Anda di halaman 1dari 9

Dampak Praktek Prostitusi dari Segi Sosial dan Ekonomi

oleh:
Safira Yasmin
155090701111016

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERISTAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring bertumbuhnya jaman, manusia sering menemui kendala-kendala dalam
hidupnya yang membuat manusia kesulitan dalam mencari jalan keluar sehingga memilih
langkah yang kurang tepat dalam jalan hidupnya. Contohnya pada kaum wanita, dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang wanita harus bekerja diluar rumah untuk
membantu menambah penghasilan keluarga. Terbatasnya lapangan pekerjaan serta
meningkatnya pesaing, dengan pendidikan yang rendah dan tidak adanya ketrampilan
menyebabkan meraka mencai jenis pekerjaan yang dengan cepat menghasilkan uang
contohnya dengan terjun dalam dunia prostitusi.

Prostitusi di Indonesia bermula sejak zaman kerajaan Jawa yang menggunakan


komoditas wanita sebagai bagian dari sistem feodal (Hull, 1998:1). Secara etimologis
pelacuran berasal dari bahasa latin yaitu Prostituo yang artinya sebagai perilaku yang
terang-terangan menyerahkan diri pada perzinahan, sedangkan perzinahan itu sendiri
berarti berhubungan kelamin antara laki-laki dengan seorang perempuan baik salah satu
ataupun kedua-duanya telah terikat perkawinan yang sah dengan orang lain
(Landrawan,2005:38).

Prostitusi merupakan suatu masalah sosial yang terjadi ketika nilai nilai dalam
masyarakat, khususnya nilai kesusilaan, tergeser oleh kepentingan yang bersifat
ekonomis. Prostitusi memiliki akibat yang berdampak buruk bagi pelaku maupun
masyarakat di sekitarnya apabila terus dibiarkan. Prostitusi bukanlah suatu masalah yang
sepele karna sudah dikenal sejak masa lampau dan sulit dihentikan. Bahkan di seluruh
negara praktek prostitusi ini selalu menjadi masalah yang sulit diberantas.

Seks sendiri menjadi sebuah komoditi yang dipertentangkan dalam masyarakat,


ada kelompok masyarakat yang menggambarkannya sebagai hak hidup yang seharusnya
dinikmati dengan tidak mempertentangkan bagaimana menggunakan kepentingan
seksualitas bukan untuk kepentingan umum dengan cara memperjual belikan hal tersebut.
Perdebatan panjang dalam memahami seks dari berbagai sudut pandang yang
membedakan cara pandang kelompok masyarakat, apalagi mengangkut komersialisasi
seks sebagai sebuah fenomena sosial yang ada ditengah kita seperti sekarang ini. Seks
bukan merupakan sesuatu yang tabu ketika ditempatkan pada tempat yang sebenarnya,
sesuai aturan agama, adat istiadat dan nilai sosial yang menjadi tradisi masyarakat
(Prasetyo, 2013).

1.2 Perumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini :

1. Apa yang dimaksud dengan prostitusi ?


2. Apa yang menyebabkan terjadinya praktek prostitusi ?
3. Siapa saja pihak yang dapat terlibat dalam prostitusi ?

2
4. Apa dampak sosial ekonomi dari praktek prostitusi ?
5. Bagaimana cara menanggulangi prostitusi ?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai dampak sosial dan
ekonomi daripada praktek prostitusi di suatu lingkungan masyarakat.

1.4 Tujuan Penelitian


Dari penelitian ini maka didapatkan tujuan :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan prostitusi


2. Mengetahui apa saja yang menyebabkan terjadinya praktek prostitusi
3. Mengetahui siapa saja pihak yang terlibat dalam prostitusi
4. Menganalisa dampak sosial ekonomi dari praktek prostitusi

1.5 Manfaat Penelitian


Untuk memenuhi tugas metode penelitian, serta memberikan pemahaman kepada
pembaca tentang prostitusi serta dampaknya dalam segi sosial dan ekonomi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi Prostitusi
Profesor W.A Bonger dalam tulisannya Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie
menulis defenisi sbb; Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri
melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Jelas dinyatakan adanya
peristiwa penjualan diri sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan jalan
melakukan relasi-relasi seksual. Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya tahun 1967
mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut.Wanita tunasusila
adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar perkawinan,
baik dengan imbalan jasa maupun tidak. Sedang pasal 296 KUHP mengenai prostitusi
tersebut meyatakan sbb : Barang siapa yang pekerjaanya atau kebiasaanya, dengan sengaja
mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya
seribu rupiah. Jelasnya, pelacuran itu bisa dilakukan baik oleh kaum wanita maupun pria.
Jadi, ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan
perbuatan hubungan kelamin di luar perkawinan. Dalam hal ini, perbuatan cabul tidak hanya
berupa hubungan kelamin di luar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa
homoseksual dan permainan seksualnya.

