Lapkas Neuro
Lapkas Neuro
TETANUS GENERALISATA
Dibimbing oleh:
dr. Dina Meliana, Sp.S
Disusun oleh:
Citra Tanoto
2
2.14 Komplikasi ......................................................................................... 38
2.15 Tatalaksana ........................................................................................ 39
2.15.1. Solitary Osteochondroma.................................................... 39
2.15.2. Multiple Osteochondromas ................................................. 40
2.15.3. Malignant transformation.................................................... 40
2.16 Prognosis ............................................................................................ 40
BAB III ANALISA KASUS .......................................................................... 41
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 44
BAB V DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 45
3
BAB I LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama
Terdapat benjolan pada sekitar lutut kanan dan kiri sejak dua tahun yang lalu.
4
Riwayat kehamilan orang tua pasien
Pasien merupakan anak kedua. Usia ibu saat hamil adalah 28 tahun. Ibu
pasien rutin kontrol kehamilan ke dokter kandungan setiap bulan dan menjalani
pemeriksaan USG setiap bulan. Selama kehamilan, ibu pasien mengonsumsi
suplemen besi dan asam folat, ibu juga sudah divaksin tetanus toksoid. Tidak terdapat
penyakit infeksi.
Kesan: Riwayat kehamilan normal.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah divaksin hepatitis B, polio tetes, BCG, DTP, HiB, PCV,
Rotavirus, Influenza, Campak, MMR, Typhoid, Hepatitis A, Varicella.
Riwayat Nutrisi
Selama perawatan, pasien diberikan ASI/susu Enfamil A+ 8 x 5 ml per oral,
diberikan IV D10%.
Kesan: Nutrisi cukup
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat rutin apapun.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok, tidak pernah mengonsumsi alkohol atau menggunakan
obat-obatan jangka panjang. Pasien tidak memiliki riwayat kunjungan ke daerah
endemis dalam 3 bulan terakhir.
5
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.
Riwayat Operasi
Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.
Tanda-tanda vital
Laju nadi : 110x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Laju nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36.8 o C
Tekanan darah : 110/70 mmHg
6
Rambut Rambut hitam, distribusi merata, lurus, tidak
mudah dicabut.
Mata Pupil bulat isokor (3 mm/3 mm), refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), palpebral edema (-/-), eksoftalmus (-/-).
Hidung Simetris, bentuk dan ukuran normal, napas cuping hidung (-),
sekret (-).
Telinga Bentuk dan ukuran normal, simetris, sekret (-/-), pendengaran
normal.
Mulut Mukosa lembab, sianosis (-)
Tenggorokan Uvula dan tonsil di tengah, faring tidak hiperemis.
Leher Leher normal, pembesaran KGB (-)
Thorax
Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi Iktus kordis teraba.
Perkusi Pekak, batas jantung kesan dalam batas normal.
Auskultasi S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-).
Paru Inspeksi Gerakan nafas simetris tanpa adanya bagian yang
tertinggal, retraksi (-), deformitas (-), retraksi
dinding dada (-).
Palpasi Nyeri tekan (-), fokal fremitus simetris,
pengembangan paru-paru simetris, massa (-).
Perkusi Sonor di seluruh lapang kedua paru
Auskultasi Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen Inspeksi Datar, simetris, Abdomen distensi (-), tegang (-),
eritema (-).
Auskultasi Bising usus normal.
Perkusi Timpani pada seluruh region abdomen
7
Palpasi Nyeri tekan (-), hepatomegaly (-), splenomegaly
(-).
Inspeksi Gland penis dan penis tampak normal, edema (-),
skrotum (+), massa (-), fimosis (-)
Genitalia
Palpasi Massa (-), nyeri tekan sulit dinilai, skrotum teraba
lunak
Inspeksi Massa (-), ulkus (-)
Palpasi Massa (-), nyeri tekan sulit dinilai
RT Tonus spincter ani normal, mukosa licin, ampula
Ano-rektal
recti tidak kolaps, massa (-), nyeri tekan sulit
dinilai
Handscoon: feses (-), darah (-), lendir (-)000
Ekstremitas Atas Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
Bawah Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
8
Tibia: tampak eksostosis berbentuk sessile pada metafise proksimal kedua
tibia dan distal tibia dekstra.
Fibula: tampak eksostosis berbentuk sessile pada metafise proksimal.
Densitas tulang: normal.
Sendi lutut: normal.
Sendi tibio-fibular proximal: normal.
Sendi tibio-fibular distal: normal.
Jaringan lunak: normal.
Kesan:
Osteochondroma kedua cruris.
9
Gambar 2. Cruris Dextra
1.5 DIAGNOSIS
Multiple Osteochondromas
1.7 TATALAKSANA
1. Terapi Non-medikamentosa
- Tidak ada terapi medis saat ini untuk osteochondromas. Andalan pengobatan
nonoperative adalah observasi karena lesi kebanyakan tanpa gejala. Lesi yang
ditemukan secara kebetulan dapat diamati dan pasien dapat diyakinkan.
10
2. Terapi Bedah
- Terapi bedah dengan metode eksisi yaitu pengambilan seluruh tumor
(pada pasien kasus ini, pasien menolak untuk melakukan operasi
pengangkatan tumor).
1.8 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien An. B adalah dubia bonam.
1.9 RESUME
Pasien laki-laki atas nama An.B berusia 12 tahun, datang ke poliklinik
Orthopedi dengan keluhan terdapat benjolan pada sekitar lutut kanan dan kiri sejak
dua tahun yang lalu. Pada awalnya benjolan teraba kecil sebesar kacang merah namun
lama kelamaan benjolan semakin membesar sebesar kelereng dan teraba keras.
Benjolan tersebut tidak terasa nyeri dan tidak terasa panas. Pasien mengatakan jika
terlalu lama melipat kaki terkadang terasa mati rasa atau kesemutan. Pasien
mengatakan tidak mengalami kesulitan dalam beraktivitas termasuk berjalan ataupun
berlari. Pasien tidak mengalami demam. Pasien sebelumnya tidak pernah terjatuh
ataupun terbentur. Pasien belum pernah berobat ke dokter untuk keluhan ini.
