Anda di halaman 1dari 57

WORKSHOP IMPLEMENTASI STANDAR

PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH SERTA HAK PASIEN


JAKARTA, 4-5 DESEMBER 2015

Budi Sampurna
•Proficiency
based Errors

• Communication
and Decision
Errors

•Lack of
compliance with
Standard
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
 Di RS / Fasyankes: terdapat persyaratan
dan standar hardware (bangunan, sarana,
prasarana, peralatan medis) sesuai dengan
kelas RS (UU 44/2009)
 Penyimpangan dari syarat dan standar
tersebut mengakibatkan tidak diperolehnya
izin operasional RS
 (Fakta: Adanya kelas RS mengakibatkan RS dengan
kelas C dan D tidak memiliki sarana-prasarana yg
memadai (yg berorientasi kpd patient safety))
Profisiensi Nakes
 Registrasi dan Perizinan sebagai mekanisme
jaga mutu (masih administratif)
 Tapi masalah:
 Uji kompetensi : banyak yg tak lulus, apa artinya?
 Sistem kredensial dan clinical privileges belum
dilaksanakan? Demikian pula performance-
monitoring (OPPE dan FPPE)
 P2KB ? CPD ?: benarkah dapat meningkatkan
kompetensi?
 Proficiency check: 5 tahun sekali? Ujian?
 Task shifting: sudahkah terlatih dan teruji?
Standar Pelayanan
Kedokteran
 SPK : Pedoman Klinik dan SPO:
 Harus lengkap, evidence based dan sesuai
dengan situasi – kondisi saat ini di fasyankes
tsb
 Semua aktivitas harus ada prosedur yg dapat
di-akses, termasuk pedoman penggunaan
hardware dan tatalaksana pada keadaan
“gagal”
 Dapat diakses di rumkit pada umumnya
 Harus dijadikan pedoman oleh petugas
Fakta ttg SPK dan SPO
 Dalam realitas, suatu tindakan medik
memiliki 40-80 langkah
 Prosedur yang tertulis umumnya lebih sedikit /
ringkas dari yang diperlukan
 Belum semua tindakan / keputusan
memiliki prosedur standar
 Prosedur standar yang sudah ada belum /
tidak disosialisasi dan reviewed/refreshed

McKean SC, Bennet AL, Halasyamani LK: Hospital Medicine – Just the Facts, 2008
Fakta ttg Tenaga Kesehatan
 Limitasi kapasitas ingatan jangka pendek
(5-7 informasi), diperburuk dengan
kelelahan dan stres
 Error of omission (mis lupa melakukan)
terjadi kira-kira 1 dalam 100
 Error of commission (mis salah baca)
terjadi kira-kira 3 dalam 1000
 Errors dapat karena: cognitive overload,
poor communication, fatigue, workload,
fear, dll)
McKean SC, Bennet AL, Halasyamani LK: Hospital Medicine – Just the Facts, 2008
Spesialisasi rentan dituntut di
AS
 Obstetri Ginekologi
 Bedah Saraf
 Bedah
 Kedokteran Emergensi
 Ortopedi
 Radiologi
 Dokter Keluarga

76% Obgyn di AS pernah digugat setidaknya satu kali


Prolog
 Kasus dr A SpOG dkk di Manado diputus bersalah
“karena lalainya mengakibatkan kematian” oleh MA
dan dieksekusi penjara 10 bulan.
1. Peserta PPDS di RS Pendidikan
2. Tidak memiliki SIP
3. Tidak memiliki “Clinical Privilege”
4. Tidak memiliki Daftar Kompetensi yg dikeluarkan KPS
5. Tidak berada dalam bimbingan dan pengawasan (SpAn
dan SpOG tidak di tempat) – UU Pendidikan Kedokteran
6. Persetujuan Tindakan Kedokteran diduga palsu
7. Diduga tidak melakukan pemeriksaan yg diperlukan
8. Penatalaksanaan diduga tidak tepat waktu
9. Sebab kematian “emboli udara”
TUNTUTAN MEDIKOLEGAL
 Bukan sengketa tentang tata-laksana
pelayanan medik di antara tenaga
kesehatan
 Sengketa antara Pasien dengan Dokter /
Nakes / RS tentang pelaksanaan
pelayanan medik
 Ketidakpuasan pelayanan
 Dugaan pelanggaran hak pasien
 Dugaan kesalahan / kelalaian
Ketidakpuasan
 Meliputi lingkup yang luas
 Pelayanan “hotel”: kesulitan mendapatkan
kamar yg tepat, kualitas kamar beserta isinya,
kebersihan, perjanjian waktu praktik, waktu
dan kualitas konsumsi, keamanan, kualitas
linen, “pelayanan perawat yg non medis”, dll
 Pelayanan administrasi: waktu pendaftaran,
antrian, informasi, billing, besar dan cara
pembayaran, dll
 Pelayanan medis
Pelanggaran Hak Pasien
 Terdapat beberapa Hak Pasien yg bila
dilanggar sering berakibat sengketa:
 HAK ATAS INFORMASI, termasuk second
opinion dan isi rekam medis
 HAK ATAS PRIVASI DAN KERAHASIAAN,
dengan pengecualian tertentu
 HAK UNTUK MENENTUKAN DIRI SENDIRI
(consent maupun refusal)
 HAK MATI BERMARTABAT (DNR, minimal
treatment, withdraw-withhold)

