Bab Iii
Bab Iii
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai September 2018 dan bertempat
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian eksperimental, keseluruhan tahapan
dikerjakan di Laboratorium.
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun beluntas (Pluchea indica L). yang
diperoleh di daerah kendari, andounohu, lorong Belibis, Etanol 96 % (Merck®), Akuades, NaCl
0,9 % (Otsuka®), dimetil sulfoksida (DMSO) Potato Dextrose Agar (Merck®), Ketokonazol,
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rotary vacuum evaporator (Buchi®),
Laminar air flow (Chuaire®), Autoklaf (Wisecrave®), Inkubator (Froilabo®), Hot plate (Stuart®),
, Timbangan analitik (Precisa®), Blender (philips), Vortex (Stuart®), Erlenmeyer (Pyrex®), Gelas
kimia (Pyrex®), Gelas ukur (Pyrex®), Tabung reaksi (Pyrex®), Cawan petri (Anumbra®), Pipet
mikro (Effendrof®), Lampu bunsen, Pinset, Jarum ose, Cutter, Mistar (Kenko®), Batang pengaduk,
Pencadang, Labu takar (Pyrex®), Chamber, Pipet tetes, Pipet ukur, Toples kaca.
E. Variabel
1. Variabel Bebas (independent)
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu variasi konsentrasi ekstrak daun beluntas (P.
b. Efektivitas antijamur sediaan gel sampo ekstrak daun beluntas (P. indica L).
F. Defenisi Operasional
1. Ekstrak daun beluntas adalah ekstrak yang berasal dari daun beluntas yang diekstraksi dengan
metode maserasi menggunakan etanol 96%, maserat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan
2. Formula gel shampo ekstrak daun beluntas adalah formula sampo yang berfungsi sebagai
3. Aktifitas antifungi yaitu kemampuan sediaan gel sampo ekstrak daun beluntas terhadap jamur
G. Prosedur Penelitian
1. Pengelolaan sampel
Sampel diperoleh di Kota Kendari dimana sampel yang diperoleh diidentifikasi terlebih
dahulu untuk memastikan bahwa tanaman yang diporeleh merupakan beluntas. Setelah dilakukan
identifikasi, kemudian dilakukan sortasi basah, untuk membersihkan sampel dari pengotor lain.
Pencucian dilakukan dengan air yang mengalur. Sampel selanjutnya dirajang menjadi potongan
kecil-kecil agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Sampel dikeringkan di bawah sinar
matahari dan ditutup dengan menggunakan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan
kimia.
sebagai berikut: Masukan 500 gram serbuk simplisia kedalam maserator, kemudian ditambahkan
pelarut etanol 96% (pembasah) secukupnya hingga seluruh simplisia terendam, dan dibiarkan
selama 10 menit agar proses pembasahan simplisia berlangsung. Tambahkan kembali etanol 96%
sebanyak 2x volume etanol 96% sebelumnya (pembasah). Diamkan selama 48 jam sambil diaduk-
aduk pada waktu tertentu. Saring ekstrak cair yang diperoleh kedalam penampung. Lalu filtrat
yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental yang
3. Skrining fitokimia
a. Pemeriksaan saponin
Senyawa saponin akan menghasilkan busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil dan tidak kurang dari 10
menit. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang (Pradana, 2005).
b. Pemeriksaan Flavonoid
Untuk senyawa flavonoid maka sampel dengan pelarut etil asetat sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan di tambahkan 2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Larutan positif
mengandung flavonoid apabila terjadi perubahan warna menjadi warna biru atau hitam kehijauan
(Pradana, 2005).
c. Pemeriksaan Alkaloid
Larutan ekstrak sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diperiksa adanya
senyawa alkaloid dengan cara larutan ekstrak ditambah 2 tetes pereaksi Dragendorf. Hasil positif
jika terbentuk endapan berwarna merah jingga atau cokelat muda sampai kuning/oranye (Pradana,
2005).
Sebanyak 1 gram ekstrak daun beluntas dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 3 tetes besi (III) klorida. Keberadaan tanin ditandai dengan terbentuknya warna hijau
Sebanyak 1 gram ekstrak daun beluntas dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 0,5 mL etanol 96%, setelah itu dikocok, lalu ditambahkan 0,5 mL asam asetat
anhidrat dan asam sulfat pekat sebanyak 2 mL. Keberadaan terpenoid ditandai dengan
Formulasi yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada formula sediaan gel shampo
oleh Budiman (2015), dengan komposisi sebagai berikut : Minyak atsiri lemon, Natrium lauril
sulfat, HPMC, Carbomer, Propilenglikol, Methyl paraben , Propil paraben , Pewangi lemon dan
Akuades.
