Anda di halaman 1dari 6

A.

Peran dan Fungsi Negara

Ajaran Islam adalah ajaran yang berusaha menyeimbangkan peran pemerintah dan masyarakat
dalam pembangunan ekonomi. Rasulullah sebagai kepala negara, telah menunjukkan bagaimana
upaya beliau dalam mengoptimalkan peran negara dan masyarakat sehingga sinergi keduanya
mampu menjadikan Madinah sebagai pusat kekuatan baru dalam kancah perekonomian global pada
saat itu.

Terkait peran pemerintah atau negara, maka basis dari peran dan fungsi negara dalam kegiatan
ekonomi adalah prinsip keadilan. Titik berangkat dari konsep keadilan ini adalah ketika pemerintah
menjadikan simpul terlemah masyarakat sebagai basis penyusunan kebijakan ekonomi. Hal ini
sebagaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. Beliau mengatakan : "kelompok
masyarakat yang di mata kalian dianggap kuat, maka di mataku mereka sesungguhnya sangat lemah.
Sebaliknya, kelompok masyarakat yang di mata kalian dianggap lemah (hina), maka di mataku
sesungguhnya sangat kuat." Artinya, orientasi Umar adalah pada kelompok yang paling tidak
berdaya. Seluruh konsentrasi ne di kekuasaan Umar diarahkan untuk membela kepentingan mereka.

Logika Umar sangat sederhana, jika kelompok lemah terbela dan terberdayakan dengan baik, maka
kelompok elite masyarakat pasti akan menikmati pula kemajuan ekonomi yang ada. Semuanyam
akan terangkat nasibnya. Namun jika basis kebijakan itu adalah bagaimana "melayani kepentingan"
kelompok elite masyarakat, maka belum tentu kelompok lemah (dhuafa) akan dapat menikmati kue
pembangunan ekonomi.

untuk itu, agar prinsip keadilan ini dapat direalisasikan dalam kebijakan ekonomi pemerintah, maka
pemerintah/negara harus dapat memahami perannya dengan baik. Dalam perspektif ekonomi
syariah, menurut pakar ekonomi syariah Prof Ataul Huq Pramanik (1993), peran negara atau
pemerintah dalam perekonomian itu ada 3 :

1. Ideological role (peran ideologis)


2. Developmental role ( peran pembangunan)
3. Welfare (peran kesejahteraan)

Menurut Pramanik (1993), peran ideologis sangat terkait dengan mazhab atau ideologi ekonomi
yang dianut oleh suatu negara, yang memengaruhi pola dan bentuk kebijakan yang diambil oleh
negara tersebut. Ideologi ini akan memengaruhi struktur regulasi, konsep kepemilikan aset, dan
perlu tidaknya intervensi pemerintah dalam perekonomian.

Selanjutnya, peran pembangunan berarti tugas pemerintah g, mulai dari pembangunan SDM,
pembangunan infrastruktur, dan lain-lain. Dengan kata lain, pemerintah adalah "eksekutor
pembangunan" sebagai upaya untuk mentransformasi kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik
dan lebih produktif. Untuk itu, pemerintah harus memiliki arah dan tujuan serta kebijakan
pembangunan yang jelas.

Peran kesejahteraan berarti pemerintah memiliki pera dalam mewujudkan kesejahteraan


masyarakat, baik kesejahteraan secara materiil maupun spiritual. Pemerintah pun akan berupaya
semaksimal mungkin untuk meminimalisir angka kemiskinan, baik kemiskinan materiil, kemiskinan
spiritual, dan terlebih lagi kemiskinan absolut. Masyarakat yang berada pada kuadran kemiskinan
absolut adalah kelompok terlemah yang memerlukan pembelaan khusus dari pemerintah. Adapun
fungsi negara dalam perspektif Islam, paling tidak ada 3 (tiga) yaitu: 1. Fungsi alokasi 2. Fungsi
distribusi 3. Fungsi stabilisasi dan perlindungan.
Fungsi alokasi ini sangat erat kaitannya dengan sumber daya alam dan sumber daya keuangan.
Pemerintah harus menjamin bahwa sumber daya alam teralokasikan dengan baik, dan dapat diakses
oleh semua lapisan masyarakat. Diskriminasi dalam mengakses sumber daya ini harus dapat
dieliminasi oleh negara. Salah satunya adalah dengan menerapkan kebijakan financial inclusion, atau
keuangan inklusif yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang selama ini
belum terlayani oleh jasa keuangan.

