnis merupakan kegiatan investasi terhadap sumberdaya yang ada guna
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi individu
(perorangan/perusahaan) atau bagi negara atau masyarakat keseluruhan.
Karakteristik dasar investasi yaitu melibatkan modal (capital) yang dikeluarkan
7

sekarang dengan harapan menghasilkan manfaat di kemudian hari atau masa


mendatang. Siklus bisnis dibagi atas beberapa tahap yaitu identifikasi, persiapan
dan analisis, penilaian (penafsiran), pelaksanaan, dan evaluasi. Terdapat dua
kegiatan dalam kegiatan bisnis, yaitu investasi dan produksi. Dalam kegiatan
investasi keuntungan akan didapat setelah beberapa tahun dan barang berupa
barang tahan lama. Dalam kegiatan produksi keuntungan akan didapat setelah satu
periode dan faktor akan habis dalam satu periode produksi (Kasmir 2003).
Melaksanakan suatu bisnis diperlukan suatu kerangka bisnis agar
pelaksanaan sesuai tujan. Keuntungan-keuntungan dengan pembuatan kerangka
bisnis yaitu (Umar 2005) :
1. Memberikan informasi secara terpadu dan disusun agar banyak orang dapat
ikut berpartisipasi dalam menyediakan informasi, menentukan asumsi, dan
mengevaluasi ketepatan kerangka bisnis tersebut.
2. Memberikan suatu gambaran mengenai biaya-biaya yang harus dikeluarkan
setiap tahun sehingga mereka bertanggung jawab dalam penyediaan
sumberdaya yang dibutuhkan
3. Memberikan gambaran sensitivitas hasil terhadap investasi
4. Memberikan kriteria yang lebih baik bagi para manajer dan perencana
dalam mengamati kemajuan pelaksanaan bisnis

Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Ada beberapa aspek yang perlu dilakukan untuk menentukan kelayakan


suatu usaha. Masing-masing aspek tidak akan berdiri sendiri, akan tetapi saling
berkaitan. Secara umum aspek-aspek yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah
sebagai berikut :

Aspek Pasar
Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial individu dan kelompok
untuk memperoleh yang mereka butuhkan atau inginkan melalui proses
penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk. Nilai kegunaan kegiatan
pemasaran adalah selalu mengusahakan tersedianya komoditas dalam bentuk yang
diinginkan, menyuguhkan tepat pada lokasi dan saat yang dibutuhkan (Umar
2005).
Aspek-aspek pasar dari suatu bisnis adalah rencana pemasaran output yang
dihasilkan oleh bisnis tersebut dan rencana penyedian input yang dibutuhkan
untuk kelangsungan dan pelaksanaan sebuah bisnis (Gittinger 1986). Analisis
aspek pasar sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui tingkat
permintaan dan penawaran terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Selain itu, dengan analisis aspek pasar dapat diketahui potensi pasar yang ada
untuk produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan serta mengetahui seberapa
besar market share yang dikuasai oleh perusahaan pesaing. Hal tersebut kemudian
dapat digunakan perusahan dalam menentukan strategi pemasaran yang akan
dijalankan untuk mencari peluang dan pasar potensial yang ada.
Analisis pasar juga berfungsi untuk memperkirakan hasil usaha dengan
melihat dan menganalisis pasar serta diharapkan perusahaan dapat menentukan
permintaan yang efektif. Hal tersebut bertujuan agar mendapatkan harga yang
menguntungkan dari perusahaan tersebut. Analisis aspek pasar dapat dilakukan
8

dengan mengamati kecenderungan permintaan suatu usaha untuk dapat melihat


potensi pasar yang masih terbuka.

Aspek Teknis
Analisis aspek teknis berhubungan dengan input (penyediaan) dan output
(produksi) berupa barang nyata dan jasa (Gittinger 1986). Aspek teknis berkaitan
dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti lokasi proyek, kapasitas
produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses produksi, serta teknologi yang
digunakan dalam usaha tersebut.

Aspek Manajemen dan Hukum


Menurut Gittinger (1986), analisis aspek manajemen berkaitan dengan hal-
hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai atau tidaknya bisnis
dengan pola sosial, budaya, dan lembaga yang memanfaatkan keberadaan bisnis
tersebut, susunan organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi
setempat, dan kesanggupan staff untuk mengelola bisnis tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam aspek manajemen yaitu bentuk badan usaha yang digunakan,
jenis pekerjaan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan tersebut, struktur
organisasi yang digunakan, serta penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan
perusahan tersebut (Husna et al. 2000). Keahlian manajemen hanya dapat
dievaluasi secara subjektif, meskipun demikian hal ini tidak mendapat perhatian
khusus karena ada banyak kemungkinan yang terjadi dalam pengambilan
keputusan yang kurang realistis dalam proyek yang direncanakan (Kadariah et al.
1999).

Aspek Sosial dan Lingkungan


Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dan implikasi sosial
yang lebih luas dari investasi yang diusulkan dan pertimbangan-pertimbangan
sosial yang harus dipikirkan dan diperhitungkan secara cermat agar dapat
menentukan apakah usaha atau bisnis yang diusulkan tanggap (responsive)
terhadap keadaan sosial (Yacob 2003). Aspek sosial juga berkaitan dengan sejauh
mana proyek dapat memberi manfaat secara implisit dan eksplisit terhadap
pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu,
analisis ini juga mempertimbangkan pengaruh negatif dari kegiatan pelaksanaan
bisnis atau usaha tersebut terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan
dari masyarakat akibat adopsi teknologi atau penerapan alat-alat mekanis yang
dapat mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia.
Kualitas hidup masyarakat merupakan bagian dari rancangan bisnis yang
dijalankan. Analisis usaha juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan
yang merugikan dari usaha yang direncanakan atau yang telah berjalan.
Pembangunan bisnis mungkin saja akan merusak lingkungan di daerah setempat
seperti merusak sumber air bersih karena adanya limbah dari bisnis atau usaha
tersebut. Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung
untuk menghindari rusaknya kelestarian lingkungan.

Aspek Finansial (Keuangan)


Tujuan umum pendirian sebuah usaha adalah menghasilkan keuntungan
yang merupakan imbalan atas sejumlah dana yang dinvestasikan dalam sebuah
9

usaha. Menurut Umar (2007), makroekonomi sebagai input dalam studi kelayakan
bisnis, hendaknya perlu dikaji imbal baliknya, yaitu bahwa bisnis yang
direncanakan hendaknya bermanfaat bagi pihak lain. Hubungan bisnis yang
direncanakan dapat ditinjau dari aspek finansial.
Sebuah usaha akan membutuhkan sejumlah uang sebagai modal yang akan
digunakan pada tahap pra operasi, tahap pembangunan, dan tahap operasional.
Dana investasi pada tahap pra operasi biasanya dibutuhkan untuk pengurusan izin-
izin usaha, pematangan lahan (land improvement), dan lain-lain (Gittinger 1986).
Pada tahap pembangunan dana investasi diperlukan untuk membiayai bangunan
fisik seperti kandang, gudang, jalan, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang
diperlukan. Pada tahap operasional sebuah usaha membutuhkan sejumlah uang
untuk membiayai modal kerja seperti untuk membeli pakan, peralatan dan
perlengkapan, vitamin, obat-obatan, membayar gaji karyawan/ upah pekerja,
bunga modal, dan lain-lain.
Aspek keuangan dalam studi kelayakan biasanya mempelajari kebutuhan
dana untuk aktiva tetap, aktiva lancar, modal kerja, sumber pendanaan, dan
sumber penerimaan, analisis biaya dan manfaat, serta arus kas. Biasanya aspek
keuangan dalam studi kelayakan didasarkan atas angka proyeksi seperti proyeksi
kebutuhan investasi, proyeksi biaya dan manfaat/ keuntungan, dan proyeksi arus
kas. Semua proyeksi tersebut pada analisis lebih lanjut menjadi dasar bagi
penilaian kelayakan sebuah usaha menurut kriteria investasi (NPV, IRR, dan B/C)
dan menilai kemampuan usaha dalam membayar seluruh biaya yang harus
ditanggung. Disamping itu, salah satu dari proyeksi tersebut dapat digunakan
untuk mengukur rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh
modal/investasi yang tanamkan, atau yang lebih dikenal dengan payback period
(Umar 2005).

Industri Kelapa Sawit di Indonesia

Tandan Buah Segar (TBS)


Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis jacq) dipanen dalam bentuk tandan
yang disebut dengan tandan buah segar (TBS). Berat dari suatu tandan buah yang
matang berbeda satu sama lainnya, tergantung pada usia, jenis sawit, serta kondisi
pertumbuhannya. Buah muda yang berusia 2-3 tahun memiliki berat 5 kg
pertandan dan buah dewasa biasanya memiliki berat maksimal hingga mencapai
80 kg pertandan, namun kebanyakan memiliki berat dibawah 40 kg pertandan.
Buah membutuhkan waktu sekitar 20-21 minggu hingga masak. Prosesnya dapat
dibagi menjadi tiga bagian yang dimulai dari penyerbukan pada minggu ke 5 atau
6, lalu pada minggu ke 13 atau 14 kernel telah berbentuk sempurna dan cangkang
berwarna gelap. Pembentukan sel minyak terjadi setelah minggu ke 15 atau 16
dan kandungan minyak maksimum terjadi pada minggu ke 20 atau 21.

Produktivitas kelapa sawit


Produktivitas perkebunan kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh lahan,
tanaman, umur, dan jenis bibit yang digunakan. Perbedaan pengembangan lahan
dibagi atas beberapa kelas dengan produktivitas rata-rata antara umur 4-25 tahun
berturut turut sebesar 25.10 ton TBS/ha/tahun; 22.95 ton TBS/ha/tahun; 20.86 ton
10

TBS/ha/tahun, dan 17.71 ton TBS/ha/tahun. Semua kelas lahan, mengalami


peningkatan produktivitas antara 15 hingga 21 tahun dan memasuki masa tua pada
umur 22 tahun. Berdasarkan data tersebut maka tanaman kelapa sawit
digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu (Lubis 1992):
a.Tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman berumur 1-3 tahun.
b.Tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman berumur 4-25 tahun, terdiri dari:
• Tanaman remaja menghasilkan (TRM) berumur 4-8 tahun.
• Tanaman dewasa menghasilkan 1 (TDM 1) berumur 9-14 tahun.
• Tanaman dewasa menghasilkan 2 (TDM 2) berumur 15-21 tahun.
• Tanaman tua menghasilkan (TTM) berumur 20-25 tahun.

Sistem Pengolahan Kelapa sawit


Sistem pengolahan kelapa sawit terbagi menjadi 2 proses sesuai dengan
produk yang dihasilkan. Proses pertama yaitu proses pengolahan untuk
menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), dan proses yang kedua adalah proses
pengolahan untuk menghasikan Palm Kernel Oil (KPO). Proses tersebut
dihasilkan dari pengolahan TBS yang diolah dengan proses pemurnian dan
ekstraksi sehingga menghasilkan minyak kelapa sawit dan kernel kelapa sawit.
Secara kesulurahan proses berjalan dan saling berhubungan antara satu sama lain.
Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan KPO dapat dilihat dari pada Gambar 1.

Tandan Buah Segar

Perebusan
(Sterilizer)
Pengadukan
(Digester)
Pengepresan

Penyaringan Pemisahan
Ampas
Pengendapan Pengeringan
Hidrocycl
Pemurnian on
Pemecahan
Pengeringan Cangkang
Pemisahan
Penyimpanan CPO
Pengeringan

Penyimpanan
Kernel
Gambar 1. Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan KPO
Sumber : Habibillah 2010
11

Hasil Tanaman Kelapa Sawit

Perkebunan kelapa sawit pada umumnya menghasilkan produk primer


berupa minyak kelapa sawit (MKS) dan minyak inti kelapa sawit (MIKS). Produk
MKS dan MIKS dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam produk yang
lain. MKS dan MIKS merupakan sumber industri pangan seperti minyak industri,
industri, shortening, dan vanaspati serta sumber karbon untuk industri oleo-kimia.
Senyawa karbon asal minyak nabati lebih mudah terurai di alam dibandingkan
dengan senyawa turunan minyak bumi. Industri hilir produk kelapa sawit terdiri
dari industri setengah jadi dan industri barang jadi.

Industri Hasil Setengah Jadi


Industri hasil setengah jadi digolongkan menjadi dua, yaitu oleo-pangan dan
oleo-kimia. Oleo-pangan adalah penggunaan minyak sawit untuk produk pangan.
Olahan kelapa sawit yang digolongkan dalam oleo-pangan, yaitu minyak industri
dan lemak makan seperti industri, vanaspati, dan shortening. Oleo-kimia adalah
pengunaan minyak sawit untuk produk kimia (non-pangan). Olahan kelapa sawit
yang digolongkan dalam oleo-kimia, yaitu fatty acid, fatty alcohol dan fatty
amine, methyl ester (biodiesel), glycerol, ethoxylate, dan garam metalik.

Industri Barang Jadi


Industri barang jadi digolongkan menjadi empat jenis yaitu industri
makanan, kosmetik, farmasi, dan pabrik logam. Industri makanan yaitu kue, roti,
dan industri, cokelat, kembang, es krim, tepung susu nabati (filled milk), coffee
whitener (coffee mate), dan mie siap saji (instant noodle). Industri kosmetik
seperti sabun, cream lotion, dan shampoo. Industri farmasi yaitu vitamin A dan E.
Indusri pabrik logam seperti “sabun metalik” untuk minyak pelumas dan
campuran cat, pelumas dan pelindung karat permukaan lembaran baja pada
industri baja canai dingin (cold rolling mill), bahan pengapung (floation agent)
untuk memisahkan biji tembaga atau cobalt dari baja, industri karoseri, industri
tinta cetak, lilin, serta crayon.

Jenis Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Saat ini di Indonesia ada tiga jenis bentuk utama perkebunan kelapa sawit
yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Bentuk
yang akhir-akhir ini sudah semakin banyak adalah perkebunan inti rakyat yang
dasarnya merupakan bentuk gabungan dari perkebunan rakyat dengan perkebunan
swasta atau negara. Perkebunan negara masih memegang kendali dalam
perkembangan kelapa sawit di Indonesia yang saat ini dikenal dengan Perusahaan
Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN). Perusahaan tersebut merupakan
perusahaan terbesar dalam bidang kelapa sawit di Indonesia, sedangkan
perusahaan swata dan perkebunan rakyat masih belum dapat mengimbangi
perkebunan negara dari sisi luas lahan atau teknologi pengolahan.
Perusahaan swasta dan perkebunan rakyat biasanya saling melengkapi.
Keduanya bisa melakukan kerjasama dalam pengelolaan kelapa sawit. Perkebunan
rakyat pada umumnya hanya memiliki lahan perkebunan dan tidak memiliki akses
dalam proses industri. Hal tersebut dikarenakan untuk membangun pabrik
12

membutuhkan dana yang sangat besar sehingga tidak dapat mengelola lebih lanjut
hasil buah kelapa sawit dari lahan mereka. Oleh karena itu perusahaan swasta
yang memiliki akses tersebut dapat membeli dan menampung hasil dari
perkebunan rakyat agar dapat diolah menjadi CPO (Crude Palm Oil).

Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak
kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong
pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana
terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring dengan meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa
sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7.8 juta hektar pada tahun 2010 dan
terus meningkat pada tahun 2011 (Ditjenbun 2012).
Berkembangnya sub‐sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak
lepas dari adanya kebijakan pemerintah. Pemeritah memberikan berbagai insentif
terutama kemudahan dalam hal perijinan, bantuan subsidi investasi untuk
pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR‐Bun, dan dalam pembukaan
wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta.
Seiring dengan semakin meluasnya lahan perkebunan kelapa sawit, maka
CPO yang dihasilkan juga semakin meningkat. Berdasarkan data total produksi,
minyak sawit Indonesia meningkat tajam yaitu dari 1 710 000 ton pada tahun
1988 menjadi 5 380 000 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1998, sehubungan
dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, produksi minyak kelapa sawit
turun menjadi 5 11 000 000 ton, namun pada tahun 1999 produksinya kembali
meningkat menjadi 5 660 000 ton. Berdasarkan BPS (2010), selama Januari
sampai Agustus 2010 nilai ekspor sawit Indonesia mencapai US$ 6.7 miliar atau
naik dari periode yang sama tahun lalu yang hanya US$ 5.6 miliar dengan volume
ekspor 4 000 000 ton CPO. Hal ini menunjukan pertumbuhan subsektor industri
perkebunan kelapa sawit telah menghasilkan manfaat ekonomi yang cukup besar.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai studi kelayakan pada komoditi kelapa sawit sudah


sangat banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, akan tetapi dari
sekian banyak penelitian di dalam membahas komoditas kelapa sawit banyak
perbedaan dalam sisi yang dilihat dalam melakukan penelitian. Hasil dari
pengkajian terhadap penelitian-penelitian tentang kelapa sawit sebelumnya tetap
menggunakan analisis yang sama, yaitu analisis kelayakan non finansial (aspek
pasar, teknis, manajemen, sosial dan lingkungan), analisis kelayakan finansial
(kriteria investasi; NPV, IRR, Net B/C ratio, Payback period ). Mukti (2009), dan
Ramadanisha (2013) menggunakan analisis switching value untuk mengukur
perubahan biaya variabel, harga, maupun kapasitas produksi maksimal yang bisa
ditolerir objek penelitian. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
13

Hasibuan (2011) dan Budiasa (2000), penelitian menggunakan analisis sensitivitas


untuk mengukur kepekaan biaya.
Analisis kelayakan komoditas kelapa sawit sering dilakukan pada
perkebunan dan pada pabrik pengolahan kelapa sawit, seperti penelitian yang
dilakukan Mukti (2009), yaitu analisis terhadap investasi pengadaan pabrik kelapa
sawit (PKS) di Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darusalam dengan
mengunakan dua skenario (dana sendiri atau pinjaman). Analisis sensitivitas yang
dilakukan adalah peningkatan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi.
Hasil penelitian menunjukan skenario 1 (dana sendiri) menghasilkan kriteria
investasi yang lebih baik. Berdasarkan hasil uji kelayakan, pembangunan PKS
kapasitas 30 ton TBS per jam layak untuk dilaksanakan. Penelitan terhadap
pengolahan kelapa sawit juga dilakukan Hasibuan (2011), yaitu menganalisis
pengembangan usaha CPO di PT Tapian Nadenggan, Kabupaten Lawas Utara,
Provinsi Sumatera Utara yang dilakukan dengan menggunakan 2 skenario. Pada
tingkat diskonto yang dipakai adalah 8 %, dihasilkan bahwa kriteria investasi
yang lebih baik pada skenario 2, yaitu dengan melakukan peremajaan lahan
kelapa yang dimiliki perusahaan seluas 9 500 hektar dan perluasaan lahan 5 500
hektar tanpa adanya pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit berkapasitas
60 ton TBS per jam. Pada penelitian ini, dilakukan analisis sensitivitas terhadap
peningkatan biaya dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10 % yang
menunjukan usaha masih layak dijalankan.
Selain dari penilitian komoditas kelapa sawit dari sisi pengolahannya,
komoditas kelapa sawit juga diteliti dari sudut pengembangan perkebunanya,
seperti yang dilakuakan Demiyati (2012) dan Ramadanisha (2013) yang
melakukan penelitian komoditas kelapa sawit dari sisi pengembangan perkebunan
kelapa sawit. Demiyati (2012) melakukan penelitian kelayakan investasi pada
perkebunan rakyat di Desa Budi Asih, Sumatera Selatan, dimana penelitian ini
membandingkan sistem bagi hasil di perkebunan dilihat dari sudut pandang
investor dan pemilik lahan. Berdasarkan penelitian tersebut, investor memiliki
nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pemilik lahan. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Ramadanisha (2013) yang melakukan penelitian pada
perusahaan PT. Terang Inti Seraya yang berposisi di provinsi Riau, Sumatera,
yaitu melakukan penelitian tentang perkebunan yang dimiliki oleh PT. TIS,
melihat bagaimana prospek yang dimiliki oleh perusahaan ke depannya dan selain
itu juga melakukan penelitian berapa besar perubahan yang dapat ditolerir oleh
perusahaan dari sisi penuurunan harga TBS atau kenaikan biaya variabel agar
tetap layak. Hasil penelitian tersebut PT TIS dikatakan layak dan nilai penurunan
produksi yang ditolerir adalah sebesar 25.5 % dan biaya-biaya variabel sebesar
131.56 %.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan tentang teori-teori terkait


penelitian. Teori-teori yang terkait antara lain adalah pengertian proyek,
keterkaitan proyek dengan analisis kelayakan, aspek-aspek yang dikaji dalam
14

penelitian, pengertian dari kriteria investasi yang digunakan, serta analisis


sensitifitas.

