Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES MELITUS

OLEH KELOMPOK 5:

1. RONNY
2. RAHMAT
3. LILIS SETYONINGSIH
4. DIAH AYU ANGGRAINY

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KUDUS
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Defenisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan
atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula
darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu
panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem
tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung
koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal),
syaraf (dapat terjadi stroke) (WHO, 2011)
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang
kebanyakan herediter, dengan tanda–tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner & Suddarth, 2002). Sedangkan menurut Francis
dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya
sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya
kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan
beratnya rata-rata 60 - 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat
di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala)
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum
dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian
utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya
menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari
dua jaringan utama, yaitu:
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis
dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 %
dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan
besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah
yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1 – 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung
tiga jenis sel utama, yaitu:
a. Sel – sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20 – 4 0%; memproduksi
glikagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “anti insulin like activity“.
b. Sel – sel B (betha), jumlahnya sekitar 60 – 80%, membuat insulin.
c. Sel – sel D (delta), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat
somatostatin.
Masing–masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan
struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau
langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung
pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi
berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808
untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida
yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan
oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat
larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin
dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di
dalam membrana sel.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan
disfosforisasi dalam sel beta pankreas.Karena insulin adalah protein,
degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral.Karena itu perparat
insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan.Gejala hipoglikemia
merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari
kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan
reaksi alergi. Manfaat insulin:
a. Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar
jaringan.
b. Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif.
c. Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot
dan mencegah penguraian glikogen.
d. Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan
dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan
sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada
pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml
darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau
rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino,
asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin
dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel-sel otot, fibroblas dan sel lemak. (Brunner and
Suddarth, 2002)
3. Klasifikasi Diabetes Melitus
Berdasarkan Perkeni (2006) diabetes, diklasifikasikan menjadi:
a. Diabetes Mellitus Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut,
yangdisebabkan oleh: autoimun dan idiopatik
b. Diabetes Mellitus Tipe-2
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih
keabnormalan di bawah ini, antara lain:
1) Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β
pankreas untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al,
2005).
2) Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni,
2006).
c. DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus-GDM) Kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil
gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat
keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan
morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan
makrosomia.Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi
insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan
makrosomia.Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut
meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus tipe lain :
1) Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
· DNA mitokondria
2) Defek genetik kerja insulin
3) Penyakit endokrin pankreas :
a) Pankreatitis
b) Tumor pankreas /pankreatektomi
c) pankreatopati fibrokalkulus
4) Endokrinopati :
a) Akromegali
b) sindrom Cushing
c) feokromositoma
d) hipertiroidisme
5) Karena obat/zat kimia :
a) vacor, pentamidin, asam nikotinat
b) glukokortikoid, hormon tiroid
c) tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
6) Infeksi :
· Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
7) Sebab imunologi yang jarang :
· Antibodi anti insulin
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
Sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-
lain.
4. Etiologi
Diabetes adalah suatu penyakit yang disebabkan karena
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan
hormon insulin absolut ataupun relatif. Namun dari beberapa kasus juga
ditemukan beberapa penyebab terjadinya diabetes antara lain:
a. Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta,
virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus
ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga
bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
b. Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara
langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin
(produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal
dari singkong.

