Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa permulaan peradaban yang benar-benar membawa perubahan yang sangat
besar, yang membawakan pula obor kesejahteraan dan kemanusiaan, Muhammad SAW. Ia
merupakan nabi penutup daripada nabi dan rosul, serta sebagai rahmatanlil alamin bagi umat
manusia dengan Islam sebagai ajaran agama yang baru. Sehingga Ia pula patut sebagai guru
utama bagi pembaruan. Setelah nabi wafat ajaran tersebut disebarluaskan oleh para sahabat,
tabiin dengan memegang panji Islam yang kokoh. Sehingga pasca nabi, ajaran Islampun juga
disebarluaskan diseluruh penjuru dunia.
Dalam penyebaran syari’at islam pasca Rosulullah Muhammad SAW, terdapat
beberapa babakan, yakni mulai langsung dari Khulafaur Rasyidin, yang dijalan kan oleh para
sahabat dekat nabi (11-41 H) yakni dari Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khatab, Ustman bin
Affwan, Ali bin Abi Thalib. Serta babakan Islam pada masa klasik (keemasan) yang terdapat
dua penguasa besar pada saat itu, yaitu pada masa Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah.
Pada bahasan ini, kita akan membahas lebih luas tentang Dinasti Abbasiyah yang diusungkan
dari kerabat Rasulullah, yakni keluarga Abbas.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah?
b. Siapa saja Tokoh pada masa Dinasti Abbasiyah yang mempunyai peran penting dalam
menggulingkan Dinasti Ummayah?
c. Bagaimana gerakan perjalanan Dinasti Abbasiyah?
d. Kemajuan dan kemunduran Daulah Abbasiyah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah


Dinasti ini pun berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yakni seleluhur dengan nabi
Muhammad SAW. Yang diambil dari nama paman beliau al Abbas, yang secara resmi
diplokamirkan oleh Abd Allah Al Shaffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abd Allah ibn Abbas.
Keturunan paman nabi Muhammad inilah yang disebut dengan bani Abbas. Yang mana
keturunan al Abbas ini mengklaim dirinya lebih baik menggantikan posisi nabi ketika beliau
wafat, dari pada Ali bin abi Thalib, yang mana mereka menganggap paman nabi inilah yang
lebih berhak, ketimbang keponakan nabi. Pada awal mula pemikiran ini belum muncul ketika
nabi meninggal, tetapi mengemuka ketika cucu Ali bin abi Thalib, yang kekaligus pemimpin
syiah al Khaisaniyah, atau kelompok terbesar keturunan Ali yang melakukan perlawanan
kepada Ummawiyah. Dari Dinasti Abbasiyah ini tidak begitu terpengaruh dari peradaban Arab,
seperti halnya pad masa Dinasti Ummawiyah dikarenakan perpindahan ibukota dari Damaskus
ke Bagdad.