Studi Kelayakan Bisnis


Studi kelayakan bisnis adalah penelaahan atau analisis tentang apakah
kegiatan investasi dari suatu bisnis berhasil atau dapat dikatakan layak apabila
dilaksanakan atau investasi yang sudah dilakukan layak untuk dipertahankan atau
tidak. Tujuan dari studi kelayakan bisnis adalah mengetahui tingkat keuntungan
yang dicapai dalam suatu bisnis, menghindari pemborosan sumberdaya, memilih
alternatif bisnis yang menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi.
Kelayakan sebuah bisnis ditinjau dari berbagai aspek, seperti manfaat bagi
pengusaha atau perusahaan dan manfaat bagi masyarakat keseluruhan. Faktor-
faktor intensitas studi kelayakan yaitu besar kecilnya dana investasi yang
dilakukan, adanya ketidakpastian hasil bisnis, dan adanya umur kompleksitas
terhadap komponen-komponen yang saling berpengaruh dalam aktvitasnya.

Aspek-Aspek Analisis Kelayakan


Merencanakan dan menjalankan sebuah bisnis harus mempertimbangkan
aspek-aspek dari analisis kelayakan. Analisis kelayakan bertujuan agar dapat
menentukan keuntungan yang diperoleh dari suatu bisnis atau usaha serta melihat
resiko-resiko yang akan dihadapi dalam menjalankan usaha tersebut. Menurut
Gitinger (1986), aspek-aspek analisis kelayakan terdiri dari aspek teknis
manajemen, sosial, pasar, finansial, dan ekonomi.

Analisis Aspek Pasar


Aspek-aspek pasar dari suatu bisnis adalah rencana pemasaran output yang
dihasilkan oleh bisnis tersebut dan rencana penyedian input yang dibutuhkan
untuk kelangsungan dan pelaksanaan sebuah bisnis (Gittinger 1986). Analisis
aspek pasar sangat penting untuk dilakukan karena banyak perusahaan atau bisnis
yang mengalami kegagalan karena tidak tersedianya pasar untuk memasarkan
produknya. Suatu perusahaan dapat dikatakan layak jika perusahaan harus dapat
melihat bagaimana potensial pasar dari produk perusahaan tersebut, sehingga
produk perusahaan dapat terjual karena adanya permintaan poduk.

Analisis Aspek Teknis


Aspek teknis dianalisis secara deskriptif dengan melihat kebutuhan bahan
baku dan peralatan di PT. IMT, apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis
proses pengolahan terkait kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai dalam
pengolahan, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi, TBS, dan output (CPO).
Dalam aspek teknis yang paling penting adalah bagaimana proses pengolahan dan
pembuatan produk yang dihasilkan serta berapa besar komposisi bahan baku yang
tepat untuk menghasilkan produk yang tepat.

Analisis Aspek Manajemen dan Hukum


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek hukum yaitu bentuk
badan usaha yang akan digunakan perusahaan, izin usaha dari pemerintah
setempat, tersedianya kelengkapan surat-surat seperti sertifikat tanah, dan
jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam modal.
15

Kemudian terdapat juga peraturan pemerintah baik pusat ataupun daerah yang
membatasi ruang gerak perusahaan.
Aspek manajemen yang perlu diperhatikan adalah bentuk badan usaha yang
digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan
tersebut, struktur organisasi yang digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang
dibutuhkan (Husnan dan Suwarsono 2000). Kelayakan dapat dilihat dari bentuk
badan usaha yang legal agar status hukum jelas serta apakah jenis pekerjaan yang
dibutuhkan terpenuhi oleh tenaga kerja

Analisis Sosial dan Lingkungan


Analisis kelayakan sosial dan lingkungan PT. IMT dapat dilihat dari
bagaimana respon perusahaan terhadap lingkungan sekitar baik lingkungan alam
maupun masyarakat sekitar. Perusahaan harus memberikan dampak positif dan
tidak merugikan lingkungan sampai batas yang dapat ditolerir daerah pabrik
mengolah.

Analisis Aspek Finansial


Studi kelayakan adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu
proyek bisnis yang merupakan sebuah investasi. Bisnis tersebut harus bisa
mendapatkan keuntungan bila bisnis tersebut telah berjalan. Aspek finansial dari
persiapan dan analisis usaha menjelaskan pengaruh finansial dari suatu bisnis
yang diusulkan terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Tujuan utama
analisis finansial adalah untuk menentukan proyeksi mengenai anggaran yang
akan digunakan secara efisien dengan cara mengestimasi penerimaan dan
pengeluaran pada saat pelaksanaan proyek serta pada masa-masa yang akan
datang sesetiap tahunnya (Gittinger 1986).
Rencana anggaran dari suatu proyeksi analisis finansial dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar investasi yang dibutuhkan dan sumber dana yang
digunakan untuk membiayai pelaksanaan bisnis tersebut. Analisis finansial juga
digunakan sebagai pertimbangan dalam pengajuan kredit investasi dan modal
kerja serta penjadwalan pelunasan kredit yang digunakan untuk membiayai
pembangunan proyek bisnis tersebut. Dalam analisis ini kriteria yang digunakan
untuk perusahaan adalah payback period (PP), Net Present Value (NPV), Internal
Rate Return (IRR), Profitability Index (PI), serta rasio-rasio keuangan.

NPV (Net Present Value)


Net present value adalah manfaat bersih atau nilai bersih sekarang yang
menunjukkan keuntungan yang diperoleh selama umur investasi dan merupakan
jumlah nilai penerimaan arus tunai dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan
selama periode tertentu, atau nilai sekarang yang diperoleh dari selisih antara
penerimaan total dengan biaya total dari suatu proyek atau usaha pada jangka
waktu tertentu (Gray et al 1978).
Suatu proyek dikatakan layak untuk diusahakan dan dapat menghasilkan
keuntungan jika NPV > 0. Jika nilai NPV < 0 berarti suatu proyek atau usaha
dapat menimbulkan kerugian dan dinilai tidak layak untuk dilaksanakan. Jika nilai
NPV sama dengan 0 berarti suatu proyek tidak menghasilkan keuntungan serta
tidak menimbulkan kerugian bagi suatu proyek atau usaha, bila suatu perusahaan
memperoleh nilai NPV sama dengan 0 maka proyek tersebut dapat dilaksanakan
16

tetapi dapat mengurangi efesiensi dan efektifitas perusahaan karena bila tidak
menjalankan proyek ini perusahaan tidak akan memperoleh kerugian.

IRR (Internal Rate of Return)


Internal rate of return adalah tingkat pengembalian internal dari investasi
selama umur proyek, yang bertujuan untuk mengetahui presentasi keuntungan dari
suatu proyek setiap tahun dan menunjukkan kemampuan proyek dalam
mengembalikan bunga pinjaman. Dengan kata lain IRR adalah tingkat rata-rata
keuangan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan
dinyatakan dalam satuan persen (Gittinger 1986). Internal rate of return adalah
hasil discount rate (suku bunga) yang membuat NPV dari suatu proyek sama
dengan 0.
Suatu proyek dinyatakan layak bila nilai IRR-nya lebih besar dari tingkat
discount rate yang ditentukan. Sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat
discount rate maka proyek yang dijalankan tidak layak untuk diusahakan.

Net Benefit–Cost Ratio (Net B/C)


Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, dengan kata lain manfaat yang
menguntungkan bisnis-bisnis yang dihasilkan terhadap sesetiap satuan kerugian
dari bisnis tersebut. Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak bila
net B/C lebih besar dari 1 dan dikatakan tidak layak apabila net B/C lebih kecil
dari 1.

Payback Period(PP)
Payback period merupakan salah satu metode analisis yang mencoba
mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang memiliki payback
period singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan besar yang akan dipilih.
Payback period merupakan alat pelengkap penilaian investasi.

Analisis Sensitifitas
Salah satu keuntungan analisis proyek secara finasial ataupun ekonomi yang
dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui atau
diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal diluar jangkauan
dari asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Menurut Gittinger (1986),
analisis sensitifitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat
pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Sementara
menurut Kadariah (1987), yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau
sensitifitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara sistematis yang
terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek bila terjadi kejadian-kejadian yang
berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan.
Gittinger (1986) menambahkan, analisis sensitifitas berkaitan dengan
proyeksi dalam menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan
yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama
yang sensitif yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil
analisis sensitifitas yang dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti
(switching value) dan dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan
17

yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan


maksimum yang boleh terjadi agar NPV sama dengan nol.

Arus Kas (Cashflow)


Cashflow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam
suatu periode tertentu. Cashflow mengandung semua data pendapatan yang
diterima (cash in) dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun
jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi
pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang (Kasmir 2003). Cashflow
mempunyai tiga komponen utama yaitu initial cashflow yang berhubungan
dengan pengeluaran investasi, operasional cashflow yang berkaitan dengan
operasional usaha, dan terminal cashflow yang berkaitan dengan nilai sisa aktiva
yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi (Umar 2007).

Kerangka Pemikiran Operasional

Saat ini perkembangan kelapa sawit di beberapa provinsi Indonesia sangat


pesat. Salah satunya yaitu Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara
adalah provinsi yang perkembangan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit
yang sangat maju jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Perkembangan perkebunan kelapa sawit tersebut juga diikuti dengan semakin
banyaknya pabrik pengolahan kelapa sawit yang dibangun dan dijalankan di
Provinsi Sumatera Utara. Akan tetapi perkembangan komoditas kelapa sawit yang
terjadi di Provinsi Sumatera Utara tidak diikuti oleh seluruh kabupaten yang ada
di Provinsi Sumatera Utara, masih ada kemunduran dalam perkembangannya
yaitu salah satunya adalah Kabupaten Karo yang mengalami kemunduran. Dan hal
tersebut membuat sulitnya perkembangan Kabupaten Karo dalam sisi ekonomi
jika dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara.
Dari penjelasan tersebut secara riil akan sangat sulit jika sebuah perusahaan untuk
mengembangkan bisnis dalam bidang pengolahan kelapa sawit dikarenakan
kurangnya pasokan bahan baku, akan tetapi PT. IMT melihat adanya peluang
yang terdapat di Kabupaten karo dalam pengembangan Kelapa sawit ke depannya
karena struktur tanah dan iklim yang sangat cocok untuk pengembangan kelapa
sawit ke depannya.
Pada umumnya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan
kelapa sawit memiliki lahan perkebunan sendiri untuk mendapatkan bahan baku
TBS untuk pengolahan pabrik nya. PT. IMT adalah salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit, tetapi perusahaan ini tidak berjalan
seperti perusahaan pengolahan kelapa sawit biasanya. Perusahaan-perusahaan
yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit pada umumnya mempunyai
lahan sendiri untuk memenuhi pasokan buah kelapa sawit. Perusahaan. PT. IMT
membuat kebijakan dan sistem yang berbeda dengan perusahaan kelapa sawit
lainnya. Perusahaan tersebut tidak memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang
menjadi supply bahan baku untuk pengolahan pabrik perusahaan tetapi memiliki
pabrik yang mengolah kelapa sawit (TBS). PT. IMT menggunakan sistem dengan
pembelian TBS dari perkebunan rakyat dan mengolah TBS tersebut menjadi CPO
dan KPO.
18

Berdasarkan kondisi tersebut PT. IMT mempunyai kebijakan yang sangat


berbeda dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. PT. IMT tetap
menjalankan kebijakan tersebut sampai saat ini. Oleh karena itu dengan sistem
yang berbeda yang dijalankan PT. IMT dan kondisi Kabupaten Karo yang
perkembangan kelapa sawitnya tidak terlalu maju jika dibandingkan dengan
kabupaten yang lain yang ada di Provinsi Sumatera utara, karena itu perlu
dilakukan kajian mengenai analisis kelayakan perusahaan yang dilakukan dari
aspek non finansial yang berkaitan degan aspek pasar, manajemen, teknis, sosial
lingkungan, dan aspek finansial. Analisis kelayakan usaha perlu dilakukan agar
mengetahui apakah dengan kebijakan dan sistem usaha yang dilakukan oleh PT.
IMT layak untuk dilanjutkan atau perlu dilakukan perbaikan. Kerangka pemikiran
operasional dapat dilihat pada Gambar 2.

-Jumlah produksi areal dan produksi TBS kelapa sawit meningkat


setiap tahunnya di Indonesia khususnya provinsi Sumatera Utara
-Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara yang menurun produksi TBS kelapa sawitnya
-Masih sedikit pabrik pengolahan yang ada di Kabupaten Karo untuk
mengolah TBS kelapa sawit

PT. IMT merupakan perusahaan baru yang mengelola TBS


kelapa sawit menjadi CPO dan KPO di Kabupaten Karo

Investasi yang akan dilakukan dan yang sudah dilakukan oleh


PT. IMT

Analisis Kelayakan Usaha

Aspek Non Finansial Aspek Finansial

-aspek pasar -NPV


-aspek teknis -IRR
-aspek manajemen dan hukum -Net B/C
-aspek sosial dan lingkungan -Payback Period

Layak Tidak Layak

Lanjutkan Perbaikan

Gambar 2. Kerangka pemikiran operasional


19

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. IMT, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo,


Provinsi Sumatera Utara. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan
Agustus sampai dengan September 2013.
PT. Indomas Mitra Teknik adalah perusahaan yang bergerak dibidang
perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO dan merupakan
salah satu perusahaan yang baru berjalan di daerah Kabupaten Karo. Perusahaan
tersebut tidak memiliki lahan perkebunan sendiri untuk memenuhi bahan baku
(TBS). Meskipun demikian, perusahaan ini menutupinya dengan pembelian bahan
baku untuk pengolahan dari petani sawit di sekitar perusahaan tersebut sehingga
dapat bertahan dari persaingan perusahaan pengolah kelapa sawit yang lain.

Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan mengenai aspek
non finansial. Aspek non finansial berkaitan dengan lingkungan internal dan
eksternal, baik manajemen perusahaan maupun kelembagaan ataupun aspek
lingkungan internal dan eksternal lainnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai
sumber terkait dengan penelitian yang dilakukan dan diolah dengan menggunakan
perhitungan kelayakan, baik dari kelayakan finansial yang dapat dilihat dari segi
Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Rasio (Net B/C), Internal Rate Return
(IRR), dan payback period (PP).
Data primer dan data sekunder yang digunakan berupa data yang berkaitan
dengan aspek finansial dan non-finansial. Data primer digunakan untuk
menggambarkan keadaan perusahaan pada masa sekarang dan untuk menjelaskan
keadaan produksi perusahaan. Data sekunder digunakan sebagai sumber dasar
yang digunakan untuk menggambarkan mengenai perkebunan kelapa sawit,
pengolahan pabrik CPO, aspek-aspek penunjang yang berkaitan dengan
perkebunan kelapa sawit, dan menjadi dasar perhitungan finansial perkebunan
kelapa sawit setelah pengembangan .
Instrumen yang digunakan di dalam penelitian untuk mendapatkan
informasi dan data yang dibutuhkan adalah dengan menggunakan alat elektronik,
media cetak, internet, serta daftar pertanyaan untuk dijawab oleh responden.
Responden dalam hal ini adalah orang yang memiliki kredibilitas di bidang yang
diteliti yaitu manajer produksi, bagian keuangan/arsip, dan bagian-bagian lain
yang masih memiliki kaitan terhadap objek penelitian.