Tidak ada kelainan kongenital yang terlihat, dan tidak ada penyulit. Pasien
sudah divaksin Hepatitis B, polio, BCG, DTP, HiB, PCV, Rotavirus, Influenza,
Campak, MMR, Typhoid, Hepatitis A, Varicella. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
keadaan umum pasien tampak baik, kesadaran kompos mentis, dan tanda-tanda vital
o
dengan laju nadi 110x/menit, laju nafas 20x/menit, temperatur 36.8 C dan tekanan
darah 110/70 mmHg.
11
sekitar lutut kanan dan kiri pasien dan tidak terlihat adanya tanda-tanda peradangan
seperti bengkak dan kemerahan. Dan saat diraba, teraba massa dengan konsistensi
padat dan keras, tidak mobile, berbatas tegas, tidak teraba panas, tidak ada nyeri
tekan, dan berukuran seperti kelereng. Serta range of motion pasien baik dan tidak
terdapat keterbatasan gerak. Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik
pasien.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EMBRIOLOGI
Embriogenesis sistem musculoskeletal dimulai pada minggu ke-3 dan ke-4,
berkembang dari mesoderm paraksial, lempeng lateral dan Krista neuralis. Mesoderm
paraksial membentuk somitomer di daerah kepala dan somit dari daerah oksipital ke
kaudal. Somit berdiferensiasi menjadi skleretom dan dermiotom. Pada akhir minggu
ke-4, sel-sel skleretom menjadi polimorf dan membentuk mesenkim. Sel mesenkim
berpindah dan berdiferensiasi ke segala arah. Sel-sel mesenkim dapat menjadi
fibrobla, kondroblas atau osteoblas (sel pembentuk tulang). Lapisan mesoderm
somatic dinding tubuh bersama dengan sel-sel mesoderm akan membentuk gelang
panggul dan gelang bahu serta tulang-tulang gelang bahu dan panggul serta tulang
panjang dari ekstremitas. Sel-sel Krista neuralis di daerah kepala berdiferensiasi
menjadi mesenkim dan turut serta dalam pembentukan tulang-tulang muka dan
tengkorak.
2.2 ANATOMI
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada daerah intra-seluler. Tulang
berasal dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses
mengerasanya tulang akinat penimbunan garam kalsium.1
Tulang secara garis besar dibagi atas:1
1. Tulang panjang
Yang termasuk dalam tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula, ulna
dan humerus. Daerah batas disebut diafisis dan dan daerah yang
berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini merupakan
daerah yang sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolic yang aktif dan banyak
13
mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan
pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan
tulang.
2. Tulang pendek
Yang termasuk dalam tulang pendek antara lain tulang vertebra dan
tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih
Yang termasuk dalam tulang pipih adalah tulang iga, tulang scapula dan
tulang pelvis.
2.3 HISTOLOGI
Berdasarkan histologinya, tulang dibagi menjadi:1
1. Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone)
Tulang imatur pada awalnya terbentuk dari osifikasi endokondral pada
perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi
14
tulang yang matur dan pada umur satu tahun tulang imatur sudah tidak
terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan
substansi semen dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan
tulang matur.
2. Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
Tulang matur dibagi menjadi 2 yaitu tulang kortikal dan tulang
trabekuler.
Secara histologinya, perbedaan tulang matur dan imatur terutama terlihat dari
sisi jumlah sel, jaringan kolagen dan mukopolisakarida. Tulang matur ditandai
dengan sistem Haversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi
darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih
banyak mengadung substansi semen dan mineral dibandingkan dengan tulang
matur.1
Gambar 4. (A) Jaringan tulang kompakta, (B) Osteon dalam diafisis pada tulang, (C) Osteon, (D)
Osteosit dalam lakuna
15
2.4 FISIOLOGI
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dan mempunyai lima fungsi utama,
yaitu:1
16
pertumbuhan memanjang pada tulang matur. Terdapat beberapa
tempat osifikasi dalam tubuh yaitu pusat osifikasi primer, yang
bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang-tulang kecil seperti
tulang lunatum, navicular, talus; pada tulang panjang dikenal adanya
osifikasi sekunder atau epifisis tekanan, misalnya caput femur dan
sendi lutut; dikenal pula adanya epifisis traksi atau apofisis pada
daerah trokanter mayor, trokantor minor, tuberkulum mayus humeri.
Sehingga perkembangan dan pertumbuhan tulang pada tempat-
tempat tersebut dapat terjadi melalui tekanan atau tarikan yang sesuai
dengan hukum Wolff. Proses pertumbuhan ini terus-menerus pada
manusia selama hidupnya. Pertumbuhan dan perkembangan sistem
musculoskeletal merupakan suatu proses yang berkelanjutan dimana
terjadi pembentukan, maturasi serta perombakan dari jaringan
mesenkim, pembentukan tulang rawan kemudian terjadi perombakan
kembali menjadi tulang.1
Vaskularisasi lempeng epifisis berasal dari arteri metafisis dan
arteri epifisis. Epifisis dan lempeng epifisis mempunyai vaskularisasi
yang unik. Permukaan epifisis ditutupi oleh tulang rawan artikuler.
Pembuluh darah epifisis juga bertanggung jawab terhadap
vaskularisasi sel-sel lempeng epifisis sehingga bila terjadi iskemik
pada epifisis, maka akan terjadi kerusakan lempeng epifisis yang
menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan memanjang tulang.