c. Genetik atau Faktor Keturunan


Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan,
bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki
kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan
anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga
menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks
atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita
sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya. (Soegondo
S, dkk. 2007)
Penyebab lainnya dikategorikan berdasarkan tipe Diabeter yaitu:
a. Diabetes Tipe I :
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II :
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
5. Manifestasi Klinis
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering
kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang
turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah,
kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan
jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu
sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang
sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui
adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar
glukosa darahnya tinggi.
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus pada tahap
awal sering ditemukan:
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah
meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa
sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan
kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk
mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan
terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja
makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur
jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari
bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot
dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan
tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa-
sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat
terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
6. Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe1, dikenal 2 bentuk dengan
patofisiologi yang berbeda, yaitu:
a. Tipe 1A, diduga pengruh genetik dan lingkungan memegang peran
utama untuk terjadinya kerusakan pancreas. HLA-DR4 ditemukan
mempunyai hubungan yang sangat erat.
b. Tipe 1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada
sekelompok penderita yang juga sering menunjukan manifestasi
autoimun lainnya, seperti Hasbimoto disease, pernisious anemia,
dan myasthenia gravis. keadaan ini berhubungan dengan antigen
HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30-50 tahun. Pada diabetes
tipe 1 cenderung terjadi ketoasidosis diabetic.
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu: resistesni insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkain reaksi dalam metabolisme glukosa dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer & Bare, 2002
). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2002).
7. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM
bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan
suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau
sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
4) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
10) Pemeriksaan Neurologi
GCS:15
Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton
plasma (aseton): positif secara mencolok. Osmolaritas serum:
meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan
penurunan HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik •
Trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
• Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/normal
lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah: mungkin
meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun
sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada
tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
2) Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
3) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologi
1) Insulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi
dari pankreas babi maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis
dengan teknologi rekombinan DNA menggunakan E. Coli.
Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot
(DEPKES RI, 2000).

Dosis Pemberian Insulin


Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel
beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi
pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan
penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai
bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke
dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan
membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan
hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh
pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan
dan merupakan suatu produk farmasi.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis
antara lain:
a) Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R,
Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin) Bentuknya larutan
jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja
sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat
dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur dengan
insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
b) Kerja menengah (intermediate acting) Contoh: Insulatard,
Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente Dengan
menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom)
atau zinc (pada insulin lente), maka bentuknya menjadi
suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek
menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik
karena protamin bukanlah protein.
c) Kerja panjang (long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin
Ultralente, PZI Insulin bentuk ini diperlukan untuk tujuan
mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis
insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab
apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi,
lipoatrofi atau lipohipertrofi.

Cara pemberian insulin ada beberapa macam:


a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan
terjadi penurunan glukosa darah,
b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat
daripada subkutan,
c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan,
pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih
cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih
cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari
insulin human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan
kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu
80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan.
Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu
puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg%
setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun
sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari
180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through)
dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70
mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat
yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut. Dosis
dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan
kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan
pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap
unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan
kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay.
Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan
agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan
pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah
diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung
pada kadar gula darah, yaitu
a) Gula darah < 60 mg % = 0 unit
b) < 200 mg % = 5 – 8 unit
c) 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
d) 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
e) 300 – 350 mg% = 20 unit
f) > 350 mg% = 20 – 24 unit
2) Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM dapat diatasi
dengan obat-obat antidiabetes yang secara medis disebut obat
hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak boleh sembarangan
dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi
hipoglikemia. Pasien yang mungkin berespon terhadap obat
hipoglikemik oral adalah mereka yang diabetesnya berkembang
kurang dari 5 tahun. Pasien yang sudah lama menderita diabetes
mungkin memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan
insulin untuk mengontrol hiperglikemiknya. Obat-obat
hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan:
a) Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau
Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Di
samping itu kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah
juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor
glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes
mellitus tipe II yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya
masih bekerja cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini
juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan
menurunkan absorbsi insulin oleh hati
b) Golongan Biguanide
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang
tersedia, bekerja menghambat glukoneogenesis dan
meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini
hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Kelebihan dari
golongan biguanid adalah tidak menaikkan berat badan,
dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak
menimbulkan masalah hipoglikemia (DEPKES RI, 2000).
c) Golongan penghambat alfa glukosida
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan
dengan dosis 150-600 mg/ hari yang menghambat alfa-
glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang
mempengaruhi digesti sukrosedan karbohidrat kompleks.
Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi karbohidrat
dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl.
Akarbose bekerja menghambat alfa-glukosidase sehingga
memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat
(DEPKES RI, 2000).
d) Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek
farmakologinya dan berupa penurunan kadar glukosa darah
dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan insulin
dari otot, jaringan lemak, dan hati. Zat ini tidak mendorong
pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti
pada sulfonilurea
e) Meglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu
mekanisme khusus, yaitu mencetuskan pelepasan insulin
dari pankreas segera sesudah makan. Meglitinida harus
diminum cepat sebelum makan, dan karena reabsorpsinya
cepat maka mencapai kadar puncak dalam satu jam. Insulin
yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya.
Ekskresinya juga cepat, dalam 1 jamsudah dikeluarkan
tubuh
d) Terapi Non-Farmakologi
1) Pencegahan komplikasi
2) Berhenti merokok
3) Mengoptimalkan kadar kolesterol
4) Menjaga berat tubuh yang stabil
5) Mengontrol tekanan darah tinggi
6) Olahraga teratur dapat bermanfaat :
- Mengendalikan kadar glukosa darah
- Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
- Membantu mengurangi stress
- Memperkuat otot dan jantung
- Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
- Membantu menurunkan tekanan darah
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (Brunner and
Suddarth, 2002):
1) Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
Jumlah kalori sesuai kebutuhan
Cara menentukan kebutuhan kalori:
a) Kurus : BBx 40-60 kal/ hari
b) Normal : BBx 30 kal/ hari
c) Gemuk : BBx 20 kal/ hari
d) Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari
e) Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan
siang- selingan sore- makan malam- menjelang tidur. Jenis
makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein 10-
15%, lemak 20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin
sesuai kebutuhan.
2) Latihan
3) Pemantauan
4) Terapi (jika diperlukan)
5) Pendidikan
Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai
pengetahuan dan ketrampilan praktis diabetes mellitus sehingga
ketaatan dan peran sertanya meningkat, dan memiliki gaya
hidup yang baik.
9. Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan pengobatan yang terkontrol. Tanpa didukung oleh
pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa
komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar
glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia
terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
2) Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin,
jumlah insulin yangterbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa
tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh
melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak.
Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebasdan
senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang
menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale,
2004).Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas
cepat dan dalam (kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain
itu, sesorang dikatakanmengalami ketoasidosis diabetik jika
hasil pemeriksaan laboratoriumnya:
a) Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)
b) Na serum <140 meq/L
c) Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
d) Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria
3) Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis
diabetik, biasanya berusia > 40 tahun. Terdapat hiperglikemia
disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,
pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati
diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik).
3) Neuropatid: suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di
mana serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera
atau penyakit.
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi,
contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih, infeksi kulit
dan infeksi kaki dan disfungsi ereksi.
Ulkus diabetikum. Ulkus adalah luka terbuka pada
permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010)
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik
dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas,
mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang
tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus
Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan
plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang
berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes
Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
Klasifikasi:
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan,yaitu:
a) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh
dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
“claw,callus “.
b) Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c) Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
d) Derajat III : Abses dalam, dengan atau
tanpa osteomyelitis
e) Derajat I : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpaselulitis.
f) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian
tungkai.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus
diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
a) Faktor endogen Genetik, metabolik. Angiopati diabetik.
Neuropati diabetik.
b) Faktor ekstrogen
i. Trauma.
ii. Infeksi.
iii. Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus
Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya
neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki
sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi
pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan
terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering
merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus
Diabetikum (Askandar 2001).
Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian
diabetes dan penanganan terhadap ulkus itu sendiri.
a) Pengendalian Diabetes
Langkah awal penanganan pasien ulkus
diabetikum adalah dengan melakukan manajemen medis
terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena
kebanyakan pasien dengan ulkus diabetikum juga menerita
mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis.
DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik
diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum.
Jika keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan dengan
baik diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat
dicegah paling tidak dihambat.
Mengelola DM langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis diantaranya
perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila
langkah tersebut belum tercapai dilanjutkan dengan langkah
berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau disebut
pengelolaan farmakologis.
b) Penanganan Ulkus diabetikum
i. Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum
adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang dapat
dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan
kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang
dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko
rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu
yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko
tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal
untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan
merusak jaringan sekitar.
ii. Penanganan Ulkus Diabetikum
Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam
berbagai tingkatan:
 Tingkat 0
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi
kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara
pencegahan.
 Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau
jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan
pengurangan beban.
 Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan
hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan beban
yang lebih berarti.
 Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren,
amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan
pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan
kultur.
 Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan
amputasi sebagaian atau seluruh kaki.