Metode pengumpulan data

Data primer diperoleh langsung dari responden dengan melakukan


wawancara dan dalam hal ini responden tersebut adalah direktur pemilik
perusahaan. Data sekunder diperoleh dari PT. IMT, referensi dari laporan
perusahaan, rencana pembangunan di daerah sekitar perusahaan, buku, dan
internet.
20

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat
kualitatif dianalisis untuk mengkaji aspek non finansial, yaitu aspek pasar, teknis,
manajemen, hukum dan sosial. Data yang bersifat kualitatif dinilai berdasarkan
kriteria kelayakan setiap aspek yang harus dipenuhi. Data yang bersifat kuantitatif
diolah untuk mengkaji aspek kelayakan finansial berdasarkan kriteria penilaian
investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan payback period (PP).
Pengolahan dan analisis data ini diarahkan pada analisis kelayakan, apakah
perusahaan layak dijalankan atau diteruskan melihat dari kebijakan yang
diterapkan oleh perusahaan yang berbeda dengan perusahaan pengolah kelapa
sawit yang lain dan kondisi dari lingkugan perusahaan. Selain itu, diteliti apakah
perusahaan dapat memproduksi CPO dan KPO secara maksimal dengan kebijakan
tersebut, dan apakah perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan yang
maksimal dengan kebijakan tersebut.

Kriteria Investasi

Net Present Value(NPV)


NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (present) dari selisih
antara manfaat dengan biaya pada tingkat diskonto (bunga) tertentu. Dinyatakan
dalam rumus:

Keterangan : NPV = Nilai bersih sekarang (Rupiah)


Bt = Manfaat pada tahun k–t (Rupiah)
Ct = Biaya pada tahun ke-t (Rupiah)
= Tingkat diskonto (%)
n = Umur proyek (tahun)
t = Tahun

Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria investasi yaitu :


1. NPV > 0, secara finansial proyek layak untuk diusahakan dan dapat
menghasilkan keuntungan.
2. NPV = 0, secara finansial proyek sulit untuk diusahakan dan tidak
dapat menghasilkan keuntungan.
3. NPV < 0, secara finansial lebih baik proyek tidak dilaksanakan
karena akan menimbulkan kerugian.

Internal Rate of Return (IRR)


IRR atau Internal Rate of Return adalah tingkat pengembalian internal dari
investasi selama umur proyek yang bertujuan untuk mengetahui persentasi
keuntungan dari suatu proyek tiap tahun dan menunjukkan kemampuan proyek
dalam mengembalikan bunga pinjaman, secara matematis nilai tersebut
dirumuskan sebagai berikut:
21

Keterangan : IRR = Tingkat internal hasil (%)


NPV = Nilai bersih sekarang bernilai positif (Rupiah)
NPV' = Nilai bersih sekarang bernilai negatif (Rupiah)
= Tingkat diskonto menghasilkan PV positif (%)
= Tingkat diskonto menghasilkan PV negatif (%)

Hasil analisis IRR lebih besar dari bunga bank (tingkat diskonto) yang
berlaku, menunjukan proyek tersebut layak untuk dilakukan. Sebaliknya bila IRR
lebih kecil dari tingkat suku bunga bank maka usaha tersebut tidak layak untuk
dilakukan.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)


Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih
terhadap total dari biaya bersih (Kadariah 1978). Metode ini digunakan untuk
melihat berapa besar manfaat bersih yang dapat diterima dari suatu bisnis atau
proyek untuk sesetiap investasi yang dilakukan atau dikeluarkan. Bila Net B/C
lebih besar sama dengan 1 usaha maka bisnis dianggap layak untuk dilaksanakan
namun jika Net B/C kurang dari 1 maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan.
Rumus yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :

Keterangan : Bt = Total penerimaan pada tahun ke-t


Ct = Total biaya pada tahun ke-t
= Tingkat diskonto yang berlaku
n = Umur ekonomis proyek

Payback Period (PP)


Payback period dapat diartikan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk mengembalikan biaya investasi. Payback period adalah suatu metode dalam
penentuan jangka waktu yang dibutuhkan dalam menutupi initial investment dari
suatu proyek dengan menggunakan cashflow yang dihasikan dari suatu proyek
tersebut. Semakin pendek payback period dari periode yang disyaratkan
perusahaan maka proyek investasi tersebut dapat diterima (Arifin et al. 1999).
Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut:

Keterangan : I = Biaya investasi yang dikeluarkan


Ab = Manfaat bersih yang diperoleh sesetiap tahunnya
22

Asumsi – Asumsi Dasar


Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Umur ekonomis pabrik ditentukan selama 15 tahun berdasarkan umur
teknis instalasi pabrik.
2. Kapasitas terpasang pabrik adalah 20 ton TBS per jam.
3. Jumlah hari kerja adalah 25 hari per bulan, 300 hari per tahun, dengan
asumsi hari minngu libur dan hari libur nasional lainnya.
4. Tingkat diskonto yang digunakan adalah 8 %. Pemilihan ini berdasarkan
bunga deposito dari Bank BI, hal ini dikarenakan perusahaan tidak
memiliki pinjaman dalam modal usaha.
5. Seluruh pembelian alat investasi dilakukan pada tahun 2012 hingga 2013.
6. Perhitungan nilai penyusutan masing-masing investasi menggunakan
metode garis lurus dimana harga beli dikurangi nilai penyusutan dan
dibagi dengan umur manfaat.
7. Hasil produksi CPO adalah 19 % dari tandan buah segar (TBS) yang
diolah, dan hasil Kernel 5 % dari TBS yang diolah dan hasil cangkang 6
%.
8. Asumsi harga TBS, CPO, dan kernel dianggap konstan sesetiap tahunnya,
harga yang ditetapkan berdasarkan harga rata-rata dari Juli-Desember
2013 (Lampiran 2), adapun harga yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
a. TBS Rp. 1 500/kg
b. CPO Rp. 8 831/kg
c. Kernel Rp. 6 184/kg
d. Cangkang Rp. 731/kg
9. Nilai insentif yang diberikan kepada suplier TBS adalah Rp. 20/kg
dikalikan dengan jumlah TBS yang diolah perusahaan.
10. Nilai insentif ke pemilik lahan adalah Rp. 5/kg dikalikan dengan jumlah
TBS yang diolah perusahaan.
11. Peningkatan pengolahan bahan baku TBS perusahaan diperkirakan
minimal sebesar 8 % sesetiap tahunnya. Hal ini didasari kenaikan TBS riil
yang diolah periode Juli-Desember 2013 dibandingkan dengan periode
Juni-Desember 2014 adalah 18 %.
12. Peningkatan gaji staff diasumsikan naik 3 % sesetiap tahunnya
berdasarkan sistem yang diterapkan perusahaan sedangkan gaji karyawan
diasumsikan naik 7 % berdasarkan inflasi per tahun.
13. Pajak diasumsikan 10 % dari keuntungan bersih yang diperoleh sesetiap
tahunnya.(UUD NO 36 tahun 2008, Pasal 17 ayat 2a)
14. Biaya pemeliharaan dan pengolahan PKS diasumsikan meningkat sebesar
6 % sesetiap tahunnya.
15. Fee ke koperasi diberikan perusahaan sebesar 2.5 % dari pembelian TBS.
23

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Deskripsi Kabupaten Karo


Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi
Sumatera Utara, terletak pada jajaran dataran tinggi Bukit Barisan dan sebelah
barat daya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia serta merupakan
daerah hulu sungai. Secara geografis Kabupaten Karo terletak pada koordinat 2o
50’ – 3o19’ Lintang Utara dan 97o 55’ – 98o 38’ Bujur Timur. Berikut batas-batas
wilayah dari Kabupaten Karo.
Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir
Sebelah Barat : Provinsi Nangroe Aceh Darusalam
Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun

Gambar 3. Peta Kabupaten Karo

Kabupaten Karo mempunyai wilayah seluas 2 127.25 Km2 atau 2.97 %


dari luas Provinsi Sumatera Utara, terdiri dari 17 kecamatan dan 262 desa.
Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Mardingding yakni 267.11 Km2
(12.56% dari luas Kabupaten Karo) dan kecamatan dengan luas terkecil adalah
Kecamatan Berastagi seluas 30.5 Km2 (1.43% dari luas Kabupaten Karo). Luas
wilayah dan jumlah penduduk sesetiap kecamatan di Kabupaten Karo tahun 2010
dapat dilihat pada Tabel 5.
24

Tabel 5 Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kabupaten Karo tahun 2010
Jumlah
Jumlah Desa/ Luas Wilayah
No Kecamatan Penduduk
Kelurahan (Km²)
(jiwa)
1 Kabanjahe 13 44.65 63 918
2 Berastagi 10 30.50 42 939
3 Barusjahe 19 128.04 22 304
4 Tigapanah 26 186.84 29 593
5 Merek 19 125.51 18 223
6 Munte 22 125.64 19 870
7 Juhar 25 218.56 13 368
8 Tigabinanga 20 160.38 20 086
9 Laubaleng 15 252.60 17 879
10 Mardingding 12 267.11 17 222
11 Payung 8 47.24 10 938
12 Simpang empat 17 93.48 19 192
13 Kutabuluh 16 195.70 10 685
14 Dolat rayat 7 32.25 8 374
15 Merdeka 9 44.17 13 434
16 Naman teran 14 87.82 12 916
17 Tiganderket 17 86.76 13 301
Jumlah 269 2 127.25 354 242
Sumber: BPS Kab.Karo 2010
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo tahun 2012 yang diukur
berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
konstan 2000 meningkat sebesar 6.34 % terhadap tahun 2011. Pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 7.85 %.
disusul oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 7.20 %,
sektor jasa-jasa 6.17 %, sektor pertanian 6.12 %, sektor bangunan 5.92 %, sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 5.84 %, sektor listrik, gas dan air bersih
sebesar 4.76, dan sektor industri pengolahan 3.95 %. Sedangkan sektor
pertambangan dan penggalian menjadi sektor yang paling rendah
pertumbuhannya, yaitu 3.71 %.
Besaran PDRB Kabupaten Karo pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku
tercapai sebesar Rp. 8 512.71 miliar, sedangkan atas dasar harga konstan 2 000
sebesar Rp. 3 816.81 miliar. Terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karo
tahun 2012 sebesar 6.34 %, sektor pertanian memberi sumbangan sebesar 3.52 %,
disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 1.16 %, sektor jasa-jasa
sebesar 0.76 %, sektor pengangkutan dan komunikasi 0.51 %, sektor bangunan
0.21 %, dan sisanya oleh keempat sektor lainnya. PDRB perkapita atas dasar
harga berlaku pada tahun 2012 mencapai Rp. 23.72 juta, lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar Rp. 21.55 juta. (BPS Kab.Karo
2014).

Potensi Perkebunan Kabupaten Karo


Kondisi topografi Kabupaten Karo pada dasarnya memiliki potensi alam
yang cukup tinggi sesuai untuk syarat tumbuh berbagai jenis tanaman perkebunan.
25

Tanaman perkebunan yang telah banyak yang dibudidayakan masyararakat di


daerah ini yaitu kakao, kemiri, kopi, dan sawit.
Pada tahun 2012, luas lahan kakao seluas 4 153 ha dengan produksi 2 748
ton, kemiri dengan luas lahan 1 606 ha produksi 1 275 ton, kopi dengan luas
lahan 6 218 ha dengan produksi 4 962 ton , serta kelapa sawit dengan luas lahan
1 404 ha dengan produksi 14 333 ton.

Sekilas Profil PT Indomas Mitra Teknik


PT. IMT berdiri tahun 2012 dan terletak di Desa Mardingding, Kecamatan
Mardingding, Kabupaten Karo. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan
pengolahan kelapa sawit kedua yang berdiri di Kabupaten Karo. PT. IMT
memiliki luas areal sekitar 10 hektar dimana luas pabrik sebesar 5 hektar tempat
pembuangan limbah 4 hektar, tempat janjang kosong 1 hektar, dan lokasi
perumahan staff 0.5 hektar.
Kantor pusat PT. IMT berada di Komplek ruko Graha Metropolitan Blok
G No. 18 Jln. Kapten Sumarsono Medan. Tenaga kerja PT. IMT saat ini terdiri
dari 6 orang staff dan 50 orang karyawan yang terbagi di kantor pusat dan di areal
pabrik. Disamping gaji, perusahaan memberikan fasilitas kepada karyawannya
yaitu tempat tinggal dan jaminan kesehatan serta keamaanan kerja yang bekerja
sama dengan Jamsostek.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Non-Finansial
1. Aspek Pasar
Analisis aspek pasar berkaitan dengan seberapa besar pasar merespon
terhadap barang atau jasa yang diproduksi suatu bisnis atau perusahaan baik dari
sisi permintaan, penawaran, harga, dan strategi pemasaran (4P), sehingga produk
dapat memberikan manfaat bagi konsumen yang membeli atau menggunakan
produk. Aspek pasar merupakan aspek yang memiliki prioritas yang sangat
penting bagi suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang
mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan potensi dan pangsa pasar
(Kothler dan Amstrong 1997).

Permintaan
Analisis permintaan digunakan untuk mengetahui secara riil jumlah produk
atau jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu. Potensi pasar CPO di
Indonesia dinilai cukup tinggi dikarenakan CPO sangat banyak digunakan oleh
industri-industri lain seperti industri minyak goreng dan industri oleokimia.
Industri minyak goreng merupakan penyerap CPO terbesar yaitu mencapai 29.6 %
dari total produksi CPO. Selain itu, CPO juga merupakan salah satu pemasukan
devisa negara karena termasuk komoditi ekspor Indonesia yang sangat potensial.
Siklus produksi PT. IMT sendiri dalam sehari mampu mengolah TBS 50
hingga 75 ton yang dapat menghasilkan rata-rata CPO sebanyak 500-565 ton,
kernel 140-146 ton, dan cangkang 160-166 ton. Jumlah permintaan produksi PT.
IMT dapat dilihat dari hasil produksi yang selalu memiliki pembeli dan produk
yang selalu terjual sesetiap bulannya. Tingkat permintaan produksi PT. IMT
26

khususnya CPO relatif stabil dan jarang terjadi penurunan atau peningkatan harga
yang signifikan. Permintaan CPO ini biasanya datang dari perusahaan-perusahaan
pengelola CPO yang berasal dari kota Medan. Dalam penjualan CPO, PT IMT
bekerja sama dengan beberapa perusahaan yaitu PT. Smart, PT. Pacific Palmindo
Industri, dan PT. Inno wangsa dengan sistem kontrak. Kapasitas penjulan CPO
yang dipasok kepada perusahaan-perusahaan tersebut sejauh ini berkisar 500-600
ton per bulannya. Dilihat dari total penjulaan CPO PT. IMT, saat ini belum
mencapai nilai maksimal jika dilihat dari kapasitas pabrik. Hal tersebut
dikarenakan PT. IMT masih kekurangan bahan baku (TBS) untuk diolah.
Menurut USDA (2010), Konsumsi minyak kelapa sawit dunia pada tahun
2006 telah mencapai 37 juta ton dan sampai 2008 telah mencapai 40.45 juta ton.
Dilihat dari perkembangannya permintaan atas minyak kelapa sawit di dunia
mengalami peningkatan, begitu juga yang terjadi terhadap permintaan minyak
kelapa sawit di Indonesia. Menurut GAPKI (2014), prospek industri kelapa sawit
nasional cukup menjanjikan dan akan terus mengalami peningkatan. Berdasarkan
data GAPKI produksi CPO dan KPO tahun 2013 mencapai 26 juta ton atau naik
1.9 % dibanding pada tahun 2012 sebanyak 26.5 ton. Sedangkan produksi pada
tahun 2014 diperkirakan pada kisaran 27.5-28 juta ton. Jika dilihat dari hal
tersebut menunjukkan potensi pasar untuk produk CPO sangat baik, dan kondisi
tersebut juga terlihat dari penjualan CPO yang dilakukan PT.IMT tidak
mengalami kesulitan dan selalu mempunyai permintaan terhadap produknya.

Penawaran
Penawaran adalah jumlah produksi yang dapat disediakan oleh perusahaan.
Penawaran CPO PT.IMT relatif stabil, seluruh CPO yang diproduksi selalu
memiliki pembeli. PT.IMT melakukan penawaran ke perusahaan-perusahaan
pembeli sampai mendapatkan nilai (harga) paling tinggi dari perusahaan pembeli.
Penawaran CPO yang dilakukan PT. IMT kepada perusahaan-perusahaan tersebut
dengan menggunakan sistem kontrak, yaitu perusahaan pembeli menentukan
jumlah CPO yang akan dibeli dengan harga yang telah disepakati dalam kontrak,
Terdapat dua pabrik pengolahan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Karo.
Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam penentuan harga bahan baku
yang juga mempengaruhi biaya produksi, namun persaingan tersebut tidak
mempengaruhi harga penawaran kepada perusahaan-perusahaan pembeli CPO.
Hal ini disebabkan penentuan harga CPO sudah ditetapkan melalui mekanisme
pasar dengan mengacu pada harga CPO internasional di bursa berjangka. Selama
ini penentuan harga dilakukan dengan sistem lelang yang dilakukan dua kali
seminggu (Pahan 2006), akan tetapi kebijakan yang baru saat ini sistem lelang
dilakukan sesetiap hari.

Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah merupakan sistem dari keseluruhan kegiatan
usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan,
dan mendistribusikan barang serta jasa yang dapat memuaskan kebutuhan-
kebutuhan pembeli yang ada atau pembeli yang potensial (Stanton 1984).
Berdasarkan definisi tersebut maka ketika membahas pemasaran tidak dapat lepas
dari bauran pemasaran. Bauran pemasaran merupakan kombinasi dari empat
variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran dan dapat dikendalikan oleh
27

perusahaan. Variabel tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama,


yang dikenal dengan 4P, yaitu produk, harga (price), tempat (place), dan promosi
(promotion).

A. Produk
Produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat
memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk yang dihasilkan PT. IMT adalah
CPO. CPO adalah minyak yang dihasilkan dari proses perebusan kelapa sawit.
Selain produk utama yaitu CPO, PT. IMT juga menghasilkan KPO dari proses
tersebut. KPO juga sudah memiliki perusahan pembeli tersendiri. Selain itu,
terdapat fiber yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan dan dapat menjadi subtitusi bahan bakar (solar) yang digunakan PT.
IMT dalam proses produksi. Produk lain yang dihasilkan dari pengolahan TBS
PT. IMT yaitu cangkang yang juga merupakan sumber keuntungan dari
perusahaan.

B. Harga
Harga adalah sejumlah uang atau barang yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian jasa.
Penentuan tingkat harga sangat menentukan keberhasilan suatu bisnis. Harga jual
CPO ditentukan melalui mekanisme pasar yang mengaju pada harga CPO
internasional (Pahan 2006). Sementara mekanisme penentuan harga CPO yang
dilakukan oleh PT. IMT ditetapkan melalui sistem lelang sesetiap harinya. Rata-
rata harga jual CPO yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan relatif sama, yaitu
berada dalam kisaran Rp 7 500-9 000 per kg, sedangakan harga cangkang rata-rata
Rp 650-750 per kg dan kernel Rp 4 200-6 200 per kg.