Pertumbuhan memanjang tulang berasal dari lempeng epifisis dimana
epifisis berkembang dalam tiga dimensi dari zona tulang rawan sendir
yang dalam.2
Lempeng epifisis tersusun atas tiga lapisan, yaitu:2
a. Zona pertumbuhan
- Germinal
- Proliferasi
17
- Palisade
b. Zona transformasi tulang rawan
- Hipertrofi
- Kalsifikasi
- Degenerasi
c. Zona osifikasi
- Vascular entry
- Osteogenesis
18
2.5 DEFINISI
Istilah osteochondroma berasal dari literature Yunani Kuno (ostoun: tulang,
chondros: tulang tebal, lunak, tulang rawan di daerah antara tulang rusuk dan pusar,
oma: akhiran yang menunjukkan keadaan pertumbuhan massa) yang berati
‘pertumbuhan tulang dan tulang rawan’. Pada tahun 1891, kata ‘eksostosis bursata’
diciptakan oleh Orlow untuk menggambarkan bursae yang berkembang di antara
osteochondroma dan jaringan lunak di sekitarnya.4 Sehingga osteochondroma dapat
didefinisikan sebagai tumor jinak pada tulang yang terdiri dari penonjolan tulang
yang berbatas tegas sebagai eksostosis yang muncul dari metafisis dan penonjolan
tulang ini dilitutupi oleh tulang rawan. Tumor ini berasal dari komponen tulang
(osteosit) dan komponen tulang rawan (kondrosit).5 Osteochondroma merupakan
tumor jinak tersering kedua (32,5%) dari seluruh tumor jinak tulang.6
2.6 EPIDEMIOLOGI
2.6.1. Solitary Osteochondroma
Sekitar 10% dari tumor tulang berbentuk solitary dan, diantaranya, 35% (20 –
50%) dari tumor jinak.7-12 Lesi tunggal ditemukan pada 85% individu yang
didiagnosis dengan osteochondroma.9 Pada umumnya, eksostosis diidentifikasi
selama masa kanak-kanak atau masa remaja.7,8 Osteochondroma seringkali terjadi
pada kerangka apendikular (tungkai atas dan tungkai bawah).9 Tulang panjang dari
tungkai bawah merupakan tempat tersering terjadinya osteochondroma.10,13-15 Lutut
adalah daerah yang paling sering terpengaruh.9-11,16 Selain lutut, bagian proksimal
19
dari femur dan humerus adalah daerah yang juga sering terkena osteochondroma.
Setelah osteochondroma muncul di tulang panjang, osteochondroma biasanya terletak
di metafisis dan jarang pada diafisis.17 Tulang pipih seperti scapula dan pinggung
terkadang juga dapat terpengaruh.9 Tidak ada kecenderungan berdasarkan jenis
kelamin.8,9,11 Transformasi sarcoma pada solitary osteochondroma sekitar kurang dari
1%.20
2.7 ETIOLOGI
Penyebab osteochondroma masih belum diketahui secara pasti hingga saat ini.
Tetapi pertumbuhan tumor diduga terkait dengan kelainan pada lempeng
pertumbuhan pada tulang.21,22 Suatu bentuk turun temurun dari penyakit mungkin
terkait dengan satu atau lebih mutasi gen. Terdapat beberapa kemungkinan penyebab
terjadinya osteochondroma yaitu seperti genetika, radiasi dan cedera pada tulang.20,23
Ada bentuk yang diturunkan dan ada yang tidak diturunkan. Berkembang selama
masa kanak-kanak atau remaja. Alasan dari riwayat radiasi tidak sepenuhnya
dipahami.24-26 Gen yang terlibat dalam menyebabkan osteochondroma adalah
20
Hereditary Multiple Exostoses (HME) yang diketahui terkait dengan tiga gen mutasi
yaitu EXT1, EXT2, EXT3. EXT1 terhubung ke kromosom 8q2427, EXT2 terhubung
ke kromosom 11p13, dan EXT3 terhubung ke lengan pendek kromosom 19.20 Dalam
beberapa kasus, beberapa keluarga tidak memiliki mutasi pada gen EXT1 dan EXT2,
sehingga menunjukkan adanya keterlibatan gen lain dalam patogenesis penyakit.28
Banyak pasien yang memiliki orang tua yang menderita osteochondroma, sementara
ada beberapa kasus pasien membawa mutasi de novo. Pada kasus ini pasien tidak
memiliki riwayat keluarga untuk eksostosis. Protein EXT1 dan EXT2 adalah protein
transmembran yang diekspresikan secara umum yang heterodimer. Gen-gen mutasi
ini biasanya mengarah pada sintesis dari potongan protein EXT yang berfungsi secara
tidak normal. Protein EXT ini merupakan enzim yang penting pada sintesis heparan
sulfat.28,29
Penyebab pasti osteochondroma masih belum diketahui namun bukan akibat
dari trauma.30 Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kemungkinan untuk
terkena tumor ini.7
2.8 KLASIFIKASI
2.8.1. Solitary Osteochondroma
Solitary osteochondroma juga diketahui sebagai osteochondromatous
exostosis,7 osteocartilaginous exostosis8,9 atau simply exostosis.17 Solitary
osteochondroma merupakan bentuk tumor tulang jinak yang paling sering ditemukan.
Solitary osteochondroma umumnya ditemukan pada bagian akhir tulang panjang
untuk membentuk persendian seperti lutut, pelvis dan bahu.6
Pada perkembangan tulang ini mungkin memiliki tangkai atau batang yang
menonjol dari tulang normal. Jika tumor memiliki tangkai, struktur disebut
pedunkulata. Sedangkan jika perkembangan tumor melekat pada tulang dengan basis
yang lebih luas, hal ini disebut sessile.6
21
Dalam banyak kasus, solitary osteochondroma tidak menimbulkan gejala, atau
gejala mungkin timbul lama setelah tumor berkembang. Osteochondroma paling
sering didiagnosis pada pasien yang berusia 10 sampa 30 tahun.6
2.9 LOKASI
Osteochondroma paling sering terjadi pada kerangka apendikular.1
Ektremitas Bawah
a. Femur terutama di bagian distal
b. Tibia terutama di bagian proksimal
c. Lokasi lain seperti kaki, tulang belikat
22
Ekstremitas Atas
a. Humerus
b. Lokasi lain seperti tangan, panggul
Tulang bagian posterior tulang belakang.2
2.10 PATOFISIOLOGI
Tumor terjadi karena pertumbuhan abnormal dari sel-sel tulang (osteosis) dan
sel-sel tulang rawan (kondrosit) di metafisis. Pertumbuhan abnormal ini awalnya
hanya menimbulkan gambaran pembesaran tulang dengan korteks dan spongiosa
yang masih utuh. Jika tumor semakin membesar maka akan tampak sebagai benjolan
menyerupai bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit sebagai batangnya
dan komponen kondrosit sebagai bunganya. Tumor akan tumbuh dari metafisis.
