Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASPEK KEAMANAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PERLINDUNGAN PADA PASIEN


TRAUMA

KELOMPOK 1 (TINGKAT III A):


ELVIRA PRATIWI
RISKI APRILIA ARAFAH
SUTIVA VIDIANTI
WINDA ANDIANTI
ZAINAL ABIDIN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR


AKADEMI KEPERAWATAN YARSI
SAMARINDA
2018

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Menurut Potter & Perry
(2013), keamanan merupakan keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau
keadaan yang aman dan tenteram. Keamanan dalam pelayanan kesehatan tercipta ketika
lingkungan pasien bebas dari ancaman cedera dan infeksi (DeLaune & Ladner, 2011).
Keamanan ialah prioritas utama dalam perawatan pada klien dengan menciptakan
lingkungan yang aman (White, Duncan, & Baumle, 2011; Berman & Snyder, 2012).
Asuhan keperawatan profesional perlu menegakkan prinsip keamanan guna
meningkatkan derajat kesehatan klien. Prinsip tersebut diperkuat dengan adanya etik
keperawatan yang mengemukakan bahwa setiap tindakan keperawatan harus memastikan
keamanan diri sendiri, pasien, dan orang lain Error: Reference source not found. Selain
itu, teori Maslow juga mengemukakan bahwa keamanan ialah salah satu faktor penting
sebagai kebutuhan dasar manusia Error: Reference source not found.
Tindakan medis dalam rumah sakit dapat menjadi faktor risiko keamanan pasien.
Risiko disebabkan oleh kesalahan medis ataupun tidak bertindak sebagaimana
seharusnya. Studi kasus oleh Harvard Medical Practice Study di rumah sakit di New
York menunjukkan bahwa kesalahan medis disebabkan oleh 50,3% dari kesalahan
prosedur operasi, 13,6% kesalahan diagnosa, 12% kesalahan terapeutik, dan 10,8%
kesalahan ADE yang mengakibatkan disabilitas permanen sebanyak 13,7% dan 4,9%
kematian Error: Reference source not found. Jurnal penelitian lain juga dikemukakan oleh
Institute of Medicine (IOM) pada masyarakat di Amerika tahun 2015 yang menyatakan
bahwa setidaknya 98.000 orang meninggal setiap tahun akibat dari kesalahan medis dan
99.000 orang dari 1.7 juta orang meninggal akibat penularan infeksi di rumah sakit Error:
Reference source not found.
Menurut Hughes (2008) bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera
terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang terjadi dengan
tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Praktek keselamatan
pasien adalah mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan
dengan paparan terhadap lingkungan diagnosis atau kondisi perawatan medis.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 691/MEN

4
KES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit, definisi keselamatan pasien
rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Insiden dalam patient safety yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang
ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua. WHO (2004) menampilkan
angka Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) di rumah sakit dari berbagai negara maju adalah
sebesar 3.2% s/d 16.6% pada pasien rawat inap, berbagai publikasi untuk mudahnya
mengutipnya dengan angka 10% dan sebagian dari padanya dapat meninggal.
Hasil studi kasus di atas menjadi penggerak perubahan sistem pelayanan kesehatan di
dunia guna memprioritaskan keamanan dan keselamatan pasien sebagai paradigma
pelayanan kesehatan. Salah satu yang berperan sebagai penggerak ialah perawat yang
perlu menguasai keterampilan keamanan pasien.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa/(I) dapat menerpkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah
terkait aspek keamanan pada asuhan keperawatan perlindungan pada pasien trauma
1.2.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui konsep pasein safety
2. Untuk mengeathui Asuhan Keperawatan Pasien Trauma
3. Untuk mengetahui Aspek Keamanan Pada Asuhan Keperawatan Pasien Trauma
4. Untuk mengetahui Standar Operating prosedur yang Memperhatikan Tindakan
Keamanan Pasien

1.3 Manfaat Penulisan


1.Bagi penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan pengetahua dalam
melaksanakan aspek keamanan pada asuhan keperawatan perlindungan pada pasien

5
trauma
2.Bagi institusi pelayanan
Menjadi acuan dalam melaksanakan proses keperawatan dalam terkait aspek keamanan
pada asuhan keperawatan perlindungan pada pasien trauma

3.Bagi institusi pendidikan


Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan proses keperawatan terkait aspek
keamanan pada asuhan keperawatan perlindungan pada pasien trauma