C. Pengadaan Input dan Penjualan Output


Pemasaran CPO PT. IMT hanya dilalukan di daerah Sumatera Utara, belum
menjangkau daerah lain. Hal ini dikarenakan PT. IMT belum mampu melakukan
ekspansi ke berbagai daerah karena adanya keterbatasan modal dan bahan baku
yang ada di daerah perusahaan. Saluran distibusi yang dilakukan PT. IMT dapat
dilihat pada Gambar 4.
28

Supplier: RS Koperasi Supplier : D

Proses

CPO Kernel Cangkang Fiber

Pacific Indo Agro Jaya Samudera Penduduk

Gambar 4. Pengadaan input dan penjualan output PT. IMT

Gambar 4 menunjukan sistem distribusi yang diterapkan PT.IMT mulai


pembelian bahan baku dari supplier TBS hingga penjualan hasil pengolahan
produksi. Dari gambar 4 juga dapat dilihat PT.IMT memiliki tiga supplier besar
salah satunya adalah koperasi yang dididirikan perusahaan dengan bekerja sama
dengan penduduk sekitar selain itu PT. IMT juga memiliki suplier pengumpul
buah kelapa sawit rakyat yang menjadi pemasok bahan baku bagi PT. IMT. yang
berperan sebagai pengumpul (penampung) kelapa sawit dari petani-petani kecil di
sekitar perusahaan yang kemudian akan dijual kepada PT. IMT yaitu R.
Sihombing dan Darmanta. Bahan baku kemudian diolah dan menghasilkan empat
produk yang dapat dijual yaitu CPO, kernel, cangkang, dan fiber. Sesetiap produk
memiliki pembeli dengan harga yang berbeda-beda, khusus untuk fiber produk
tersebut tidak pasti dijual karena perusahaan dapat menggunakannya sebagai
pengantti bahan bakar pabrik.

D. Promosi
Promosi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produk pada target pasar (Kotler 1997).
Saat ini upaya strategi promosi yang digunakan PT. IMT adalah hubungan baik
pemilik perusahaan PT. IMT dengan perusahan pembeli. Hal ini dilakukan
perusahaan dengan cara mencari perusahan-perusahaan pembeli yang baru
melalui hubungan antar pemilik perusahaan CPO.

Hasil Analisis Aspek Pasar


Berdasarkan analisis potensi pasar PT. IMT bahwa bisnis layak untuk
dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari potensi pasar CPO tergolong relatif stabil
dan tidak pernah ditemukan over supply. Permintaan selalu diimbangi dengan
penawaran yang membuat CPO selalu mempunyai pembeli. Selain itu, dari sisi
strategi pemasaran (4P) harga perusahaan juga mendapatkan keuntungan yaitu
harga dari sesetiap produk yang dihasilkan PT. IMT lebih besar dari pada biaya
produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan.
29

2. Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan kesiapan
perusahaan dalam menjalankan hal-hal teknis atau operasional. Hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu lokasi pabrik, fasilitas pendukung produksi, ketersediaan bahan
baku, analisis bahan baku dan jumlah produksi, serta proses produksi.

Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik kelapa sawit PT. IMT terletak di Desa Mardingding,
Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Luas areal
pabrik yaitu 10 ha termasuk perumahan karyawan. Lokasi pabrik dapat ditempuh
melalui jalan darat dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan. Perjalanan
tersebut membutuhkan waktu sekitar 6 jam dengan jarak tempuh 170 km dengan
kondisi jalan yang diaspal dan merupakan jalan lintas yang menghubungkan
Kabupaten Karo dengan Kabupaten Aceh Tenggara.
Waktu yang diperlukan untuk menuju lokasi pabrik dari jalan lintas
kabupaten sekitar 15 menit dengan jarak tempuh perjalanan 3 km dengan kondisi
jalan belum diaspal dan masih merupakan jalan bebatuan bercampur tanah. Salah
satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik kelapa
sawit meliputi ketersediaan air. Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan
pabrik diperoleh dari air sungai yang berjarak sekitar 400 meter dari lokasi
pabrik. Faktor- faktor lainnya yaitu daya dukung tanah, infrastukrtur, dan dekat
dengan lokasi perkebunan rakyat yang menanam kelapa sawit (bahan baku). Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi pabrik yang didirikan PT.
IMT dinyatakan layak.

Fasilitas produksi dan pendukung PT. IMT


Fasilitas produksi pada pabrik kelapa sawit PT. IMT meliputi sterilizer,
threassing, press, klarifikasion, boiler, engine room, dan listrik dengan kapasitas
20 ton/jam. Sedangkan fasilitas pendukung yang ada di PT. IMT yaitu kendaraan
operasional, perumahan, fasilitas pengadaan air yaitu water station, laboratorium,
gudang workshop, bengkel peralatan, peralatan telekomunikasi, peralatan
pemadam kebakaran, komputer, weight bridge, dan alat-alat penunjang lainnya.

Ketersediaan Bahan Baku


Produksi TBS di Kabupaten Karo dan Aceh Tenggara mencapai 8 750 ton
per bulan, namun jumlah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan kapasitas
olah pabrik PT. IMT yang memerlukan pasokan TBS 10 000 ton per bulan.
Jumlah maksimal rata-rata TBS yang masuk ke pabrik pengolahan per bulan
hanya 3 750 ton atau sekitar 37.5 % dari kapasitas olah pabrik. Hal tersebut
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah persaingan dengan pabrik
pengolahan lain yang berada di dekat pabrik PT. IMT sehingga produksi TBS
terbagi dua. Selain itu, kualitas TBS yang dihasilkan oleh petani kelapa sawit
sekitar PT. IMT tidak cukup baik sehingga banyak buah yang tidak diterima oleh
perusahaan karena TBS yang masuk banyak yang tidak memenuhi syarat.
Dalam kegiatan pabrik kelapa sawit ketersediaan bahan baku merupakan
faktor utama. Dalam hal ini, untuk memenuhi bahan baku PT. IMT belum
mampu, karena itu untuk memenuhi ketersediaan bahan baku agar lebih baik ke
depannya perusahaan membuat kerjasama dengan penduduk setempat dengan
30

dibangunnya sebuah koperasi yang berbasis kelapa sawit dimana koperasi ini
saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat, perusahaan dapat
membeli buah langsung dari koperasi sedangkan masyarakat bisa mendapatkan
penyuluhan tentang sistem penanaman kelapa sawit yang baik serta bisa
mendapatkan bibit sawit serta keperluan lainnya dalam menjalankan perkebunan
kelapa sawit di koperasi tersebut. Selain itu Perusahaan berusaha melakukan
kerjasama dengan petani-petani/perkebunan besar sehingga produksi TBS dari
petani-petani/perkebunan besar tersebut dapat diolah di PT. IMT. Selain itu,
perusahaan juga menyediakan bibit sawit unggul yang dapat dibeli petani untuk
meningkatkan kualitas TBS yang dihasilkan. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa ketersedian bahan baku di daerah pabrik dinyatakan belum
layak.

Kapasitas Produksi
Berdasarkan kapasitas pabrik sebesar 20 ton TBS per jam, dalam satu hari
idealnya pabrik bekerja normal selama 20 jam, dalam sebulan 25 hari, dan dalam
setahun bekerja selama 300 hari, maka kebutuhan bahan baku yang diperlukan
untuk proses produksi beserta produk yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kapasitas pabrik kelapa sawit dan produksi CPO serta kernel PT. IMT
Uraian Jumlah
Kapasitas terpasang 20 ton
Jam kerja/hari 20 jam
Hari kerja/bulan 25 hari
Hari kerja/tahun 300 hari
Kebutuhan kapasitas olah/ hari 400 ton
Kebutuhan kapasitas olah/bulan 10 000 ton
Kebutuhan kapasitas olah per tahun 120 000 ton
Produksi CPO/hari (rendemen 19%) 76 ton
Produksi CPO/tahun (rendemen 19%) 22 800 ton
Produksi kernel/hari (rendemen 5%) 20 ton
Produksi kernel/bulan (rendemen 5%) 500 ton
Produksi kernel/tahun (rendemen 5%) 6 000 ton
Sumber: PT Indomas Mitra Teknik
Berdasarkan kapasitas olah pabrik normal maka perusahaan seharusnya
mengolah TBS mencapai 120 000 ton per tahun. Namun PT. IMT baru dapat
memanfaatkan kapasitas olah sekitar per 3 750 ton bulan atau dapat diperkirakan
hanya 45 000 setahun (37.5 %). Karena itu dapat dikatakan bahwa kapasitas olah
belum dimanfatkan secara maksimal akibat adanya kekurangan bahan baku TBS.

Proses Produksi
Proses pengolahan TBS menjadi minyak kelapa sawit dan inti sawit secara
umum terdiri dari proses ekstrasi secara mekanis dilanjutkan dengan proses
pemurnian. Proses produksi TBS sampai menjadi CPO/kernel secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut:
31

A. Proses Ekstraksi
Proses ekstraksi dimulai dari TBS diterima dari supply/pengumpul yang
diangkut dengan truk atau pick up kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan
untuk mengetahui berat TBS yang masuk ke pabrik. Setelah dilakukan
penimbangan, kemudian dilakukan penyortiran untuk menentukan berapa % TBS
yang layak diterima untuk diproses atau ditolak. Kemudian TBS yang diterima
dikumpulkan di loading ramp sebelum diproses pada proses pengolahan pertama
(sterilisasi). Sebaiknya dari proses penerimaan, penimbangan sampai diolah,
waktu yang dipergunakan harus sesingkat mungkin untuk dapat mencegah
penurunan kualitas.

Gambar 5. Tempat penyortiran dan penyimpanan dalam Loading Ramp

Tahapan pertama dalam proses ekstraksi minyak kernel dari TBS adalah
proses perebusan. Keberhasilan dalam proses perebusan akan sangat
mempengaruhi efisiensi dari proses ekstraksi. Hasil perebusan akan memberi efek
pada proses perontokan, pelumatan, dan proses kempa/pengepresan. Setelah
proses perebusan, dilanjutkan dengan proses pemisahan berondolan dengan
janjangan di mesin threshing. Berondolan yang telah dipisahkan dari janjangan
dimasukan ke dalam digester, sementara janjangan diangkut ketempat
pembakaran tandan kosong atau digunakan untuk land application.

Gambar 6. Stasiun perebusan dan stasiun pencacahan (Digester)

Berondolan yang masuk ke dalam digester kemudian dilumatkan sehingga


menjadi bubur, untuk memudahkan proses pelumatan di dalam digester dilakukan
pemanasan dengan injection steam. Selanjutnya, buah ditekan (pressing) untuk
32

memisahkan minyak kasar (crude oil) dari biji buah. Proses pressing dipermudah
dengan penambahan air panas, setelah itu minyak yang masih bercampur air
keluar melalui dinding press cage yang mempunyai perforasi/lubang kecil untuk
dimurnikan kemudian biji dan fiber keluar dari cylinder press cake untuk
dipisahkan. Proses pressing merupakan dasar perhitungan kapasitas pabrik, oleh
sebab itu harus dioperasikan secara optimal sehingga tidak mengganggu rantai
pengolahan.

B. Proses Pemurnian
Crude oil dan air yang keluar dari screw press pada proses pengepresan
dipompakan ke crude oil gutter sebelum masuk ke sand trap tank. Kemudian dari
sand trap dialirkan ke vibrating screen (saringan getar), untuk memisahkan atau
membersihkan serabut fiber yang terbawa. Saringan getar ini adalah saringan
berganda yang berfungsi untuk menyaring minyak kasar (crude oil) yang masih
mengandung kotoran. Minyak kemudian ditampung dalam crude oil tank, lalu di
pompakan ke contionous tank. CPO dan sludge yang keluar dari continiuous tank
ditampung di oil tank dan sludge tank. CPO yang berada di oil tank, selanjutnya
diproses untuk mengurangi kadar air di vacum dryer dengan tujuan medapatkan
CPO yang sesuai dengan mutu standar. CPO yang telah memenuhi mutu standar
dikirim ke storage tank untuk disimpan sebelum pengiriman. Sedangkan sludge
diproses di sludge centrifuse untuk mengambil CPO yang masih terdapat di dalam
sludge. Sludge dialirkan ke pat-fit untuk dikumpulkan dan mengalami proses
pemisahan antara lumpur dengan minyak CPO secara gravitasi. CPO yang
diperoleh di sludge centrifuse dan pat-fit dikirim kembali ke continuous tank dan
lumpur ke kolam limbah.
Ampas yang bercampur dengan biji yang keluar dari screw press masuk ke
dalam depericarper (pemisah ampas). Alat ini bekerja secara pneumatic, yaitu
fibre (sabut) terhisap ikut dengan udara kemudian dibawa ke ruangan ketel uap
dan dipakai sebagai bahan bakar. Sedangkan biji bersama benda-benda padat
lainnya jatuh ke bawah untuk diolah selanjutnya. Biji- biji tersebut dikumpulkan
di nut silo dan selanjutnya dipecah oleh mesin ripple mill untuk proses pemisahan
antara kernel dan cangkang. Proses pertama pemisahan kernel dan cangkang
dilakukan secara pneumatic di tingkat 1 dan 2. Cangkang yang keluar dari tingkat
2 yang masih mengandung kernel selanjutnya diproses di mesin bak modder
untuk mengambil kernel. Seluruh kernel yang diperoleh dikirim ke kernel dryer
untuk dikeringkan sesuai standar kadar air yang ditetapkan (8 %). Sedangkan
cangkang dikirim ke tempat penampungan.

Hasil Analisis Aspek Teknis


Berdasarkan hasil analisis, dilihat dari aspek teknis maka PT. IMT dapat
dikatakan layak. Hal ini terlihat dari lokasi usaha yang strategis, fasilitas produksi
yang baik, kemudahan akses dalam transportasi, dan ketersediaan sumber listrik,
serta air. Harga bahan baku di daerah pabrik juga masih dalam jangkauan yang
ditetapkan oleh perusahan, hanya saja sampai saat ini ketersediaan bahan baku
masih belum memenuhi kebutuhan kapasitas pabrik. Selain itu, masih ada bahan
baku yang belum memenuhi standar perusahaan. Dari sisi proses produksi PT.
IMT juga sudah sesuai dengan alur atau standar operasi yang digunakan. Jenis
teknologi yang digunakan juga sudah tergolong modern, sebagian besar teknologi
33

adalah teknologi yang dibeli dari luar negeri. Dari sisi tata letak pabrik juga sudah
diatur oleh perusahan dengan memperhatikan kemudahan pekerja dalam
melakukan alur produksi agar pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan
efesien.

3. Aspek Manajemen
Aspek manajemen berkaitan dengan sumber daya manusia yang digunakan
untuk mengelola keuangan, pengoperasian teknis, pengolaan lahan, dan bidang
operasi lainnya yang berhubungan dengan bisnis yang dilakukan. Hal ini
dilakukan untuk mencapai keuntungan yang diharapkan. Tanpa adanya
manajemen yang baik maka kegiatan bisnis yang dijalankan tidak akan mencapai
tujuan yang diinginkan. Sebaliknya, tanpa ada sumber daya manusia yang baik
kegiatan bisnis yang dijalankan juga akan menjadi buruk dan tidak mencapai
tujuan dari bisnis.

Bentuk dan Struktur Organisasi PT.IMT


Bentuk badan usaha yang digunakan adalah perusahaan terbatas (PT)
dengan nama PT. Indomas Mitra Teknik. Struktur organisasi yang diterapkan oleh
pabrik kelapa sawit PT. IMT mencakup 2 lokasi yang berbeda yaitu bagian yang
bekerja di kantor pusat dan bagian yang bertugas di pabrik kelapa sawit. PT. IMT
memiliki seorang direktur yang merupakan pemimpin perusahaan dan
membawahi manager operasional. Manager operasional bertanggung jawab atas
berjalannya proses yang terjadi di kantor pusat dan di pabrik kelapa sawit PT.
IMT. Selain itu, manager operasional merupakan pengendali dari sesetiap
kegiatan dan pengoperasian pabrik kelapa sawit yang dilakukan secara sentralik.
Kantor pusat memiliki 2 bagian yang sangat penting yaitu bagian keuangan
dan bagian pengadaan bahan serta penjualan produksi. Terdapat 5 posisi penting
di lokasi Pabrik PT. IMT yaitu kepala tata usaha, asisten humas, asisten
perawatan, asisten pengolahan, dan kepala laboratorium. Bagan struktur
orgainisasi PT. IMT dapat dilihat pada lampiran 5. Bagian keuangan mempunyai
tugas dalam mengurusi bidang administrasi dan mengatur finansial keuangan
perusahaan, baik pembayaran TBS yang dibeli perusahaan, transportasi produk
dan bahan-bahan yang dibutuhkan, serta bertanggung jawab atas pengaturan
pembayaran gaji. Bagian pengadaan dan penjualan produksi mempunyai tugas
mengadakan barang-barang dan bahan-bahan yang diperlukan oleh perusahaan
baik di kantor pusat maupun di pabrik kelapa sawit. Selain itu, bagian ini juga
bertanggung jawab dalam pembuatan kontrak dengan perusahaan pembeli CPO
yang bekerja sama dengan PT. IMT.
Kepala tata usaha bertugas dalam mengeluarkan kas untuk pembelian
barang lokal yang dibutuhkan di lokasi pabrik dan membeli kebutuhan yang
mendesak untuk kebutuhan pabrik, misalnya pembelian pasir atau alat alat tulis
yang dibutuhkan oleh kantor yang berada di lokasi pabrik kelapa sawit. Kepala
tata usaha dibantu oleh tiga orang krani yaitu krani timbang, krani sumber daya
manusia, dan krani gudang. Krani timbang bertugas untuk menimbang barang
yang masuk dan keluar dari pabrik, membuat surat pengantar tujuan barang, dan
mengirim data jumlah TBS yang diterima pabrik sesetiap hari ke kantor pusat.
Krani SDM bertugas mengawasi kegiatan karyawan bekerja di pabrik dan
menghitung total jam lembur pekerja pabrik. Krani gudang bertugas membuat
34

administrasi penerimaan dan pengeluaraan barang yang dilakukan pabrik,


memeriksa stok barang yang ada di pabrik, serta membuat pesanan yang
diperlukan operasioanal pabrik kelapa sawit ke kantor pusat. Bagian hubungan
masyarakat dan auditor bertugas menjadi perwakilan perusahaan untuk
berkomunikasi dengan pihak luar seperti masyarakat dan aparat, serta mengawasi
dan memeriksa kondisi yang terjadi di perusahaan
Asisten perawatan bertanggung jawab dalam mengatur segala kegiatan
untuk perawatan instalasi pabrik dan memperbaikinya. Asisten perawatan dibantu
oleh tiga bagian, yaitu bagian umum yang bertugas memperbaiki alat berat pabrik
atau sering disebut mekanik pabrik, bagian listrik yang bertugas mengawasi dan
memperbaiki instalasi listrik pada pabrik serta bagian pelumasan yang bertugas
melakukan perawatan alat-alat pabrik dengan memberikan pelumas. Asisten
pengolahan bertanggung jawab untuk mengatur proses pengolahan agar dapat
berjalan dengan lancar, seperti menentukan waktu mulai jam pengolahan di pabrik
dan waktu pengolahan di pabrik berhenti. Selain itu, asisten pengolahan juga
bertanggung jawab melakukan pengecekan instalasi pabrik sebelum
pengoperasian dimulai. Asisten pengolahan dibantu oleh 5 pekerja yaitu operator
pengolahan MKS dan IKS, operator boiler, operator kamar mesin, operator alat
berat, dan operator sortase penerimaan TBS.
Kepala labaratorium secara umum bertanggung jawab dalam hal kegiatan
analisis bahan baku. Analisa tersebut meliputi analisa kerugian dalam proses
pengolahan, menganalisa mutu produksi, mengawasi proses pengendalian kadar
air limbah, melakukan penyortiran buah, serta melakukan pengawasan pengiriman
produk perusahaan.
Jumlah staf dan karyawan PT. IMT sendiri berjumlah 56 orang dengan
rincian 6 staf yang bekerja di kantor pusat dan 50 staf dan karyawan yang bekerja
di pabrik. Dilihat dari penjelasan diatas aspek manajemen yang dilaksanakan PT.
IMT sudah bisa dikatakan layak karena sudah adanya pembagian kerja yang jelas
dan sudah dijalankan oleh perusahaan.