Lokasi osteokondroama biasanya pada metafisis tulang panjang khususnya femur
distal, tibia proksimal, humerus proksimal dan dapat juga ditemukan pada tulang
scapula dan ileum.7,17
Meskipun etiologi yang tepat dari osteochondroma masih belum diketahui,
pada akhirnya akan menyebabkan perpanjangan yang abnormal dari tulang rawan
metaplastik yang merespon faktor-faktor yang merangsang lempeng pertumbuhan
dan dengan demikian menghasilkan pertumbuhan eksostosis.7,17
2.11 GEJALA
Sebagian besar gejala dari osteochondroma cukup ringan dan dalam beberapa
kasus, osteochondroma tidak menunjukkan gejala dan tanpa rasa sakit. Gejala
osteochondroma dipengaruhi hanya jika tumor menekan struktur lain, pada saraf atau
tendon. Gejala umum osteochondroma termasuk, benjolan tanpa rasa sakit di dekat
sendi, snapping sensation, terasa nyeri jika tumor menekan ujung saraf, biasanya
muncul dengan massa atau benjolan keras tanpa rasa sakit yang tidak bergerak,
penekanan neurovascular, lebih pendek dari tinggi normal pada usianya, nyeri pada
23
otot-otot di sekitarnya, satu kaki dan satu lengan mungkin lebih panjang dari yang
lainnya, tekanan atau iritasi saat pergerakan tubuh.21
Solitary osteochondroma tidak menunjukkan gejala apapun dalam jangka
waktu lama sampai tumor berkembang. Gejala-gejalanya adalah benjolan tanpa rasa
sakit (pada sendi bahu dan lutut), nyeri terjadi ketika pergerakan tulang di tendon
(aktivitas snapping), mati rasa di sekitar saraf lutut, perubahan laju aliran darah
periodik karena adanya tumor pada pembuluh darah yang menyebabkan hilanganya
denyut atau perubahan warna anggota gerak tubuh, cedera tumor menyebabkan
kerusakan pada pedunculasi yang menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan segera.
Pada kasus jaringan lunak, gejala disebabkan oleh efek massa mekanik langsung.
Gejala utama adalah fraktur tulang, deformitas tulang, kompresi pembuluh darah,
thrombosis arteri, pembekuan pembuluh darah (aneurisma) atau aneurisma semu,
ketidaknyamanan atau kelelahan pada saat kaki berjalan (klaudikasio), iskemia,
radang pembuluh darah.33
Pada kasus multiple osteochondromas, gejalanya adalah kesulitan bergerak,
tidak dapat bergerak, kelelahan karena iritasi pada otot dan tendon, kelemahan
motoric yang disebabkan oleh peregangan dan kompresi saraf,24 kesulitan bernafas
yang disebabkan oleh tumor yang berkembang pada tulang rusuk, deformitas tulang
dan ekstremitas seperti valgus (pada lutut dikenal sebagai valgus lutut, pada
pergelangan kaki dikenal sebagai valgus pergelangan kaki dan pada pinggung dikenal
sebagai coxa valga), pemendekan sendi ulnaris, radial membungkuk dan dislokasi
radius. Pada osteochondroma lumar didapatkan gejala seperti deficit neurologis pada
sumsum tulang belakang (mielopati), nyeri sendi berat dan radikulopati (cedera pada
akar saraf).22,23,34,35
Dalam kasus osteochondroma tengkorak, didapatkan gejala seperti deficit
neurologis fokal dan pada gejala dasar non tengkorak didapatkan gejala seperti
epilepsy dan sakit kepala pada tahap awal, gangguan penglihatan, abducens nerve
palsy.26
24
Peningkatan ukuran lesi dan proses nyeri local menunjukkan adanya
tranformasi menjadi sarcoma yang terjadi pada individu dengan osteochondroma
yang sebelumnya tidak memiliki gejala.36 Pertumbuhan lesi yang berkelanjutan
setelah maturitas tulang tercapai semakin meningkatkan kecurigaan tersebut. Temuan
klinis lain yang terkadang juga dilaporkan termasuk sedikit peningkatan pada
jaringan lunak, peningkatan suhu dan eritema local. Multiple osteochondromas dapat
membuat transformasi malignansi.23
2.12 DIAGNOSIS
Osteochondroma pada stadium jinak tidak menyebkan rasa tidak nyaman dan
tidak menunjukkan gejala serta sulit untuk didiagnosis. Namun dalam keadaan
tertentu, osteochondroma dapat didiagnosis melalui pencitraan dan diagnosis
anatomopathological.21
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di
dekat sendi. Biasanya pada sendi lutut dan bahu. Selain itu juga dapat ditemukan mati
rasa atau kesemutan karena osteochondroma yang terletak di dekat saraf seperti di
belakang lutut. Sehingga tumor memberikan tekanan pada saraf dan menyebabkan
mati rasa atau kesemutan. Dapat juga ditemukan perubahan aliran darah yang
disebabkan oleh tumor yang menekan pembuluh darah sehingga pada pasien terjadi
hilangnya pulsasi atau perubahan warna ekstremitas. Pada tranformasi malignansi
dapat ditemukan rasa nyeri, pembengkakan, dan pembesaran pada benjolan.7,8,19,37
1.12.2. Pencitraan
Simple radiographs
Merupakan pemeriksaan pertama yang diperluhkan dan dapat menjadi
ciri khas dari lesi. Osteochondroma akan muncul sebagai batang atau
tonjolan yang muncul dari permukaan tulang. Ini menunjukkan
25
kecenderungan predileksi untuk metafisis dan tambahan dari tendon
pada tulang panjang. Batasannya biasanya jelas dan jarang irregular,
meskipun tumor tampaknya terus-menerus pada korteks tulang. Biasa
ditemukan serpihan kalsifikasi atau gangguan linier dalam komponen
tulang rawan dari osteochondroma tersebut. Klasifikasi ini muncul
sebagai daerah radioopak.3,38
Gambar 6. Radiografi anteroposterior (A) dan radiografi lateral (B) dari lutut kiri.
Tampak eksostosis (osteochondroma – tanda panah) pada region proksimal dari tibia
pada pasien yang skeletal immature.
26
Gambar 7. Hereditary multiple exostosis (A dan B) pada lutut, radiografi
menunjukkan lesi multiple pada region proksimal dari tulang tibia dan fibula.
Gambar 8. (A) Pada pemeriksaan fisik, kadang terlihat tonjolan painless dengan pertumbuhan lambat
dan konsistensi keras. (B) Radiogradi dari region proksimal humerus kanan pada pasien yang sama.
27
Gambar 9. Radiografi pada individu dengan hereditary multiple exostosis. Tampak
deformitas pada lengan bawah (karena memendeknya ulna)
28
Gambar 11. Tipe-tipe dari osteochondroma. (A) Lesi pada humerus berbentuk sessile (dengan dasar
yag lebar – tanda panah). (B) Berbentuk pedicled atau pedunculated (dasar yang lebih sempit – tanda
panah).
