Anda di halaman 1dari 19

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Kersen
1. Morfologi dan Taksonomi Daun Kersen

Kersen adalah tanaman tahunan yang dapat mencapai ketinggian 10


meter. Kersen memiliki beberapa bagian seperti daun, batang, bunga, dan
buah. Batang tambuhan kersen berkayu, tegak, bulat, dan memiliki
percabangan simpodial. Daun kersen mengandung flavonoid, tanin,
glikosida, saponin, steroid, dan minyak esensial (Prasetyo dan Sasongko,
2014). Tanaman kersen memiliki kedudu kan taksonomi seperti dibawah
ini

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales/Columniferae

5
6

Suku : Elaeocarpaceae

Genus : Muntingia

Spesies : Muntingia calabura L.

Tanaman kersen mempunyai ketinggian 3-12 meter.


percabangannya mendatar, menggantung ke arah ujung, berbulu halus,
daunnya tunggal, berbentuk bulat telur sampai berbentuk lanset, pangkal
lembaran daun yang nyata tidak simetris, dengan ukuran (4-14) cm x (1-
4) cm, tepi daun bergerigi, lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu.
Bunga tumbuhan keren terletak pada satu berkas yang letaknya supra-
aksilar dari daun bersifat hemaprodit. Buahnya mempunyai tipe buah
buni, berwarna merah kusam bila masak, dengan diameter 15 mm, berisi
beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam daging buah yang lembut
(Haki, 2009).

Kersen merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai di


pinggir jalan. Nama tanaman ini beragam di beberapa daerah, antara
lain kerukup siam (Malaysia), jamaican cherry (Inggris), talok (Jawa),
ceri (Kalimantan) dan lainlain. Kersen biasanya ditemui dengan ukuran
kecil, pohonnya selalu hijau terus menerus, berbunga dan berbuah
sepanjang tahun.

2. Kandungan Kimia dan Manfaat Daun Kersen

Tanaman kersen telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat


sebagai tanaman obat tradisional. Daun kersen memiliki kandungan
senyawa flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, dan polifenol yang
menunjukkan aktivitas antioksidatif dan antimikrobia (Haki, 2009).

Daun kersen merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman yang
dapat dimanfaatkan potensinya untuk membantu menjaga kesehatan tubuh.
Daun kersen dapat dijadikan minuman yang berkhasiat mengobati
penyakit seperti diabetes, asam urat, kolesterol tinggi, dll. Hal tersebut
7

karena daun kersen memiliki kandungan kimia antara lain air (77,8 g),
protein (0,38 g), lemak (1,56 g), karbohidrat (17,9 g), serat (4,6 g),
kalsium (124,6 g), fosfor (84 mg), besi (1,18 g), karoten (0,02 g), tianin (0,55
g) dan kandungan vitamin (80,5 mg).

Daun kersen mempunyai khasiat sebagai penurun panas, sebagai


antiinflamasi bahkan sebagai antimikroba yang berbahaya dan dapat
digunakan sebagai antiseptik alami. Noorhamdani, Yosef dan Rosalia
(2014) menyebutkan bahwa daun kersen mempunyai fungsi sebagai
antipiretik dan antiinflamasi.

Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula


sebagai glikosida dan aglikon. Flavonoid dapat berfungsi sebagai
antimikrobia, antivirus, antioksidan, antihipertensi, merangsang
pembentukan estrogen, dan mengobati gangguan fungsi hati (Binawati dan
Amilah, 2013).

Golongan flavonoid mempunyai ciri adanya cincin piran yang


menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin
benzena. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dapat berubah bila
ditambahkan senyawa yang bersifat basa atau amonia. Flavonoid di
alam merupakan senyawa yang larut dalam air. Ikatan flavonoid dengan
gula menyebabkan banyaknya bentuk kombinasi yang dapat terjadi di dalam
tumbuhan, sehingga flavonoid pada tumbuhan jarang ditemukan dalam
keadaan tunggal (Harbone, 1987).

Flavonoid bekerja menghambat fase penting dalam biosintesis


prostaglandin, yaitu pada lintasan siklooksigenase. Mekanisme flavonoid
dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu
dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme
asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel
endothelial (Kurniawati, 2005)
8

Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena flavonoid


mempunyai kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri dan menghambat
fungsi membran sitoplasma bakteri dengan mengurangi fluiditas dari
membran dalam dan membran luar sel bakteri. Akhirnya terjadi kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri dan membran sel tidak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya, termasuk untuk melakukan perlekatan dengan
substrat. Hasil interaksi tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom. Ion hidroksil secara
kimia menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi,
sehingga menimbulkan efek toksis terhadap sel bakteri (Sudirman, 2014).

Saponin merupakan glikosida alami yang terikat dengan steroid


alkaloid atau triterpena. Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang
cukup luas seperti imunomodulator, antitumor, antiinflamsi, antivirus,
antijam ur, efek hipoglikemik, dan efek hipokolesterol.