Hasil Analisis Aspek Manajeman


Jika dilihat dari aspek manajemen PT. IMT dikatakan layak. Hal ini
dikarenakan PT. IMT telah memiliki perencanaan dan pengorganisasian
manajemen yang baik dalam sistem manajemennya PT. IMT telah melakukan
pengorganisasian yang baik terkait dengan sistem pembagian kerja dalam
perusahaan, sehingga dapat terlihat peningkatan maupun penurunan kualitas para
pekerja yang terjadi di perusahaan. Dengan demikian pemilik perusahaan dapat
melakukan pengawasan yang lebih baik untuk memajukan perusahaanya. Selain
itu, PT. IMT juga telah memiliki struktur organisasi yang baik sehingga
pelaksanaan dan penerapan tugas dalam setiap bagian dapat berjalan maksimal
dan tugas yang jelas pada sesetiap bagian. Hal ini sangat bermanfaat karena
sesetiap pekerja dapat menjalankan pekerjaannya dengan efektif dan efesien serta
mengetahui tanggung jawab dalam melakukan sesetiap pekerjaannya.Hal ini jelas
sangat menguntungkan perusahaan dalam melakukan pengawasan terhadap para
staff dan pegawai terhadap etos kerja dari setiap pekerja nya dan dapat menjadi
bahan evaluasi dari perusahaan ke depannya.
35

4. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan


Pembangunan pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 20 ton per jam dapat
digolongkan dalam suatu kegiatan investasi berskala besar yang dilaksanakan
untuk menghasilkan dampak sosial yang lebih baik kedepannya. Namun jika
ditinjau dari segi lingkungan, kegiatan pembangunan pabrik kelapa sawit tentu
saja akan merubah tata ruang yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan di
sekitar lokasi pembangunan. Identifikasi dampak yang merugikan muncul dengan
adanya pembangunan pabrik kelapa sawit perlu dilakukan untuk memudahkan
kemungkinan penanganan dan pengelolaan.

Dampak Negatif Kegiatan Operasional Pabrik Kelapa Sawit


Dampak negatif yang terjadi karena adanya pembangunan pabrik
diantaranya mencakup adanya polusi suara akibat bunyi suara pabrik pada daerah
sekitar, adanya limbah yang dihasilkan akibat dari pengolahan pabrik, dan
timbulnya asap pabrik. Dari ketiga dampak negatif tersebut, hal yang belum
mampu ditangani oleh PT. IMT adalah polusi dari asap yang dihasilkan oleh
pabrik, sedangkan dampak dampak negatif yang lain sudah mampu diselesaikan
oleh PT. IMT.
Dampak negatif dari suara yang ditimbulkan oleh pabrik diselesaikan
dengan pembangunan pabrik yang jauh dari pemukiman penduduk terdekat. Hal
tersebut sudah diperkirakan sebelum pembangunan pabrik dilakukan dengan
mencari lokasi pembangunan pabrik yang jauh dari pemukiman penduduk.
Sedangkan dampak negatif lainnya, yaitu limbah hasil pengolahan pabrik. Hal
tersebut diselesaikan oleh PT. IMT dengan Fond System (sistem kolam). Sistem
ini bertujuan mengurangi nilai BOD (Biological Oxgen Demand) limbah sehingga
dapat sesuai dengan standar kadar limbah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Sistem pengolahan limbah tersebut berjalan seperti siklus, PT. IMT membuat 9
kolam yang terdiri dari 5 kolam anaerob dan 4 kolam aerob, limbah yang baru
keluar dari pabrik awalnya masuk ke dalam kolam anaerob yang berjumlah 5
kolam, di dalam kolam tersebut sebelumnya sudah diberi bakteri agar terjadi
proses kimia sehingga proses tersebut mengeluarkan sebuah gas sehingga asam
pada limbah dapat berubah menjadi basa. Lalu setelah itu limbah masuk ke kolam
berikut nya yaitu kolam aerob dimana fungsi kolam tersebut adalah untuk
menambah kadar oksigen di dalam air limbah dengan mengunakan sinar matahari
dan kipas yang ada di dalam kolam.

Dampak Positif Kegiatan Operasional Pabrik Kelapa Sawit


Dampak positif dengan adanya pembangunan pabrik kelapa sawit PT. IMT,
yaitu terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat daerah tersebut. Proses
penciptaan lapangan pekerjaan yang terjadi oleh perusahaan pabrik kelapa sawit
akan lebih luas lagi dengan adanya multiplier effect baik backward maupun
forward linkages seperti timbulnya lapangan pekerjaan di sektor perdagangan,
transportasi, dan industri kecil maupun besar.
Terbukanya lapangan pekerjaan baru, juga akan memberi tambahan
pendapatan bagi pihak-pihak yang terlibat. Pihak yang secara langsung
memperoleh kenaikan pendapatan adalah para petani yang menjual TBS ke pabrik
kelapa sawit dan penduduk sekitar perusahaan yang menjadi karyawan pabrik.
Pihak lain yang memperoleh tambahan pendapatan adalah pemerintah daerah dan
36

pusat. Pendapatan tambahan bagi pemerintah berupa pajak pajak yang terdiri dari
PPH, PPN, PBB dan PE. Selain itu, penjualan hasil pengolahan kelapa sawit
menambah nilai ekspor dari perusahaan besar, sehingga akan menghasilkan devisa
yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Diharapkan
dengan adanya pembangunan pabrik PT. IMT ini perekonomian daerah tersebut
khsususnya Kabapaten Karo dapat meningkat dan lebih maju.

Hasil Analisis Sosial Aspek Lingkungan


Berdasarkan hasil analisis aspek lingkungan dan sosial dapat disimpulkan
bahwa pabrik PT. IMT kelapa sawit layak karena dapat menciptakan lapangan
pekerjaan baru serta memberikan pengaruh positif terhadap perubahan ekonomi,
yaitu berupa peningkatan pendapatan masyarakat dan menambah aktivitas
ekonomi. Dampak negatif yang timbul dari proyek, penanganannya sudah
direncanakan dan diantisipasi dengan baik salah satunya dengan melakukan
pengolahan di kolam limbah sehingga kadar zat-zat berbahaya yang terdapat
dalam limbah dapat berkurang. Oleh karena itu, hasil buangan limbah pabrik tidak
langsung dibuang ke perairan bebas, misalnya sungai sehingga tidak berbahaya
bagi lingkungan hidup. Hal ini membuat perusahaan dinilai memiliki tanggung
jawab di dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hasil analisis aspek non finansial
dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis aspek non finansial

Aspek Kriteria Hasil Keterangan

Pasar a.Memiliki pasar potensial a.Pasar CPO relatif Layak


(permintaan diimbangi dengan stabil dan tidak pernah
penawaran) ditemukan over supply

b.Memilki strategi pemasaran b.Bauran pemasaran Layak


(bauran pemasaran) berjalan dengan baik

c.Harga produk yang


c.Memiliki tingkat penjualan dihasilkan PT. IMT
produk yang menguntungkan lebih besar dari pada Layak
(total penjualan lebih tinggi biaya produksi.
dari pada biaya produksi
Teknis a.Lokasi) a.Lokasi usaha jauh dari
pemukiman dan dekat
dengan perkebunan Layak
kelapa sawit

b.Kapasitas produksi efektif b.Kapasitas produksi Tidak layak


dan efesien belum dimanfaatkan
secara maksimal

c. Proses produksi c.Proses produksi


berjalan sesuai dengan Layak
SOP pabrik kelapa
sawit

d.Kelengkapan fasilitas d.Fasilitas perusahaan


37

produksi sudah cukup lengkap


dan mampu menunjang Layak
produksi

Manajemen a.Struktur organisasi dan a..PT. IMT telah


pembagian tugas memiliki perencanaan Layak
dan pengorganisasian
manajemen yang baik.
Sosial dan a.Dampak sosial a. PT. IMT dapat
Lingkungan menciptakan lapangan Layak
pekerjaan baru

b.Dampak negatif yang


b.Dampak lingkungan timbul sudah
diantisipasi dengan Layak
baik.

Analisis Aspek Finansial


Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis suatu usaha dari segi
keuangan. Terdapat empat kriteria penilaian investasi, antara lain Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),
dan Payback Period (PP). Dalam melakukan analisis empat kriteria investasi
tersebut digunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima
dan biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu.

1. Analisis Inflow Pabrik Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik


Penerimaan PT. IMT berasal dari pendapatan penjualan produk yang terdiri
dari CPO, kernel, dan cangkang. Dari tiga produk tersebut, CPO merupakan
produk utama yang diproduksi oleh PT. IMT sedangkan kernel dan cangkang
adalah produk sampingan yang memberikan pendapatan tambahan. Pendapatan
penjualan merupakan hasil penjualan produk yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuan produksi pabrik dan harga penjualan. Produksi CPO, kernel, dan
cangkang yang dihasilkan tergantung dari kapasitas olah terpasang pabrik, tingkat
rendemen CPO, tingkat rendemen kernel, tingkat rendemen cangkang, dan
pasokan bahan baku TBS ke pabrik.
Analisis finansial dilakukan secara forecasting untuk melihat dampak yang
terjadi terhadap kenaikan harga bahan baku, yaitu TBS. Tahun awal dimulainya
perhitungan adalah tahun 2013, yaitu tahun dimana PKS mulai beroperasi
sehingga cashflow dibuat untuk melihat bagaimana arus kas mulai tahun 2013
hingga 15 tahun mendatang disertai dengan adanya kenaikan harga TBS. Periode
bisnis 15 tahun berdasarkan umur teknis instalasi pabrik.
Tahun pertama pendirian PKS, terdapat pengeluaran untuk biaya investasi
diikuti dengan kegiatan produksi sehingga bisnis tetap mendapatkan penerimaan
awal walaupun pada tahun pertama bisnis masih mengalami kerugian. Hal ini
disebabkan pada tahun pertama PT. IMT belum dapat mengoptimalkan
kemampuan produksi dikarenakan masih kurangnya pasokan TBS sebagai bahan
baku yang diperoleh PKS yaitu pada tahun 2013 sekitar 14 378 435 kg. Jumlah
bahan baku diharapakan dapat meningkat sesetiap tahunnya agar dapat
38

memaksimalkan kapasitas produksi uang berpengaruh terhadap output produksi


PT.IMT. Rekapitulasi produksi PT.IMT dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rekapitulasi produksi PT. IMT


Input Output
Tahun
TBS (kg) CPO (kg) Kernel (kg) Cangkang (kg)
2013 14 378 435 2 731 903 718 922 862 706
2014 34 536 564 6 561 947 1 726 828 2 072 194
2015 37 299 489 7 086 903 1 864 974 2 237 969
2016 40 283 448 7 653 855 2 014 172 2 417 007
2017 43 506 124 8 266 164 2 175 306 2 610 367
2018 46 986 614 8 927 457 2 349 331 2 819 197
2019 50 745.543 9 641 653 2 537 277 3 044 733
2020 54 805 187 10 412 985 2 740 259 3 288 311
2021 59 189 602 11 246 024 2 959 480 3 551 376
2022 63 924 770 12 145 706 3 196 238 3 835 486
2023 69 038 751 13 117 363 3 451 938 4 142 325
2024 74 561 851 14 166 752 3 728 093 4 473 711
2025 80 526 799 15 300 092 4 026 340 4 831 608
2026 86 968 943 16 524 099 4 348 447 5 218 137
2027 93 926 459 17 846 027 4 696 323 5 635 588

Selama enam bulan pada tahun 2013 PT. IMT membeli TBS sebesar 14 478
435 kg, sehingga diperkirakan dalam setahun pembelian TBS sebesar 28 756 870
kg. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan pasokan TBS sebesar 20 % atau 17 268
282 kg dari 28 756 870 kg menjadi 34 536 564 kg. Tahun 2015 sampai 2027
diasumsikan peningkatan pasokan jumlah TBS sebesar 8 %. Asumsi ini
didasarkan oleh peningkatan jumlah rata-rata TBS yang terjadi pada tahun 2013
sampai tahun 2014. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap output produksi.
Selain berpengaruh terhadap output produksi, peningkatan jumlah bahan baku
juga berpengaruh terhadap rekapitulasi penerimaan. Rekapitulasi penerimaan
PT.IMT dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rekapitulasi penerimaan PT. IMT


CPO Kernel Cangkang
Tahun Total
(Rp) (Rp) (Rp)
2013 24 125 432 302 4 445 812 102 630 638 159 29 201 882 563
2014 57 948 555 370 10 678 705 589 1 514 773 697 70 142 034 656
2015 62 584 439 800 11 533 002 036 1 635 955 593 75 753 397 428
2016 67 591 194 984 12 455 642 199 1 766 832 040 81 813 669 223
2017 72 998 490 582 13 452 093 575 1 908 178 603 88 358 762 760
2018 78 838 369 829 14 528 261 061 2 060 832 892 95 427 463 781
2019 85 145 439 415 15 690 521 946 2 225 699 523 103 061 660 884
2020 91 957 074 568 16 945 763 701 2 403 755 485 111 306 593 754
2021 99 313 640 534 18 301 424 797 2 596 055 924 120 211 121 255
2022 107 258 731 776 19 765 538 781 2 803 740 398 129 828 010 955
2023 115 839 430 319 21 346 781 883 3 028 039 629 140 214 251 831
2024 125 106 584 744 23 054 524 434 3 270 282 800 151 431 391 978
2025 135 115 111 524 24 898 886 389 3 531 905 424 163 545 903 336
2026 145 924 320 445 26 890 797 300 3 814 457 858 176 629 575 603
2027 157 598 266 081 29 042 061 084 4 119 614 486 190 759 941 651
39

Selain penerimaan di atas terdapat penerimaan lain yaitu, berasal dari nilai
sisa atau salvage value Nilai tersebut merupakan nilai sisa dari barang modal atau
investasi yang tidak habis terpakai selama umur bisnis dan dinilai pada umur akhir
bisnis Perhitungan menggunakan periode 15 tahun berdasarkan umur teknis
instalasi PKS.

2. Analisis Outflow Pabrik Kelapa Sawit PT Indomas Mitra Teknik


Arus pengeluaran PT. IMT dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya
investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan
pada saat persiapan usaha atau saat pada awal proyek. Sedangkan biaya
operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama proses produksi
berlangsung. Biaya operasional terdiri dari dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya
variabel.
Biaya investasi sering disebut sebagai biaya prausaha yang merupakan biaya
yang dikeluarkan pada awal usaha dan saat tertentu untuk memperoleh manfaat.
Pengeluaran biaya investasi umumnya dilakukan satu kali atau lebih sebelum
bisnis berproduksi dan baru menghasilkan manfaat beberapa tahun kemudian.
Biaya investasi juga dapat dikeluarkan dalam beberapa tahun setelah bisnis
berjalan, misal untuk mengganti peralatan investasi yang umur pakainya sudah
habis tapi operasional bisnis masih berjalan, biaya investasi yang dikeluarkan
tersebut biaya reinvestasi. Jabaran biaya investasi PT. IMT dapat dilihat pada
Tabel 10.