Tuntutan dapat berupa “kelalaian” atau “perbuatan melawan hak


atau melanggar hukum”
Kelalaian medik
 Memiliki KEWAJIBAN untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu
 Melakukan PELANGGARAN ATAS
KEWAJIBAN tersebut
 Hasilnya adalah CEDERA atau KERUGIAN
pada orang lain
 HUBUNGAN KAUSAL antara Pelanggaran
yg dilakukan dengan Cedera yg terjadi
Masalah utama: Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional
RISIKO TINDAKAN KEDOKTERAN
 Risiko Tindakan Kedokteran bersifat inheren,
dan dapat dibedakan :
 Risiko yg unforeseeable (tidak dapat dibayangkan
sebelumnya)
 Risiko yang foreseeable:
○ Risiko yang akseptabel berdasarkan keilmuan
kedokteran pada situasi, waktu dan tempat tertentu.
Pada keadaan tsb tindakan dapat dilakukan sesuai
standar agar pencegahan terjadinya risiko dapat
maksimal, atau dapat diantisipasi /diatasi.
○ Risiko yang tidak akseptabel
Tindakan ini tidak dapat dilakukan, kecuali dalam
keadaan memaksa
AKSEPTABILITAS RISIKO TINDAKAN

 Sebagian besar risiko dianggap akseptabel:


 tingkat keparahan yang minimal,
 tingkat probabilitas terjadinya yang kecil,
 tingkat kedaruratannya,
 ketersediaan sumber-dayanya,
 nilai manfaat yang tak tergantikan,
 ketidakmungkinan penghindaran atau
pencegahannya,
 risiko yang tidak terduga atau tak
terbayangkan sebelumnya, yang tentu saja
tidak mungkin dapat dicegah atau dihindari
Risiko ataukah Error?
 Pada pasien apendisitis akut dengan
perforasi dilakukan apendektomi, dan terjadi
komplikasi sepsis, sehingga perawatan
menjadi lama.

 Pasien apendisitis akut dioperasi dan


dipulangkan dalam keadaan baik. Dua
minggu luka tidak sembuh juga, ternyata
kasa tertinggal di dalam luka operasi.
Setelah kasa diangkat, luka operasi sembuh.
NEAR MISS
Adalah tindakan yg dapat mencederai pasien,
tetapi tidak mengakibatkan cedera karena
faktor kebetulan, pencegahan atau mitigasi
ERRORS
VIOLATION Setiap cedera yang lebih disebabkan oleh
manajemen medis drpd akibat penyakitnya

ADVERSE
EVENTS

UNPREVENTABLE

ACCEPTABLE UNFORESEEABLE DISEASE /


RISKS RISKS COMPLICATION
Adverse Outcome
Pemahaman hukum ttg Risiko
 Risiko yang unforeseeable dan yang
akseptabel mengakibatkan KTD (adverse
events) yang unpreventable,
 Bukan akibat kesalahan atau kelalaian (WMA:
untoward results)
 Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
medis tersebut, karena tidak terdapat
“pelanggaran kewajiban” (breach / derelection of
duty)
Pemahaman hukum ttg Errors
 (Medical) Error tidak hanya diartikan sebagai
error yang dilakukan oleh orang, tetapi dapat
disebabkan oleh setiap komponen di dalam
sistem pelayanan kesehatan.
 Error dapat sebagai akibat dari kesalahan
alat, kesalahan lingkungan (waktu dan
ruang), agent (sifat penyakit/kondisi
tertentu), dan orang (baik tenaga kesehatan,
maupun pasien dan keluarga).
Venn Diagram
All Healthcare Encounters

All Errors

All Adverse Events

Preventable Non-
“Near Adverse Events Preventable
Misses” Adverse Events

Negligent
adverse events
Malpraktik ?
 Dengan demikian, sebagian perbuatan
yg disengketakan mungkin memang
merupakan tindak-malpraktik (kelalaian
atau perbuatan melanggar hukum atau
melawan hak),
 sebagian lagi adalah ketidaktepatan
interaksi antara kebutuhan dengan
pelayanan.