Selain itu, fungsi alokasi ini juga diaplikasikan dalam kebijakan penganggaran negara (APBN). Melalui
APBN, uang negara yang ada dapat digunakan dalam beragam program G to P transfer (government
to people transfer), seperti bantuan bagi program keluarga harapan, program kredit usaha rakyat,
raskin, dan sebagainya.

Fungsi distribusi adalah fungsi negara dalam menjamin bahwa pendapatan dan kekayaan dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, negara harus memastikan bahwa ada aliran
kekayaan dari kelompok mampu kepada kelompok tidak mampu, sehingga kesenjangan pendapatan
antarkelompok masyarakat dapat diminimalisir. Dalam menjalankan fungsi ini, maka negara dapat
mengoptimalkan sejumlah instrumen distribusi seperti zakat, dan memperkuat P to P transfer
(people to people transfer), di mana antarkelompok masyarakat akan saling membantu dan
menolong satu sama lain. Jika ini berjalan, maka an a kedermawanan sosial akan semakin kuat.

Fungsi stabilisasi dan perlindungan adalah fungsi negara dalam menciptakan stabilitas sosial
ekonomi dan memberikan perlindungan serta jaminan keamanan terhadap berbagai ancaman, baik
dalam negeri maupun luar negeri. Stabilitas adalah hal yang sangat penting, karena ia akan
memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Karena itu, agar stabilitas dan perlindungan ini dapat

berjalan dengan baik maka penegakan hukum yang adil merupakan h satu prasyarat yang harus
dipenuhi. Tanpa penegakan menciptakan stabilitas dan supremasi hukum, fungsi negara dalam
memberikan perlindungan akan sangat sulit untuk direalisasikan.

B. B. Intervensi Pemerintah dan Aktivitas Sektor Publik

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda bahwa "kaum muslimin berserikat pada tiga hal,
yaitu padang rumput, air dan api" (HR Abu Daud). Hadits ini memberikan gambaran bahwa ada tiga
sumber daya strategis yang pengelolaannya tidak bisa diserahkan pada individual, melainkan harus
dikelola oleh negara. Ketiga sumber daya tersebut adalah sumber daya kehutanan, sumber daya air
(sungai dan laut), dan sumber daya energi. Ketiganya memiliki implikasi penting terhadap
pemenuhan hajat hidup orang banyak sehingga jika kepemilikan dan pengelolaannya diserahkan
sepenuhnya pada individu, maka ada potensi penyalahgunaan disitu. Juga potensi eksploitasi secara
berlebihan.

Hadits ini memberikan landasan bagi intervensi pemerintah dalam perekonomian, dalam bentuk
keterlibatan langsung negara menjadi "pemain" dalam kegiatan bisnis. Caranya antara lain melalui
pendirian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bertanggung jawab mengelola langsung ketiga
sumber daya strategis tersebut. Inilah yang kemudian melahirkan satu sektor yang disebut dengan
sektor publik.