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Identitas
Jenis Kelamin : dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur : banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe
satu dapat terjadi pada umur muda atau anak-anak.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infark miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM
bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan
suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. Kalau
sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
4) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
10) Pemeriksaan Neurologi
GCS: 15
Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma
(aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas serum: meningkat
tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan
HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit
darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. •
Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan
fungsi ginjal. • Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis
akut. Insulin darah: mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe
I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
2) Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
3) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
4. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari
penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus,
berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif
tidak ada gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot-otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina,
serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih
tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati. (Chin-
Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
j. Koping toleransiLamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
k. Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

5. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
(NOC) (NIC)
(NANDA)
Resiko 1) Tingkat glukosa darah a) Managemen Hiperglikemia
Ketidakstabilan Kadar Aktifitas ;
Glukosa Darah Defenisi : keadaan 1. Memantau peningkatan gula
berhubungan dimana tingkat glukosa di darah
dengan Asupan plasma dan urin dalam 2. Memantau gejala
Makanan, rentang normal hiperglikemia, poliuria,
Ketidakadekuatan Indikator : polidipsi, poliphagi, dan
Monitor Glukosa 1. Glukosa darah dalam kelelahan.
Darah, Kurangan batas normal 3. Memantau urin keton
Ketaatan Dalam 2. Glukosa urin dalam 4. Memberikan insulin yang
Manajemen Diabetes batas normal urin keton sesuai
Definisi : resiko variasi 2) Manajemen Diabetes 5. Memantau status cairan
dari glukosa darah atau secara mandiri 6. Antisipasi situasi dalam
tingkat gula dari rentang Definisi : melakukan persyaratan pemberian
normal manajemen Diabetes insulin
secara mandiri, 7. Membatasi gerakan ketika
pengobatan dan gula darah diatas 250 mg/dl,
pencegahan tehadap terutama apabila terdapat
perjalanan penyakit urin keton
Indikator : 8. Mendorong pasien untuk
1. Memantau glukosa darah memantau gula darah
dalam batas normal b) Manajemen hipoglikemia (2130)
2. Mengobati gejala dari Aktivitas :
hiperglikemia 1. Mengenali pasien dengan
3. Mengobati gejala dari resiko hipoglikemia
hipoglikemia 2. Memantau gula darah
4. Kurangnya pengetahuan 3. Memantau gejala
tentang manajemen hipoglikemia seperti:tremor,
diabetes berkeringat, gugup, tacikardi,
5. Ketidakadekuatan dalam palpitasi, mengigil,
memantau gula darah perubahan perilaku, coma.
6. Pengetahuan tentang diet 4. Memberikan karbohidrat
sederhana yang sesuai
5. Memberikan glukosa yang
sesuai
6. Melaporkan segera pada
dokter
7. Memberikan glukosa melalui
IV
8. Memperhatikan jalan nafas
9. Mempertahankan akses IV
10. Lindungi jangan sampai
cedera
11. Meninjau peristiwa terjadinya
hipoglikemia dan faktor
penyebabnya
12. Memberikan umpan balik
mengenai manajemen
hipoglikemia
13. Mengajarkan pasien dan
keluarga mengenai gejala,
faktor resiko, pencegahan
hipoglikemia
14. Menganjurkan pasien
memakan karbohidrat yang
simple setiap waktu