Beckman et al (1994) : 70% sengketa berkaitan dengan komunikasi


MALPRACTICE
 PROFESSIONAL MISCONDUCT OR
UNREASONABLE LACK OF SKILL.
 FAILURE OF ONE RENDERING PROFESSIONAL
SERVICES TO EXERCISE THAT DEGREE OF
SKILL AND LEARNING COMMONLY APPLIED
UNDER ALL THE CIRCUMSTANCES IN THE
COMMUNITY BY THE AVERAGE PRUDENT
REPUTABLE MEMBER OF THE PROFESSION
WITH THE RESULT OF INJURY, LOSS OR
DAMAGE TO THE RECIPIENT OF THOSE
SERVICES OR TO THOSE ENTITLED TO RELY
UPON THEM.

BLACK’S LAW DICTIONARY


MEDICAL MALPRACTICE

 Medical malpractice involves the


physician’s failure to conform to the
standard of care for treatment of
the patient’s condition, or lack of
skill, or negligence in providing care
to the patient, which is the direct
cause of an injury to the patient.
World Medical Association, 1992
Hillary Rodham Clinton and Barack Obama :
Making Patient Safety the Centerpiece
of Medical Liability Reform
(New Engl J Med 354;21 www.nejm.org May 25, 2006)

Malpractice suits often result


when an unexpected adverse
outcome is met with a lack of
empathy from physicians and a
withholding of essential
information.
TUNTUTAN PIDANA

 KELALAIAN : 359-361 KUHP


 KETERANGAN PALSU : 267-268 KUHP
 ABORSI ILEGAL : 347-349 KUHP
 PENIPUAN : 382 BIS KUHP
 PERPAJAKAN : 209, 372 KUHP
 EUTHANASIA : 344 KUHP
 PENYERANGAN SEKS : 284-294 KUHP

MALPRAKTIK ADALAH “GENUS” DARI SPESIES DI ATAS


GUGATAN PERDATA
 PS 1365 KUH PERDATA :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, menggantinya
 PS 1366 KUH PERDATA
 Juga yang disebabkan kelalaian
 PS 1367 KUH PERDATA
 Juga akibat respondeat superior
 PS 1338 KUH PERDATA: wanprestasi
Hak menuntut ganti rugi
Pasal 58 UU 36/2009 ttg Kesehatan
 (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
 (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Perlindungan hukum
Pasal 50 UU 29/2004 ttg Praktik Kedokteran
 Dokteratau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak :
 memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
 memberikan pelayanan medis menurut
standar profesi dan standar prosedur
operasional;
Pasal 45 UU 44/2009
 (1) Rumah Sakit tidak bertanggung jawab
secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis
yang komprehensif.
 (2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
Tanggungjawab Institusi/ Korporasi

Pasal 46 UU 44/2009 ttg RS


 Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Rumah Sakit.
ILUSTRASI KASUS 2
 RS dilaporkan ke Polisi karena tidak
menangani pasien BPJS pada saat
emergensi, bahkan meminta uang muka
(Pasal 190 UU Kesehatan)
 Pasien dirujuk oleh bidan karena partus
tidak maju pada KPD
 Masuk RS pukul 21.00 baru di-SC pukul
01.00
 Bayi lahir dg AS 7/8/9, meninggal hari-2
Kiat-kiat
PERKARA MEDIKOLEGAL
 Merupakan bagian dari sengketa RS
dengan pasien, yang memiliki kekhasan
 Dapat muncul berupa keluhan pasien,
tuntutan pasien, yang umumnya dicetuskan
oleh adanya KTD / Sentinel.
 Oleh karena itu perlu “quick response” dari
RS berupa “complaint management” yang
baik, investigasi internal, analisis, dan
solusi atau rekomendasi
Listening and Learning
 Comments and complaints from consumers
provide unique information about their needs
and the quality of care they receive.
 Open discussion of consumers’ concerns
helps health care professionals to
understand potential problems and how to
improve their service to the public.