Selanjutnya, defenisi pelacuran dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi


impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan
nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitas dan
komersialisasi seks yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.

b. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan


menjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk
memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.

c. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya


untuk bberbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.

Dimasukkan dalam kategori pelacuran ini antara lain :

a) Pergundikan : pemeliharaan bini tidak resmi, bini gelap atau perempuan piaraan. Mereka
hidup sebagai suami istri, namun tanpa ikatan perkawinan. Pada zaman belanda disebut nyai.

b) Tante girang atau loose married woman : wanita yang sudah kawin, namun tetap melakukan
hubungan erotik dan seks dengan laki-laki lain baik secara iseng untuk mengisi waktu
kosong, bersenang-senang just for fun dan mendapatkan pengalaman-pangalaman seks lain,
maupun secara intensional untuk mendapatkan penghasilan.

c) Gadis-gadis panggilan : gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang menyediakan diri untuk
dipanggil dan dipekerjakan sebagai prostitue, melalui saluran-saluran tertentu.

d) Gadis-gadis bar atau B-girls : gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar sekaligus
bersedia memberikan pelayanan seks kepada para pengunjung.

4
e) Gadis-gadis juvenile delinguent : gadis-gadis muda dan jahat, yang didorong oleh
ketidakmatangan emosinya dan retardasi/keterbelakangan inteleknya, menjadi sangat pasif
dan sugestibel sekali. Karakternya sangat lemah. Sebagai akibatnya, mereka mudah sekali
jadi pecandu obat-obat bius(gabja, heroin, morfin, dan lain-lain), sehingga mudah tergiur
melakukan perbuatan-perbuatan immoril seksual dan pelacuran.

f) Gadis-gadis binal atau free girls : di Bandung mereka disebut sebagai “bagong lieur” (babi
hutan yang mabuk). Mereka itu adalah gadis-gadis sekolah atau putus sekolah, putus studi di
akademi atau fakultas dengan pendirian yang “brengsek” dan menyebarluaskan kebebasan
seks secara ekstrem, untuk mendapatkan kepuasan seksual. Mereka menganjurkan seks bebas
dan cinta bebas.

g) Gadis-gadis taxi ( di Indonesia ada juga gadis-gadis becak) : wanita-wanita atau gadis-gadis
panggilan yang ditawarkan dibawa ke tempat “plesiran” dengan taxi atan becak.

h) Penggali emas atau gold-diggers : gadis-gadis dan wanita-wanita cantik –ratu


kecantikan, pramugarimannequin, penyanyi, pemain panggung, bintang film, pemain
sandiwara teater atau opera, anak wayang, dan lain-lain – yang pandai merayu dan bermain
cinta, untuk mengeduk kekayaan orang-orang yang berduit.

i) Hostes atau pramuria yang menyemarakkan kehidupan malam dalam nighclub-nighclub.


Pada intinya, profesi hostes merupakan benttuk pelacuran halus. Sedang pada hakikatnya,
hostes itu adalah predikat baru dari pelacuran. Sebab, di lantai-lantai dansa mereka
membiarkan diri dipeluki, diciumi, dan diraba-raba seluruh badannya. Juga di meja-meja
minum badannya diraba0raba dan diremas0remas oleh langganannya. Para hostes ini harus
melayani makan, minum, dansa, dan memuaskan naluri-naluri seks para langganan dengan
jalan menikmati tubuh para hostes/pramuria tersebut. Dengan demikian, langganan bisa
menikmati keriaan atau kesenangan suasana tempat-tempat hiburan.

j) Promiskuitas/promiscuity : hibungan seks secara bebas dan awut-awutan dengan pria mana
pun juga; dilakukan dengan banyak lelaki.