Computed tomography
Pemeriksaan ini disarankan ketika tumor ditemukan di panggul, bahu
dan sumsum tulang belakang. Pemeriksaan ini dapat mendiagnosis
ketebalan tumor tulang rawan, terjadinya kalsifikasi dan perbedaan
antara osteochondroma dan osteosarcoma.21 Ini menunjukkan
kontinuitas lesi kortikomedulla dan anatominya.39 CT scan dilakukan
sebelum dilakukan reseksi tumor. PET-CT scan (Positron Emission
Topography) dilakukan dalam mempelajari transformasi
osteochondroma menjadi sarcoma.40
29
Gambar 12. Tulang panjang dari tungkai bawah (daerah lutut) paling sering terkena
osteochondroma. (A) Simple lateral radiography. (B) CT scan dengan 3D
rekonstruksi. Tampak lesi pada regio tibia (tanda panah).
Gambar 13. Foto rekonstruksi 3D dari CT scan dada. Tampak eksostosis tunggal pada daerah yang
dilingkari yaitu region scapula kiri, disamping tulang rusuk.
30
Gambar 14. Foto CT scan lapisan aksial dari region distal paha. Tampak eksostosis
pada daerah medial (daerah yang dilingkari). Tampak kelanjutan lesi dengan tulang
kortikal (tanda panah terbuka) dan hubungannya dengan jaringan-jaringan
disekitarnya.
Magnetic resonance
Pemeriksaan ini digunakan untuk memprediksi morfologi tumor,
kontinuitas dengan korteks tulang yan gterkena, untuk mengamati
komplikasi vascular yang terjadi akibat tumor, untuk mendeteksi
tumor tulang belakang, ketebalan tulang rawan, radang pada
pembentukan bursa, mendeteksi edema dalam tulang,
memvisualisasikan efek tumor pada sekitar tulang,41 dislokasi,
deformasi.
31
Gambar 15. Foto MRI. (A) T1 - foto sagittal (tampak hiposignal tulang kortikal dan
lesi [panah terbuka] dan hipersignal tulang edulla pada keduanya [panah terisi]). (B)
T2 – foto sagittal (tampak tulang rawan yang melapisi sekitar 1,5 cm [di antara
panah]).
Bone scintigraphy
Metode scintigraphy sedang digunakan untuk memeriksa aktivitas
metabolik tumor. Namun aktivitas metabolik hanya ada pada lesi
jinak. Thallium 201 digunakan untuk mendeteksi transformasi maligna
dari multiple osteochondromas.42
Gambar 16. Bone scintigraphy osteochondroma. Tampak eksostosis sklerotik yang timbul dari
trochanter mayor kiri.
32
Angiography
Pemeriksaan angiography dilakukan untuk mendeteksi komplikasi
vascular akibat tumor pada lutut yang mengkompresi arteri popliteal.
43
Ultrasound
USG merupakan pemeriksaan pilihan ketika ada kecurigaan dari
aneurisma atau pseudoaneurysms dan arteri atau vena thrombosis. Ini
adalah metode yang akurat untuk memeriksa tutup kartilaginosa dari
osteochondroma tersebut sebagai daerah hypoechoic di atas korteks
tulang yang relevan. Hal ini juga satu-satunya cara untuk menentukan
sebuah bursitis. Namus USG tidak dapat menggambarkan bagian tutup
lempeng epifisis jika ada perkembangan tumor ke bagian dalam.38
33
Gambar 17. Foto intraoperative eksisi osteochondroma. Tampak permukaan yang
banyak lobus dan dilapisi tulang rawan.
Mikroskopik
Solitary osteochondroma dan multiple osteochondromas memiliki
histologi yang sama48, Lesinya terdiri atas tiga lapisan7 yaitu
perichondrium (paling luar), tulang rawan (tengah) dan tulang (paling
dalam).
34
Gambar 18. A. Histologi osteochondroma (hematoxylin-eosin staining, pembesaran x250), B.
Histologi osteochondroma (hematoxylin-eosin staining, pembesaran x400), C dan D.
Immunohistochemical staining osteochondroma dengan antibody Ki-67 (pembesaran x400)
Tranformasi malignansi
Diferensiasi dari kartilago normal umumnya dilakukan dalam
kaitannya dengan chondrosarcoma sekunder dengan tingkat kaganasan
rendah.48 Kehilangan arsitektur kartilago, aktivitas mitosis, adanya sel
atipik, dan nekrosis merupakan beberapa temuan yang
mengindikasikan adanya transformasi keganasan sekunder.7
35
2.13 DIAGNOSIS BANDING
2.13.1. Chondrosarkoma
Chondrosarkoma merupakan tumor ganas tulang yang berasal dari jaringan
tulang rawan. Di dalam lesi dapat tampak jaringan tulang rawan tumor, tanpa jaringan
osteoid. Lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan terutama
ditemukan pada usia 30 – 45 tahun. Lokasi utama dari chondrosarkoma adalah daerah
panggul, bahu dan lutut.6
Gambaran radiologis pada foto rontgen terlihan bayangan tumor yang besar
dan kadangkala meluas ke luar dari korteks sampai ke dalam jaringan lunak.
Gambaran khas yang dapat ditemukan adalah perkabutan yang irregular dengan
translucent yang ringan serta bintik-bintik kalsifikasi dengan jumlah dan ukuran yang
bervariasi.3
Gambar 19. Foto X-ray caput fibula kiri menunjukkan lesi yang berisi kalsifikasi chondroid matriks
yang khas. Low-grade tumor.
36
Gambar 20. CT scan acetabulum kiri menunjukkan kalsifikasi matriks. Low grade tumor sentral.
2.13.2. Osteosarkoma
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering
ditemukan. Predileksi osteosarcoma adalah pada remaja dan dewasa muda. Patologi
osteosarcoma memiliki ciri khas sel sarcoma yang memproduksi jaringan osteoid.
Lokasi tersering adalah ujung distal femur dan proksimal tibia.31
Gambaran radiologi dari osteosarcoma adalah destruksi matriks tulang
diffuse, infiltrative di metafisis tulang panjang. Reaksi periosteum berupa segitiga
Codman atau seperti pancaran “sinar matahari”. Segitiga Codman adalah periosteum
yang terangkat di tepi tumor di tempat yang berbatasan dengan korteks tulang,
terbentuk tulang baru, tampak sebagai segitiga reaksi periosteum. Bayangan seperti
“sinar matahari” merupakan gambaran tumor yang menginfiltrasi ke dalam jaringan
lunak, membentuk tulang tumor yang tegak lurus terhadap diafisis.31
37
Gambar 21. Foto X-ray lateral femur distal pada anak dengan osteosarcoma yang melibatkan
metafisis dan metadiafisis. Terdapat segitiga Codman (panah putih) dan massa jaringan lunak yang
besar (panah hitam).