SOP pemberian penjelasan: informed consent, biaya


SOP penanganan komplain
Being Open
 The first and most important step in
good complaints management is to be
open to complaints and see them as an
opportunity for improvement.

health professionals have been found to respond to


complaints defensively. They tend to blame others for
what happened, or diminish the validity of the complaint
by characterising the person complaining as difficult or
unworthy
What we need?
Complaints managers and others frequently dealing with complaints
need:
 complaints handling procedures and reference materials that
are easy to access;
 a good complaints handling environment (for example,
interview facilities and a private space);
 adequate work tools (for example, telephone, computer, printer
and copier);
 secure facilities to record and store information about
complaints;
 access to clinical assistance, medical records and other
information to help interpret the events that have occurred
and the reasons behind them, and to help resolve any
misunderstandings;
 access to senior management for reporting of any high risk
complaints; and
 authority to disclose information to consumers, where
required.
Handling
Three levels of complaints handling:
 INFORMAL:
 straightforward matters that clinicians and staff can
resolve at the point of service;
 FORMAL:
 more complex matters that may need to be referred to
a supervisor or complaints manager; and
 SERIOUS AND UNRESOLVED:
 complaints that may require notification to external
bodies such as insurers or regulatory bodies will be
referred to principals or senior management
Policy
Clinicians and staff should be expected to:
 listen to the complainant and show understanding and
empathy;
 attempt to identify the problem and the outcomes sought
by the complainant;
 provide an explanation and apology or expression of
regret, if appropriate;
 offer solutions and find out if the solutions are
acceptable;
 take action to implement the solution offered, or refer the
complaint to a more senior clinician or manager if required;
 confirm with the complainant that they are satisfied, or if
not, that the matter will be taken further; and
 make a quick record of the complaint or concern.
Effective assessment
 Assess complaints to determine
appropriate responses by considering risk
factors, the wishes of the complainant
and accountability
 Staff members directly involved in a
complaint provide a factual report of the
incident and are asked to identify system
issues that may have contributed ... Our
approach ... removes fear of personal
blame.’
 Quality Coordinator, Princess Alexandra
Hospital
INVESTIGASI
 Setiap Komplain yang menuju ke Potentially
Compensable Events harus diinvestigasi dan di
analisis

 Tujuan:
 1. Mencari penyebab komplain
 2. Mencari upaya penanganan yg tepat
 3. Menyiapkan penyelesaian hukum apabila
diperlukan
 4. Menyiapkan upaya preventif di kemudian hari
INVESTIGATIVE TECHNIQUES

The investigative process is


composed of 3 steps :

1. Discovery the facts


2. Determination of the applicable
standard of care
3. Assessment of the applicable legal
principles
 Interview the involved staff before interviewing
the claimant

 Do not allow the health care organization’s


attorney to interview the claimant before the
claimant is represented by counsel.

 Always obtain an informal review (peer review)


for identifying the relevant medical issues and
the need for additional specialty experts
Pembahasan Kasus
 Pembahasan dalam Komite Medis, atau
dalam Dewan Pembina PDSp
 Semua data dikumpulkan untuk dibahas
 Semua orang yang terlibat diikutsertakan,
ditambah “dokter lain” pengkaji kasus
 Indikasi – Kontra-indikasi – alternatif
 Risiko, KTD dan Errors
 Prosedur: informed consent, Std Profesi, SOP
 Pencegahan dan penanganan KTD
Analisis Medikolegal?
 Setiap adverse event harus dianalisis dari sisi
teknis medis agar dapat diketahui akar
masalahnya.
 Apabila disebabkan oleh human error, baru
dinilai, apakah telah terjadi kelalaian (duty,
dereliction of duty, damage, dan direct
causalship).
 Barulah kemudian dapat dinilai apakah error
tsb dapat dipertanggungjawabkan.