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pasien Safety


2.1.1 Definisi Patient Safety
The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan pasien sebagai
freedom from accidental injury. Senada dengan hal ini Hughes (2008)
menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera terhadap
pasien. Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang terjadi dengan
tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Praktek
keselamatan pasien adalah mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan
yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkungan diagnosis atau kondisi
perawatan medis.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 691/MEN
KES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit, definisi
keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak
diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial
cedera. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden
yang mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya
disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera,
selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kejadian sentinel adalah suatu

7
KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Pelaporan insiden
keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu
sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis
dan solusi untuk pembelajaran.
Dari beberapa definisi dari diatas dapat di simpulkan secara garis besar
keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem rumah sakit yang
membuat asuhan pasien lebih aman dengan pencegahan cidera terhadap pasien.
2.1.2 Tujuan Patient Safety
Menurut Depkes RI (2006) Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (Patient Safety) tujuan keselamatan pasien adalah :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
2.1.3 Standar Patient Safety
Menurut Gerties dalam Rebecca (2007) patient-centered care terdiri dari 7
upaya keselamatan pasien :
a. Peduli terhadap nilai-nilai pasien, pecegahan dan pengendalian
kebutuhannya.
b. Melakukan koordinasi dan integrasi perawatan.
c. Pendidikan, Komunikasi dan Informasi
d. Kenyaman fisik
e. Dukungan emosi
f. Membuat pasien sebagai keluarga atau teman.
g. Transition and Continuity (keberlanjutan)
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
“Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar
keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
8
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit
“.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
2.1.4 Langkah penerapan patient safety (Depkes R1, 2006)
Mengacu kepada standar keselamatan pasien , maka rumah sakit harus
mendesain (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis

9
secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan melakukan perubahan
untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan
rumah sakit, kebutuhan pasien,petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis
terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
yaitu :
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
b. Pimpin dan dukung staf anda
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko
d. Kembangkan sistem pelaporan
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
g. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan patient safety

Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety di


rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Kepemimpinan
Kuntoro (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu seni dan
proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain supaya mereka
memiliki motivasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam situasi
tertentu, sehingga sangat berperan dalam menentukan arah organisasi,
mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan
organisasi yang efektif.
b. Individu
Patient safety merupakan tantangan global yang memerlukan
pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai area, mencakup faktor
manusia dan system perencanaan. Menurut Jones (2007) pemberian layanan
kesehatan adalah aktivitas tim, serta para professional dan anggota tanpa
lisensi dari berbagai disiplin. Berdasarkan model manajemen tradisional,
penekanan adalah pada individu dalam tempat kerja, dan lebih menghargai
pencapaian individu. Dalam hal keselamatan pasien, pemimpin harus
memastikan bahwa menempatkan pekerja yang dimiliki mempunyai
keterampilan untuk menjalankan fungsinya sehingga pelayanan yang
diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit harus dapat mengadakan
pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan para staf, karena pengetahuan para staf akan menentukan sikap
10
mereka dalam mendukung keselamatan pasien.
c. Budaya
Jones (2007) berpendapat the organizational culture affects the
outcomes of quality for the organization. Budaya organisasi mempengaruhi
hasil dari mutu organisasi. Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam
patient safety. Menurut Whithebead, Weiss & Tappen (2010) suatu kultur
keselamatan mempromosikan kepercayaan, kejujuran, keterbukaan, dan
ketransparanan. Organisasi dan kepemimpinan senior harus melakukan
perubahan arah untuk mengembangkan budaya keselamatan, suatu
lingkungan yang tidak menyalahkan di mana pelaporan kesalahan
dipromosikan dan dihadiahi.
d. Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain
proses pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Menurut Hughes
(2008) temuan riset menunjukkan bahwa IT aplikasi dapat tingkatkan
keselamatan pasien dengan standardisasi, kesalahan , dan mengengurangi
data tulis tangan, diantara fungsi lain.

e. Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman
dan efektif yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi
dari lingkungan fisik dan pengaturan di mana perawatan diberikan. Hughes
(2008) berpendapat bahwa lingkungan kerja adalah tempat dimana perawat
menyediakan perawatan pada pasien yang bisa menentukan kualitas dan
keselamatan pelayanan.