Sektor publik memang memiliki peran yang besar dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
Sektor publik menangani wilayah-wilayah yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas.
Aktivitas sektor ini adalah menangani beragam kegiatan yang tidak mampu dijangkau sektor swasta.
Beberapa batasan atau karakteristik dari aktivitas sektor publik menurut Sadeq (2006) adalah:
1. Tidak terjangkau dan tidak mampu diatur oleh swasta. Aktivitas ini mencakup aktivitas yang
terkait dengan kerja sama antarnegara. Kerja sama antarnegara harus melibatkan kebijakan
suatu negara, karena swasta tidak bisa semena- mena bekerja sama dengan pemerintah
atau swasta lain di luar negaranya tanpa izin dari negara yang bersangkutan. Di sinilah peran
sektor publik dituntut agar mampu mengakomodir kerja sama antar dua atau lebih negara.
2. Tidak menghasilkan keuntungan pada tahap awal pembangunan ekonomi. Sektor publik bisa
menangani pembangunan-pembangunan atau usaha-usaha yang relatif tidak menghasilkan
keuntungan pada tahap awal pembangunan karena sifat aktivitasnya yang berupa
pelayanan. Salah satu aktivitas ini adalah pembangunan infrastruktur publik. Pembangunan
jalan, jembatan, transportasi publik merupakan usaha-usaha yang seharusnya mampu
dijangkau masyarakat sehingga biaya yang dikeluarkan haruslah terjangkau bagi seluruh
masyarakat, bahkan, jika memungkinkan, masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
dapat menikmati fasilitas-fasilitas publik ini.
3. Tidak mampu ditangani swasta karena tantangan keamanan yang terlalu ketat. Penyediaan
aktivitas yang bersifat pelayanan keamanan darat, laut, udara merupakan wilayah sektor
publik yang harus diselenggarakan untuk keamanan negara maupun setiap wilayah daerah di
negara tersebut. Tidak memungkinkan bagi sektor swasta untuk menangani aktivitas ini
karena sifatnya yang menyeluruh dan erat kaitannya dengan wilayah kekuasaan suatu
negara.
4. Tidak kompetitif karena karakteristik yang unik dari operasionalnya, barangnya maupun
jasanya. Wilayah lain yang menjadi penanganan di sektor publik adalah suatu aktivitas usaha
yang dianggap tidak memiliki nilai kompetitif sehingga tidak menarik untuk ditangani swasta.
Salah satu aktivitasnya adalah usaha pelestarian hutan serta perlindungan satwa. Pelestarian
hutan membutuhkan usaha yang intensif dan prudent namun tidak memiliki nilai jual
konsumtif. Dengan biaya yang relatif besar dan hasil yang sangat minimal, maka usaha
pelestarian hutan diambil alih oleh sektor publik.
5. Sektor publik bergerak berdasarkan keputusan politik. Keputusan politik ini bergantung pada
sistem yang dianut oleh suatu negara. Dalam konteks Indonesia, keputusan politik ini berada
di tangan pemerintah (eksekutif) dan DPR (legislatif).

Selain kelima hal di atas, segala aktivitas ekonomi produktif dapat diserahkan kepada pihak
swasta (masyarakat). Pemerintah atau negara hanya berfungsi sebagai pengawas saja. Secara
umum bentuk-bentuk keterlibatan dan intervensi pemerintah dalam kegiatan perekonomian
sekurang-kurangnya ada 5 (lima), yaitu :

1. Menjadi pelaku langsung perekonomian (melalui pendirian 2. Sebagai regulator


perekonomian, yang didasarkan pada BUMN) instrumen UU dan perangkat peraturan
lainnya. 3. Sebagai pengawas kegiatan perekonomian dan dapat melakukan tindakan koreksi
apabila kegiatan perekonomian tidak berjalan sesuai dengan koridor konstitusi yang berlaku.
4. Intervensi melalui instrumen pajak, subsidi dan instrumen kebijakan lainnya apabila
diperlukan. 5. Sebagai ujung tombak diplomasi ekonomi dan pemasaran produk dalam
negeri ke pasar internasional.

C. Kebijakan pemerintah dalam perekonomian

Dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator perekonomian pemerintah dapat mengeluarkan


beragam kebijakan yang dapat mendukung tercapainya tujuan pembangunan, yaitu mencapai
kesejahteraan masyarakat. Menurut ekonom IMF Stephen M Swaray (2014), ada beberapa jenis
kebijakan yang dapat dikeluarkan oleh pemerintah, dan setiap kebijakan tersebut memiliki
tujuan masing-masing sebagaimana digambarkan, yaitu:
1. Kebijakan fiskal dan struktural: tujuannya adalah menciptakan stabilitas output dan
keseimbangan pertumbuhan ekonomi.
2. Kebijakan moneter : tujuannya menciptakan stabilitas output dan harga (inflasi)
3. Kebijakan makroprudensial : tujuannya adalah menciptakan stabilitas keuangan.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang terkait dengan pendapatan dan pengeluaran negara. Dari
sisi pendapatan, kebijakan fiskal difokuskan pada upaya pemerintah dalam menghimpun dana
melalui berbagai instrumen, seperti pajak penerimaan negara bukan pajak (PNBP), hibah dan
instrumen penerimaan lainnya. Sedangkan dari sisi pengeluaran negara, kebijakan fiskal
diarahkan pada pola belanja negara, baik belanja yang bersifat rutin maupun belanja
pembangunan.

Suatu kebijakan dikatakan efektif dan tepat atau tidak sangat bergantung pada dampak yang
dihasilkan. Sehingga, dalam konteks kebijakan fiskal, juga perlu dianalisis mengenai dampak dari
tindakan pemerintah dalam menghimpun dan membelanjakan dana tersebut. Sebagai contoh,
apabila pemerintah menaikkan kadar pajak untuk menaikkan penerimaan negara, maka apa
dampaknya terhadap perekonomian masyarakat. Apakah akan memperlambat pertumbuhan
dunia usaha atau tidak. Demikian pula ketika negara memperbesar transfer payment pada sisi
belanja negara, bagaimana dampaknya terhadap kondisi perekono apakah akan menaikkan daya
beli kelompok miskin, atau justru memperlebaar kesenjangan apabila terjadi kesalahan pada
aspek penyaluran.