B. Inflamasi

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan


oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan,
mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun

jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).

Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan


ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun
endogen.

Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon


protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel
serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan
sel (Robbins, 2004).
Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis,
zat-zat kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi
9

adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera
atau terinvasi agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau
menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan
mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008).
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh
mekanisme yang berbeda :
1) Fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
2) Reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan
fagosit.
3) Fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis
(Wilmana, 2007).

Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular,


meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan
radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah:

1) Kemerahan (rubor)
Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan
darah ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan
aliran darah ke tempat cedera (Corwin, 2008).
2) Rasa panas (kalor)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana
rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat
radang daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini
terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di
dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007).
3) Rasa sakit (dolor)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal:
a. Adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi
peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri,
10

b. Adanya pengeluaran zat – zat kimia atau mediator nyeri seperti


prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf-saraf
perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007).
4) Pembengkakan (tumor)

Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang


disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya
peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera
sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang
interstitium (Corwin, 2008).

5) Fungsiolaesa
Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang
terkena inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi.(Wilmana, 2007).

C. Tablet
1. Pengertian Tablet

Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan


atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat
digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat
dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam
lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam
berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain
cetakan (Ditjen POM, 1995).

Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di


dalamnya, sedangkan bahan tambahan yang sering digunakan dalam
pembuatan tablet yaitu bahan pengisi, bahan penghancur, bahan penyalut,
bahan pengikat, bahan pemberi rasa dan bahan tambahan lainnya (Ansel,
1989).
11

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang


biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang
sesuai. Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian
tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada
pemberian obat secara oral (Ansel, 198

2. Komponen Penyusun Tablet


Komponen atau formulasi tablet kempa terdiri atas zat aktif,bahan
pengisi,pengikat,desintegran,dan lubrikan,dapat juga mengandung bahan
pewarna bahan pengaroma dan bahan pemanis.
a. Zat aktif : Harus memenuhu syarat yang ditentukan oleh Farmakope
b. Eksipien atau bahan tambahan :
1) Bahan pengisi (diluent)
Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang
ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet, bertujuan
untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sesuai dengan yang
dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan
tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Berikut ini beberapa
zat pengisi yang sering digunakan: laktosa, laktosa anhidrat, laktosa
semprot kering, fast flo lactose (FFL), starch 1500, dan
mikrokristalin selulosa (Siregar, 2010).
2) Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk
menambah kohesivitas serbuk sehingga memberi ikatan yan
penting untuk membentuk granul yang dibawah pengempaan akan
membentuk suatu massa kohesif atau kompak yang disebut tablet.
Beberapa jenis pengikat yang sering digunakan: pati5-10%, pati
pragelatinisasi 0,5%, starch 1500, gelatin 2-10%, sukrosa 50-75%,
akasia 10-25%, polivinilpirolidon 3-15% (Siregar, 2010).
3) Bahan penghancur (disintegrator)
12

Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam saluran


cerna. Zatzat yang digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-
agar, natrium alginat.
4) Bahan pelicin (lubricant)
Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Zat-zat
yang digunakan seperti: talcum, magnesii stearat, asam stearat.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan,
kecuali bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk
yang halus tidak mengisi cetakan dengan baik. Dengan dibuat
granul akan terjadi free flowing, mengisi cetakan secara tetap dan
dapat dihindari tablet menjadi capping (retak)
5) Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan
mengalir serbuk ,umumnya digunakan dalam kempa langsung
tanpa proses granulasi
6) Bahan penyalut ( coating agent) : lihat diatas pada jenis bahan
penyalut
c. Ajuvan
1) Bahan pewarna dan lak berfungsi meningkatkan nilai estetika atau
untuk identitas produk
2) Bahan pengaroma (flavour) berfungsi menutupi rasa dan bau zat
berkhasiat yang tidak enak,biasanya digunakan untuk tablet yang
penggunaannya lama dimulut. (Anief, 1987).

3. Penggolongan Tablet
Penggolongan tablet dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Tablet Implantasi adalah tablet yang pemakaiannya dengan cara
menanamkannya dalam jaringan bawah kulit. Contoh: tablet hormon.
b. Tablet Effervescent adalah tablet yang penggunaannya dilarutkan
terlebih dahulu dalam air kemudian diminum. Didalam tablet selain
zat aktif juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat)
dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan
13

menghasilkan karbondioksida. Contoh: tablet Calsium D Redokson


(CDR).
c. Tablet Vagina adalah tablet yang pemakaiannya melalui vagina,
bentuk pipih, oval dengan salah satu ujungnya kecil. Contoh:
sulfasetamid, nistatin.
d. Tablet Sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan di
bawah lidah. Tablet ini melarut dengan cepat dan bahan-bahannya
cepat diabsorbsi. Contoh: tablet isosorbid dinitrat.
e. Tablet hisap adalah tablet yang dimaksudkan untuk pengobatan iritasi
lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan yang ditujukan untuk
absorbsi sistemik setelah ditelan. Contoh: tablet Vitamin C.
f. Tablet kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah,
memberi residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan
dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Contoh: tablet
antasida.
g. Tablet Hipodermik adalah tablet yang mudah larut dalam air
digunakan sebagai injeksi untuk disuntikkan di bawah kulit.
4. Evaluasi Tablet
Untuk menjaga mutu tablet tetap sama, dilakukan uji-uji sebagai berikut:
a. Uji keseragaman bobot

