Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom

(kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman

di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat

kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap

penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau

bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi,

dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala

ataupun keluhan yang harus dicari penyebabnya (Sofro dan Anurogo, 2013).

2. Anatomi Fisiologi Lambung

a. Anatomi Lambung

Gambar 2.1 Anatomi Lambung

7
8

Lambung adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak di

antara esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian

berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi yaitu: fundus, korpus, dan

antrum. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang

esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Antrum

adalah bagian lapisan otot yang lebih tebal di bagian bawah lambung

(Sherwood, 2014).

b. Fisiologi Gaster

Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air,

dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal

tubuh. Sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan dasar yaitu:

motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi (Guyton, 2014).

Ketika tidak ada makanan, mukosa lambung berbentuk lipatan yang

besar, disebut rugae, dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada saat terisi

makanan, rugae menghilang dengan lancar. Mukosa lambung terdiri dari

tiga sel sekresi: sel chief, sel parietal, dan sel mukus. Sel chief menyekresi

enzim pepsinogen, sel parietal menyekresi asam klorida yang mengaktifkan

pepsinogen menjadi pepsin, dan sel mukus menyekresi mukus untuk

melindungi lambung (Rizzo, 2016).

Lambung bekerja dengan memperkecil partikel makanan menjadi

larutan yang dikenal dengan nama kimus. Kimus tersebut mengandung

fragmen molekul protein dan polisakarida, butiran lemak, garam, air, dan
9

berbagai molekul kecil lain yang masuk bersama makanan. Tidak ada ada

molekul-molekul tersebut yang dapat melewati epitel gaster kecuali air.

Absorpsi paling banyak terjadi di usus halus (Widmaier, Raff, dan Strang,

2014).

Faktor yang memengaruhi laju pengosongan lambung yaitu volume

kimus dan derajat fluiditas. Faktor di duodenum yang memengaruhi laju

pengosongan lambung antara lain:

1) Respon saraf melalui pleksus saraf intrinsik dan saraf autonom.

2) Respon hormon dikenal dengan enterogastron yang dibawa darah dari

mukosa usus halus ke gaster tempat mereka menghambat kontraksi

antrum. Enterogastron tersebut yang penting adalah sekretin (dihasilkan

sel S) dan kolesistokinin (dihasilkan sel I).

3) Lemak paling efektif dalam memperlambat pengosongan lambung

karena lemak memiliki nilai kalori yang tinggi. Selain itu, pencernaan

dan penyerapan lemak hanya berlangsung di usus halus. Trigliserida

sangat merangsang duodenum untuk melepaskan kolesistokinin (CCK).

Hormon ini menghambat kontraksi antrum dan menginduksi kontraksi

sfingter pilorus, yang keduanya memperlambat pengosongan lambung.

4) Asam dari kimus yang di dalamnya terdapat HCl dinetralkan oleh

natrium bikarbonat di dalam lumen duodenum. Asam yang belum

dinetralkan akan menginduksi pelepasan sekretin, yaitu suatu hormon


10

yang akan memperlambat pengosongan lebih lanjut isi gaster yang

asam hingga netralisasi selesai.

5) Hipertonisitas. Pengosongan gaster secara refleks jika osmolaritas isi

duodenum mulai meningkat.

6) Peregangan. Kimus yang terlalu banyak di duodenum akan

menghambat pengosongan isi lambung (Costanzo, 2018).

Emosi juga dapat memengaruhi motilitas lambung. Meskipun tidak

berhubungan dengan pencernaan, emosi dapat mengubah motilitas

lambung dengan bekerja melalui saraf autonom untuk mempengaruhi

derajat eksitasbilitas oto polos lambung. Efek emosi pada motilitas

lambung barvariasi dari orang ke orang lain dan tidak selalu dapat

diperkirakan, rasa sedih dan takut umumnya mengurangi motilitas,

sedangkan kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya. Selain

emosi, nyeri hebat dari bagian tubuh manapun cenderung menghambat

motilitas, tidak hanya di lambung tetapi di seluruh saluran cerna. Respon

ini ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas simpatis (Guyton, 2014).