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang terkait pengaturan jumlah uang yang beredar (money
supply). Dalam kebijakan moneter, pemerintah atau otoritas moneter berupaya untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang disertai oleh stabilitas harga (inflasi). Dalam perspektif
Islam, ada 3 (tiga) jenis kebijakan moneter yang dapat dilakukan negara, yaitu: 1. Gold monetary
system 2. Gold-backed monetary system 3. Asset-backed monetary system

gold monetary system adalah sistem moneter berbasis emas (dinar dan dirham) digunakan arah
gold monetary system ini termasuk yang paling lama digunakan termasuk di zaman Rasulullah
Saw. Pada saat itu Nabi Muhammad Saw. itu menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia
sebagai alat tukar dan uang yang sah di Madinah. Namun dalam praktik hari ini, sudah tidak ada
negara yang menggunakan gold monetary system, melainkan sebagian gerakan masyarakat yang
mencoba menggunakan kembali uang emas ini dan memakainya dalam transaksi terbatas di
antara mereka. Contohnya adalah gerakan murobbitun.

Gold-backed monetary system adalah sistem moneter di mana pencetakan uang yang beredar
harus di-back up oleh emas. Fisik uangnya sendiri tidak mesti terbuat dari emas. Ia dapat terbuat
dari perunggu atau bahkan uang kertas. Namun, setiap penerbitannya harus didasarkan pada
emas yang dimiliki negara. Swiss adalah contoh negara yang menggunakan emas sebagai
penjamin pencetakan uang. Namun setelah berpuluh-puluh tahun beroperasi dalam gold-backed
monetary system, maka pada tahun 2000 Swiss melepaskan emas sebagai penjamin pencetakan
uang. Setelah perekonomian Swiss terkena tekanan krisis global, maka pada tahun 2014 Swiss
berupaya mengembalikan sistem moneternya kembali pada gold-backed monetary system
melalui referendum nasional pada tanggal 30 November 2014.

Aseet-backed monetary system adalah sistem moneter di mana penciptaan uang di-back up oleh
aset riil yang ada. Meskipun beroperasi dalam sistem uang kertas, namun setiap penciptaan
uang harus melalui penciptaan aset. Ini terjadi melalui operasi titusi keuangan syariah seperti
bank syariah. Hal ini dikarenakan oleh karakter akad keuangan syariah yang berbasis pada sektor
riil. Tidak ada satu pun akad dalam keuangan syariah yang tidak terkait dengan sektor riil.
Murabahah misalnya, dalam praktiknya melibatkan aset riil yang menjadi objek jual belinya. Jika
tidak ada aset riil maka murabahah menjadi tidak sah secara syariah. Demikian pula mudharabah
dan musyarakah, di mana keduanya mensyaratkan adanya proyek bisnis di sektor riil. Dengan
pola seperti ini, maka credit creation dalam praktik institusi keuangan syariah akan selalu terkait
dengan real asset creation. Ini akan mendorong keseimbangan antara sektor riil dan sektor
moneter (keuangan).

Selanjutnya, kebijakan makroprudensial adalah instrumen yang digunakan oleh negara untuk
meminimalisir terjadinya risiko sistemik akibat gejolak di sektor keuangan (financial shock and
crises)yang berdampak pada sektor riil perekonomian (Frank Packer, 2014). Kebijakan
makroprudensial ini merupakan isu yang baru berkembang di kalangan regulator/otoritas
moneter dunia, sebagai respons terhadap krisis keuangan global yang dampaknya bukan hanya
dirasakan oleh sektor keuangan saja, namun juga menyerang sektor riil perekonomian.
Kebijakan makroprudensial ini adalah alat untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya krisis
keuangan (early warning system).

Swaray (2014) menyebutkan ada lima tantangan utama dalam melaksanakan kebijakan
makroprudensial yang perlu diatasi oleh otoritas yang ada, yaitu:

1. Membangun kapaasitas, baik SDM mupun inatitusiona dalam melakukan penilaian risiko
sistemik.
2. Memilih dan mengumpulkan macroprudential toolkit (informasi mengenai parameter/alat
ukur kebijakan makroprudensial). Mengkalibrasikan instrumen makroprudensial dan
mengomunikasikannya dengan publik. Memonitor dan mengeliminasi kesenjangan regulasi,
di mana kesenjangan regulasi terjadi akibat lemahnya koordinasi dan harmonisasi kebijakan
antarotoritas di negara yang bersangkutan, terutama antara otoritas moneter dan otoritas
fiskal.

