Disusun Oleh :
DESSY PHETRONELA ONAOLA
SN 181039
A. Definisi
ECT adalah bentuk terapy pada klien dengan menimbulkan kejang
(grandual) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui
elektroda yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis kanan dan kiri (lobus
vrontalis).
Terapy kejang listrik merupakan suatu pengobatan yang menimbulkan
kejang grandual secara artificial dengan melewatkan listrik melalui elektroda
yang dipasang pada satu atau dua tempat (Suzane, 2007).
B. Mekanisme Kejang
Meinduksi kejang grandual secara kuat dengan mengalirkan arus listrik
pada elektroda yang dipasang pada suatu atau dua pelipis, dengan jumlah
pemberian 6 -12 kali ECT.Dengan dilakukan ECT dapat memproses memori
tidak menyenangkan sehingga dapat menstabilkan neuro transmitter dan dapat
menghilangkan / menghidarkan terjadinya waham, halusinasi dan agitasi.
C. Indikasi ECT
Electoconvulsive terapi digunakan untuk mengobati:
1. Ganguan afek yang berat: pasien dengan penyakit depresi berat atau penyakit
mental lainnya dan gangguan bipolar (mania) yang tidak berespon terhadap
obat anti depresan atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat
karena cukup berisiko (terutama pada orang tua yang memeliki kondisi
medis).
ECT adalah salah satu cara tercepat untuk mengurangi gejala pada orang
yang menderita mania atau depresi berat. ECT umumnya digunakan sebagai
langkah terakhir ketika penyakit tidak merespon obat atau psikoterapi.Pasien
dengan depresi menunjukkan respon yang baik dengan ECT 80-90 %
dibandingkan dengan antidepresan 70% atau lebih).Terapi ECT biasanya
tidak efektif untuk mengobati depresi yang lebih ringan, yaitu gangguan
disritmik atau gangguan penyesuaian dengan perasaan alam depresi.
2. Gangguan skizofrenia (Katatonia, stupor, paranoid, kegaduhan akut):
skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited memberikan respon yang
baik dengan ETC. Cobalah anti psikotik terlebih dahulu, tetapi jika
kondisinya mengancam kehidupan (delirium hyperexcited) segera lakukan
ECT. Pasien psikotik akut (terutama tipe skizoafektif) yang tidak berespons
pada medikasi saja mungkin akan membaik jika ditambahkan ECT, tetapi
pada sebagian besar skizofrenia kronis, ECT tidak terlalu berguna / tidak
efektif.
3. Pasien dengan bunuh diri yyg aktif dan tidak mungkin menunggu pengobatan
untuk dapat mencapai efek terapeutik.
ECT juga digunakan ketika pasien parah menimbulkan ancaman bagi diri
mereka sendiri atau orang lain dan itu berbahaya bila menunggu sampai obat-
obatan berpengaruh.
4. Jika efek samping ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek
terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung/gangguan
hantaran jantung yang sudah ada sebelumnya dan selama masa kehamilan
khususnya trimester pertama (ECT lebih aman untuk kehamilan). Namun
diperlukan pertimbangan khusus jika ingin melakukan ECT bagi ibu hamil,
anak-anak dan lansia karena terkait dengan efek samping yang mungkin
ditimbulkannya.
5. Pada pasien hypoaktivitas dan hiperaktivitas, kurang tidur, gangguan
makan/minum dan perilaku bunuh diri dan lain-lain.
D. Kontra Indikasi
Pasien dengan gangguan mental disertai adanya gangguan system
kordiovaskuler dan danya tumor pada otak.
1. Resiko sangat tinggi
a. Pasien dengan masalah pernafasan berat yang tidak mampu mentolerir
efek anestesi umum.
b. Peningkatan tekanan intracranial (karena tumor otak, hematoma, stroke
yang berkembang, aneurisma yang besar, ineksi SSP) ECT dengan cepat
meningkatkan tekanan SSP dan resiko herniasi terorium. Selalu periksa
adanya papiledema sebelum melakukan ECT.
c. Infrak Miokard baru atau penyakit miokard berat: ECT sering
menyebabkan aritmia (aritmia menimbulkan CVP pasca kejang atau
kapan saja saat melakukan prosedur ECT) berakibat fatal jika terdapat
kerusakan otot jantung. Tunggu hingga enzim dan EKG stabil.
2. Resiko sedang
a. Osteoartritis berat, osteoporosis atau faktur yang baru: siapkan selama
terapi (palemas otot).
b. Penyakit kardionvaskular (misal hipertesi, angina aneurisma / Angina
tidak terkontrol, aritma, gagal jantung kongestif), berikan premedikasi
dengan hati-hati, dokter spesialis jantung hendaknya berada disana. ECT
untuk sementara meningkatkan tekanan darah, sehingga hipertensi primer
berat harus terkontrol, paling tidak sebelum setiap pengobatan.
3. Infeksi berat, ceder serebrovaskular (Carebrovascular/CVA) baru kesulitan
bernafas yang kronis, ulkus peptic yang akut, Osteoporosis berat, fraktur
tulang besar, glaukoma, retinal detachment.