3. Etiologi

a. Penyebab dispepsia menurut Rudi Haryono (2012) yaitu:

1. Menelan udara (aerofagi)

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

3. Iritasi lambung (gastritis)


11

4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5. Kanker lambung

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)

8. Kelainan gerakan usus

9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10. Perubahan pola makan

11. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam

waktu yang lama

12. Alkohol dan nikotin pada rokok

b. Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik

sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptik, gastritis, pankreastitis,

kolesistitis dan lainnya).

2. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non

ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya (Rudi Haryono, 2012).

4. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,

zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres,

pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,

kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan


12

antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan

peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam

pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls

muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan (Rudi

Haryono, 2012).

5. Pathway
Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan, alkohol, nikotin rokok,

tumor/kanker saluran pencernaan, stres

Erosi dan ulcerasi Timbulnya tanda dan


Peningkatan
mukosa lambung gejala klinik gangguan
sistem cerna
produksi HCL

Pelepasan mediator
kimia (histamin, Impuls ke fleksus meissner Perubahan status
prostaglandin) ke nervus vagus Kesehatan

Kurangnya Informasi
Nosiceptor Merangsang medulla
oblongata
Defisit Pengetahuan
Saraf Afferen
Impuls ke fleksus
Thalamus mienterikus pada dinding Stressor
lambung

Cortex Cerebri
Anoreksia, Mual Ansietas

Nyeri
Intake kurang Muntah

Defisit Nutrisi Nausea

Bagan 2.1 Pathway Dispepsia (Bare and Suzanne, 2002)


13

6. Klasifikasi

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya.sindroma dispepsia organic terdapat kelainan yang nyata

terhadap organ tubuh misalnya tukak lambung, usus dua belas jari, radang

pangkreas, radang empedu dan lain-lain.

b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus

(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai

kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis

labolatorium, radiologi dan endoskopi (Mansjoer A, 2007).

7. Manifestasi Klinis

a. Nyeri perut

b. Rasa perih di ulu hati

c. Mual, kadang-kadang sampai muntah

d. Nafsu makan berkurang

e. Mudah kenyang

f. Perut kembung

g. Rasa panas di dada dan di perut (heartburn)

h. Regurgitasi (alir balik / refluks asam dari lambung) (Rudi Haryono, 2012)

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan non farmakologis

1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung


14

2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-

obatan yang berlebihan, nikotin rokok dan stres

3) Atur pola makan (Rudi Haryono, 2012).

b. Penatalaksanaan Farmakologis

1. Obat-obatan yang di berikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)

golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan

prokinetik (mencegah terjadinya muntah). Sebagai contoh cimetidine,

ranitidine atau famotidine, dapat di coba untuk jangka waktu singkat.

2. Bila pasien terinfeksi Helicobacter pylori di lapisan lambungnya, maka

biasanya di berikan bismuth subsalisilate dan antibiotik seperti amoxicillin

atau metronidazole (Rudi Haryono, 2012).

9. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab dispepsia,

memisahkan dispepsia dengan kelainan lain yang menyerupai dispepsia, dan

menentukan beratnya masalah yang dialami. Pemeriksaan fisik harus

mencakup semua aspek bagian tubuh pada pasien. Pasien dispepsia dengan

alarm symptoms kemungkinan besar didasari karena kelainan organic. Alarm

symptoms meliputi disfagia, penurunan berat badan, perdarahan di saluran

cerna, tanda obstruksi saluran cerna atas.


15

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan

untuk menyingkirkan penyebab jika terdapat bakteri Helicobacter Pylori.

Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter Pylori menunjukkan ulkus

peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan. Pada

dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.

c. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di

saluran cerna. Setidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap

saluran makan bagian atas, dan menggunakan kontras ganda.

d. Pemeriksaan Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Alat untuk memproyeksikan gambar yang ditangkap dan pengamatan

organ dalam tubuh secara visual. Pasien direkomendasikan melakukan

endoskopi untuk mengevaluasi gejala yang ditimbulkan akibat kelainan pada

organ. Kelainan tersebut dapat berupa infeksi, peradangan, atau kanker.

e. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi)

USG abdomen digunakan untuk memeriksa organ di dalam

abdomen/perut yaitu hati, lambung, kandung empedu, pankreas, limpa dan

ginjal. USG abdomen bukanlah alat yang baik untuk memeriksa lambung

ataupun usus karena di dalamnya terlalu banyak gas/udara.


