D-Dimer adalah produk degradasi cross linked yang merupakan hasil akhir dari
pemecahan bekuan fibrin oleh plasmin dalam sistem fibrinolitik. Pada proses
pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin terbentuk sebagai langkah akhir dari
proses koagulasi yaitu dari hasil katalisis oleh trombin yang memecah fibrinogen
menjadi fibrin monomer dengan melepaskan fibrinopeptida A dan fibrinopeptida B (
FPA dan FPB ). Fibrin monomer akan mengalami polimerisasi membentuk fibrin
polimer yang selanjutnya oleh pengaruh faktor XIII akan terjadi ikatan silang,
sehingga terbentuk cross-linked fibrin. Kemudian plasmin akan memecah cross-
linked fibrin yang akan menghasilkan D-Dimer.
D-dimer digunakan untuk membantu melakukan diagnosis penyakit dan kondisi
yang menyebabkan hiperkoagulabilitas, suatu kecenderungan darah untuk
membeku melebihi ukuran normal. Paling sering ditemukan pada trombosis vena
dalam (DVT) yang berhubungan dengan pembekuan darah di vena terutama di kaki
yang menyebabkan penyumbatan alirah darah di kaki sehingga menimbulkan nyeri
dan kerusakan jaringan. Keadaan ini dapat menimbulkan gumpalan kecil yang
terpecah dan berjalan mengikuti aliran darah menuju bagian lain di tubuh sehingga
dapat menimbulkan emboli paru (PE). sebagai positif. Pada sebagian besar kasus,
bekuan darah terjadi di pembuluh vena, tetapi dapat juga terjadi pada arteri.
Kombinasi dari dua jenis trombosis ini diistilahkan dengan tromboembolisme vena
(VTE, venous thromboembolism). Bekuan darah pada arteri koronaria dapat berasal
dari aritmia jantung fibrilasi atrium atau kerusakan katup jantung yang dapat
berakibat heart attack. Bekuan dapat juga berasal dari kerusaarteri organ lain
seperti otak (stroke) dan ginjal.
Indikasi pemeriksaan D-dimer adalah pasien dengan gejala DVT , PE yang
biasanya diikuti pemeriksaan PT, APTT dan jumlah trombosit untuk mendukung
diagnosis. D-dimer juga dipakai untuk membantu melakukan diagnosis DIC , yang
dapat timbul dari berbagai situasi seperti pembedahan, gigitan ular berbisa, penyakit
hati dan setelah melahirkan. Pada DIC, faktor-faktor pembekuan darah diaktifkan
secara bersamaan di seluruh tubuh sehingga menyebabkan pembekuan darah di
bagian tubuh yang dapat beresiko pendarahan berlebihan.
Kadar D-Dimer dalam batas nilai rujukan menunjukkan tidak terdapat penyakit atau
keadaan akut yang menyebabkan pembentukan dan pemecahan bekuan, karena
tes ini mengukur aktivitas fibrinolitik dalam darah. Peningkatan kadar D-Dimer
menunjukan peningkatan produksi fibrin degradation products (FDP), terdapat
pembentukan dan pemecahan trombus yang signifikan dalam tubuh tetapi tidak
menunjukkan lokasinya. D-dimer meningkat pada post-operasi, trauma, infeksi,
post-partum, eklampsia, penyakit jantung, keganasan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan D-dimer antara lain :
- Hasil negatif palsu pada terapi antikoagulan
- Hasil positif palsu pada usia tua, Rheumatoid factor, trigliserid tinggi, lipemia,
bilirubin, hemolisis sampel darah. Fibrinogen.
Fibrinogen (F I) adalah glikoprotein plasma terlarut yang disintesis oleh hepatosit
dan megakariosit. Fibrinogen sebagai prekursor fibrin, diubah menjadi fibrin oleh
thrombin dengan bantuan serine protease thrombin selama proses pembekuan.
Fibrinogen dapat membentuk jembatan diantara trombosit dengan cara berikatan
dengan protein membran GpIIb/ IIIa di permukaan trombosit. Indikasi pemeriksaan
fibrinogen adalah bila dijumpai abnormalitas PT dan APTT, kasus perdarahan yang
belum diketahui penyebabnya, monitoring progresifitas suatu penyakit (misalnya
penyakit hepar) dan monitoring terapi DIC.
Fibrinogen dapat diukur dalam darah vena menggunakan sampel darah sitrate atau
whole blood bila menggunakan metode viscoelastic methods seperti
thrombelastometry (fungsi trombosit dihambat dengan cytochalasin D).
Gangguan polimerisasi fibrin dapat diinduksi oleh infus plasma expanders yang
berakibat perdarahan hebat. Pada kasus dysfibrinogenemia, terdapat abnormalitas
fungsi fibrinogen dengan jumlah normal, hal ini disebabkan oleh mutasi gen yang
mengontrol produksi fibrinogen oleh hepar sehingga hepar memproduksi fibrinogen
abnormal yang resisten terhadap degradasi saat dikonversi menjadi fibrin.
Dysfibrinogenemia dapat meningkatkan resiko trombosis vena. Pasien dengan
defisiensi fibrinogen atau gangguan polimerisasi fibrinogen dysfibrinogenemia dapat
mengalami perdarahan sehingga diperlukan koreksi dengan pemberian fresh frozen
plasma (FFP), cryoprecipitate (plasma kaya fibrinogen) atau konsentrat fibrinogen.
Thrombin time
Thrombin time (TT) diperoleh dengan menambahkan reagen thrombin ke plasma
sitrate, mengukur waktu sejak ditambahkannya thrombin sampai terbentuknya
bekuan darah pada suhu 37 oC, digunakan untuk mengetahui jumlah dan kualitas
fibrinogen dan konversi fibrinogen (soluble protein) menjadi fibrin (insoluble protein).
Bila pasien dalam terapi Heparin, digunakan reptilase sebagai pengganti thrombin
(efek sama dengan thrombin tetapi tidak dihambat oleh Heparin). Reptilase
digunakan untuk identifikasi Heparin sebagai penyebab pemanjangan TT.
Gangguan fungsi trombosit didapat disebabkan oleh penyakit kronis seperti gagal
ginjal (uremia), myeloproliferative disorders (MPDS), leukemia akut. Gangguan
fungsi trombosit yang bersifat sementara dijumpai pada konsumsi obat aspirin dan
NSAID, setelah operasi bypass jantung (CABG) yang berkepanjangan.
PENUTUP
Hemostasis merupakan kemampuan tubuh untuk menghentikan perdarahan dan
berfungsi menjaga keenceran darah sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi
dengan baik, serta membentuk thrombus sementara pada dinding pembuluh darah
yang mengalami kerusakan. Telah dibahas mengenai faktor-faktor yang berperan
dalam koagulasi, prinsip pemeriksaan dan interpretasi hasil beberapa pemeriksaan
koagulasi.
4 komentar:
1.
2.