Gambar 22. CT-scan paru menunjukkan adanya multiple metastasis pada kedua paru.
2.14 KOMPLIKASI
Komplikasi dari osteochondroma yaitu:
1. Deformitas tulang
38
Paling sering terjadi dan seringkali terjadi pada pasien multiple
osteochondromas. Penyakit ini sebagian besar mempengaruhi lutut, pinggul
dan pergelangan kaki.17
2. Fraktur
Komplikasi yang menyebabkan rasa sakit dan sering terjadi pada lesi
pedunkulasi.21
3. Sindrom vaskuler
Vessel displacement, stenosis, oklusi vascular, dan pseudoaneurysms dapat
terjadi terutama pada lutut karena melibatkan arteri popliteal17,50 atau terjadi
thrombosis arteri.51
4. Malignansi
Terjadi karena chondrosarcoma yang muncul pada lesi cartilage cap.17,52 Lesi
yang paling sering terjadi transformasi maligna adalah pelvis, hips dan
bahu.17,53
5. Keterlibatan saraf
Sentral dan/atau peripheral osteochondromas dapat menyebabkan sindrom
kompresi saraf, membuat gejala entrapment. Saraf yang paling umum adalah
saraf peroneal yang disebabkan oleh lesi tibial.17
6. Pembentukan bursa
Bursa terbentuk diantara eksostosis dan struktur yang berada di dekatnya.17 Ini
biasanya terjadi di sekitar scapula, hip dan bahu.54-56 Komplikasi ini terlihat
seperti massa jaringan lunak di dekat osteochondroma yang mengandung area
mineral chondroid yang dapat mengstimulasi malignansi.17
2.15 TATALAKSANA
2.15.1. Solitary osteochondroma
Adanya eksostosis tidak menjadi alasan yang cukup kuat untuk melakukan
eksis bedah, terutama pada kasus-kasus terisolasi.57 Pada pasien dengan lesi tunggal,
manajemennya adalah kunjungan berobat kembali. Operasi removal diindikasikan
39
apabila tumor menyebabkan nyeri atau ketidakmampuan fungsional,8 baik karena
kompresi neurovaskuler atau keterbatasan pergerakan sendi. Situasi lain yang
membutuhkan tindakan operasi removal adalah jika berkaitan dengan fraktur dari
dasar osteochondroma.37
2.15.2. Multiple ostechondromas
Pada pasien dengan multiple osteochondromas, pengobatannya lebih
kompleks. Pada multiple osteochondromas, osteochondromas dipotong atau
dihilangkan dengan alasan kosmetik untuk mencegah deformitas tulang yang
progresif.20
2.15.3. Malignant transformation
Transformasi sarcoma diobati dengan cara wide surgical resection.48
2.16 PROGNOSIS
Pengulangan setelah eksisi jarang terjadi.
Osteochondroma jarang dapat menjadi chondrosarcoma .
Tempat paling umum terjadi perubahan malignasis adalah scapula,
pelvis, ribs, dan proksimal femur.32
40
BAB III ANALISA KASUS
41
pergerakan tubuh. Osteochondroma umumnya ditemukan pada bagian akhir tulang
panjang untuk membentuk persendian seperti lutut, pelvis dan bahu.
Hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa gejala yang paling
umum dari osteochondroma adalah benjolan tidak nyeri di dekat sendi. Pada
osteochondroma ditemukan massa padat, tidak mobile dan tidak nyeri saat ditekan.
Mati rasa atau kesemutan yang dirasakan oleh pasien dapat dikarenakan tumor yang
menekan jaringan saraf.
Hal ini juga sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa ada 2 tipe
osteochondroma yaitu bertangkai (pedunculated) / narrow base dan tidak bertangkai
(sessile) / broad base. Pada tipe pedunculated, pada foto polos tampak penonjolan
tulang yang menjauhi sendi dengan korteks dan spongiosa yang masih normal.
Penonjolan ini berbentuk seperti bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit
42
sebagai tangkai dan komponen kondrosit sebagai bunganya. Tumor akan tumbuh dari
metafisis, tetapi adanya pertumbuhan tulang yang semakin memanjang maka makin
lama tumor akan mengarah ke diafisis tulang. Pertumbuhan ini membawa ke bentuk
klasik “coat hanger” variasi dari osteochondroma yang mengarah menjauhi sendi
terdekat.
43
tempat yang berbatasan dengan korteks tulang, terbentuk tulang baru, tampak sebagai
segitiga reaksi periosteum. Bayangan seperti “sinar matahari” merupakan gambaran
tumor yang menginfiltrasi ke dalam jaringan lunak, membentuk tulang tumor yang
tegak lurus terhadap diafisis. Pada kasus ini diagnosis banding osteosarkoma dapat
disingkirkan karena dapat dilihat dari gambaran radiologis pasien pada kasus ini yang
tampak eksostosis, bukan tampak reaksi periosteum berupa segitiga Codman atau
seperti pancaran “sinar matahari”.
44
BAB IV KESIMPULAN
45
BAB V DAFTAR PUSTAKA
1. Ashraf, A., Larson, A. N., Wetjen, M. N., Guidera, J. K., Ferski, G. and Mielke,
H. C. (2013). Spinal stenosis frequent in children with multiple hereditary
exostoses, Journal of Children’s Orthopaedics. vol.7, pp.183-194.
2. Saglik Y, Altay M, Unai VS, Basari K and Yildiz Y: Manifestations and
management of osteochondromas: a retrospective analysis of 382 patients. Acta
Orthop Belg 72: 748-755, 2006.
3. King, A. E., Hamstra, A. D., Li, Y., Hanauer. A. D., C. hoi, W. S., Jong. N.,
Farley, AF. and Caird, S. M. (2014); Osteochondromas After Radiation for
Pediatric Malignancies: A Role for Expanded Counseling for Skeletal Side
Effects. Journal of Pediatric Orthopaedics, vol.34 (3), pp. 331-335.
