Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Penyakit Menular Seksual

PMS juga dikenal dengan sebutan Penyakit Akibat Hubungan Seksual (PHS) atau Sexually
Transmitted Diseases (STD). Ada pula yang menyebut Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan
Infeksi Menular Seksual (IMS). PMS/IMS adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat
hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan
seks lewat liang senggama, lewat mulut atau lewat dubur. PMS juga disebut penyakit kelamin
atau penyakit kotor. Namun itu hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Penyakit
menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti
pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. PMS (Penyakit Menular Seksual) dapat
menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius.

Macam – Macam, Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Menular Seksual

Penyakit yang termasuk dalam golongan PMS diantaranya adalah gonorhea,


jengger ayam, syphilis dan HIV/AIDS. Di antara penyakit-penyakit tersebut, yang paling
berbahaya adalah HIV/AIDS.
A. HIV/AIDS
HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’. HIV merupakan retrovirus
yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4+ T-sel dan
macrophages) komponen-komponen utama system kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan
yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh (CD4+ <200/ml),
terjadi AIDS. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan
tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang
sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi
oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang
melemah. Akibat HIV yang saat ini belum ada obat yang benar‐benar dapat menyembuhkan.
Ada beberapa fase perkembangan HIV/AIDS :
Pertama, penderita sudah terjangkit inveksi, tetapi ciri‐ciri terinveksi belum terlihat,
meskipun penderita melakukan tes darah. Pada fase ini antibodi terhadapHIV belum terbentuk.
Biasanya fase ini berlansung sekitar 1‐6 bulan dari waktu penderita terjangkit.
Kedua, berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2‐10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase
ini penderita sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit, tetapi sudah dapat
menularkan kepada orang lain.
Ketiga, sudah muncul gejala‐gejala awal penyakit yang HIV, tetapi belum dapat disebut
sebagai gejala AIDS. Pada fase ini penderita mengalami seperti gejala keringat yang berlebihan
pada waktu malam hari, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang
tidak sembuh‐sembuh, nafsu makan berkurang, kekebalan tubuh menurun.
Keempat, sudah memasuki fase AIDS, dan baru dapat didiagnosa setelah kekebalan
tubuh sangat berkurang dilihat dari Sel‐Tnya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan
infeksi oportunistik, yaitu kanker khususnya sariawan, kanker kulit (sarcoma kaposi), infeksi
paru‐paru dan kesulitan bernafas, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu‐minggu
dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.

B. Gonorhea
Pada laki – laki dikenal sebagai “kencing nanah”. Penyebabnya bakteri yang disebut
Neisseria gonorrrheae. Organisme ini cepat berkembang biak, dan infeksi menyebar melalui
kontak langsung dengan mukosa orang yang terinfeksi, biasanya sewaktu hubungan kelamin.
Tidak terdapat bukti bahwa gonore dapat ditularkan melalui konak dengan toilet atau benda
benda lain.
Bakteri ini mula mula melekat ke epitel mukosa, terutama tipe kolumnar atau
transisional, menggunakan beragam molekul perekat di membrane dan struktur yang dinamakan
pili. Pelekatan ini mencegah organism terbilas oleh cairan tubuh, misalnya urine atau mucus
endoservik. Organisme kemudian menembus sel epitel dan menginvasi jaringan yang lebih
dalam.
Gejala muncul antara 2 hinga 10 hari setelah terjadi hubungan seksual, dan akan timbul
urethritis, dan keluar nanah dari urethra. Mungkin disertai rasa gatal, rasa panas, atau sakit di
ujung meatus, terutama sewaktu berkemih ; 10-20% tidak bergejala. Pada pria, gejala awal
biasanya timbul dalam waktu 2 – 7 hari setelah terinfeksi. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak
enak pada uretra, yang beberapa jam kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih dan keluarnya
nanah dari penis. Penderita sering berkemih dan merasakan desakan untuk berkemih, yang
semakin memburuk ketika penyakit ini menyabar ke uretra bagian atas. Lubang penis tampak
merah dan bengkak.
Pada wanita, gejala awal biasa timbul dalam waktu 7 – 21 hari setelah terinfeksi.
Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan
tidak diketahui menderita penyakit ini hanya setelah mitra seksualnya tertular. Jika timbul gejala,
biasanya bersifat ringan. Tetapi penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk
berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan demam. Bila tidak diobati,
infeksi menyebar ke prostat, vesikula seminalis, dan epididimis. Bila menjadi infeksi menahun
dapat timbul abses, nekrosis, dan luka cacat seperti striktura urethrae. Ini dapat menimbulkan
hidronefrosis. Epididimitis dapat berakibat steril. Komplikasi lain adalah arthritis, endokarditis
bakteri, dan meningitis.