2.2 Asuhan Keperawatan Pasien Trauma


2.2.1 Pengkajian Aspek Keamanan dalam Potter & Perry
Asuhan keperawatan perlu menerapkan keterampilan berpikir kritis yang
merujuk pada informasi dan pengalaman yang diperoleh, pengkajian secara
menyeluruh, serta pertimbangkan akan ancaman keselamatan termasuk
lingkungan klien dan faktor risiko individual (Potter & Perry, 2013). Perawat
dapat mengajukan pertanyaan spesifik terkait dengan keamanan klien yang
mencakup aktivitas dan olah raga, riwayat pengobatan, riwayat jatuh,
pemeliharaan rumah dan keamanannya. Oleh karena itu, perawat perlu
memerhatikan hal hal berikut ini ketika mengkaji:

11
1. Anamnesis keperawatan
Anamnesis mencakup data untuk menentukan adanya kondisi yang
mengancam keselamatan klien. Misal, perhatikan gaya berjalan klien,
kekuatan dan koordianasi otot, penglihatan, dan keseimbangan.
Pertimbangkan juga untuk mengkaji mengenai status perkembangan klien,
ada tidaknya gangguan kognitif, kecakapan emosi dan tinjau apakah klien
sedang mengonsumsi obat atau menjalani prosedur yang berisiko.
2. Lingkungan rumah klien
Kecelakaan atau cedera dapat terjadi di lingkungan rumah, sehingga
dibutuhkan pengkajian bahaya rumah. Perawat bersama klien menjelajahi
rumah dan lingkungan sekitar, lalu diskusi bagaimana klien melakukan
aktivitas hariannya. Pengkajian ini akan membantu perawat mengenali
bahaya yang tersembunyi.
3. Lingkungan pelayanan kesehatan
Hal yang dikaji ialah kemungkinan akan lokasi perlengkapan untuk
usaha ambulasi klien. Selain itu dikaji pula perlengkapan yang digunakan
apakah dalam fungsi dan kondisi yang normal atau tidak.
4. Risiko jatuh
Pengkajian risiko jatuh sangat penting untuk menentukan kebutuhan
spesifik dan menyusun intervensi pencegahan. Alat pengkajian kecelakaan
jatuh membantu mendeteksi risiko potensial sebelum terjadinya kecelakaan
atau cedera.
5. Risiko kesalahan medis
Risiko kesalahan medis ini disebabkan karena beban kerja dan
kelelahan yang berlebihan. Beban kerja yang berat dan kelelahan yang
berlebihan menyebabkan penurunan kewaspadaan dan konsentrasi, sehingga
menyebabkan kesalahan medis (Potter & Perry ,2009). TJC menetapkan
National Patient Safety Goals Hospital Program tahun 2008 untuk
mengurangi kesalahan medis, diantaranya mencakup:
a. Meningkatkan ketepatan identifikasi klien,
b. Meningkatkan efektivitas komunikasi antar pemberi layanan,
c. Meningkatkan keamanan penggunaan obat dan pengobatan secara
akurat,

12
d. Dorong keterlibatan aktif klien dalam perawatan dirinya (Potter &
Perry, 2013).
6. Serangan bioteroris
Perawat perlu menghadapi serangan bioteroris dengan mengkaji tatanan
lingkungan dengan akurat. Perawat perlu mengenali akibat biologis dan
menjalankan peran serta tanggung jawabnya dengan cepat dan efisien.
7. Harapan klien
Pengkajian perlu menyertakan pemahaman klien tentang persepsinya
mengenai faktor risiko. Pada klien yang belum berpengalaman atau tidak
mengetahui informasi tentang ancaman keselamatan, maka disinilah tugas
perawat untuk memberikan edukasinya juga dan mengonsultasikan cara
mengurangi ancaman di lingkungan klien.
2.3 Aspek Keamanan Pada Asuhan Keperawatan Pasien Trauma
Cedera fisik, berisiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber adaptif dan sumber defensif individu.
Cedera fisik ini dapat menyakiti dan membahayakan tubuh individu. Faktor risiko yang
dapat terjadi diantaranya risik aspirasi, ketidakefektifan jalan napas, jatuh, cidera,
pendarahan, mukosa oral, syok.
2.4 Standar Operating prosedur yang Memperhatikan Tindakan Keamanan Pasien
CMS (Center for Medicare and Medicaid Services) mengemukakan bahwa restrain
adalah peralatan yang bersifat protective untuk mengurangi aktivitas fisik dari` bagian
tubuh pasien guna menghindari kejadian aksidental yang membahayakan dan melakukan
apa yang dibutuhkan oleh kebutuhan medis untuk treatment yang tidak bisa digantikan
dengan yang lain. Restrain biasanya digunakan pada lansia yang menderita dementia
(kebingungan).
Restrain dapat diklasifikasikan menjadi physical dan chemical. Physical restraints
adalah metode manual atau fisikal atau mekanis yang melekat dalam tubuh pasien.
Chemical restraints adalah pengobatan yang bersifat anxiolitik (ativan, vanax), sedatives
(amytal, seconal), dan agen neuroleptik dan psikotropik (thorazine, haldol) untuk
mengkontrol aktivitas sosial yang dapat mengganggu. Perawat perlu melakukan tindakan
sebelum memasan restrain, yaitu orientasi klien dan keluarga, awasi dan jalin hubungan,
berikan aktivitas pengalih perhatian, tempatkan di tempat yang tepat, berikan pernyataan
sederhana yang menenangkan, berikan waktu dan intervensi verbal saat pasien agresif,
berikan stimulus visual dan audiotorik, hilangkan pentunjuk jalan pulang, promosikan