Ketidakseimbangan 1) Status nutrisi 1) Manajemen Nutrisi


Nutrisi : Kurang Dari Defenisi : sejauh mana Aktivitas :
Kebutuhan Tubuh tingkat nutrisi yang
berhubungan dengan tersedia untuk dapat 1. Mengkaji adanya pasien
Ketidakmampuan memenuhi alergi terhadap makanan
Untuk Mengabsorbsi kebutuhan proses 2. Berkolaborasi dengan ahli
Nutrisi metabolik. gizi untuk menentukan
Definisi : intake nutrisi Indikator : jumlah kalori dan jenis gizi
tidak mencukupi untuk 1. Intake nutrisi adekuat yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan 2. Intake makanan memenuhi kebutuhan gizi
proses metabolik. adekuat pasien
Batasan Karakteristik : 3. Intake cairan dalam 3. Mengatur pola makan dan
1. Nafsu makan batas normal gaya hidup pasien
menurun 4. Energi cukup 4. Mengajarkan pasien
2. Berat badan 5. Indeks masa tubuh bagaimana pola makan
menurun (20% atau dalam batas normal sehari- hari yang sesuai
lebih dibawah ideal)2) Status nutrisi : asupan dengan kebutuhan
3. Kelemahan/ makanan dan cairan 5. Memantau dan mencatat
kerapuhan Definisi : jumlah makanan masukan kalori dan nutrisi
pembuluh kapiler dan cairan dalam tubuh 6. Timbang berat badan pasien
4. Penurunan berat selama waktu 24 jam. dengan interval yang sesuai
badan dengan intake Indikator : 7. Memberikan informasi yang
makanan yang 1. Intake makanan tepat tentang kebutuhan
cukup melalui oral adekuat nutrisi dan bagaimana cara
5. Kurangnya informasi 2. Intake cairan melalui memenuhinya
6. Konjungtiva dan oral adekuat 8. Membantu pasien untuk
membran mukosa 3. Intake cairan melalaui menerima program gizi yang
pucat intravena dalam batas dibutuhkan
7. Tonus otot buruk normal 2)Therapy nutrisi
8. Melaporkan intake Status nutrisi : intake Aktivitas :
makanan yang nutrisi 1. Memantau makanan dan
kurang dari Definisi : intake nutrisi minuman yang dimakan dan
kebutuhan makanan yang dibutuhkan untuk hitung intake kalori sehari
yang tersedia memenuhi proses yang sesuai
metabolic 2. Memantau ketepatan
Indikator : anjuran diet untuk memenuhi
1. Intake kalori dalam kebutuhan nutrisi
batas normal sehari- hariyang sesuai
2. Intake protein dalam 3. Berkolaborasi dengan ahli
batas normal gizi untuk menentukan
3. Intake lemak dalam jumlah kalori dan jenis gizi
batas normal yang dibutuhkan untuk
4. Intake karbohidrat memenuhi kebutuhan gizi
dalam batas normal pasien
5. Intake serat dalam 4. Memberikan makanan
batas normal sesuai dengan diet yang
6. Intake mineral dalam dianjurkan
batas normal 5. Memantau hasil labor
Memberikan
6. Mengajari kepada keluarga
dan pasien secara tertulis
contoh diet yang dianjurkan
3) Monitor Gizi
Aktivitas :
1. Memantau berat badan
pasien
2. Memantau turgor kulit
3. Memantau mual dan muntah
4. Memantau albumin, total
protein, Hb, hematokrit, dan
elektrolit
5. Memantau tingkat energi,
lemah, letih, rasa tidak enak
6. Memantau apakah
konjungtiva pucat,
kemerahan, atau kering
7. Memantau intake nutrisi dan
kalori