16

B. Konsep Masalah Keperawatan Pada Pasien Dispepsia

1. Batasan Definisi

a. Nausea : Perasaan yang tidak nyaman pada bagian belakang

tenggorok atau lambung yang dapat mengakibatkan

muntah

b. Defisit nutrisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme

c. Nyeri akut : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,

dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan.

d. Ansietas : Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu

terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat

antisipasi bahaya yang memungkinkan individu

melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

e. Defisit pengetahuan : Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang

berkaitan dengan topik tertentu.

2. Kriteria

a. Nausea

1) Mayor

a) Mengeluh mual
17

b) Merasa ingin muntah

c) Tidak berminat makan

2) Minor

a) Merasa asam di mulut

b) Sensasi panas/dingin

c) Sering menelan

d) Saliva meningkat

e) Pucat

f) Diaforesis

g) Takikardia

h) Pupil dilatasi

b. Defisit nutrisi

1) Mayor

a) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

2) Minor

a) Cepat kenyang setelahh makan

b) Kram/nyeri abdomen

c) Nafsu makan menurun

d) Bising usus hiperaktif

e) Otot pengunyah lemah

f) Otot menelan lemah

g) Membran mukosa pucat


18

h) Sariawan

i) Serum albumin turun

j) Rambut rontok berlebihan

k) Diare

c. Nyeri akut

1) Mayor

a) Mengeluh nyeri

b) Tampak meringis

c) Bersikap protektif

d) Gelisah

e) Frekuensi nadi meningkat

f) Sulit tidur

2) Minor

a) Tekanan darah meningkat

b) Pola nafas berubah

c) Nafsu makan berubah

d) Proses berpikir terganggu

e) Menarik diri

f) Berfokus pada diri sendiri

g) Diaforesis
19

d. Ansietas

1) Mayor

a) Merasa bingung

b) Merasa khawatir

c) Sulit berkonsentrasi

d) Tampak gelisah

e) Tampak tegang

f) Sulit tidur

2) Minor

a) Mengeluh pusing

b) Anoreksia

c) Palpitasi

d) Merasa tidak berdaya

e) Frekuensi nafas, nadi dan tekanan darah meningkat

f) Diaforesis

g) Tremor

h) Muka tampak pucat

i) Suara bergetar

j) Kontak mata buruk

k) Sering berkemih

l) Berorientasi pada masa lalu


20

e. Defisit pengetahuan

1) Mayor

a) Menanyakan masalah yang dihadapi

b) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran

c) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah

2) Minor

a) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

b) Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. Apatis, agitasi, histeria)

3. Faktor yang berhubungan

a. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi)

d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan sumber

informasi

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis

mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien.
21

Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari

proses keperawatan. Semua data di kumpulkan secara sistematis guna

menentukan status kesehatan klien saat ini. Hal-hal yang perlu dikaji antara

lain :

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis

medis.

b. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan sangat

mengganggu klien pada saat dikaji atau saat ini. Biasanya klien

mengeluh nyeri pada perut bagian atas. Agar lebih komprehensif,

pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.

c. Riwayat kesehatan klien

1) Riwayat kesehatan sekarang

Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah

diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk

mendapatkan penanganan secara medis. Dikaji dengan

menggunakan pendekatan PQRST (Provocative/Paliative, Quality,

Range, Severity/Scale, Time).


22

P : Hal-hal yang menyebabkan timbulnya keluhan, faktor yang

memperberat dan memperingan keluhan. Keluhan timbul

karena faktor pemicu seperti mengkonsumsi makanan yang

pedas, asam, mengkonsumsi alkohol, nikotin, perubahan pola

makan, stress

Q: Tingkat/kualitas yang keluhan dirasakan, hilang-timbul atau

terus-menerus (menetap)

R: Lokasi nyeri dan gejala dirasakan. Pada pasien dispepsia gejala

umum dirasakan pada perut bagian atas.

S: Seberapa tingkat keparahan yang dirasakan pasien dengan

memakai skala numeric 1 s/d 10. Pada pasien dispepsia skala

nyeri yang dirasakan biasanya berkisar 1-4.