4. Fukunaga, S., Futani, H. and Yoshiya, S. (2007). Endoscopically assisted
resection of a scapular osteochondroma causing snapping scapula syndrome.
World Journal of Surgical Oncology. vol. 5(37), pp. 1-7.
5. Bovée G. M. V. J. (2010). EXTra hit for mouse osteochondroma. Proceedings
of the National Academy of Sciences (PNAS). vol. 107 (5), pp. 1813–1814.
6. Cory, M., Czajka, M. D., Matthew, R. and DiCaprio, M. D. (2015). What is the
Proportion of Patients With Multiple Hereditary Exostoses Who Undergo
Malignant Degeneration? Clinical Orthopaedics and Related Research.
vol.473, pp. 2355-2361.
7. Khurana J, Abdul-Karim F, Bovée JVM. Osteochondroma. In: Fletcher CD,
Unni KK, Mertens F, editors. Pathology and genetics of tumours of the soft
tissues and bones. Lyon: IARC Press; 2002. p. 234–7.
8. Unni KK. Osteochondroma. Dahlin’s bone tumors: general aspects and data on
11,087 cases. 5th ed. Springfield: Thomas; 1996. p. 11–23.
9. Dorfman HD, Czerniak B. Osteochondroma. Bone tumors. St. Louis: Mosby;
1998. p. 331–46.
46
10. Resnick D, Kyriakos M, Greenway GD. Osteochondroma. In: Resnick D,
editor. Diagnosis of bone and joint disorders. 3rd ed. Philadelphia: Saunders;
1995. p. 3725–46.
11. Giudici MA, Moser RP Jr, Kransdorf MJ. Cartilaginous bone tumors. Radiol
Clin North Am. 1993;31(2):237–59.
12. Scarborough MT, Moreau G. Benign cartilage tumors. Orthop Clin North Am.
1996;27(3):583–9.
13. Mirra JM. Benign cartilaginous exostoses: osteo-chondroma and
osteochondromatosis. Bone tumors: clinical, radiologic, and pathologic
correlations. Philadelphia: Lea & Febiger; 1989. p. 1626–59.
14. Milgram JW. The origins of osteochondromas and enchondromas. A
histopathologic study. Clin Orthop Relat Res. 1983;(174):264–84.
15. Keith A. Studies on the anatomical changes which accompany certain growth-
disorders of the human body: I. The nature of the structural alterations in the
disorder known as multiple exostoses. J Anat. 1920;54 Pt 2–3:101–15.
16. Unni KK. Chondrosarcoma (primary, secondary, dedifferentiated, and clear-
cell). Dahlin’s bone tumors: general aspects and data on 11,087 cases. 5th ed.
Springfield: Thomas; 1996. p. 71–108.
17. Murphey MD, Choi JJ, Kransdorf MJ, Flemming DJ, Gannon FH. Imaging of
osteochondroma: variants and complications with radiologic–pathologic
correlation. Radiographics. 2000;20(5):1407–34.
18. Schmale GA, Conrad EU 3rd, Raskind WH. The natural history of hereditary
multiple exostoses. J Bone Joint Surg Am. 1994;76(7):986–92.
19. Stieber JR, Dormans JP. Manifestations of hereditary multiple exostoses. J Am
Acad Orthop Surg. 2005;13(2):110–20.
20. Bovée, G. M. V. J. and Hogendoorn, P. C. W. (2008). Multiple
Osteochondromas. Orphanet Journal of Rare Diseases, vol.3(3), pp.1-7.
47
21. Kitsoulis, P., Galani, V., Stefanaki, K., Paraskevas, G., Karatzias, G., Agnantis,
J. N, and Bai, M. (2008). Osteochondromas: Review of the Clinical,
Radiological and Pathological Features. In Vivo. vol. 22 (5), pp. 633-646.
22. Gaetani, P., Tancioni, F., Merlo, P., Villani, L., Spanu, G. and Baena, R. R.
(1996). Spinal chondroma of the lumbar tract: case report. Surgical Neurology,
vol. 46 (6), pp. 534–539.
23. Pannier, S. and Legeai-Mallet, L. (2008). Hereditary multiple exostoses and
enchondromatosis. Best Practice & Research Clinical Rheumatologyvol. 22(1),
pp. 45-54.
24. Wicklund, C. L., Pauli, R. M., Johnston, D. and Hecht, J. C. (1995). Natural
history study of hereditary multiple exostoses. American Journal of Medical
Genetics, vol. 55, pp. 43–46.
25. Bozzola, M., Gertosio, C., Gnoli, M., Baronio, F., Pedrini, E., Meazza, C. and
Sangiorgi, L. (2015). Hereditary multiple exostoses and solitary
osteochondroma associated with growth hormone deficiency: to treat or not to
treat?. Italian Journal of Pediatrics, vol. 41(53), pp. 1-6.
26. Hongo, H., Oya, S., Abe, A. and Matsui, T. (2015). Solitary Osteochondroma
of the Skull Base: A Case Report and Literature Review. Journal of
Neurological Surgery Reports, vol. 76(1), pp. 13–17.
27. Hameed, S., Nak, M. A., Safderi., H. and Rao, S. K. (2011). Prepubertal
Presentation of Solitary Osteochondroma of Thoracic Spine – A Case Report.
Malaysian Orthopaedic Journal. vol.5(2), pp. 34-36.
28. Arai, T., Akiyama, Y., Nagasaki, H., Murase, N., Okabe, S., Ikeuchi, T., Saito,
K., Iwai, T. and Yuasa, Y. (1999). EXTL23/EXTR1 alternations in colorectal
cancer cell lines. International Journal of Oncology, vol. 15, pp. 915-919.
29. Clement,N.D.,Duckworth,A.D,Baker,A.D.andPorter,D. E. (2012). Skeletal
growth patterns in hereditary multiple exostoses: a natural history. Journal of
pediatric orthopedics. Part B, vol. 21, pp. 150-154.
48
30. Adullah, F., Kanard, R., Femino, D., Ford, H. and Stein, J. (2006).
Osteochondroma causing diaphragmatic ruputure and bowel obstruction in a 14
years old boy. Pediatric Surgery International, vol. 22, pp. 401-403.
31. Kevin, B. and Jones, M. D. (2011). Glycobiology and the Growth Plate:
Current Concepts in Multiple Hereditary Exostoses. Journal of Pediatric
Orthopaedics. vol. 31 (5), pp. 577-586.