Richard Smith, BMJ


ANALISIS MEDIKOLEGAL
 Adakah Error atau Violation? Bukti?
 Bagaimana posisi hukumnya? Defensible?
Hubungan dg pasien?
 Adakah kemungkinan tuntutan hukum?
Pidana atau Perdata? Seberapa “besar”
tuntutannya?
 Pertimbangkan penyelesaian yg efektif dan
efisien. Dampak bagi dokter, RS, profesi?
 Tentukan langkah-langkahnya
Analisis Patient Safety?
 Dalam analisis patient safety tidak dicari
“siapa yg salah” sebagaimana pada
analisis medikolegal.
 Apabila disebabkan oleh error,
disebabkan oleh komponen sistem yang
mana? Dan bagaimana hubungan dg
komponen lain?
 Patient safety mencari apa yg salah,
mengapa terjadi, dan bagaimana upaya
pencegahan kejadian serupa di
kemudian hari.
Apakah Errors = Negligence ?
 Human Error, baik slips / lapses maupun
mistakes, umumnya dapat dipandang dari sisi
hukum sebagai kelalaian (culpa), sepanjang
memenuhi unsur2nya.
 PIDANA: Pasal 359, 360, 361 KUHP (harus culpa
lata)
 PERDATA: Pasal 1366 KUH Perdata
 Violation yang lebih bersifat “disadari”, bila
tidak dapat dibuktikan alasan pembenar atau
pemaafnya, juga dapat digolongkan ke
kelalaian, bahkan bisa “kesengajaan”
PENYELESAIAN KASUS
PIDANA
 “PENUNTUT” MELAPORKAN / MENGADUKAN
KEPADA PENYIDIK (POLISI)
 PEMERIKSAAN PENYIDIK:
 SAKSI, DOKUMEN, AHLI, TERSANGKA
 PENAHANAN ?
 BERKAS KE JAKSA PENUNTUT UMUM
 PEMERIKSAAN ?
 PENGADILAN
 TINGKAT KEPASTIAN: BEYOND REASONABLE
DOUBT
PENYELESAIAN KASUS
PERDATA
 LITIGASI
 GUGATAN KE PENGADILAN NEGERI
 HAKIM MENGUPAYAKAN DAMAI DULU,
KEMUDIAN “RIGHT-BASED”
○ PEMBUKTIAN OLEH PENGGUGAT
○ BUKTI: SAKSI, DOKUMEN, AHLI, DLL
○ TINGKAT KEPASTIAN: PREPONDERANCE OF
EVIDENCE
 NON LITIGASI
 DAMAI DI LUAR PENGADILAN (ALTERNATIVE
DISPUTE RESOLUTION)
 “INTEREST BASED” (WIN-WIN SOLUTION)
PERDATA:

KASUS DIANALISIS SECARA


MEDIKOLEGAL DAN DINILAI
POSISI HUKUMNYA

KASUS HITAM KASUS KELABU KASUS PUTIH

NON LITIGASI LITIGASI


PIDANA
KASUS DIANALISIS SECARA
MEDIKOLEGAL DAN DINILAI
POSISI HUKUMNYA

KONSULTASI KONSULTASI
BP2A IDI / PDGI / HUKUM
PDSp

SAKSI AHLI ADVOKAT

POLISI
BENAR-SALAH
 Keputusan benar atau salahnya suatu
perbuatan medis tetap didasarkan kepada
“upayanya” dan bukan kepada “hasil-
akhirnya”
 Pembandingan perbuatan (rekam medis)
dengan standar atau pendapat peer-group
(ahli) masih merupakan cara utama.
 Dokumen Rekam medis dan Pertindok yg
tidak lengkap merupakan kendala
STANDAR
 Standar merupakan acuan yg harus
dipatuhi, dan dapat disimpangi hanya atas
alasan pembenar/pemaaf (unusual
circumstances, e.g., extreme emergencies or
unavailability of equipment)
 Standar harus dibuat mudah dimengerti,
berbasis bukti, mandatory, dan realistik-
terukur. Kepatuhan kepada standar tidak
menjamin keberhasilan, tetapi menjamin
perlindungan hukum.
 Check-list seringkali membantu
Solusi Win-Win
 Penyelesaian win-win tidak mendasarkan
kepada benar-salah (right-based),
melainkan kepada kepentingan para pihak
(interest-based) dan “rasa keadilan”
 Mediasi dijadikan salah satu cara
terpopuler (Pasal 29 UU 36/2009 ttg
Kesehatan juga menganjurkannya)
 Perlu penyiapan dana sebagai solusi atas
risiko indemnity.
Penyelesaian Sengketa:
 Pasal 29 UU 36/2009 Kesehatan:

 Dalam hal tenaga kesehatan diduga


melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui
mediasi.
Kaitannya dg UU RS
Pasal 46
 Rumah Sakit bertanggung jawab
secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Rumah Sakit.

 Harus ada Perjanjian Risk-Sharing


antara RS dengan Tenaga Kesehatan
Take Home Message
 Sengketa pasien dengan dokter/RS memiliki
lingkup yang luas, yang tidak seluruhnya
termasuk ranah hukum kedokteran, atau
ranah malpraktik.
 Menghindari sengketa medis harus dengan
cara Berpraktik yang Baik (Good Medical
Practice), dan budaya belajar (Safety Culture)
 Penyelesaian sengketa dimulai dengan
musyawarah (nego atau mediasi), dan hukum
bila musyawarah gagal.

Anda mungkin juga menyukai