Kekurangan Volume a) Keseimbangan cairan 1) Manajemen Cairan


Cairan berhubungan Defenisi : keseimbangan Aktivitas :
dengan Kehilangan cairan di intraselluler dan 1. Mempertahankan
Volume Cairan Secara ekstraselluler di dalam keakuratan catatan intake
Aktif tubuh dan output
Definisi : penurunan Indikator : 2. Memonitor status hidrasi
cairan Intravaskuler, 1. Tekanan darah dalam (kelembaban membran
Interstisial, dan atau batas normal mukosa, nadi, tekanan darah
Intrasel. Diagnosis ini 2. Keseimbangan intake ortostatik ), jika diperlukan
mengacu pada dan output selama 24 3. Memonitor vital sign
dehidrasi yang jam 4. Memonitor hasil labor yang
merupakan kehilangan 3. Turgor kulit baik sesuai dengan retensi cairan
cairan saja tanpa 4. Membran mukosa (BUN, Ht, osmolalitas urin)
perubahan dalam lembab 5. Memonitor masukan
natrium. 5. Hematokrit dalam batas makanan/ cairan dan hitung
Batasan Karakteristik : normal intake kalori harian
1. Perubahan status 6. Berkolaborasi untuk
mental b) Hidrasi pemberian cairan IV
2. Penurunan tekanan Definisi : kecukupan 2) Monitor Cairan
darah cairan di intraselluler dan Aktivitas :
3. Penurunan volume/ ekstraselluler di dalam 1. Menentukan faktor resiko
tekanan nadi tubuh dari ketidakseimbangan
4. Penurunan turgor Indikator : cairan (polyuria, muntah,
kulit/ lidah 1. Turgor kulit baik hipertermi)
5. Pengisian vena 2. Membran mukosa lembab 2. Memonitor intake dan output
menurun 3. Intake cairan dalam batas 3. Memonitor serum dan
6. Membran mukosa/ normal jumlah elektrolit dalam urin
kulit kering 4. Pengeluaran Urin dalam 4. Memonitor serum albumin
7. Peningkatan hematok batas normal dan jumlah protein total
rit meninggi 5. Memonitor serum dan
8. Peningkatan denyut osmolaritas urin
nadi 6. Mempertahankan
9. Konsentrasi urine keakuratan catatan intake
meningkat dan output
10. Kehilangan berat 7. Memonitor warna, jumlah
badan seketika dan berat jenis urin.
11. Kehausan 3) Terapi Intravena
12. Kelemahan Aktivitas :
1. Periksa tipe, jumlah, expire
date, karakter dari cairan
dan kerusakan botol
2. Tentukan dan persiapkan
pompa infuse IV
3. Hubungkan botol dengan
selang yang tepat
4. Atur cairan IV sesuai suhu
ruangan
5. Kenali apakah pasien
sedang penjalani
pengobatan lain yang
bertentangan dengan
pengobatan ini
6. Atur pemberian IV, sesuai
resep, dan pantau hasilnya
7. Pantau jumlah tetes IV dan
tempat infus intravena
8. Pantau terjadinya kelebihan
cairan dan reaksi yang
timbul
9. Pantau kepatenan IV
sebelum pemberian
medikasi intravena
10. Ganti kanula IV, apparatus,
dan infusate setiap 48 jam,
tergantung pada protocol
11. Perhatikan adanya
kemacetan aliran
12. Periksa IV secara teratur
13. Pantau tanda-tanda vital
14. Batas kalium intravena
adalah 20 meq per jam atau
200 meq per 24 jam
15. Catat intake dan output
16. Pantau tanda dan gejala
yang berhubungan
dengan infusion
phlebitis dan infeksi lokal