Tabel 10 Biaya investasi PT. IMT


No Jenis investasi Satuan Jumlah Harga unit (Rp) Umur ekonomis (Tahun)
1 Bunch reception Unit 1 1 870 000 000 15 tahun
2 Sterilization Unit 1 4 216 000 000 12 tahun
3 Thresing station Unit 1 1 400 000 000 10 tahun
4 Pressing station Unit 1 2 610 000 000 20 tahun
5 Depericarping station Unit 1 1 290 000 000 10 tahun
6 Kernel station Unit 1 2 952 000 000 12 tahun
7 Clarification station Unit 1 2 435 000 000 15 tahun
8 Boiler station Unit 1 4 955 000 000 15 tahun
9 Power station Unit 1 3 154 000 000 12 tahun
10 Water treatment plant Unit 1 1 589 000 000 15 tahun
11 Palm oil storage Unit 1 1 345 000 000 20 tahun
12 Piping & valves Unit 1 1 200 000 000 15 tahun
13 Boiler feed water plant Unit 1 790 000 000 12 tahun
14 Miscellancous Unit 1 865 000 000 15 tahun
15 Instalation Unit 1 3 000 000 000 15 tahun
16 Civil & structure Unit 1 9 144 000 000 20 tahun
17 Over head Unit 1 1 185 000 000 12 tahun
Total 44 000 000 000

Pembelian peralatan investasi dilakukan pada awal PT. IMT mulai


mendirikan usaha pengolahan kelapa sawit, yaitu pada tahun 2013. Oleh karena
40

itu, perhitungan dimulai pada tahun 2013 ketika bisnis sudah mulai berjalan.
Biaya investasi meliputi bangunan pabrik, instalasi permesinan, perumahan,
gudang, beserta sarana dan prasarana penunjang lainnya. Total jumlah investasi
keseluruhan adalah Rp 44 000 000 000, rincian lengkap investasi dapat dilihat
pada Tabel 10.
Pembangunan pabrik kelapa sawit PT. IMT berkapasitas 20 ton TBS/jam
dilakukan selama 6 bulan, dengan umur teknis pabrik 15 tahun yang ditetapkan
berdasarkan umur efektif dari mesin instalasi yang dipakai untuk pengolahan.
Biaya reinvestasi dikeluarkan untuk investasi terhadap bagian mesin pabrik yang
umur ekonomisnya lebih kecil dari 15 tahun.
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara berkala dalam
rangka memenuhi input produksi dan kegiatan proses produksi agar
pengoperasian pabrik berjalan dengan lancer. Biaya operasional terdiri biaya tetap
dan biaya variable. Biaya tetap merupakan biaya yang wajib yang dikeluarkan
oleh perusahaan terkait berjalan tidaknya proses pengolahan, seperti biaya gaji,
listrik, perijinan, retribusi, pengolahan serta pemeliharan, dan lain-lain.
Rekapitulasi biaya tetap PT. IMT dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Rekapitulasi biaya tetap PT. IMT

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016


No Uraian
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 Gaji Kantor di 284 751 000 815 814 000 840 288 420 865 497 073
Medan
2 Gaji Tetap di PKS 94 250 000 214 050 000 220 471 500 227 085 645
3 Listrik,Air,Telepon 8 000 000 18 000 000 18 500 000 19 000 000
dan Benda Pos
4 Transportasi 28 000 000 70 000 000 70 000 000 71 000 000
bukan Produksi
5 Konsumsi Pekerja 1 500 000 10 000 000 10 000 000 11 000 000
6 Biaya ATK dan 6 000 000 12 000 000 13 000 000 14 000 000
Rumah Tangga
Kantor
7 Biaya Perijinan dan 4 000 000 7 500 000 8 000 000 8 500 000
Retribusi
8 Gaji Karyawan 413 958 000 899 205 415 971 141 848 1 039 121 778
9 Biaya Pengolahan 745 401 922 4 064 000 000
dan Pemeliharaan 4.307.840.000 4.566.310.400
PKS
10 Biaya Umum/Sosial 6 000 000 20 000 000 20 000 000 21 000 000

Total 1 591 860 922 6 130 569 415 6.470 249 714 6 832 893 397

Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2013 adalah
sebesar Rp 1 591 860 922, pada tahun 2014 Rp 6.130.569.415, pada tahun 2015
adalah sebesar Rp 6 470 249 714 ,dan pada tahun 2016 adalah Rp 6 832 893 397.
Rincian biaya tetap dapat dilihat pada lampiran 4. Biaya tetap yang dikeluarkan
PT. IMT sesetiap tahunnya mengalami peningkatan, namun tidak secara
signifikan. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan pabrik yang tidak menentu
sesetiap tahunnya, seperti biaya pengolahan dan pemeliharaan pabrik. Selain itu
gaji pegawai dan pekerja pabrik sesetiap tahun juga mengalami peningkatan serta
karena adanya peningkatan produksi yang diikuti dengan peningkatan jumlah
41

SDM (sumberdaya manusia). Biaya tetap riil pada tahun 2013 dapat dilihat pada
lampiran 3.
Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan terkait
proses pengolahan dan penggunaan input produksi. Selain itu, biaya variabel
selaras dengan perkembang produksi atau penjualan sesetiap tahun. Besarnya
biaya variabel dipengaruhi oleh jumlah produksi pabrik. Biaya variabel terdiri dari
biaya pembelian TBS, insentif TBS ke supplier, lembur, dan biaya transport
produksi pabrik. Rekapitulasi biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Rekapitulasi biaya variabel PT. IMT

No Uraian Tahun 2013 (Rp) Tahun 2014 (Rp) Tahun 2015 (Rp) Tahun 2016 (Rp)

1 Pembelian TBS 21 567 652 500 51 804 846 000 55 949 233 680 60 425 172 374
2 Insentif Suplier 287 568 700 690 731 280 739 082 470 805 668 965
3 Fee ke Koperasi 53 919 131 129 512 115 139 873 084 151 062 931
4 Fee Lahan PKS 71 892 175 172 682 820 186 497 446 201 417 241
5 Biaya Lembur 349 670 408 579 159 302 608 117 267 638 523 130
6 Biaya Transport 665 076 265 1 637 595 680 1 792 644 420 1 967 160 500
CPO
7 Biaya Transport 113 529 600 293 104 800 325 935 360 365 753 510
Kernel
8 Biaya Transport 77 643 540 338 787 720 399 104 460 438 904 175
Cangkang

Total 23 186 952 319 55 646 419 717 60 140 488 187 64 993 662 827

Total biaya variabel mengalami peningkatan sesetiap tahun, pada tahun


2013 sebesar Rp 23 186 952 319, pada tahun 2014 sebesar Rp 55 646 419 717,
pada tahun 2015 sebesar Rp 60 140 488 187, dan pada tahun 2016 sebesar Rp 64
993 662 827. Peningkatan biaya variabel tersebut dikarenakan semakin
meningkatnya jumlah TBS yang akan diolah. Rincian biaya variebel dapat dilihat
pada Lampiran 4.

3. Laporan Laba Rugi PT. IMT


Laporan laba rugi berisi tentang total penerimaan pengeluaran dan kondisi
keuntungan yang diperoleh PT. IMT. Laporan laba rugi sangat penting
keberadaanya karena dapat dijadikan sebagai alat untuk memprediksi keuangan di
masa mendatang. Laba rugi juga bermanfaat untuk menarik investor atau kreditor
agar ikut berkontribusi dalam suatu usaha. Ketika suatu usaha mengalami
peningkatan pendapatan usaha yang konsisten, hal ini dapat memberikan
keyakinan kepada investor maupun kreditor untuk menanam modal atau
meminjam kan modal terhadap suatu usaha.
Selain itu dengan adanya laporan laba rugi akan memudahkan untuk
mementukan besarnya aliran kas tahunan yang diperoleh suatu usaha. Perbedaan
antara penghitungan cashflow dengan laba rugi terletak pada perhitungan biaya
investasi, bunga pinjaman, dan perhitungan pajak. Pada perhitungan cashflow,
semua biaya yang berhubungan dengan suatu usaha diperhitungkan secara detail
termasuk biaya prausaha atau biaya investasi. Sedangkan ada perhitungan laba
rugi perhitungan biaya investasi tidak dilakukan. Laporan laba rugi digunakan
untuk menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannnya
42

selama periode tertentu dengan melihat kondisi keuntungan yang diperoleh setiap
tahunnya.
Pada perhitungan laba rugi PT. IMT, perhitungan bunga pinjaman tidak
dilakukan karena perusahaan tidak melakukan peminjaman modal dalam
membangun perusahaannya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, perusahaan dikenai pajak sebesar 10 %
dari keuntungan bersih. Besarnya pajak akan berbeda-beda sesetiap tahunnya
sesuai dengan laba yang diperoleh perusahaan yang dapat dilihat dari laporan
laba/rugi. Laba yang didapatkan pada awal periode perusahaan berjalan adalah
sebesar Rp
4 806 458 126, pada tahun berikutnya laba mengalami peningkatan. Akan tetapi
pada tahun ke 13 perusahaan mengalami penurunan laba karena adanya
reinvestasi sebesar Rp 12 297 000 000. Hal tersebut mengakibatkan perusahaan
mengalami penurunan laba, namun pada tahun berikutnya laba perusahaan
mengalami peningkatan. Rincian biaya laba rugi dapat dilihat pada lampiran 5.

4. Kriteria Investasi
Analisis Usaha PT. IMT
Kelayakan finansial PT. IMT dapat dilihat dari empat investasi, yaitu Net
Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net B/C, dan payback period
(PP).

1. Net Present Value (NPV)


Perhitungan NPV dilakukan untuk memgetahui nilai manfaat bersih yang
diperoleh selama periode usaha. Pada perhitungan NPV yang dilakukan, diperoleh
PV negatif sebesar Rp (39 576 930 678) PV negatif diperoleh dari jumlah nilai
Net Benefit yang bernilai negatif. Sedangkan PV positif yang diperoleh dari
perhitungan adalah sebesar Rp 194 891 487 410. Nilai PV diperoleh dari
penjumlahan nilai benefit yang bernilai positif. Dari nilai PV postif dan PV
negatif tersebut akan didapatkan nilai NPV sebesar Rp 58 247 036 811. Hal ini
berarti usaha PT. IMT akan menghasilkan manfat bersih sebesar Rp 58 247 036
811. Dengan demikian berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa PT.
IMT layak untuk dijalankan karena kriteria investasi NPV lebih besar dari 0.

2. Internal of Return (IRR)


Perhitungan IRR suatu kelayakan dapat diketahui dengan membandingkan
nilai IRR dengan opportunity cost of capital (DR). Nilai DR yang digunakan
adalah sebesar 8 %. Dari hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi diketahui
bahwa pada perusahaan PT. IMT didapatkan nilai IRR sebesar 25.09%. Nilai IRR
sebesar 25.09%, berarti tingkat pengembalian PT. IMT tehadap investasi yang
ditanamkan adalah sebesar 25.09%. Nilai IRR yang diperoleh pada analisis
investasi ini memilki nilai sebesar 25.09%, artinya memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan cost of capital yang telah ditentukan yaitu sebesar 12%
(IRR>DR) sehingga perusahaan PT. IMT layak untuk dijalankan.

3. Net B/C
Net B/C rasio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai posistif
dengan manfaat bersih yang bernilai negative. Hal ini memiliki arti manfaat bersih
43

yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan sesetiap satuan kerugian dari bisnis
tersebut. Jika hasil Net B/C bernilai positif maka ketika suatu usaha mengeluarkan
sejumlah biaya tambahan maka nilai manfaat tambahan yang diperolehnya
menjadi lebih banyak. Pada perhitungan B/C dalam perhitungan kriteria investasi
ini diperoleh nilai Net B/C sebesar 2.740. Hal ini berarti, sesetiap tambahan
sebesar Rp 1 dapat menghasilkan tambahan manfaat bersih sebesar Rp 2.740
Nilai Net B/C pada perusahaan IMT terbukti lebih besar dari 1 sehingga usaha ini
layak untuk dijalankan (Net B/C >1).

4. Payback Period (PP)


Perhitungan PP digunakan untuk melihat jangka waktu pengembaliaan
modal usaha PT. IMT yakni selama 5 tahun 8 bulan 21 hari. Hal ini
mengindikasikan bahwa seluruh biaya investasi dapat dikembalikan dalam jangka
waktu umur usaha yakni selam 15 tahun. Maka jangka waktu pengembalian
modal usaha dapat dikatakan lebih cepat dari pada umur usaha sehingga PT. IMT
layak dijalankan. Hasil analisi finansial dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Hasil analisis finansial PT. IMT


Kriteria Indikator Hasil
NPV >0 Rp 58 247 036 811
IRR > DR 25.09%
Net B/C >1 2.740
PP < umur usaha 5 tahun 8 bulan 21 hari

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dari hasil analisis yang telah diakukan pada perusahaan kelapa sawit PT.
IMT baik dari aspek finansial maupun aspek non finansial, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan.
1. Berdasarkan aspek non finansial, perusahaan PT. IMT dapat dikatakan
layak kecuali pada aspek teknis khususnya pada ketersediaan bahan baku
yang dikatakan kurang layak karena belum mencukupi jumlah yang
dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengolah secara maksimal.
2. Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa PT. IMT layak untuk
dijalankan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar 17 645 785 706
(NPV > 0), IRR sebesar 25.09% (IRR > DR), Net B/C sebesar 2.740
( > 1), payback period selama 5 tahun 8 bulan 21 hari (PP < umur usaha).

Saran
1. PT. IMT sebaiknya mulai melakukan strategi dalam penyelesaian masalah
ketersediaan bahan baku seperti melakukan kerja sama dengan perusahaan
perkebunan atau perkebunan masyarakat setempat dalam memenuhi
kebutuhan bahan bakunya. Selain itu, PT. IMT juga dapat menyelesaikan
masalahnya dengan melakukan perluasaan perusahaan dalam bidang
perkebunan.
44

2. PT. IMT perlu melakukan penyuluhan kepada para karyawan pabrik


tentang pengoperasian sistem pengolahan pabrik. Hal ini dikarenakan
teknologi yang digunakan PT. IMT termasuk teknologi modern,
sedangkan para karyawan masih banyak yang belum mengerti dalam
pengoperasian teknologi tersebut. Hal tersebut disebabkan karyawan
sebagian besar adalah penduduk sekitar yang belum mengerti dan
memiliki pengalaman tentang pengolahan sawit.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin J, Fakhruddin M. 1999. Kamus Istilah Pasar Modal, Akuntansi, Keuangan,


dan Perbankan. Ed Ke-1. Jakarta: Elex Media Komputindo.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Jumlah areal kelapa sawit dan produksi TBS di
Kabupaten Karo. http://www.bps.go.id/ [13 November 2014].
Budiasa IW. 2000. Studi kelayakan proyek perkebunan kelapa sawit PT. Henrison
Inti Persada Papua [skripsi]. Bali (ID). Universitas Udayana.
Demiyati T. 2011. Analisis kelayakan investasi perkebunan kelapa sawit dengan
sisitem bagi hasil (studi kasus: perkebunan rakyat di Desa Budi Asih,
Kecamatan Pulau Rimau, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Luas areal dan produksi kelapa sawit di
Indonesia. hhtp//deptan.go.id/ [10 Oktober 2013].
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Produksi kelapa sawit di Indonesia.
hhtp//deptan.go.id/ [10 Oktober 2013].
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Turunan produk kelapa sawit.
hhtp//deptan.go.id/ [10 Oktober 2013].
[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2014. Prospek iindustri
kelapa sawit. http//:www.beritasatu.com [26 Februari 2014].
Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York : John Willey and Sons
Inc.
Habibilah A. 2010. Pasca panen dan standar produksi kelapa sawit,
http//:www.habibiezone.wordpress.com/pasca-panen-dan-standar-produksi-
kelapa sawit.html [ 11 Oktober 2013].
Hasibuan BRL. 2011. Kelayakan pengembangan usaha Crude Palm Oil (CPO)
pada PT. Tapian Nadenggan Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi
Sumatera Utara. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hutabarat MS. 1965. Masalah-Masalah yang Menyangkut Efesiensi dan Premi
Panen Kelapa Sawit PPN-Aneka Tanaman IV. Medan: Universitas
Sumatera Utara Press.
Suwarsono S, Suwarsono R. 2000. Manajemen Personalia. Ed Ke-5. Yogyakarta:
BPFE-UGM.
Iris. 2013. Proses pengolahan tandan buah segar. http//:www
blogsawit.wordpress.co - - [1 Juni 2013].
45

Kadariah L, Clive K. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas


Ekonomi, Universitas Indonesia.
Kasmir J. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Prenada Media.
Kothler P, Amstrong G. 1997. Prinsip-Prinsip Pemasaran Ed ke-1:Jakarta:
Erlangga.
Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elais guineensis jacq) di Indonesia. Ed Ke-2.
Sumatera Selatan: Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.
Mukti. 2009. Analisis kelayakan investasi pabrik kelapa sawit (studi kasus:
Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darusalam) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Nitisemito A. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gema pustaka.
Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta:Penebar Swadaya.
Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ramadanisha R. 2013. Analisis kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit PT.
Terang Inti Seraya di Provinsi Riau. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Safyan I. 2004. Studi Kelayakan Bisnis Ed Ke-1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stanton. 1984. Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Sunarko. 2009. Petunjuk Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Tobing MOSL. 1992. Pemanenan dan Pengangkutan Hasil Panen Kelapa Sawit.
Medan: Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Umar H. 2007. Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara
Komprehensif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[USDA] United. 2004. Production, consumption, and import for selected
countries. http//:www.fas.usda.gov/oilsheeds/circular.pdf [10 Maret 2014].
Yacob I. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Zalmi Z. 2005. Studi Kelayakan Usaha. Jakarta. Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
47

Lampiran 1 Komoditas perkebunan di Provinsi Sumatera Utara

2008 2009 2010 2011


Komoditas
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
Kelapa sawit 2 738 279 3 158 144 3 111 006 4 071 143
Karet 443 519 382 073 430 113 481 388
Tebu 40 585 37 874 31 025 471 220
Kelapa 99 502 95 767 98 177 94 309
Sumber: Deptan 2012
48
Lampiran 2 Data riil harga TBS, CPO, kernel, dan cangkang Juli-Desember 2013