C. Syphilis
Disebut juga dengan “raja singa”. Disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Treponema
pallidum berbentuk spiral, negatif-Gram dengan panjang rata- rata 11 μm (antara 6-20 μm)
dengan diameter antara 0,09 – 0,18 μm. Treponema pallidum mempunyai titik ujung terakhir
dengan 3 aksial fibril yang keluar dari bagian ujung lapisan bawah.Treponema dapat bergerak
berotasi cepat, fleksi sel dan maju seperti gerakan pembuka tutup botol.

Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (vagina dan mulut) atau
melalui kulit. Dalam beberapa jam bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat,
kemudin menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin
selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan. Gejala – gejala muncul antara 2-6
minggu (kadang- kadang 3 bulan) setelah terjadi hubungan seksual. Dan juga bisa tertular dari
kontak personal, atau dari ibu ke fetus. Bila tidak diobati, akan terjadi 3 tahap perjalanan
penyakit yaitu primer, sekunder, dan tersier.
Sifilis primer, masa inkubasinya 10 hari – 3 bulan. Stadium ini ditandai dengan adanya
chancre di tempat inokulasi awal. Gejala pertama timbul ulkus (disebut chancre (syangker)) pada
penis (tidak sakit), tepian menimbul, keras (mirip kancing), mungkin ada pembesaran kelenjar
limfe regional (tidak nyeri). Ulkus primer (afek primer) sembuh spontan, meninggalkan parut
seumur hidup. Tes serologi pada fase ini adalah normal. Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan spirochaeta pada sekret dari ulkus.
Sifilis sekunder, timbul kelainan kulit makulo papuler. Di genitalia timbul plak lebar dan
agak meninggi, disebut condylomata lata. Lesi kulit biasanya tersebar simetris dan mungkin
bersifat makulopapular, berskuama, atau pustular. Lesi mukosa superficial yang mirip
kondilomata lata dapa timbul di mana saja, tetapi terutama di rongga mulut, faring, dan genitalia
eksterna. Spirochaeta terdapat di semua lesi, terutama pada condylomata lata. Terdapat
limfadenopati umum. Empat sampai 12 minggu setelah mulainya tahap 2 ini, semua gejala
lenyap dan pasien memasuki masa laen. Tes serologis pada fase ini menunjukkan hasil positif.
Dari masa laten dapat sembuh spontan (tes serologi negative) aau memasuki sifilis tersier atau
tetap laten.
Sifilis tersier, terjadi pada kira-kira 1/3 kasus sifilis yang tidak diobati, biasanya setelah
masa laten 5 tahun atau lebih. Fase sifilis ini dibagi menjadi tiga kategori utama : sifilis
cardiovascular, neurosifilis, dan pa yang disebut sebagai sifilis tersier jinak. Berbagai bentuk
dapat timbul sendiri sendiri atau berkombinasi pada seorang pasien. Bentuk sifilis tersier ketiga,
yang relative jarang, adalah apa yang disebut sebagai sifilis tersier jinak. Sifilis ini ditandai
dengan terbentuknya bunga diberbagai tempat. Lesi ini mungkin berkaitan dengan terbentuknya
hipertensitivitas tipe lambat. Guma paling sering terjadi di tulang, kulit, serta membrane mukosa
saluran nafas atas dan mulut meskipun semua orang dapat terkena. Sembarang organ dapat
terserang pada tahap ini, terutama otak dan jantung. Juga dapat terjadi gumma (daerah nekrois
luas) di hati, ulang dan testes.

D. Genital Herpes
Herpes simpleks adalah infeksi yang disebabkan Herpes Simplex Virus (HSV) yang
merupakan anggota dari famili herpesviridae tipe-tipe dari HSV:
- Herpes simplex virus tipe I: herpesorolabialis umumnya menyebabkan lesi atau luka pada
sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
- Herpes simplex virus tipe II: herpes genitalis umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Penularan virus paling sering terjadi melalui kontak langsung denganlesi atau sekret
genital/oral dari individu yang terinfeksi. Di antara kedua tipe herpes simpleks, herpesgenitalis
merupakan salah satu infeksi menular seksual yang perlu mendapat perhatian karena sifat
penyakitnya yang sukar disembuhkan dan sering rekuren, transmisi virus dari pasien
asimtomatik, pengaruhnya terhadap kehamilan/janin dalam kandungan dan pasien
imunokompromais, dampak psikologis, serta kemungkinan timbulnya resistensi virus. Herpes
simplex virus (HSV) tergolong anggota virus herpes yang primer menimbulkan penyakit pada
manusia. Herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1) dan HSV-2 termasuk sub family
alphaherpesvirinae dengan ciri-ciri spektrum sel pejamu bervariasi, siklus replikasi yang relatife
cepat, mudahnya infeksi menyebar di biakan sel, menimbulkan kerusakan sel yang cepat, dan
kemampuan menimbulkan infeksi laten khususnya pada ganglion sensorik. Sebagian besar kasus
disebabkan oleh virus herpes sipleks (HSV) tipe 2, meskipunHSV 1 juga cukup banyak
menyebabkan infeksi genital. Infeksi HSV genital dapat terjadi pada semua populasi yang aktif
melakukan hubungan seks. Seperti STD lain, resiko infeksi berkaitan langsung dengan jumlah
kontak seksual.
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah
anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka
dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang
terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai
berikut:
- Nyeri dan disuria
- Uretral dan vaginal discharge
- Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
- Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
- Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda-tanda:
- Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada
tingkat infeksi
- Limfadenopati inguinal
- Faringitis
- Cervisitis