Kerusakan Integritas a) Integritas Jaringan : a) Managemen Tekanan


Jaringan kulit dan membran Aktifitas ;
berhubungan dengan mukosa 1. Memakaikan
Perubahan Sirkulasi, Defenisi : keutuhan pasien pakaian yang tidak
Kurang Pengetahuan, struktur dan fungsi membatasi gerak
Faktor Mekanik fisiologis normal dari kulit2. Menahan diri untuk
(tekanan, benturan, dan membrane mukosa melakukan tekanan pada
gesekan) Indikator : bagian tubuh yang sakit
Definisi : kerusakan 1. Temperature kulit 3. Meninggikan ektremitas
pada selaput lendir, dalam batas normal yang terluka
kornea, kulit dan 2. Susunan dalam batas 4. Memutar posisi pasien
jaringan subkutan normal setiap dua jam sekali,
Batasan Karakteristik : 3. Perfusi jaringan baik berdasarkan jadwal khusus
1. Kerusakan jaringan 4. Integritas kulit baik 5. Memantau area kulit yang
(kornea, membrane kemerahan atau rusak
mukosa, kulit, dan b) Penyembuhan luka : 6. Memantau pergerakan dan
subkutan) tahapan kedua aktifitas pasien
2. Kehilangan jaringan Definisi : tingkat 7. Memantau status nutrisi
regenerasi dari sel dan pasien
jaringan setelah dilakukan 8. Memantau sumber tekanan
penutupan dan geseran
Indikator : b) Perawatan Luka (3660)
1. Granulasi dalam keadaan Aktifitas :
baik 1. Mengganti balutan plester
2. Bekas luka dalam dan debris
keadaan baik 2. Mencukur rambut sekeliling
3. Penurunan ukuran luka daerah yang terluka, jika
perlu
3. Mencatat karakteristik luka
termasuk warna, bau dan
ukuran
4. Membersihkan dengan
larutan saline atau nontoksik
yang sesuai
5. Memberikan pemeliharaan
kulit luka bernanah sesuai
kebutuhan
6. Mengurut sekitar luka untuk
merangsang sirkulasi
7. Menggunakan unit
TENS(Transcutaneous
Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk
peningkatan penyembuhan
luka yang sesuai
8. Menggunakan salep yang
cocok pada kulit/ lesi, yang
sesuai
9. Membalut dengan perban
yang cocok
10. Mempertahankan teknik
pensterilan perban ketika
merawat luka
11. Memeriksa luka setiap
mengganti perban
12. Membandingkan dan
mencatat secara teratur
perubahan-perubahan pada
luka
13. Menjauhkan tekanan pada
luka
14. Mengajarkan pasien dan
anggota keluarga prosedur
· Perawatan luka
c) Posisi
Aktivitas :
1. Menyediakan tempat tidur
yang terapeutik
2. Memelihara kenyamanan
tempat tidur
3. Menempatkan dalam posisi
yang terapeutik
4. Posisi dalam
mempersiapkan kesajajaran
tubuh
5. Kelumpuhan/menyokong
bagian tubuh
6. Memperbaiki bagian tubuh
7. Menghindari terjadinya
amputasi dalam posisi fleksi
8. Memposisikan untuk
mengurangi dyspnea (mis.
posisi semi melayang), jika
diperlukan
9. Memfasilitasi pertukaran
udara yang bagus untuk
bernafas
10. Menyarankan untuk
peningkatan rentang latihan
11. Menyediakan pelayanan
penyokong untuk leher
12. Memasang footboard untuk
tidur
13. Gunakan teknik log roll untuk
berputar
14. Meningkatkan eliminasi urin,
jika diperlukan
15. Menghindari tempat yang
akan melukai
16. Menopang dengan backrest,
jika diperlukan
17. Memperbaiki kaki 20 derajat
diatas jantung, jika
diperlukan
18. Menginstruksikan kepada
pasien bagaimana
menggunakan posisi yang
bagus dan gerak tubuh yang
bagus dalam beraktifitas
19. Mengontrol sistem
pelayanan untuk mengatur
persiapan
20. Memelihara posisi akan
integritas dari system
21. Memperbaiki kepala waktu
tidur, jika diperlukan
22. Mengatur indikasi kondisi
kulit
23. Membantu imobilisasi setiap
2 jam, sesuai jadwal
24. Gunakan alat bantu layanan
untuk mendukung kaki (mis.
Hand roll dan trochanter roll)
25. Menggunakan alat-alat yang
digunakan berulang ditempat
yang mudah dijangkau
26. Menempatkan posisi tempat
tidur yang nyaman agar
mudah dalam perpindahan
posisi
27. Menempatkan lampu
ditempat yang mudah
dijangkau

Anda mungkin juga menyukai