Komponen Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata


TBS Rp 1 400 Rp 1 425 Rp 1 525 Rp 1 600 Rp 1 500 Rp 1 550 Rp 1 500
CPO Rp 8 300 Rp 8 700 Rp 8 920 Rp 8 945 Rp 8 900 Rp 9 220 Rp 8 831
Kernel Rp 5 210 Rp 5 945 Rp 6 325 Rp 6 425 Rp 6 500 Rp 6 700 Rp 6 184
Cangkang Rp 675 Rp 725 Rp 750 Rp 725 Rp 750 Rp 760 Rp 731
Lampiran 3 Data riil biaya tetap Juli-Desember 2013
Komponen Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata rata
Gaji Kantor di Medan Rp 47 400 000 Rp 47 400 000 Rp 47 400 000 Rp 47 400 000 Rp 47 400 000 Rp 47 400 000 Rp 284 400 000 Rp 47 400 000
Gaji Tetap di PKS Rp 15 700 000 Rp 15 700 000 Rp 15 700 000 Rp 15 700 000 Rp 15 700 000 Rp 15 700 000 Rp 94 200 000 Rp 15 700 000
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos Rp 1 400 000 Rp 1 400 000 Rp 1 400 000 Rp 1 400 000 Rp 1 400 000 Rp 1 400 000 Rp 8 400 000 Rp 1 400 000
Transportasi bukan Produksi Rp 2 500 000 Rp 2 500 000 Rp 2 500 000 Rp 2 500 000 Rp 2 500 000 Rp 2 500 000 Rp 15 000 000 Rp 2 500 000
Konsumsi Pekerja Rp 5 450 000 Rp 5 450 000 Rp 5 450 000 Rp 5 450 000 Rp 5 450 000 Rp 5 450 000 Rp 32 700 000 Rp 5 450 000
Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 6 000 000 Rp 1 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 850 000 Rp 850 000 Rp 850 000 Rp 850 000 Rp 850 000 Rp 850 000 Rp 5 100 000 Rp 850 000
Gaji Karyawan Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 420 000 000 Rp 70 000 000
Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 120 000 000 Rp 120 000 000 Rp 120 000 000 Rp 120 000 000 Rp 120 000 000 Rp 120 000 000 Rp 720 000 000 Rp 120 000 000
Biaya Umum/Sosial Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 1 000 000 Rp 6 000 000 Rp 1 000 000
Total Rp 265 300 000 Rp 265 300 000 Rp 265 300 000 Rp 265 300 000 Rp 265 300 000 Rp 265 300 000 Rp 1 591 800 000 Rp 265 300 000

49
Lampiran 4 Data riil biaya variabel Juli-Desember 2013

50
Komponen Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
Pembelian TBS Rp 928 876 474 Rp 3 984 786 863 Rp 3 562 261 208 Rp 4 108 480 790 Rp 4 370 665 567 Rp 4 612 581 598 Rp 21 567 652 500 Rp 3 594 608 750
Insentif TBS ke Suplier Rp 37 366 400 Rp 49 075 381 Rp 57 739 119 Rp 48 902 120 Rp 52 242 840 Rp 42 242 840 Rp 287 568 700 Rp 47 928 117
Fee ke Koperasi Rp 6 314 409 Rp 8 474 232 Rp 8 119 800 Rp 8 084 808 Rp 9 706 656 Rp 8 125 816 Rp 48 825 721 Rp 8 137 620
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 4 015 060 Rp 13 196 240 Rp 13 641 735 Rp 14 971 000 Rp 11 584 140 Rp 14 484 000 Rp 71 892 175 Rp 11 982 029
Biaya Lembur Rp 64 352 837 Rp 83 365 266 Rp 64 859 837 Rp 50 584 606 Rp 42 350 437 Rp 44 157 425 Rp 349 670 408 Rp 58 278 401
Biaya Transport CPO Rp 30 356 935 Rp 134 559 885 Rp 125 012 210 Rp 131 179 075 Rp 108 753 035 Rp 135 215 125 Rp 665 076 265 Rp 110 846 044
Biaya Transport Kernel Rp 5 942 400 Rp 24 230 000 Rp 19 945 600 Rp 21 539 200 Rp 18 512 400 Rp 23 360 000 Rp 113 529 600 Rp 18 921 600
Biaya Transport Cangkang Rp 4 558 800 Rp 5 526 190 Rp 4 326 450 Rp 24 113 200 Rp 18 517 400 Rp 25 160 000 Rp 77 643 240 Rp 12 940 540
Total Biaya Variabel Cost Rp 1 077 224 515 Rp 4 303 214 057 Rp 3 855 905 959 Rp 4 407 854 799 Rp 4 632 332 475 Rp 4 905 326 804 Rp 23 181 858 609 Rp 3 863 643 101
Lampiran 5 Bagan struktur organisasi PT. IMT

DIREKTUR

MANAGER OPERASIONAL

KANTOR PUSAT PABRIK KELAPA SAWIT (PKS)

BAG.KEUANGAN BAG.PENGADAAN KEPALA HUBUNGAN ASISTEN ASISTEN KEPALA


BAHAN DAN MASYARA-
TATA PERAWATAN PENGOLAHAN LABORATO
PENJUALAAN KAT DAN
PRODUKSI USAHA RIUM
AUDITOR

OPERATOR
KERANI TUKANG PENGOLAHAN MKS
KERANI PRODUKSI
TIMBANG UMUM
OPERATOR ANALIS
TUKANG PENGOLAHAN IKS PENGOLAHAN MKS
KERANI
SDM LISTRIK OPERATOR BOILER ANALIS
PENGOLAHAN IKS
KERANI TUKANG OPERATOR KAMAR

GUDANG PELUMAS MESIN


SORTASE
AN PENERIMAAN TBS
OPERATOR ALAT

51
BERAT

SORTASE
PENERIMAAN
TANDAN BUAH SEGAR
(TBS)
52
Lampiran 6 Layout pabrik

Kolam 8 Kolam 10

Kolam 6 Kolam 7 Kolam 9

Kolam 5 Kolam 4 Kolam 3

Kolam 1 Kolam 2

Fiber
Eyelone

Stasiun
Kernelly

Gudang
Boiler

Aliran Limbah Pabrik


Loading RAM
Kamar
Stasiun Mesin
Inesa

Kantor
Jamebatan
Timbang

Fat Dit
Stasiun Klasifikasi
Rebusan
Pos
Sartpam

GerbangMasuk
Lampiran 7 Cashflow PT. Indomas Mitra Teknik
Tahun
1 2 3 4 5
No. Uraian 2013 2014 2015 2016 2017

I INFLOW
CPO Rp 24 125 432 302 Rp 57 948 555 370 Rp 62 584 439 800 Rp 67 591 194 984 Rp 72 998 490 582
Kernel Rp 4 445 812 102 Rp 10 678 705 589 Rp 11 533 002 036 Rp 12 455 642 199 Rp 13 452 093 575
Cangkang Rp 630 638 159 Rp 1 514 773 697 Rp 1 635 955 593 Rp 1 766 832 040 Rp 1 908 178 603
Salvage Value Rp - Rp - Rp - Rp - Rp -
Total Inflow Rp 29 201 882 563 Rp 70 142 034 656 Rp 75 753 397 428 Rp 81 813 669 223 Rp 88 358 762 760

II OUTFLOW
A Biaya Investasi
Bunch Reception Rp 1 870 000 000 - - - -
Sterilization Rp 4 216 000 000 - - - -
Thresing Station Rp 1 400 000 000 - - - -
Pressing Station Rp 2 610 000 000 - - - -
Depericarping Station Rp 1 290 000 000 - - - -
Kernel Station Rp 2 952 000 000 - - - -
Clarification Station Rp 2 435 000 000 - - - -
Boiler Station Rp 4 955 000 000 - - - -
Power Station Rp 3 154 000 000 - - - -
Water Treatment Plant Rp 1 589 000 000 - - - -
Palm Oil Storage Rp 1 345 000 000 - - - -
Piping & Valves Rp 1 200 000 000 - - - -
Boiler Feed Water Plant Rp 790 000 000 - - - -
Miscellancous Rp 865 000 000 - - - -
Instalation Rp 3 000 000 000 - - - -
Civil & Structure Rp 9 144 000 000 - - - -
Over Head Rp 1 185 000 000 - - - -
Total Biaya Investasi Rp 44 000 000 000 - - - -

B Biaya Operasional
1 Variabel Cost
Pembelian TBS Rp 21 567 652 500 Rp 51 804 846 000 Rp 55 949 233 680 Rp 60 425 172 374 Rp 65 259 186 164
Insentif TBS ke Suplier Rp 287 568 700 Rp 690 731 280 Rp 739 082 470 Rp 805 668 965 Rp 870 122 482
Fee ke Koperasi Rp 48 825 720 Rp 145 139 464 Rp 156 058 640 Rp 170 285 000 Rp 182 807 500
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 71 892 175 Rp 172 682 820 Rp 186 497 446 Rp 201 417 241 Rp 217 530 621
Biaya Lembur Rp 349 670 408 Rp 579 159 302 Rp 608 117 267 Rp 638 523 130 Rp 670 449 287
Biaya Transport CPO Rp 665 076 265 Rp 1 637 595 680 Rp 1 792 644 420 Rp 1 967 160 500 Rp 2 157 747 525

53
Biaya Transport Kernel Rp 113 529 600 Rp 293 104 800 Rp 325 935 360 Rp 365 753 510 Rp 401 933 410
Biaya Transport Cangkang Rp 77 643 540 Rp 338 787 720 Rp 399 104 460 Rp 438 904 175 Rp 524 683 860
Total Biaya Variabel Cost Rp 23 181 858 908 Rp 55 662 047 066 Rp 60 156 673 742 Rp 65 012 884 896 Rp 70 284 460 849
54
2 Fixed Cost
Gaji Kantor di Medan. Rp 284 751 000 Rp 815 814 000 Rp 840 288 420 Rp 865 497 073 Rp 891 461 985
Gaji Tetap di PKS. Rp 94 250 000 Rp 214 050 000 Rp 220 471 500 Rp 227 085 645 Rp 233 898 214
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 8 000 000 Rp 18 000 000 Rp 18 500 000 Rp 19 000 000 Rp 19 500 000
Transportasi yg bukan Produksi Rp 28 000 000 Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 71 000 000 Rp 72 000 000
Konsumsi Pekerja Rp 1 500 000 Rp 10 000 000 Rp 10 000 000 Rp 11 000 000 Rp 11 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 6 000 000 Rp 12 000 000 Rp 13 000 000 Rp 14 000 000 Rp 15 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 4 000 000 Rp 7 500 000 Rp 8 000 000 Rp 8 500 000 Rp 10 000 000
Gaji Karyawan. Rp 413 958 000 Rp 899 205 415 Rp 962 149 794 Rp 1 029 500 280 Rp 1 101 565 299
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 745 401 922 Rp 4 064 000 000 Rp 4 307 840 000 Rp 4 566 310 400 Rp 4 840 289 024
Biaya Umum/Sosial Rp 6 000 000 Rp 20 000 000 Rp 20 000 000 Rp 21 000 000 Rp 22 000 000
Total Biaya Fix Cost. Rp 1 591 860 922 Rp 6 130 569 415 Rp 6 470 249 714 Rp 6 832 893 397 Rp 7 216 714 522

C Pajak (0,1) Rp - Rp 834 941 817 Rp 912 647 397 Rp 996 789 093 Rp 1 085 758 739

Total Outflow Rp 22 736 355 370 Rp 65 666 143 872 Rp 71 031 565 699 Rp 77 143 584 967 Rp 82 930 634 532

III Net benefit Rp (39 571 837 267) Rp 7 514 476 357 Rp 8 213 826 575 Rp 8 971 101 836 Rp 9 771 828 650
IV Discount factor 8 % 0.925925925925926 0.857338820301783 0.79383224102017 0.735029852796453 0.680583197033753
V PV/Tahun Rp (36 640 590 062) Rp 6 442 452 295 Rp 6 520 400 357 Rp 6 594 027 662 Rp 6 650 542 384
VI NPV Rp 56 968 492 470
VII IRR 24.94 %
VIII Net B/C 2,68594878
IX Payback Period 5 Tahun 8 bulan 21 hari
No. Tahun 2018 2019 2020 2021 2022
Uraian
I INFLOW
CPO Rp 78 838 369 829 Rp 85 145 439 415 Rp 91 957 074 568 Rp 99 313 640 534 Rp 107 258 731 776
Kernel Rp 14 528 261 061 Rp 15 690 521 946 Rp 16 945 763 701 Rp 18 301 424 797 Rp 19 765 538 781
Cangkang Rp 2 060 832 892 Rp 2 225 699 523 Rp 2 403 755 485 Rp 2 596 055 924 Rp 2 803 740 398
Salvage Value Rp - Rp - Rp - Rp - Rp -
Total Inflow Rp 95 427 463 781 Rp 103 061 660 884 Rp 111 306 593 754 Rp 120 211 121 255 Rp 129 828 010 955

II OUTFLOW
A Biaya Investasi
Bunch Reception - - - - -
Sterilization - - - - -
Thresing Station - - - - -
Pressing Station - - - - -
Depericarping Station - - - - -
Kernel Station - - - - -
Clarification Station - - - - -
Boiler Station - - - - -
Power Station - - - - -
Water Treatment Plant - - - - -
Palm Oil Storage - - - - -
Piping & Valves - - - - -
Boiler Feed Water Plant - - - - -
Miscellancous - - - - -
Instalation - - - - -
Civil & Structure - - - - -
Over Head - - - - -
Total Biaya Investasi - - - - -

B Biaya Operasional
1 Variabel Cost
Pembelian TBS Rp 70 479 921 058 Rp 76 118 314 742 Rp 82 207 779 921 Rp 88 784 402 315 Rp 95 887 154 500
Insentif TBS ke Suplier Rp 939 732 281 Rp 1 014 910 863 Rp 1 096 103 732 Rp 1 183 792 031 Rp 1 278 495 393
Fee ke Koperasi Rp 197 800 000 Rp 211 750 000 Rp 231 250 000 Rp 250 500 000 Rp 272 750 000
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 234 933 070 Rp 253 727 716 Rp 274 025 933 Rp 295 948 008 Rp 319 623 848
Biaya Lembur Rp 737 494 216 Rp 811 243 637 Rp 892 368 001 Rp 981 604 801 Rp 1 079 765 281
Biaya Transport CPO Rp 2 365 830 480 Rp 2 592 956 630 Rp 2 867 355 720 Rp 3 169 628 550 Rp 3 502 726 360
Biaya Transport Kernel Rp 441 386 400 Rp 484 393 200 Rp 536 223 215 Rp 593 246 010 Rp 655 960 485
Biaya Transport Cangkang Rp 538 491 330 Rp 600 647 600 Rp 675 641 255 Rp 759 354 960 Rp 852 748 695

55
Total Biaya Variabel Cost Rp 75 935 588 834 Rp 82 087 944 388 Rp 88 780 747 778 Rp 96 018 476 675 Rp 103 849 224 563
56
2 Fix Cost
Gaji Kantor di Medan. Rp 918 205 844 Rp 945 752 020 Rp 974 124 580 Rp 1 003 348 318 Rp 1 033 448 767
Gaji Tetap di PKS. Rp 240 915 161 Rp 248 142 616 Rp 255 586 894 Rp 263 254 501 Rp 271 152 136
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 20 000 000 Rp 20 500 000 Rp 21 000 000 Rp 21 500 000 Rp 22 000 000
Transportasi yg bukan Produksi Rp 73 000 000 Rp 74 000 000 Rp 75 000 000 Rp 76 000 000 Rp 77 000 000
Konsumsi Pekerja Rp 11 000 000 Rp 12 000 000 Rp 12 000 000 Rp 12 000 000 Rp 13 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 16 000 000 Rp 17 000 000 Rp 18 000 000 Rp 19 000 000 Rp 20 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 12 000 000 Rp 14 000 000 Rp 16 000 000 Rp 18 000 000 Rp 20 000 000
Gaji Karyawan. Rp 1 178 674 870 Rp 1 261 182 111 Rp 1 349 464 859 Rp 1 443 927 399 Rp 1 545 002 317
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 5 130 706 365 Rp 5 438 548 747 Rp 5 764 861 672 Rp 6 110 753 373 Rp 6 477 398 575
Biaya Umum/Sosial Rp 23 000 000 Rp 24 000 000 Rp 25 000 000 Rp 26 000 000 Rp 27 000 000
Total Biaya Fix Cost. Rp 7 623 502 241 Rp 8 055 125 494 Rp 8 511 038 005 Rp 8 993 783 590 Rp 9 506 001 795

C Pajak (0,1) Rp 1 186 837 271 Rp 1 291 859 100 Rp 1 401 480 797 Rp 1 519 886 099 Rp 1 647 278 460

Total Outflow Rp 89 591 126 570 Rp 96 165 088 311 Rp 104 882 330 817 Rp 113 772 355 089 Rp 123 836 843 773

III Net benefit Rp 10 681 535 436 Rp 11 626 731 901 Rp 12 613 327 174 Rp 13 678 974 891 Rp 14 825 506 137
IV Discount factor 8 % 0.630169626883105 0.583490395262134 0.540268884501976 0.500248967131459 0.463193488084684
V PV/Tahun Rp 6 731 179 200 Rp 6 784 086 393 Rp 6 814 588 202 Rp 6 842 893 061 Rp 6 867 077 900
No. Tahun 2023 2024 2025 2026 2027

Uraian
I INFLOW
CPO Rp 115 839 430 319 Rp 125 106 584 744 Rp 135 115 111 524 Rp 145 924 320 445 Rp 157 598 266 081
Kernel Rp 21 346 781 883 Rp 23 054 524 434 Rp 24 898 886 389 Rp 26 890 797 300 Rp 29 042 061 084
Cangkang Rp 3 028 039 629 Rp 3 270 282 800 Rp 3 531 905 424 Rp 3 814 457 858 Rp 4 119 614 486
Salvage Value Rp - Rp - Rp - Rp - Rp 13 842 500 003
Total Inflow Rp 140 214 251 831 Rp 151 431 391 978 Rp 163 545 903 336 Rp 176 629 575 603 Rp 204 602 441 654

II OUTFLOW
A Biaya Investasi
Bunch Reception - - - - -
Sterilization - - - - -
Thresing Station Rp 1 400 000 000 - - - -
Pressing Station - - Rp 4 216 000 000 - -
Depericarping Station Rp 1 290 000 000 - - - -
Kernel Station - - Rp 2 952 000 000 - -
Clarification Station - - - - -
Boiler Station - - - - -
Power Station - - Rp 3 154 000 000
Water Treatment Plant - - - - -
Palm Oil Storage - - - - -
Piping & Valves - - - - -
Boiler Feed Water Plant - - Rp 790 000 000 - -
Miscellancous - - - - -
Instalation - - - - -
Civil & Structure - - - - -
Over Head - - Rp 1 185 000 000 - -
Total Biaya Investasi Rp 2 690 000 000 - Rp 12 297 000 000 - -