I. Formulasi
HPMC dikembangkan dalam 50 ml aquades yang sudah melalui proses pemanasan dan
didiamkan hingga dingin (1). Air yang dipanaskan pada suhu 60o C ±20 ml dimasukkan kedalam
beaker glass Tambahkan Sodium Lauryl Sulfate dan EDTA, dan TEA aduk sampai larut (2).
Larutkan menthol dengan propilen glikol secukupnya, aduk sampai larut kemudian tambahkan
metil paraben (3). Larutan sodyum laurit sulfat (2) dimasukan sedikit demi sedikit dalam masa gel
(1) diaduk hingga homogen (4) masukan ekstrak beluntas sedikit demi sedikit (5), masukan
campuran (3) kedalam campuran (5) tambahkan mentol aduk perlahan hingga homogen
Konsentrasi (% b/v)
Kegunaan
1. Ekstrak daun
1,5 3 4,5 Zat Aktif
beluntas 6
2. Sodium Lauril 10
10 10 10 Surfaktan
Sulfat
8. Mentol qs qs Qs Qs Pengaroma
9. ad ad ad Ad
Akuades Pelarut
100 100 100 100
Alat dan bahan yang akan digunakan harus disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat gelas
seperti cawan petri, tabung reaksi ose bulat dicuci bersih kemudian dikeringkan pada suhu kamar.
Setelah kering alat-alat gelas tersebut kemudian dibungkus dengan kertas lalu disterilkan dengan
Media agar dibuat dengan melarutkan 65 gram SDA ke dalam 1 L akuades panas. Serbuk
SDA dilarutkan sedikit demi sedikit hingga menjadi larutan yang homogen Kemudian media
disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 20 menit (Rosyida, 2013). Pada pembuatan
media dilakukan secara aseptis dengan cara bagian ujung alat dipanaskan dan ditutup dengan kapas
dan alumunium foil. Masing-masing media yang disterilkan dalam autoklaf dan diatur pada suhu
Dextrose Agar dalam 1 liter aquades. Masing-masing suspensi dipanaskan hingga mendidih sambil
diaduk rata selama 15 menit kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit
pada suhu 121°C. Media kultur untuk mikroba uji berupa sejumlah 5 mL media agar yang telah
disiapkan sebelumnya, dimasukkan dalam tabung reaksi. Tabung reaksi yang telah berisi media
agar tersebut kemudian disumbat dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Kemudian
tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring dan dibiarkan memadat. Kemudian kultur
murni bakteri atau jamur yang telah didapat sebelumnya digores pada agar miring menggunakan
a. Media dasar
SDA dilarutkan dalam aquadest kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih
dan diperoleh larutan jernih. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
dimetil sulfoksida (DMSO). Setiap seri konsentrasi dibuat dengan menambahkan pelarut DMSO
ke dalam beberapa gram ekstrak kental daun beluntas, sampai volumenya 2 mL (Rosyida, 2013).
Media dasar SDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras. Pada permukaan
lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa sehingga terdapat daerah yang
baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi. Suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri
di sekeliling pencadang. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri terbentuk sumur yang akan
digunakan untuk larutan uji, larutan control positif (+) dan larutan kontrol negatif (-). Diteteskan
larutan uji ekstrak sampel dan sediaan gel shampo, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol
negatif (-). Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama. Diinkubasikan dalam
inkubator pada suhu 370C selama 3-5 hari (Elvira, 2017). Diamati zona hambat yang terjadi di
sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona hambat secara horizontal dan vertical dengan
Diameter Interpretasi
≥ 21 mm Sangat kuat
11-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
Parameter yang diukur dalam pengujian antimikroba ialah perubahan visual dari besarnya
diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran pada media pertumbuhan bakteri dan
jamur dalam pengujian aktivitas antimikroba. Pengamatan dilakukan dengan mengukur area
bening di luar sumuran menggunakan jangka sorong. Pengukuran zona bening yang terbentuk
Ket :
2xz = diameter zona bening dan sumuran
2yz = diameter sumuran
a,b,c,d = sisi pengukuran zona bening
Diameter zona bening yang diukur seperti pada Gambar. Pengukuran dilakukan pada empat sisi
yaitu pada sisi a, b, c dan sisi d, kemudian dihitung nilai rata-rata dari hasil pengukuran empat sisi
𝑎 +𝑏 +𝑐 +𝑑
4
Pengukuran diameter daerah hambat pada sampel penelitian yang telah selesai dilakukan,
dijadikan acuan terhadap seberapa besar aktivitas antimikroba yang terkandung dalam ekstrak
tanaman sehingga jika sampel penelitian memiliki aktivitas terhadap jamur dan bakteri patogen
uji, zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran menandakan bahwa pertumbuhan