13
teknik relaksasi, berikan jadwal olahraga rutin, berikan kebutuhan vital, tutupi selang
dengan pakaian, evaluasi obat, dan perhatikan status fisik dan hasil lab (Potter & Perry,
2009).
Penggunaan restrain yang tidak tepat dan monitoring yang tidak baik dapat memicu
kecelakaan hingga kematian, serta dapat berdampak pada psikologis pasien. Restrain
dapat merusak melalui ancaman immobility (seperti atrophy, kerusakan tulang, tekanan,
konstipasi, dan pengurangan nafsu makan), kebingungan, kebosanan dan kesendirian,
depresi, dan kehilangan martabat. Masalah-masalah ini terjadi jika individu tidak
menerima perawatan yang benar dalam hal hygiene, perawatan kulit, hidrasi, kebutuhan
nutrisi, eliminasi, penilaian nyeri, dan monitor terhadap tanda-tanda vital.
Perawat perlu mengetahui tujuan dari restain dan kegunaannya berdasarkan 5 kriteria,
yaitu: 1) Restrain mengurangi pergerakan pasien sesedikit mungkin. Jika pasien hanya
membutuhkan satu tangan untuk direstrain, jangan lakukan restrain pada seluruh badan;
2) Keamaanan klien. Pilihlah restrain yang tidak dapat membuat klien terluka; 3) Tidak
mengganggu pengobatan atau kesehatan pasien. Jika pasien memiliki sirkulasi darah yang
buruk di tangan, gunakan restrain yang tidak akan menghasilkan masalah pada masalah
sirkulasi; 4) Restrain dapat digantikan. Restrain butuh diganti sesering mungkin, terlebih
jika kotor. Pilih restraint yang dapat diganti dengan melihat gangguan minimal yang dapat
dihasilkan; 5) Perkecil level restrain. Baik pasien dan pengunjung biasanya akan
merasakan keanehan pada restrain, biarpun mereka mengerti alasan penggunaan restraint.
Semakin kecil restrain yang digunakan, maka akan semakin nyaman untuk pasien (Kozier
et al, 2012).
Pasien yang sedang berada dalam keadaan restain secara fisik atau mekanisme akan
merasa bingung dan biasanya akan merasa tertekan karena pembatasan gerakan. Oleh
karena itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendukung penggunaan restrain,
seperti support dan dukungan, melakukan privasi, melakukan pertemuan tatap muka
sesering mungkin, dan juga tidak lupa melakukan pencatatan dan dokumentasi (Stuart,
2013). Dukungan dalam bentuk hiburan sangatlah penting (Moylan, 2009). Jika
pengunjung diperbolehkan, maka perawat harus menjelaskan alasan pemasangan
restraints sebelum mereka bertemu dengan pasien.hal ini akan membantu mereka untuk
menerima situasi yang ada. Pertemuan tatap muka harus dilakukan tiap jam. Evaluasi
harus mencakup resiko fisik yang dapat berdampak pada kehilangan; ancaman fisik dan
ketidaknyamanan; tingkat psycological pasien.Kebutuhan fisik harus dicatat dalam