T: Kapan keluhan nyeri ulu hati timbul, berlangsung lama atau

hilang-timbul

2) Riwayat kesehatan dahulu

Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit

yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan atau

minuman, zat dan obat-obatan. Kemungkinan klien sering

mengkonsumsi makanan yang mengandung asam, makan makanan

pedas, sering mengkonsumsi kafein maupun alkohol, kebiasaan

merokok, riwayat stress.


23

3) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang

sama dengan penyakit yang diderita klien saat ini.

d. Riwayat psikososial spiritual

Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal klien meliputi

bagaimana hubungan klien dengan keluarga, teman sebaya dan perawat

secara umum, dampak yang dirasakan jika merasakan nyeri, kapasitas

fisik dan intelektual saat ini, bagaimana peranan klien dalam keluarga,

bagaimana kondisi status emosional, interaksi sosial, perasaan timbul

cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga kurang harmonis,

status dalam pekerjaan, dan jika nyeri timbul bagaimana klien dalam

melakukan ibadahnya sehari-hari.

e. Aktivitas sehari-hari

Perlu dikaji mengenai pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal

hygiene, pola istirahat dan tidur, pola aktivitas dan latihan, seksualitas

atau reproduksi, peran, persepsi diri atau konsep diri, kognitif diri atau

konsep diri, dan kognitif perseptual.

f. Sirkulasi

Pola makan tidak teratur, tingginya aktivitas fisik, menunda waktu

makan yang menimbulkan sirkulasi asam dalam lambung naik atau

regurgitasi.
24

g. Eliminasi

Pengkajian ini mengenai pola eliminasi, untuk mengetahui

bagaimana hasil dari proses metabolisme klien.

h. Makanan dan cairan

Gejalanya mual/muntah, nyeri perut bagian atas, riwayat makan

makanan yang mengandung asam dan pedas, kurangnya pengaturan

waktu pola makan, hidrasi tidak adekuat.

i. Nyeri atau Kenyamanan

Nyeri akut pada perut bagian atas serta perut terasa penuh. Tanda-

tanda perilaku berhati-hati, perilaku distraksi.

j. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, fokus dispepsia didapatkan adanya nyeri

tekan pada abdomen bagian atas. Pasien dapat terlihat kesakitan dan

lemah. Pemeriksaan fisik terdiri dari:

Tabel 2.1 Pemeriksaan Fisik


No. Bagian Tubuh Pemeriksaan Fisik
1. Rambut Keadaan kepala klien Dispepsia biasanya baik
(tergantung klien): distibusi rambut merata,
warna rambut normal (hitam), rambut tidak
bercabang, rambut bersih. pada saat di palpasi
keadaan rambut klien Dispepsia biasanya
lembut, tidak berminyak, rambut halus.

2. Mata Keadaan mata penderita Dispepsia biasanya


normal. Mata simetris, tidak edema di sekitar
mata, sklera tidak ikterik, konjugtiva anemis,
pandangan tidak kabur.
25

3. Hidung Normal. Simetris tidak ada pembengkakan ,


tidak ada secret, hidung bersih

4. Telinga Normal. telinga simetris kiri dan kanan, bentuk


daun teling normal, tidak terdapat
serumenm,keberihan telinga baik.

5. Mulut mukosa bibir kering, keadaan dalam mulut


bersih (lidah,gigi,gusi).

6. Leher biasanya pada klien Dispepsia Normal


1. Inspeksi : leher simetris,tidak ada
penonjolan JVP,terlihat pulsasi
2. Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesaran nodus limfa

7. Thoraks Paru 1. Inspeksi : dada simetris kiri dan kanan,


pergerakan dada sama, pernapasan cepat
dan dangkal, tidak ada penonjolan rusuk.
2. Palpasi : Normal. Tulang rusuk lengkap,
tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas
serta edema atau massa. Tractil fremitus
positif kiri dan kanan.
3. Perkusi : suara dullness pada daerah
payudara, dan suara resonan pada
intercosta.
4. Auskultasi : Normal.tidak terdengar
suara tambah pada pernapasan
(ronchi,whezing)