Pada ICD 9 CM dan ICD 10


A. HIV/AIDS
Kode ICD 9 CM : 042
Kode ICD 10 : B20 – B24
B. Gonorhea
Kode ICD 9 CM : 098
Kode ICD 10 : A54
C. Syphilis
Kode ICD 9 CM : 097.9
Kode ICD 10 : A53.9
D. Genital Herpes
Kode ICD 9 CM : 054.1
Kode ICD 10 : A60.0
Pemeriksaan Penunjang

a. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau pun paramedis, bertujuan untuk:
♦ menentukan faktor risiko pasien.
♦ membantu menegakkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan penunjang lainnya.
♦ membantu mengidentifikasi pasangan seksual pasien.
Agar tujuan anamnesis tercapai, diperlukan keterampilan melakukan komunikasi verbal (cara
kita berbicara dan mengajukan pertanyaan kepada pasien) maupun ketrampilan komunikasi
non verbal (keterampilan bahasa tubuh saat menghadapi pasien).

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya, yang dilakukan
di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang . Lampu sorot tambahan diperlukan untuk
pemeriksaan pasien perempuan dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa
didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Pada pemeriksaan terhadap pasien
perempuan, pemeriksa didampingi oleh paramedis perempuan, sedangkan pada pemeriksaan
pasien laki-laki, dapat didampingi oleh tenaga paramedis laki-laki atau perempuan.

c. Pengambilan Spesimen

Pasien laki-laki dengan gejala duh tubuh uretra


1. Beri penjelasan lebih dahulu agar pasien tidak perlu merasa takut saat
pengambilan bahan duh tubuh gentalia dengan sengkelit atau dengan swab
berujung kecil
2. Bila menggunakan sengkelit, gunakanlah sengkelit steril.
3. Masukkan sengkelit/swab ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman
1-2 cm, putar swab (untuk sengkelit tidak perlu diputar namun cukup menekan
dinding uretra), dan tarik keluar perlahan-lahan
4. Oleskan duh tubuh ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan
5. Bila tidak tampak duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking) oleh
pasien.

Pasien perempuan dengan duh tubuh vagina


Pasien perempuan dengan status sudah menikah, dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum serta pengambilan spesimen
1. Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan agar
pasien tidak merasa takut
2. Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan NaCl
3. Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum steril (sesuaikan
ukuran spekulum dengan riwayat kelahiran per vaginam), swab atau sengkelit
steril
4. Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan posisi
tegak/vertikal ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putar
pelan-pelan sampai daun spekulum dalam posisi datar/horizontal. Buka
spekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina cari serviks. Kunci
spekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi,
5. Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan
spesimen
♦ Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa steril, kemudian
ambil spesimen duh tubuh serviks dengan sengkelit/ swab Dacron™
steril untuk pembuatan sediaan hapus, dengan swab Dacron™ yang lain
dibuat sediaan biakan,
♦ Dari forniks posterior: dengan sengkelit/ swab Dacron™ steril untuk
pembuatan sediaan basah, dan lakukan tes amin
♦ Dari dinding vagina: dengan kapas lidi/ sengkelit steril untuk sediaan
hapus,
♦ Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus
6. Cara melepaskan spekulum: kunci spekulum dilepaskan, sehingga spekulum
dalam posisi tertutup, putar spekulum 90o sehingga daun spekulum dalam posisi
tegak, dan keluarkan spekulum perlahan-lahan.

Pada pasien perempuan berstatus belum menikah tidak dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum, karena akan merusak selaput daranya sehingga bahan pemeriksaan hanya
diambil dengan sengkelit steril dari vagina dan uretra. Untuk pasien perempuan yang
beum menikah namun sudah aktif berhubungan seksual, diperlukan informed consent
sebelum melakukan pemeriksaan dengan spekulum. Namun bila pasien menolak
pemeriksaan dengan spekulum, pasien ditangani menggunakan bagan alur tanpa
spekulum.

Anda mungkin juga menyukai