Karena isu makroprudensial ini masih tergolong baru, maka instrumen-instrumen kebijakan
makroprudensial masih sangat dinamis. Packer (2014) menegaskan bahwa kebijakan
makroprudensial harus didesain untuk meminimalisir "biaya sosial ekonomi" terhadap PDB
akibat ketidakstabilan sektor keuangan. ng- Swaray (2014) mengusulkan untuk melakukan
pemetaan terhadap indikator-indikator yang dapat membuka ruang terjadinya risiko sistemik.
Swaray mengusulkan perlunya data rasio kredit/pembiayaan terhadap PDB (Produk Domestik
Bruto) sebagai salah satu alat analisisnya. Jika rasio kredit terhadap PDB meningkat, maka
diperlukan adanya langkah antisipasi agar kenaikan rasio ini tidak membawa efek negatif
terhadap dak ial perekonomian.

Salah satu aplikasi dari kebijakan makroprudensial adalah melalui penerapan FSAP (Financial
Sector Assessment Program) for Islamic Finance. Kerangka konsep ini telah disusun oleh IRTI-IDB
(Islamic Research and Training Institute of Islamic Development Bank) Menurut Direktur Jenderal
IRTI-IDB Prof M Azmi Omar, kerangka penerapan FSAP for Islamic Finance ini terdiri atas tiga
aspek, yaitu

Dari gambar di atas, area penilaian kebijakan ada tiga, yaitu regulasi dan supervisi, pasar dan
infrastruktur, dan kondisi makroekonomi. Terkait regulasi dan supervisi, maka yang perlu
dianalisis adalah pengamatan terhadap standar aturan yang telah ditetapkan, apakah standar
tersebut dilaksanakan sesuai dengan fungsinya atau tidak.
Terkait pasar dan infrastruktur, maka aspek tata kelola (governance) menjadi hal penting yang
perlu dianalisis dengan baik. Sedangkan pada aspek kondisi makroekonomi, maka analisis
terhadap tingkat kerentanan variabel-variabel makroekonomi menjadi hal yang sangat penting
untuk dilakukan. Misalnya, bagaimana pergerakan inflasi dan angka pengangguran, apakah
berpotensi menciptakan instabilitas perekonomian atau tidak. Ini perlu diawasi dan dianalisis
secara berkala, agar jika terjadi shock, pemerintah bisa segara mengambil langkah yang bersifat
korektif.

Dari ketiga analisis ini, maka dapat diketahui apakah keseluruhan sistem berada pada kondisi
yang baik atau sebaliknya, berpotensi menciptakan krisis. Hasil dari keseluruhan proses
assessment ini harus dituangkan dalam bentuk rekomendasi kebijakan dan tindak lanjut yang
tepat dan efektif. Tindak lanjut ini termasuk menetapkan institusi atau otoritas mana yang
bertanggung jawab untuk melakukan langkah-langkah perbaikan Dalam konsep yang disusun
oleh IRTI IDB ini, sektor yang perlu dianalisis dan dievaluasi secara berkala tingkat kesehatannya
adalah industri perbankan syariah, industri perbankan syariah dan dana pensiun syariah erta
sektor keuangan sosial syariah (Islamic social finance) yang tn, non bank seperti pasar modal,
asuransi mencakup sektor zakat, wakaf dan keuangan mikro syariah.

Seluruh sektor yang dianalisis harus memiliki standar operasional yang baik, termasuk zakat dan
wakaf. Standar ini diperlukan sebagai jaminan terhadap upaya peningkatan kualitas pengelolaan
sektor-sektor tersebut termasuk zakat dan wakaf. Jangan sampai instrumen zakat dan wakafini
tidak dapat dioptimalkan hanya karena kualitas pengelolaannya yang masih rendah Dengan
kerangka kebijakan fiskal, moneter dan makroprudensial di atas, diharapkan pemerintah dapat
melakukan upaya terbaik dalam menjaga stabilitas perekonomian, sekaligus dalam menciptakan
kondisi perekonomian yang produktif dan berkeadilan.

Anda mungkin juga menyukai