14
dokumentasi keperawatan.Pengkajian rutin pada klien yang dipasangi restrain sangatlah
penting untuk mencegah cedera.
Karena resikonya, institusi seperti Centers of Medicaid and Medicare Services
(CMS) membuat standar penggunaan restain yang aman dan menentukan hak dan pilihan
klien mengenai penggunaannya (Potter & Perry, 2009). Dengan adanya pedoman, alasan
penggunaan restrain harus dinyatakan dengan jelas. Penggunaan restrain menjadi bagian
dari penanganan medis klien dan intervensi yang kurang restriktif. Selain itu, penggunaan
alat restrain, harus dikonsultasikan dengan disiplin ilmu dan dokumentasi pendukung
harus diberikan.
Pengaturan ruangan juga diperlukan untuk mengurangi faktor resiko. Pengaturan
ruangan diperlukan untuk mengilangkan ancaman lingkungan yang mencakup tindakan
pencegahan seperti pemenuhan kebutuhan dasar, mengurangi bahaya fisik, dan
mengurangi transmisi patogen (Potter & Perry, 2009). Pencahayaan ruangan yang cukup
termasuk dalam tindakan pengamanan suatu ruangan. Adanya pencahayaan dan tindakan
pengamanan akan mengurangi resiko cedera akibat tindakan kriminal. Tindakan ini
berupa, memperhatikan pencahayaan di ruangan, mengunci pintu dan jendela, serta
edukasi tetang keamanan seperti menghimbatu untuk parkir mobil di area yang ramai dan
terang.
Modifikasi ruangan diperlukan untuk mengurangi resiko jatuh.Pastikan klien yang
berat dan memiliki keterbatasan mobilitas telah didukung dengan tepat.Pembatas tepi
dibutuhkan seperti batas pegangan pada toilet, kunci pada tempat tidur dan kursi roda, dan
lampu pemanggil merupakan alat pengaman tambahan. Peralatan yang tidak diperlukan,
harus dipindahkan dan penggunaan sandal karet untuk berjalan akan mengurangi resiko
cedera. Hilangkan semua alat pengganggu seperti jam, gelas, tissue di atas meja. Pastikan
benda yang tidak penting telah dipindahkan di dalam laci.Penggunaan karpet harus
diamankan dengan alas anti selip. Jika klien menggunakan alat bantu, maka periksa
kondisi alat tersebut.

15
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Pengkajian Aspek Keamanan dalam Potter & Perry meliputi anamnesis
keperawatan, lingkungan rumah klien, lingkungan pelayanan kesehatan, resiko
jatuh, resiko, risiko kesalahan medis, serangan bioteroris, harapan klien. Cedera
fisik, berisiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber adaptif dan sumber defensif
individu. Cedera fisik ini dapat menyakiti dan membahayakan tubuh individu.
Faktor risiko yang dapat terjadi diantaranya risik aspirasi, ketidakefektifan jalan
napas, jatuh, cidera, pendarahan, mukosa oral, syok. Standar operating prosedur
yang memperhatikan tindakan keamanan pasien antara lain tindakan restrain dan
pengaturan atau modifikasi ruangan.
3.2 Saran
A. Bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami manajemen
Aspekkeamanan pada asuhan keperawatan perlindungan pada pasien trauma.

B. Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan


denganmakalah ini,sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan
makalah yang lebih baik,sehingga dapat di jadikan acuan bagi peserta didik
lainnya

16
DAFTAR PUSTAKA

Depkes Ri, 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( Patienty
Safety). diakses tanggal 20 oktober 2014,htpp://www.edu.ui.ac.id/files

Hugh,ronda .G.2008.patient safety and quality an evidence based handbook of


Nurses.Rochville MD : Agency for Healthcare Research and quality
publication,diakses 20 oktober 2014, http:// www.ahrg.gov/QUAL / nursehdbk.

Kunturo.Agus.2010. Buku Ajar Menejemen Keperawatan Nuha Medika:Yogyakarta

Mustikawati,Yully H . 2011. Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cidera Dan


Kejadian Tidak Diharapkan Di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta
Tesis M. Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Diakses
Tanggal 20 Oktober 2014, htpp://www.edu.ui.ac.id/files

Yulia, Sri. 2010. Pengaruh Pelatihan Keselamatan Pasien Terhadap Pemahaman


Perawata Pelaksanaan Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien Di Rs Tugu Ibu
Depok, Tesis M. Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok,
Diakses Tanggal 20 Oktober 2014, htpp://www.edu.ui.ac.id/files

17

Anda mungkin juga menyukai