B. Tokoh Pada Masa Dinasti Abbasiyah


Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai
sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani
Abbasiyah antara lain :
a. Para Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri gubernur, panglima perang dan
pegawai lainnya banyak dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.
b. Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi
dan kebudayaan.
c. Kebebasan berfikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.
d. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah.
Dalam dinasti Bani Abbasiyah ini terdapat 37 khalifah berkuasa kurang lebih selama lima abad
(750-1258 M). Ada beberapa tokoh yang sangat berjasa dan sukses dalam penggulingan Dinasti
Ummawiyah, yakni;
1. Muhammad ibn Ali ibn Abd Allah ibn Al Abbas
Beliau adalah putra dari Ali ibn Abd Allah, yang merupakan seorang yang zuhud,
meningkatkan kualitas ibadah, dan juga baik dalam menjalin persahabatan dengan bani
Ummawiyah, sehingga ia pun diberi daerah kekuasaan oleh khalifah Walid ibn Malik, yakni
daerah Hummayyah yang terletak didekat Damaskus, tetapi anaknya yakni khalifah
Muhammad ibn Ali termasuk seseorang yang cerdas dan Ambisius terhadap kekuasaan, ia pun
dapat dikatakan sebagai perintis pergerakan.
2. Ibrahim al Imam
Ia adalah putra dari Muhammad ibn Ali, dan Ia adalah penerus kepemimpinan setelah
sepeninggalan ayahnya. Semasa kepemimpinannya mengalami kemajuan yang sangat pesat,
akan tetapi dengan kekuasaannya ia pun bermain dengan leluasa dengan kekuasaan yang
dimilikinya. Setelah Abu Muslim memberikan seperlima dari hartanya, lalu diangkatnya Abu
Muslim menjadi pemimpin di Khurasan, dan memberikan kekuasaan kepada Abu Muslim
untuk melakukan propaganda secar besar-besara, yaitu membunuh siapa saja yang
dicurigainya.
3. Abu al Abbas as shafah
Setelah saudaranya Ibrahim al Imam meninggal dunia, maka Abu al Abbas as Shafah
menggantikan posisinya menjadi pemimpin, sampai benar-benar Dinasti Umayyah dapat
digulingkan. Ia pun langsung mengangkat dirinya menjadi khalifah pertama di Dinasti
Abbasiyah, dengan menggelari dirinya al Saffah yang berari sang penumpah darah.
4. Abu Muslim al Khurasani
Biasa ia menyebuit dirinya sebagai gubenur keluarga Muhammad (Amir al
Muhammad), kedudukan ini ia pangku sampai kekhalifahan as Shaffah, lalu pada masa
pemerintahan Abu Ja’far al Manshur, kebesaran Abu Muslim di balas dengan kejahatan, karena
dikhawatirkan membawa pengaruh kepada masyarakat.
5. Abu salamah al Khalal
Beliau adalah salah satu tokoh yang dapat mempengaruhi ibrhim al Imam, yang mana
pada tahun 744 H Bukhayr ibn Mahan wafat, pada waktu ia mendapatkan persetujuan dari
Ibrahim al Imam untuk pengankatan menantunya, maka ia pun memakai gelar Wazir al
Muhammad atau mentri keluarga Muhammad, ia meruopakan seorang yang kaya raya, dan ahli
dalam perpolitikan, namun pada saat kesuksesan hampir tergapai, maka Khalifah As shafah
membunuhnya, atas persetujuan oleh Abu Muslim.
C. Gerakan Perjalanan Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa
antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II
adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi
diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan diberbagai bidang masih
menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus
merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil mengancurkan Dinasti Abasiyyah.
Pada Pemerintahan Abasiyyah periode I, telah mengembangkan kebijakan-kebijakan politik
diantaranya adalah:
a. Memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Bagdad
b. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c. Merangkul orang-orang persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi
peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d. Menumpas pemberontakan-pemberontakan
e. Menghapus politik kasta

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu
dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi
menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat
ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz
(memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan
perintah khalifah dan mengikuti arahannya.
Sedangkan untuk Model pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa dikatakan
asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan
pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang menonjol pada masa pemerintahan Abasiyyah yang
tidak terdapat di zaman Umayyah adalah :
1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari
pengaruh arab, sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam
periode pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat
kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam politik dan
pemerintahan dinasti ini.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi
kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas, sebelumnya
belum ada tentara yang profesional.
D. Kemajuan dan Kemunduran Daulah Abbasiyah.
Kekuasaan pada periode Bani Abbas ini menerapkan pola pemerintahan berbeda-beda
sesuai dengan kondisi politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan politik
terbagi menjadi lima periode, yakni:
1. Periode Awal atau Pengaruh Persia Pertama (750-847), Ada 10 khalifah yang memimpin
pada masa ini, telah dikatakan pada awal pembahasan bahwa salah satu ciri pemerintahan
Abasiyyah adalah adanya unsur non Arab yang mempengaruhi pemerintahannya seperti Persia
dan Turki. Pada awal pemerintahannya Abasiyyah lebih cenderung seperti pemerintahan Persia
dimana raja mempunyai kekuasaan absolut yang mendapat mandat dari tuhan. Masa inilah
yang mengantarkan abasiyyah pada puncak kejayaannya.
Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus, dan dari Laut
kaspia ke sungai Nil.