2.2. Seks dan Pelacuran


Seks merupakan energi psikis yang ikut mendorong manusia untuk aktif bertingkah
laku. Tidak hanya berbuat di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi seksual atau
bersenggama, akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan nonseksual. Misalnya ikut
mendorong untuk berprestasi di bidang ilmu pengetahuan seni, agama, sosial, budaya, tugas-
tugas moril, dan lain sebagainya. Sebagai energi psikis, seks menjadi motivasi atau tenaga
dorong untuk berbuat atau bertingkah laku. Freud menyebut seks sebagai libido
sexualis (libido = gasang, dukana, dorongan hidup nafsu erotik). Seks juga merupakan
mekanisme bagi manusia untuk mengadakan keturunan. Karena itu seks dianggap sebagai
mekanisme yang sangat vital, di mana manusia bisa mengabadikan jenisnya.

Libido adalah Istilah nafsu birahi, hasrat seks atau libido pada dasarnya punya makna
sama, yaitu perasaan seksual hebat dari seseorang pada orang lainnya (normalnya terhadap
5
pasangan lawan jenisnya). Banyak faktor pendukung gairah seksual, termasuk rangsangan
fisik dan kondisi biologis, seperti jenis kelamin dan hormon.

Tingkat libido bisa sangat bervariasi pada masing-masing orang, dan di antara pria
maupun wanita. Bahkan ditegaskan oleh berbagai penelitian bahwa tak ada tingkat gairah
seksual yang normal. Ilmu psikologi meyakini, libido adalah kombinasi kepuasan hormonal
dan fisikal (seperti merangsang saraf tubuh tertentu) yang dibentuk oleh pengaruh sosial dari
luar, seperti norma budaya. Nafsu birahi bukan sesuatu yang dipelajari namun sudah ada di
dalam hekekat manusia. Itu sebabnya tidak ada orang tua yang mengajari anaknya untuk
birahi. Yang ada adalah orang tua yang mengajari anaknya untuk mengendalikan nafsu
birahinya. Birahi muncul begitu saja karena birahi adalah salah satu naluri manusia, naluri
beranakcucu.

Di samping relasi sosial biasa, di antara wanita dan pria itu bisa berlangsung
hubungan khusus yang sifatnya erotis, yang disebut sebagai relasi seksual. Dengan relasi
seksual ini kedua belah pihak yang berada situasi khusus bisa menghayati bentuk kenikmatan
dan puncak kepuasan seksual atau orgasme, jika hal itu dilakukan dalam hubungan yang
intim dan normal sifatnya.

Hubungan seksual antara dua jenis kelamin yang berlainan sifat dan jenisnya yaitu
antara pria dan wanita, disebut sebagai relasi heteroseksual. Jika dilakukan antara dua orang
dari jenis kelamin yang sama, disebut sebagai homoseksual. Maka, tujuan dari setiap macam
pendidkan itu pada intinya ialah tidak hanya membimbing anak muda yang belum dewasa
menjadi dewasa saja, akan tetapi membimbing pemuda menjadi pria dewassa, dan
membimbing anak gadis menjadi wanita dewasa. Laki-laki dan wanita dewasa adalah mereka
yang nantinya mampu melakukan relasi seksual yang adekuat, tepat, dan imbang. Dengan
kata lain, wanita itu disebut normal dan dewasa, bila dia mampu mengadakan relasi seksual
dengan seorang pria dalam bentuknya yang normal dan bertanggung jawab. Sebaliknya, pria
disebut normal dan dewasa, apabila dia mampu mengadakan relasi seksual dengan wainta
yang sehat sifatnya dan bertanggung jawab.

Hubungan seksual yang normal itu mengandung pengertian sebagai berikut :

a. Hubungan tersebut tidak menimbulkan efek-efek merugikan, baik bagi diri sendiri maupun
partnernya

b. Tidak menimbulkan konflik-konflik psikis dan tidak bersifat paksaan atau perkosaan.
Sedang relasi seksual yang bertanggung jawab itu mengandung pengertian, kedua belah
pihak menyadari akan konsekuensinya, dan berani memikul tanggung jawab serta risikonya.

Baik pria maupun wanita harus menyadari, batas relasi seksual itu sebaiknya
dilakukan dalam batas-batas norma etis/susila, sesuai dengan norma-norma masyarakat dan
agama, demi menjamin kebahagiaan pribadi dan ketentraman masyarakat. Control dan
regulasi perlu dilakukan terhadap doronga-dorongan seks dan impuls-impuls seks, agar tidak
terlampau eksesif dan meledak-ledak, sehingga bisa melemahkan jasmani dan rohani. Juga,
agar tidak terjadi pelanggararan-pelanggaran dan bentrokan, karena melanda atau

6
mengobrak-abrik privilege serta hak-hak asasi pribadi lain. Sebab, dorongan seks itu
ibarat kuda liar yang buas dan tidak terkendali tapi juga bisa tenang, jinak, menyenangkan,
jika bisa dikekang dan dipimpin. Oleh adanya kedua persyaratan yaitu normal dan
bertanggung jawab, maka relasi seks itu sebaiknya dilakukan dalam satu ikatan yang teratur,
yaitu dalam ikatan perkawinan yang sah.