E. Efek Samping Tindakan ECT
Efek samping khusus yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Efek Cardiovaskuler:
a. Segera : stimulasi parasimpatis (bradikardi, hipotensi)
b. Setelah 1 menit : Stimulasi simpatis (tachycardia, hipertensi, peningkatan
konsumsi oksigen otot jantung, dysrhythmia)
c. ECT dapat menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian (kasus
yang sangat jarang). Orang dengan masalah jantung tertentu bisanya tidak
diindikasikan untuk ECT.
2. Efek Cerebral :
a. Peningkatan konsumsi oksigen
b. Peningkatan cerebral blood flow
c. Peningkatan tekanan intra cranial
d. Amnesia (retrogede dan antergrade) – bervariasi, dimulai setelah 3 – 4
terapi, berakhir 2-3 bulan atau lebih. Lebih berat pada terapi dengan
metode bilateral, jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik
yang meningkat dan adanya organisasi sebelumnya.
3. Efek Lain:
a. Peningkatan tekanan intra okuler
b. Peningkatan tekanan intragastric
c. Kebingungan (biasanya hanya berlangsung selama jangka waktu yang
singkat), pusing.
d. Mual. Headache/sakit kepala, nyeri otot.
e. Fraktur vertebral dan ekstremitas dan Rahang sakit. Efek ini dapat
berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jarang terjadi bila
relaksasi otot baik.
f. Resiko anestesi pada ECT.
g. Kematian dengan angka mortalitas 0,002 %
PROSEDUR PENGOPERASIAN ECT PARAMEDIK
Prosedur tetap pengoperasian ECT adalah bentuk dari standar yang berupa cara
atau langah-langkah yang harus diikuti dalam melaksanakan kegiatan pengoperasian
ECT paramedic yang berdasarkan prasyarat dan urutan-urutan kerja yang harus
dipenuhi. Prosedur ini ditetapkan oleh direktur Rumah Sakit dan disusun berdasarkan
buku petunjuk lain yang terkait berupa pra syarat persiapan, penasan,pelaksanaan,
pengoperasion, pengemasan dan penyimpanan. Sehingga dapat dipastikan dengan
baik.
1. Tujuan
a. Agar pengoperasian alat dilakukan dengan benar
b. Agar didapatkan hasil pemeriksaan yang baik dan benar
c. Agar pasien dan operator terhindar dari bahaya yang ditimbulkan
2. Persiapan Pasien
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan
yang dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT.
c. Siapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4 – 6 jam sebelum ECT.
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin
dipakai klien.
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1 – 2 jam sebelum
ECT.
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan,antipsikotik, sedative-hipnoyik
dan antikonvulsan harus dihentikan beberapa jam sebelumnya karena
beresiko organic.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (Sulfat Atropin) 0,6 -1,2 mg setengah jam
sebelum ECT. Pemberian Antikolinegernik ini mengembalikan aritmia vagal
dan menurunkan sekresi gastrointestinal.
3. Persiapan Alat
Adapun alat-alat yang perlu dipersiapkan sebelum tindakan ECT, adalah
sebagai berikut:
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan Nacl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
4. Cara pemberian ECT
Biasanya diberikan 3 x 1 minggu, depresi berat 6 -12x per minggu. Pasien
skizofrenia 10 x 20 per minggu.
a. Setelah alat disiapkan, dipindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata
dan cukup keras. Posisikan hiperekstensi punggung tanpa bantal. Pakaian di
kendorkan, seluruh badan ditutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium methoheksital (40-100 mg IV). Analsetik barbiturate ini
dipakaian untuk menghasilkan koma ringan.
c. Berikan pelumas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
d. Kepla bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan kasa di basahi cairan
NaCl.
e. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang stapel/karet yang
dibungkus kain dimasukkan dan klien diminta menggigit.
f. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang
dengan dilapisi kain.
g. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutut) ditahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang.
h. Pasang elektroda di pelipis kain kassa basah kemudian tekan tombol sampai
timer berhenti dan dilepas.
i. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat).
j. Bila berhenti bernafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma.
k. Bila banyak lender, dibersihkan dengan slim siger.
l. Kepala dimiringkan.
m. Observasi sampai klien sadar.
n. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan.
1. Asetilkolin
Asetikolin merupakan substansi transmitter yang disintesis diujung
presinap dari koenzim asetil A dan kolin dengan menggunakan enzim kolin
asetiltransrferase. Kemudian substansi ini dibawa ke dalam gelembung
spesifikasinya.Kemudian gelembung melepaskan asetilkolin ke dalam celah
sinap, asetilkolin dengan cepat memecah kembali asetat dan kolin dengan
bantuan enzim kolinesterase, yang berkaitan dengan reticulum proteoglikan dan
mengisi ruang celah sinap.Kemudian gelembung mengalami daur ulang dan
kolin juga secara aktif dibawa kembali kedalam ujung sinap untuk digunakan
kembali bagi keperluan sintetis asetilkolin baru.
Kaplan dan Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku, Psikiatri
Klinis. Tangerang: Bina Rupa Aksara.
Maramis, Willy F dan Albert Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Surabaya: Arlangga University Preess.
http://www.cribd.com/doc/90168357/makalah-jiwa-jadi