B Biaya Operasional
1 Variabel Cost
Pembelian TBS Rp 103 558 126 860 Rp 111 842 777 009 Rp 120 790 199 170 Rp 130 453 415 104 Rp 140 889 688 312
Insentif TBS ke Suplier Rp 1 380 775 025 Rp 1 491 237 027 Rp 1 610 535 989 Rp 1 739 378 868 Rp 1 878 529 177
Fee ke Koperasi Rp 294 750 000 Rp 319 500 000 Rp 353 000 000 Rp 386 750 000 Rp 426 250 000
Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 345 193 756 Rp 372 809 257 Rp 402 633 997 Rp 434 844 717 Rp 469 632 294
Biaya Lembur Rp 1 187 741 809 Rp 1 306 515 990 Rp 1 437 167 589 Rp 1 580 884 348 Rp 1 738 972 783
Biaya Transport CPO Rp 3 850 275 045 Rp 4 231 249 640 Rp 4 757 718 110 Rp 5 322 193 200 Rp 5 951 986 245
Biaya Transport Kernel Rp 724 912 760 Rp 800 698 950 Rp 900 341 670 Rp 1 011 905 770 Rp 1 136 779 200

57
Biaya Transport Cangkang Rp 942 386 500 Rp 1 040 908 725 Rp 1 152 437 310 Rp 1 295 239 160 Rp 1 455 077 280
Total Biaya Variabel Cost Rp 112 284 161 756 Rp 121 405 696 598 Rp 131 404 033 835 Rp 142 224 611 167 Rp 153 946 915 292
2 Fix Cost

58
Gaji Kantor di Medan. Rp 1 064 452 230 Rp 1 096 385 797 Rp 1 129 277 371 Rp 1 163 155 692 Rp 1 198 050 363
Gaji Tetap di PKS. Rp 279 286 700 Rp 287 665 301 Rp 296 295 260 Rp 305 184 118 Rp 314 339 641
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 22 500 000 Rp 23 000 000 Rp 23 500 000 Rp 24 000 000 Rp 24 500 000
Transportasi yg bukan Produksi Rp 78 000 000 Rp 79 000 000 Rp 80 000 000 Rp 81 000 000 Rp 82 000 000
Konsumsi Pekerja Rp 13 000 000 Rp 13 000 000 Rp 16 000 000 Rp 17 000 000 Rp 18 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 21 000 000 Rp 22 000 000 Rp 23 000 000 Rp 24 000 000 Rp 25 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 22 000 000 Rp 24 000 000 Rp 26 000 000 Rp 28 000 000 Rp 30 000 000
Gaji Karyawan. Rp 1 653 152 479 Rp 1 768 873 153 Rp 1 892 694 273 Rp 2 025 182 872 Rp 2 166 945 673
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 6 866 042 489 Rp 7 278 005 039 Rp 7 714 685 341 Rp 8 177 566 462 Rp 8 668 220 449
Biaya Umum/Sosial Rp 28 000 000 Rp 29 000 000 Rp 30 000 000 Rp 31 000 000 Rp 32 000 000
Total Biaya Fix Cost. Rp 10 047 433 899 Rp 10 620 929 289 Rp 11 231 452 245 Rp 11 876 089 144 Rp 12 559 056 127

C Pajak (0,1) Rp 1 519 265 618 Rp 1 940 476 609 Rp 861 341 726 Rp 2 252 887 529 Rp 3 809 647 024

Total Outflow Rp 133 924 014 892 Rp 145 126 729 477 Rp 160 376 704 495 Rp 176 054 808 682 Rp 194 026 040 097

III Net benefit Rp 13 673 390 559 Rp 17 464 289 482 Rp 8 613 417 255 Rp 22 528 875 292 Rp 34 286 823 212
IV Discount factor 8 % 0.428882859337671 0.397113758645991 0.367697924672214 0.340461041363161 0.31524170496589
V PV/Tahun 5864282840 6935309638 3167135649 7670204343 10808636607
Lampiran 8 Laporan Laba Rugi PT. Indomas Mitra Teknik
Tahun
Komponen
2013 2014 2105 2016 2017
A Penjualaan
1 Penjualan CPO Rp 24 125 432 302 Rp 57 948 555 370 Rp 62 584 439 800 Rp 67 591 194 984 Rp72 998 490 582
2 Penjualan Kernel Rp 4 445 812 102 Rp 10 678 705 589 Rp 11 533 002 036 Rp 12 455 642 199 Rp13 452 093 575
3 Penjualan Cangkang Rp 630 638 159 Rp 1 514 773 697 Rp 1 635 955 593 Rp 1 766 832 040 Rp 1 908 178 603
Total Penerimaan Rp 29 201 882 563 Rp 70 142 034 656 Rp 75 753 397 428 Rp 81 813 669 223 Rp88 358 762 760
B Biaya Operasional Variabel
1 Biaya Pembelian TBS Rp 21 567 652 500 Rp 51 804 846 000 Rp 55 949 233 680 Rp 60 425 172 374 Rp 65 259 186 164
2 Biaya Insentif ke Supplier TBS Rp 287 568 700 Rp 690 731 280 Rp 739 082 470 Rp 790 818 242 Rp 846 175 519
3 Fee ke Koperasi Rp 48 825 720 Rp 145 139 464 Rp 156 058 640 Rp 170 285 000 Rp 182 807 500
4 Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 71 892 175 Rp 172 682 820 Rp 184 770 617 Rp 197 704 561 Rp 211 543 880
5 Biaya Lembur Rp 349 670 408 Rp 579 159 302 Rp 608 117 267 Rp 638 523 130 Rp 670 449 287
6 Biaya Transport CPO Rp 665 076 265 Rp 1 637 595 680 Rp 1 792 644 420 Rp 1 967 160 500 Rp 2 157 747 525
7 Biaya Transport Kernel Rp 113 529 600 Rp 293 104 800 Rp 325 935 360 Rp 365 753 510 Rp 401 933 410
8 Biaya Transport Cangkang Rp 77 643 540 Rp 338 787 720 Rp 399 104 460 Rp 438 904 175 Rp 524 683 860
Total Biaya Variabel Rp 23 186 952 319 Rp 55 646 419 717 Rp 60 140 488 187 Rp 64 993 662 827 Rp 70 264 801 314
C Marjin Kotor Rp 6 014 930 244 Rp 14 495 614 939 Rp 15 612 909 242 Rp 16 820 006 395 Rp 18 093 961 446

D Biaya Operasional tetap


1Gaji Kantor di Medan. Rp 284 751 000 Rp 815 814 000 Rp 840 288 420 Rp 865 497 073 Rp 891 461 985
2Gaji Tetap di PKS. Rp 94 250 000 Rp 214 050 000 Rp 220 471 500 Rp 227 085 645 Rp 233 898 214
3Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 8 000 000 Rp 18 000 000 Rp 18 500 000 Rp 19 000 000 Rp 19 500 000
4Transportasi yg bukan Produksi Rp 28 000 000 Rp 70 000 000 Rp 70 000 000 Rp 71 000 000 Rp 72 000 000
5Konsumsi Pekerja Rp 1 500 000 Rp 10 000 000 Rp 10 000 000 Rp 11 000 000 Rp 11 000 000
6Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 6 000 000 Rp 12 000 000 Rp 13 000 000 Rp 14 000 000 Rp 15 000 000
7Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 4 000 000 Rp 7 500 000 Rp 8 000 000 Rp 8 500 000 Rp 10 000 000
8Gaji Karyawan. Rp 413 958 000 Rp 899 205 415 Rp 971 141 848 Rp 1 039 121 778 Rp 1 101 469 084
9Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 745 401 922 Rp 4 064 000 000 Rp 4 307 840 000 Rp 4 566 310 400 Rp 4 840 289 024
10Biaya Umum/Sosial Rp 6 000 000 Rp 20 000 000 Rp 20 000 000 Rp 21 000 000 Rp 22 000 000
11Biaya Penyusutan Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332
Total Biaya Tetap Rp 4 601 494 254 Rp 9 140 202 747 Rp 9 488 875 100 Rp 9 852 148 227 Rp 10 226 251 639
E Laba Kotor Rp 1 413 435 990 Rp 5 355 412 192 Rp 6 124 034 142 Rp 6 967 858 168 Rp 7 867 709 806
D Pajak (10%) Rp - Rp 535 541 219 Rp 612 403 414 Rp 696 785 817 Rp 786 770 981
F Laba Bersih Rp - Rp 4 819 870 973 Rp 5 511 630 727 Rp 6 271 072 351 Rp 7 080 938 826

59
60
Tahun
Komponen
2018 2019 2020 2021 2022
A Penjualaan
1 Penjualan CPO Rp78 838 369 829 Rp 85 145 439 415 Rp 91 957 074 568 Rp 99 313 640 534 Rp 107 258 731 776
2 Penjualan Kernel Rp14 528 261 061 Rp 15 690 521 946 Rp 16 945 763 701 Rp 18 301 424 797 Rp 19 765 538 781
3 Penjualan Cangkang Rp 2 060 832 892 Rp 2 225 699 523 Rp 2 403 755 485 Rp 2 596 055 924 Rp 2 803 740 398
Total Penerimaan Rp95 427 463 781 Rp 103 061 660 884 Rp111 306 593 754 Rp 120 211 121 255 Rp 129 828 010 955
B Biaya operasional Variabel
1 Biaya Pembelian TBS Rp70 479 921 058 Rp 76 118 314 742 Rp 82 207 779 921 Rp 88 784 402 315 Rp 95 887 154 500
2 Biaya Insentif ke Supplier TBS Rp 905 407 806 Rp 968 786 352 Rp 1 046 289 260 Rp 1 129 992 401 Rp 1 220 391 793
3 Fee ke Koperasi Rp 197 800 000 Rp 211 750 000 Rp 231 250 000 Rp 250 500 000 Rp 272 750 000
4 Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 226 351 951 Rp 242 196 588 Rp 261 572 315 Rp 282 498 100 Rp 305 097 948
5 Biaya Lembur Rp 737 494 216 Rp 811 243 637 Rp 892 368 001 Rp 981 604 801 Rp 1 079 765 281
6 Biaya Transport CPO Rp 2 365 830 480 Rp 2 592 956 630 Rp 2 867 355 720 Rp 3 169 628 550 Rp 3 502 726 360
7 Biaya Transport Kernel Rp 441 386 400 Rp 484 393 200 Rp 536 223 215 Rp 593 246 010 Rp 655 960 485
8 Biaya Transport Cangkang Rp 538 491 330 Rp 600 647 600 Rp 675 641 255 Rp 759 354 960 Rp 852 748 695
Total Biaya Variabel Rp75 913 988 637 Rp 82 066 490 175 Rp 88 755 017 228 Rp 95 989 937 681 Rp 103 816 192 449
C Margin Kotor Rp19 513 475 144 Rp 20 995 170 708 Rp 22 551 576 527 Rp 24 221 183 574 Rp 26 011 818 506

DBiaya operasional Tetap


1Gaji Kantor di Medan. Rp 918 205 844 Rp 945 752 020 Rp 974 124 580 Rp 1 003 348 318 Rp 1 033 448 767
2Gaji Tetap di PKS. Rp 240 915 161 Rp 248 142 616 Rp 255 586 894 Rp 263 254 501 Rp 271 152 136
3Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 20 000 000 Rp 20 500 000 Rp 21 000 000 Rp 21 500 000 Rp 22 000 000
4Transportasi yg bukan Produksi Rp 73 000 000 Rp 74 000 000 Rp 75 000 000 Rp 76 000 000 Rp 77 000 000
5Konsumsi Pekerja Rp 11 000 000 Rp 12 000 000 Rp 12 000 000 Rp 12 000 000 Rp 13 000 000
6Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp 16 000 000 Rp 17 000 000 Rp 18 000 000 Rp 19 000 000 Rp 20 000 000
7Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 12 000 000 Rp 14 000 000 Rp 16 000 000 Rp 18 000 000 Rp 20 000 000
8Gaji Karyawan. Rp 1 167 557 229 Rp 1 260 961 808 Rp 1 336 619 516 Rp 1 416 816 687 Rp 1 501 825 688
9Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp 5 130 706 365 Rp 5 438 548 747 Rp 5 764 861 672 Rp 6 110 753 373 Rp 6 477 398 575
10Biaya Umum/Sosial Rp 23 000 000 Rp 24 000 000 Rp 25 000 000 Rp 26 000 000 Rp 27 000 000
11Biaya Penyusutan Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332
Total Biaya Tetap Rp10 622 017 932 Rp 11 064 538 522 Rp 11 507 825 995 Rp 11 976 306 210 Rp 12 472 458 498
E Laba Kotor Rp 8 891 457 213 Rp 9 930 632 186 Rp 11 043 750 532 Rp 12 244 877 364 Rp 13 539 360 007
D Pajak (10%) Rp 889 145 721 Rp 993 063 219 Rp 1 104 375 053 Rp 1 224 487 736 Rp 1 353 936 001
F Laba Bersih Rp 8 002 311 491 Rp 8 937 568 968 Rp 9 939 375 479 Rp 11 020 389 628 Rp 12 185 424 007
Tahun
Komponen
2023 2024 2025 2026 2027
A Penjualan
1 Penjualan CPO Rp 115 839 430 319 Rp 125 106 584 744 Rp 135 115 111 524 Rp 145 924 320 445 Rp 157 598 266 081
2 Penjualan Kernel Rp 21 346 781 883 Rp 23 054 524 434 Rp 24 898 886 389 Rp 26 890 797 300 Rp 29 042 061 084
3 Penjualan Cangkang Rp 3 028 039 629 Rp 3 270 282 800 Rp 3 531 905 424 Rp 3 814 457 858 Rp 4 119 614 486
Total Penerimaan Rp 140 214 251 831 Rp 151 431 391 978 Rp 163 545 903 336 Rp 176 629 575 603 Rp 204 602 441 654
B Biaya Operasional Tetap
1 Biaya Pembelian TBS Rp 103 558 126 860 Rp 111 842 777 009 Rp 120 790 199 170 Rp 130 453 415 104 Rp 140 889 688 312
2 Biaya Insentif ke Supplier TBS Rp 1 318 023 137 Rp 1 423 464 988 Rp 1 565 811 480 Rp 1 722 392 640 Rp 1 894 631 900
3 Fee ke Koperasi Rp 294 750 000 Rp 319 500 000 Rp 353 000 000 Rp 386 750 000 Rp 426 250 000
4 Fee ke Pemilik Lahan PKS Rp 329 505 784 Rp 355 866 247 Rp 391 452 870 Rp 430 598 160 Rp 473 657 975
5 Biaya Lembur Rp 1 187 741 809 Rp 1 306 515 990 Rp 1 437 167 589 Rp 1 580 884 348 Rp 1 738 972 783
6 Biaya Transport CPO Rp 3 850 275 045 Rp 4 231 249 640 Rp 4 757 718 110 Rp 5 322 193 200 Rp 5 951 986 245
7 Biaya Transport Kernel Rp 724 912 760 Rp 800 698 950 Rp 900 341 670 Rp 1 011 905 770 Rp 1 136 779 200
8 Biaya Transport Cangkang Rp 942 386 500 Rp 1 040 908 725 Rp 1 152 437 310 Rp 1 295 239 160 Rp 1 455 077 280
Total Biaya Variabel Rp 112 248 307 073 Rp 121 365 803 540 Rp 131 353 009 333 Rp 142 163 994 705 Rp 153 872 889 513
C Margin Kotor Rp 27 965 944 759 Rp 30 065 588 437 Rp 32 192 894 003 Rp 34 465 580 899 Rp 50 729 552 142

DBiaya Operasonal Tetap


1Gaji Kantor di Medan. Rp 1 064 452 230 Rp 1 096 385 797 Rp 1 129 277 371 Rp 1 163 155 692 Rp 1 198 050 363
2Gaji Tetap di PKS. Rp 279 286 700 Rp 287 665 301 Rp 296 295 260 Rp 305 184 118 Rp 314 339 641
3Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Rp 22 500 000 Rp 23 000 000 Rp 23 500 000 Rp 24 000 000 Rp 24 500 000
4Transportasi yg bukan Produksi Rp 78 000 000 Rp 79 000 000 Rp 80 000 000 Rp 81 000 000 Rp 82 000 000
5Konsumsi Pekerja Rp 13 000 000 Rp 13 000 000 Rp 16 000 000 Rp 17 000 000 Rp 18 000 000
6Biaya ATK dan Rumah Tangga Rp 21 000 000 Rp 22 000 000 Rp 23 000 000 Rp 24 000 000 Rp 25 000 000
7Biaya Perijinan dan Retribusi Rp 22 000 000 Rp 24 000 000 Rp 26 000 000 Rp 28 000 000 Rp 30 000 000
8Gaji Karyawan. Rp 1 591 935 230 Rp 1 687 451 343 Rp 1 788 698 424 Rp 1 896 020 329 Rp 2 009 781 549
9Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan Rp 6 866 042 489 Rp 7 278 005 039 Rp 7 714 685 341 Rp 8 177 566 462 Rp 8 668 220 449
10Biaya Umum/Sosial Rp 28 000 000 Rp 29 000 000 Rp 30 000 000 Rp 31 000 000 Rp 32 000 000
11Biaya Penyusutan Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332 Rp 3 009 633 332
Total Biaya Tetap Rp 12 995 849 981 Rp 13 549 140 812 Rp 14 137 089 728 Rp 14 756 559 933 Rp 15 411 525 335
E Laba Kotor Rp 14 970 094 777 Rp 16 516 447 625 Rp 18 055 804 275 Rp 19 709 020 966 Rp 35 318 026 807
D Pajak (10 %) Rp 1 497 009 478 Rp 1 651 644 763 Rp 1 805 580 427 Rp 1 970 902 097 Rp 3 531 802 681
F Laba Bersih Rp 13 473 085 300 Rp 14 864 802 863 Rp 16 250 223 847 Rp 17 738 118 869 Rp 31 786 224 126

61
62

Lampiran 9 Dokumentasi

Loading ramp Penyortiran TBS

Stasiun perebusan Storage tank

Screw press Kolam limbah

Tempat penimbangan TBS


63

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 4 Maret 1991


dari pasangan Rejeki Perangin-angin dan Ramayana Roza Saragih. Penulis
merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Methodist 1, Sumatera Utara dan
lulus pada tahun 2003, dilanjutkan ke SMP St. Thomas 1, Sumatera Utara dan
lulus pada tahun 2006. Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMA St. Thomas 1,
Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan ke Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama melalui jalur Beasiswa Daerah
(BUD). Mayor yang dipilih penulis adalah Departemen Agribisnis di Fakultas
Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan kepantiaan.
Tahun 2010, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis
(HIPMA) sebagai badan pengawas serta aktif sebagai anggota dalam kegiatan
Pemuda Pancasila (PP). Tahun 2011, penulis juga aktif sebagai wakil ketua Ikatan
Mahasiswa Karo (IMKA).

Anda mungkin juga menyukai