32. Canella P, Gardin F and Borriani S: Exostosis: development, evolution and
relationship to malignant degeneration. Ital J Orthop Traumatol 7: 293-298,
1981.
33. Bottner, F., Rodl, R., Kordish, I., Winklemann, W., Gosheger, G. and Lindner,
N. (2003). Surgical treatment of symptomatic osteochondroma. A three-to
eight-year follow- up study. Journal of Bone and Joint Surgery. vol.85, pp.
1161-1165.
34. Kadu, V., Saindane, A., Goghate, N. andGoghate. N. (2015). Osteochondroma
of the Rib: a rare radiological appearance. Journal of Orthopaedic Case Reports,
vol. 5 (1), pp. 62-64.
35. Rosa. B., Campos, P., Barros, A., Karmali, S., Ussene, E., Duraõ , C., Silva, D.
A. J. and Coutinho, N. (2016). Spinous Process Osteochondroma as a Rare
Cause of Lumbar Pain. Case Reports in Orthopedics, vol. 2016 (2016), pp. 1-4.
36. Natale, M., Rotondo, M, Avanzo, D. R. andScuotto, A. (2013). CASE
REPORT Solitary lumbar osteochondroma presenting with spinal cord
compression. British Medical Journal (BMJ) Case Report. pp. 1-4.
37. Tanigawa N, Kariya S, Kojima H, Komemushi A, Fujii H, Sawada S. Lower
limb ischaemia caused by fractured osteochondroma of the femur. Br J Radiol.
2007;80(952):e78–80.
38. International Journal of Scientific Research (IJSR), vol. 5:3, pp. 199-201.
39. Purandare, N. C., Rangarajan, V., Agarwal, M., Sharma, A. R., Shah, S., Arora,
A. and Parasar, D. S. (2009). Integrated PET/CT in evaluating sarcomatous
49
transformation in osteochondromas. Clinical Nuclear Medicine, vol. 34(6), pp.
350-354. [pubmed]
40. Malghem, J., Berg, B. V., Noel, H. and Maldague, B. (1992). Benign
osteochondromas and exostoticchondro sarcomas: evaluation of cartilage cap
thickness by ultrasound. Skeletal Radiology, vol. 21, pp. 33-37.
41. Mark, D., Murphey, D. M., Choi, J. J., Kransdorf, J. M., Flemming, D. J. and
Gannon, H. F. (2000). Imaging of Osteochondroma: Variants and
Complications with Radiologic-Pathologic Correlation. AFIP ARCHIVES, vol.
20(5), pp. 1407-1434.
42. Lee FY, Yu J, Chang SS, Fawwaz R, Parisien MV. Diagnostic value and
limitations of fluorine-18 fluorodeoxyglucose positron emission tomography
for cartilaginous tumors of bone. J Bone Joint Surg Am. 2004;86(12):2677–85.
43. Sakamoto, A., Tanaka, K., Matsuda, S., Harimaya, K. and Iwamoto, Y. (2002).
Vascular compression caused by solitary osteochondroma: useful diagnostic
methods of magnetic resonance angiography and Doppler ultrasonography.
Journal of Orthopaedic Science, vol. 7(4) pp. 439-443.
44. Kenney PJ, Gilula LA, Murphy WA. The use of computed tomography to
distinguish osteochondroma and chondrosarcoma. Radiology.
1981;139(1):129–37.
45. Lange RH, Lange TA, Rao BK. Correlative radiographic, scintigraphic, and
histological evaluation of exostoses. J Bone Joint Surg Am. 1984;66(9):1454–9.
46. Malghem J, Vande Berg B, Noël H, Maldague B. Benign osteochondromas and
exostotic chondrosarcomas: evaluation of cartilage cap thickness by ultrasound.
Skeletal Radiol. 1992;21(1):33–7.
47. Garrison RC, Unni KK, McLeod RA, Pritchard DJ, Dahlin DC.
Chondrosarcoma arising in osteochondroma. Cancer. 1982;49(9):1890–7.
48. Shah ZK, Peh WC, Wong Y, Shek TW, Davies AM. Sarcomatous
transformation in diaphyseal aclasis. Australas Radiol. 2007;51(2):110–9.
50
49. Cañete, P. M. D., Fontoira, M. E., José, S. G. B. and Mancheva, M. S. (2013).
Osteochondroma: radiological diagnosis, complications and variants. Revista
Chilena de Radiologia, vol. 19 (2), pp. 73-81.
50. Rupprecht M, Mladenov K, Stücker R. Posttraumatic popliteal pseudoaneurysm
caused by a femoral osteo- chondroma. J Pediatr Orthop B 2010 jul; 19(4): 341-
343.
51. Gruber-Szydło K, Poreba R, Belowska-Bien K, Derkacz A, Badowski R,
Andrzejak R, et al. Popliteal artery throm bosis secondary to a tibial
osteochondroma. Vasa 2011 may; 40(3): 251-255
52. Martin C, Munk PL, O’Connell JX, Lee MJ, Masri B, Wam- beek N. Malignant
degeneration of an osteochondroma with unusual intra-bursal invasion. Skeletal
Radiol 1999 Sep; 28(9): 540-543.
53. Passanise AM, Mehlman CT, Wall EJ, Dieterle JP. Ra- diographic evidence of
regression of a solitary osteochondroma: a report of 4 cases and a literature
review. J Pediatr Orthop 2011 apr-may; 31(3): 312-316.
54. Pérez D, Ramón Cano J, Caballero J, López L. Minimally- invasive resection of
a scapular osteochondroma. Interact Cardiovasc Thorac Surg 2011 nov; 13(5):
468-470.
55. Yoo WH, Kim JR, Jang KY, Lee SY, Park JH. Rapidly developed huge bursitis
associated with scapular os- teochondroma of the multiple exostosis: a case
report. Rheumatol Int 2009 jan; 29(3): 317-319.
56. Shackcloth MJ, Page RD. Scapular osteochondroma with reactive bursitis
presenting as a chest wall tumour. Eur J Cardiothorac Surg. 2000 oct; 18(4):
495-496.
57. Bispo Júnior RZ, de Souza AMG, Mello Júnior CF. Osteocondroma. In: Bispo
Júnior RZ, Mello Júnior CF, editors. Ortopedia Básica. Cap 6. Rio de Janeiro:
Revinter; 2014. p. 63–9.
51