8.  Jantung biasanya klien dengan Dispepsia Normal.


Yaitu Tidak ada terjadi ganguan pada jantung
klien (kecuali klien memilki riwayat sakit
jantung). Teraba pulsasi pada daerah jantung
klien pada intercosta 2 dan pada intercosta 3-5
tidak teraba, pada garis mid klavikula teraba
vibrasi lembut ketukan jantung.suara jantung
S1 dan S2 terdengar dan seimbang pada
intercosta ke 3 dan pada intercosta ke 5 bunyi
S1 lebih dominan dari pada S2.
26

9. Abdomen 1. Inspeksi : perut rata, tidak ada


pembesaran hepar yang di tandai dengan
perut buncit, tidak ada pembuluh darah
yang menonjol pada abdomen, tidak ada
selulit.
2. Palpasi : ada nyeri tekan pada abdomen
bagian atas
3. Perkusi : bunyi yang di hasilkan timpani
4. Auskultasi : bising usus terdengar

10. Ekstermitas kekuatan eks.atas dan eks.bawah baik, dapat


melakukan pergerakan sesuai perintah, tidak
ada nyeri tekan atau lepas pada ekstermitas,
tidak ada bunyi krepitus pasa ekstermitas

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara

menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan diagnosis

keperawatan (Potter & Perry, 2009). Berikut uraian dari masalah yang

timbul pada klien dengan dispepsia menggunakan Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017 :

a. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi)

d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan

sumber informasi.
27

3. Intervensi keperawatan

Berikut intervensi dari masalah yang timbul pada klien dengan

dispepsia menggunakan Nanda NIC-NOC 2016 :

1. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa

mual berkurang/hilang.

Kriteria Hasil : Tidak ada tanda mual, identifikasi hal-hal yang dapat

menyebabkan mual (aroma yang tidak disukai,

kurangnya keteraturan makan), kolaborasi pemberian

obat antiemetik.

Intervensi Keperawatan :

a. Manajemen mual

Rasional : Untuk mengurangi rasa mual pada klien

b. Manajemen stress

Rasional : Untuk mengidentifikasi dan mengurangi tingkat stress

pada klien

c. Berikan terapi relaksasi nafas dalam

Rasional : Untuk memberikan efek relaksasi dan distraksi

d. Kolaborasi pemberian obat

Rasional : Untuk memberikan terapi farmakologi


28

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

Tujuan ` : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil : Adanya peningkatan BB / ideal (jika tinggi klien 155cm

BB ideal ±40kg), tidak ada tanda malnutrisi (massa otot

menurun, mudah lelah, mudah emosional), mampu

mengidentifikasi kebutuhan nutrisi (diit yang tepat)

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai

Rasional : Mengukur keefektifan nutrisi.

b. Timbang BB klien dengan kondisi dan waktu yang sama.

Rasional : Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan

nutrisi/keefektifan terapi.

c. Berikan makanan sedikit tapi sering.

Rasional : Makanan mempunyai efek penetralisir asam juga

menghancurkan kandungan gaster.

d. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas

mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat

mual/rnuntah atau diare.

Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi

yang tepat, berguna dalam pengawasan kefektifan obat,

kemajuan penyembuhan.
29

e. Monitor intake dan output secara periodik.

Rasional : Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan

masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nyeri klien berkurang/hilang.

Kriteria hasil : Klien mampu mengontrol nyeri (dengan teknik non-

farmakologi), mampu melakukan teknik non-

famakologi (teknik relaksasi nafas dalam),

melaporkan bahwa nyeri berkurang / hilang (dengan

skala 2-0), mampu mengenali nyeri (rasa nyeri seperti

ditekan, ditusuk, durasi nyeri hilang timbul, terus

menerus).

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji tingkat nyeri, dengan skala 0-10

Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan.

b. Observasi TTV tiap 24 jam

Rasional : Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya

(TTV normal orang dewasa 120/80 mmHg).


30

c. Beri posisi semifowler/fowler

Rasional : Dengan posisi semifowler/fowler dapat menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi

terlentang.

d. Ajarkan teknik nonfarmakologi relaksasi nafas dalam

Rasional : Mengurangi rasa nyeri atau dapat meningkatkan rasa

nyaman sehingga nyeri dapat menurun.

e. Anjurkan klien untuk mengatur jadwal makan.