Maka, bentuk relasi seks abnormal dan perverse (buruk, jahat) adalah: tidak
bertanggung jawab, didorong oleh kompulsi-kompulsi (tekanan paksaan), dan didorong oleh
impuls-impuls yang abnormal. Abnormalitas dalam pemuasan dorongan seksual itu dibagi
dalam 3 golongan, sebagai berikut.

1. Abnormalitas seks disebabkan oleh dorongan seksual abnormal. Termasuk didalamnya


ialah pelacuran (prostitusi), promiskuitas, perzinaan (adultery), seduksi bujukan dan
perkosaan; kebekuan seks (frigiditas); impotensi; ejakulasi prematur; coupulatory
impotency dan psychogenic aspermia, atau pembuangan sperma yang terlalu cepat
nymphomania atau hyperseksualitas; satyriasis atau satyromania, yaitu hyperseksualitaspada
pria; vaginismus atau kontraksi pada vagina; dispareuni yaitu sulit dan merasa sakit sewaktu
bersanggama; anorgasme yaitu ejakulasi atau pengeluaran air mani namun tanpa mengalami
puncak kepuasan seksual vorgasme, dan kesukaran coitus pertama.

2. Abnormalitas sesk disebabkan oleh partner seks yang abnormal. Termasuk di dalamnya
ialah homoseksualitas, oralerotisme, anal erotisme, dan interfemoral coitus, lesbianisme;
bestiality atau persetubuhan dengan binatang; zoofilia, bentuk citra-mesra seperti binatang;
nekrofilia yaitu hubungan seks dengan orang mati/mayat, pornografi dan obscenity/dukana;
pedofilia atau persetubuhan dengan anak-anak kecil, fetishisme; frottage, yaitu kepuasan seks
dengan meraba-raba orang lain, geronto seksualitasyaitu persetubuhan dengan wanita tua atau
berumur lanjut; incest atau relasi seks dalam kaitan kekerabatan keturunan yang sangat dekat;
saliromania, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan mengotori badan wanita; tukar istri
(wifeswapping), disebut pula sebagai “tukar kunci”, misofilia, koprofilia dan urofilia, yaitu
melakukancoitus yang dibarengi dengan kesenangan pada kotoran, hal-hal yang najis, tahi
dan air kemih.

3. Abnormalitas seks dengan cara yang abnormal dalam pemuasan dorongan seksualnya.
Termasuk dalam kelompok kini ialah: Onani atau masturbasi, sadisme, masokhisme dan
sadomasokhisme, voyeurism, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan diam-diam melihat
orang bersanggama dan telanjang, melalui lubang kunci, ekshibisionisme, kepuasan seks
dengan memperlihatkan alat kelaminnya, skoptofilia mendapat kepuasan seks dengan
melihatorang-orang lain bersetubuh, atau melihat alat kelamin orang lain, transvestitisme,
yaitu nafsu patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelamin, transseksualisme,
merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan stuktur fisiknya/banci triolisme atau
troilisme atau melakukan sanggama, dengan mengikut-sertakan orang lain untuk menonton
dirinya.

7
BAB III
METODE PELAKSANAAN

8
BAB IV
PENUTUP

Dalam kehidupan manusia, ekonomi adalah satu hal penting dalam keberlangsungan
hidup, sehingga banyak orang melakukan apapun termasuk melacurkan diri. Padahal kegiatan
prostitusi adalah sebuah kegiatan dimana masyarakat memandang hal tersebut melanggar
nilai-nilai moral (perbuatan tercela), di sisi lain kegiatan tersebut dapat di tolerir demi nilai
ekonomi, karena hampir sebagian besar kegiatan ini bersumber dari kemiskinan.
Rendahya pendidikan iman, takwa dan moral bisa di jadikan alasan semakin menjamurnya
kegiatan prostitusi. Dan tidak selalu perempuan terus di salahkan karena dalam hal ini selalu
di persalahkan, karena sebagai pelaku prostitusi, padahal banyak lelaki yang menfaatkanya.

sz

Anda mungkin juga menyukai