2. Periode Lanjutan atau Turki Pertama (847-945), Ada 13 khalifah yang memerintah pada
masa ini, masa ini ditandai dengan kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah orang
Turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan, terbukti dengan dibangunnya kota
Samarra’ oleh al-Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para jenderal Turki berhasil
mengontrol pemerintahan, sehingga khalifah hanya dijadikan sebagai “boneka” atau simbol
seperti khalifah al-Muntanshir, al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi. Pada masa ini pula
dinamakan pada masa disintegrasi. Disintegrasi yang pada akhirnya menjalar kenegara yang
lebih luas, sehingga banyak negara yang memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah dan menjadi
wilayah yang merdeka, misalnya Afrika Utara, Spanyol, Persia.

3. Periode Buwaihiyah atau pengaruh persia kedua (945-1055), Ada 5 khalifah yang
memerintah pada masa ini, masa ini berjalan lebih dari 150 tahun, namun secara de facto
kekuasaan khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti baru. Kemunculan dinasti
Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah yang telah jatuh sepenuhnya
dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki. Dominasi bani Buwaihiyyah
berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-Muktafie sebagai jasa mereka dalam
menyingkirkan pengawal-pengawal Turki. Pengangkatan ini merupakan senjata makan tuan,
dimana Ahmad bin Buwaih yang diangkat sebagai amir umara’ dengan gelar Muiz ad daulah
menurunkan khalifah Muktafie. Masa bani Buwaihiyyah ini, Abasiyyah menghadapi 2 polemik
besar, yaitu:
a. Adanya pemerintahan tandingan, yaitu berdirinya Fatimah (967-1171), dinasti Samaniah di
Khurasan (847-1055), dinasti hamidiah di Suriah (924-1003), dinasti Umayyah di Spanyol
(756-1030), dinasti Ghaznawiyah di Afganistan (962-1187).
b. Adanya perang ideologi antara syi’ah dan sunni. Sebenarnya, Buwaihiyyah merupakan
dinasti yang beraliran syi’ah, sehingga sejak awal pemerintahannya mereka memaksakan
upacara-upacara syi’ah seperti upacara kematian Husain cucu Rasulullah harus diperingati, jika
tidak mau maka akan dihukum atau disiksa. Namun pemaksaan tersebut tidak berjalan lama
karena herus berhadapan dengan masyarakat Sunni ditambah dengan adanya manifesto
Baghdad yang secara langsung menghentikan propaganda Buwaihiyyah atas Syi’ah di
Baghdad.

4. Periode Dinasti Saljukiyah Atau Pengaruh Turki Kedua (1054-1157 M). Masa ini berawal
ketika Seljuk mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan mengalahkan Bani Buwaihiyyah dan
berakhir dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan Saljuk berawal ketika penduduk Baghdad
marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri yang memaksa rakyat Baghdad untuk menganut
syi’ah dengan cara menahan khalifah al-Qaim dan menghapuskan nama-nama khalifah
Abasiyyah diganti dengan nama khalifah Fatimiah. Kondisi ini tidak berlangsung lama dengan
dikalahkannya Arselan Basaseri oleh Tughrul Bey yang pernah menjadi tentara bayaran
Abasiyyah. Tughrul bey berhasil mendudukkan khalifah al-Qaim pada jabatannya sebagai
penguasa yang sah dan resmi dengan gelar kehormatan Sulthan wa Malik As Syirqi wa
Maghrib dan juga mengawinkannya dengan putri khalifah al-Qaim, adapun khalifah yang
memerintah masa pengaruh Turki kedua ada 11. Khalifah-khalifah itu hanya mempunyai
wewenang dalam bidang keagamaan saja, sedangkan bidang lainnya dibawah dominasi Turki.

5. Bebas Dari Pengaruh Lain (1157-1258). Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah sebenarnya
bebas dari pengaruh manapun namun secara perlahan namun pasti menuju kehancuran dimana
setelah berakhirnya Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi kekuasaan Seljuk maka
kekhalifahan Abasiyyah dikacau lagi dengan adanya kaum khuarzamsyah dari Turki yang
dulunya menjaddi pembantu Seljuk yang kemudian menamakan diri dengan Atabeg (bapak
raja/amir). Berkuasanya kaum Khuarzamsyah dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash
memaksa khalifah Nashir (khalifah ke-31) untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa
Tartar Mongol untuk menghancurkan lawan politiknya, dan inilah yang menjadi kesalahan
terbesar Abasiyyah, karena selain menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga
memusnahkan Baghdad dan kota Islam lainnya sehingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis
Khan Abasiyyah sudah habis riwayatnya.