Rasional : Mencegah terjadinya perih pada epigastrium.

f. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan

kerja asam lambung.

Rasional : Untuk mewaspadai terhadap adanya indikator gastritis

hemoragi, hematemesis (muntah darah), takikardi dan

hipotensi.

g. Kolaborasi pemberian obat analgetik

Rasional : Menghilangkan rasa nyeri dan menurunkan aktivitas

peristaltik.

4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

kecemasan klien berkurang/hilang.

Kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan kecemasannya, mampu

mengontrol rasa cemas (dengan metode distraksi/


31

pengalihan dengan cara mengobrol dengan

keluarga/teman/perawat), TTV dalam batas normal

(120/80 mmHg), menunjukkan berkurangnya rasa

cemas.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji tingkat kecemasan.

Rasional : Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan

oleh klien sehingga memudahkan dalam tindakan

selanjutnya.

b. Dorong pernyataan cemas.

Rasional : Membantu pasien menerima perasaan dan mengidentifikasi

masalah yang menyebabkan stress.

c. Berikan lingkungan tenang dan istirahat.

Rasional : Memudahkan pasien dari stress luar meningkatkan relaksasi,

membantu menurunkan ansietas.

d. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku

perhatian.

Rasional : Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress

berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada

penyembuhan/perbaikan.
32

e. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru.

Rasional : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu

dalam menurunkan stress dan ansietas, meningkatkan kontrol

penyakit.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit berhubungan dengan kurang

informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

klien mengerti tentang kondisi dan penyakitnya.

Kriteria hasil : Klien menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi

dan program pengobatan, mampu melaksanakan

program dengan tepat, mampu menjelaskan kembali apa

yang telah dijelaskan.

Intervensi Keperawatan :

a. Tentukan persepsi pasien terhadap penyebab penyakit

Rasional : Membantu pengetahuan dasar dan memberikan beberapa

kesadaran yang konstruktif pada individu.

b. Jelaskan faktor penyebab dan tanda gejala.

Rasional : Informasi yang akurat dapat meningkatkan pengetahuan

tentang penyakit.

c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan

pencetus atau hilangnya nyeri epigastrik, termasuk menghindari iritasi

lambung.
33

Rasional : Kafein dan rokok merangsang keasaman lambung. Alkohol

mendukung untuk erosi mukosa lambuung. Individu dapat

menemukan bahwa makanan/minuman tertentu

meningkatkan sekresi lambung dan nyeri.

d. Jelaskan cara pencegahan dari penyakit.

Rasional : Membantu mengatasi masalah sehingga suatu masalaah

tidak sampai pada hal yang serius/berat.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna

membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).

Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan

b. Diagnosis keperawatan

c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan

d. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan

Keperawatan, Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,


34

keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Menurut Asmadi (2008) Terdapat 2

jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil

tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif

ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni

subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan),

analisis data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.

1) S (Subjektif) : Data subjektif yang diambil dari keluhan klien,

kecuali pada klien yang afasia.

2) O (Objektif) : Data objektif dari hasil observasi yang

dilakukan oleh perawat, misalnya tanda-tanda

akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan

keperawatan, atau akibat pengobatan.

3) A (Analisis/assessment) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang

dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data

objektif. Karena status klien selalu berubah

yang mengakibatkan informasi/data perlu

pembaharuan, proses analisis/assessment

bersifat dinamis. Oleh karena itu sering


35

memerlukan pengkajian ulang untuk

menentukan perubahan diagnosis, rencana,

dan tindakan.

4) P (Perencanaan/planning): Perencanaan kembali tentang pengembangan

tindakan keperawatan, baik yang sekarang

maupun yang akan datang (hasil modifikasi

rencana keperawatan) dengan tujuan

memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses

ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik

dan periode yang telah ditentukan.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan

menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.

Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan

wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon klien dan keluarga

terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian

tujuan keperawatan, yaitu:

1) Tujuan tercapai/masalah teratasi jika klien menunjukkan perubahan

sesuai dengan standar yang telah ditentukan.


36

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian atau klien masih

dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada

sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi jika klien hanya

menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali

serta dapat timbul masalah baru.

Anda mungkin juga menyukai