Pada masa Bani Abasiyyah dalam sistem pemerintahan mulai diadakan pembaharuan-
pembaharuan dalam ketentaraan diantaranya adalah dengan:
a. Membuka keanggotaan tentera bukan hanya untuk orang Arab saja akan tetapi juga kepada
orang non Arab
b. Mengemas sistem pentadbiran dan struktur organisasi ketenteraan
c. Memberikan Gaji dan hadiah kepada tentera, misalnya: Khalifah hadiahkan sebidang tanah
untuk menghargai jasa tentera. Cara ini dikenali sebagai "Al-Iqtha'

Dengan melakukan beberapa pembaharuan-pembaharuan tersebut akhirnya tentara Islam pada


masa Bani Abasiyyah pun mengalami kejayaan.
Begitu juga bagian-bagian didalam kepemerintahan membentuk biro-biro pemerintah :
1. Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
2. Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi
dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar
Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat
otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-
Qariyah.
3. Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi
khalifah dalam keadaan darurat.
4. Baitul Maal, dengan tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara,
Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk
mengurus perlengkapan angkatan perang.
5. Organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-
Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai
Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan
Negeri).
6. Diwan al-Tawqi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua surat-
surat resmi, dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan
departemen kepolisian dan pos.
7. Diwan al-nazhar fi al mazhalim, dewan penyelidik keluhan adalah jenis pengadilan tingkat
banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara
keliru pada departemen administratif politik.
8. Diwan al-syurthah, departemen kepolisian yang dikepalai oleh seorang pejabat tinggi yang
diangkat sebagai shahih al syurthah yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala
keamanan istana.
9. Diwan al-barid, departemen pos, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut shahih
al-barid, tugas departemen pos tidak terbatas pada memberikan layanan terbatas untuk
surat-surat pribadi akan tetapi juga dimanfaatkan untuk mengantar para gubernur yang
baru dipilih ke provinsi mereka masing-masing, juga untuk mengangkut tentara dan barang
bawaannya.

Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun ar


Rasyid dan putranya Al Ma’mun. Kekayaan banyak digunakannya dalam bentuk sosial, yakni
dengan berbagai macam pembangunan tempat dan sarana Umum. Pada masanya pula terdapat
800 tabib , dan pada masa inilah kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kebudayaan, kesusteraan berada pada keemasannya. Dan pada masa inilah negara
Islam, menjadi negara kuat yang tak tertandingi. Begitu pula dengan putranya, yakni al
makmun, ia sangat cinta sekali dengan berbagai macam ilmu pngetahuan, sehingga pada masa
kekhalifahannya bernagai macam buku ia terjemahkan, dan tak segan-segan menggaji berbagai
penerjemah bahasa,pada masanya inilah yang menjadikan kota Bagdad menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang di munculkan pada masa goldeng age ini, yang
mana pendidikan pada masa daulah Muawiyah hanya berada atau berpusat di masjid-masjid,
maka pada periode ini madrasah-madrasah dari semua tingkatan dimunculkan, dengan pelopor
Nizam al Mulk, begitu juga dengan ilmu tafsir, ilmu Hadist, dan banyak lagi ilmu-ilmu, baik
itu ilmu eksak dan yang lainnya.
Sedangkan pada periode kedua masa pemerintahan Abbasiyah justru malah menurun,
wilayah-wilayah Islam satu persatu mulai terpecah dan tercerai berai, di Andalusia, muncul
Dinasti Ummawiyah kembali muncul yang mengangkat Abd al Rahman al Nashir menjadi
khalifah. Begitu juga di Afrika Utara, kelompok syiah al Islamiyah membentuk Dinasti
Fathimiyah. Akibatnya pada periode abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi
terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad
ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu
pula di Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya. Di Bagdad, bani
Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan pemerintahan Bani Abbas, sehingga
khalifah hanya tinggal nama saja. Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunduran Dinasti
Abbasiyah adalah:
1. Pertentangan internal keluarga. Seperti halnya al manshur melawan Abd Allah ibn Ali
pamannya sendiri. Konflik ini yang mengakibatkan keretakan psikologis yang
mendalamdan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengakibatkan campur
tangan kekuatan dari luar.
2. Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasti kecil. Dengan buaian gemilang harta
dan kekuasaan yang mana setiap orang akan lupa atas kewajiban-kewajiban yang harus
dilakukan, dengan semua kekuatan dan berbagai macam cara akan dilakukan untuk
mencapai kekuasaan. Dan juga pada perdadana mentri seenaknya menggunakan kebijakan
dari khalifah, merekapun berturut-turut melakukan kekuatan dari luar. Dengan kekuatan
dari luar inii pun yang mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam
kekhalifahn itu sendiri. Dengan lemahnya sistem pemerintahan pusat, sehingga telah
menggoda penguasa daerah utnuk melirik otonomisasi, seperti gubenur (amir) yang
berdomisili di wilayah barat kota Bagdad seperti Idrisyah, Fathimiyah, Ummawiyah II,
maupun yang berdomisili di Timur Bagdad, Tahiriyah, Samaniyah, untuk tidak lagi taat
kepada Khalifah pusat. Pada kekacauan ini Holagu Khan keturunan dari Jengis Khan
datang disertai dengan pasukan Tartar menghancurkan Bagdad dan meruntuhkan Bani
Abbasiyah.
Kemajuan – kemajuan Dinasti Abbasiyah
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari
lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa,
terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya,
seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi
dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa
dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karna
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk
memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi
kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu
pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni
bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain
sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-kota, seperti
pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti
pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya
.Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada mas inilah
lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al
Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih
dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam
bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil
bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang
pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan
oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka
kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga
tingakat tinggi.
1. Kemajuan dalam bidang politik dan militer
Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah
Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi
kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan
yang dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara
pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya pengembangan
ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal
sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk
mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus
dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem
politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka
pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan,
yang disebut diwanul jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan
dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas
kenyataan polotik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banayak
terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari
pemerintahan Dinasyi Abbasiyah
2. kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam
pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak
terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di anataranya adalah kebijakan politik
pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang memiliki
tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama melingkupi kehidupan mereka.
Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat untuk terus
melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan yang
pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata
membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasyi ini.
Dengan demikian, banyak bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu
pengetahaun, seperti Filsafat, filosuf yang terkenal saat itu antara lain adalah Al Kindi
( 185-260 H/ 801-873 M ). Abu Nasr al-faraby, ( 258-339 H / 870-950 M ) dan lain-
lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu
sejarah, ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang
pertama yang terkenal yang hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w. 152
H / 768 M ).
3. kemajuan dalam ilmu agama islam
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang lima
abad ( 750-1258 M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam ini, khususnya
kemajuan dalam bidang ilmu agama, tidak lepas dariperan serta para ulama dan
pemerintah yang memberi dukungan kuat, baik dukungan moral, material dan finansia,
kepada para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat para ulama
yang ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga mereka
berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban
Islam. Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah ilmu
hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf.
BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah adalah pengubah peradaban dunia Islam setelah Dinasti
Ummawiyah. Yakni selama lima abad, dari 750-1258 M. Dinasti ini pun berasal dari nama
keluarga Bani Hasyim, yang seketurunan dengan nabi Muhammad SAW. Pada zaman
Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,
ekonomi dan budaya. Selama lima abad, pemerintahan ini pun ada 37 khalifah yang
menjalankan amanah menjadi pemimpin muslimin. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat
dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai
pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu
masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu
itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini
dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas),
periode Bani Abbasiyah membawa peradaban keemasan Islam di penjuru dunia.
Sedangkan pada abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi terpecah menjadi
tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad ikhsyid
berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu pula di
Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya.
Di Bagdad, bani Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan
pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah hanya tinggal nama saja. Faktor-faktor yang
menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah: 1. Faktor internal, dari keluarga
khalifah, untuk merebutkan kekuasaan. 2. Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-
dinasti kecil. Dengan ketidak seimbangnya kekuasaan dalam negeri maka tibalah pasukan
Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, menumbangkan Dinasti Abbasiyah. Sehingga
runtuhlah Dinasti yang telah berkibar selama lima Abad.

Anda mungkin juga menyukai