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman


bobot ini ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang
dibuat. Tablet- tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki
kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi
yang sama. Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut:
ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rata-rata iap tablet. Kemudian
timbang tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada
kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang dari
bobot ratarata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. Jika perlu
14

gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya
menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam
kolom A maupun kolom B (Dirjen POM, 1995):

Bobot rata-rata Penyimpanan


A B
25 mg atau kurang 15 % 30%
26 mg sampai dengan 150 mg 10 % 20%
151 mg sampai denga 300 mg 7,5% 15 %
Lebih dari 300 mg 5% 10%

b. Uji kekerasan

Ketahanan tablet terhadap goncangan pada waktu pembuatan,


pengepakan dan distribusi bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan
dinyatakan dalam satuan kg dari tenaga yang diperlukan untuk
memecahkan tablet. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness
tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk
memecahkan tablet. Persyaratan kekerasan tablet umumnya berkisar 4-8
kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan
tablet yang memuaskan (Soekemi, A. R., 1987).

c. Uji keregasan

Kekerasan tablet bukanlah indikator yang mutlak dari kekuatan


tablet. Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur
keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet
menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat roche
friabilator. Sebelum tablet dimasukkan kedalam alat friabilator, tablet
ditimbang terlebih dahulu. Kemudiann tablet dimasukkan kedalam alat,
lalu alat dioperasikan selama 4 menit atau 100 kali putaran. Tablet
ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih
15

berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih


kecil dari 0,8% (Ansel, H.C., 1989).

d. Uji waktu hancur

Agar bahan obat dapat secara utuh diserap pada sistem pencernaan,
maka tablet harus hancur dan melepaskan bahan obat kecairan tubuh.
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan oleh tablet untuk menjadi
partikel-partikel kecil. Tablet biasanya diformulasikan dengan bahan
pengembang yang menyebabkan tablet hancur didalam air atau cairan
lambung (Soekemi, A. R., 1987).

Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang


mempunyai enam lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor
10. Selama percobaan tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang,
kemudian keranjang tersebut bergerak naik turun dalam larutan transparan
dengan kecepatan 29-32 putaran permenit. Interval waktu hancur adalah 5-
30 menit (Ansel, H.C., 1989).

e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat

Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui


apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar
obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki
efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Uji penetapan kadar
dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-
masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia (Dirjen POM,
1995).

f. Uji disolusi

Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur,


keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat
menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi
harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Disolusi adalah proses
16

pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu
medium (Dirjen POM, 1995).

5. Metode Pembuatan Tablet


Terdapat 3 metode dalam pembuatan tablet kompresi yaitu : metode
granulasi basah, metode granulasi kering, dan metode cetak langsung.
a. Metode Granulasi Basah
Metode granulasi basah ini merupakan salah satu metode yang
paling sering digunakan dalam memproduksi tablet kompresi.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan
metode granulasi basah ini dapat dibagi sebagai berikut, yaitu
menimbang dan pencampur bahan-bahan yang diperlukan dalam
formulasi, pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan lembab
menjadi pelet atau granul,kemudian dilakukanpengeringan, pengayakan
kering, pencampuran bahan pelincin, dan pembuatan tablet dengan
kompresi (Ansel et al., 1995).
Keuntungan dari metode granulasi basah ini antara lain :
1) meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk
2) mencegah segregasi komponen penyusun tablet yang telah
homogen sebelum proses pencampuran
3) memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif untuk zat-zat yang
bersifat hidrofob, dengan perantara cairan pelarut yang cocok
pada bahan pengikat (Bandelin, 1996).
b. Metode Granulasi Kering
Pada metode granulasi kering, granul dibentuk dari
penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi
dengan cara memadatkan masa yang jumlahnya besar dari campuran
serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan menjadikannya pecahan-
pecahan ke dalam granul yang lebih kecil. Metode ini khususnya
untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolahdengan metode granulasi
basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk
17

mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel et al.,


1995).
c. Metode Kempa Langsung

Metode ini digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah


mengalir sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan
untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan
granulasi basah atau kering(Ansel et al., 1995). Kebanyakan obat
berosis besar tidak cocok menggunakan metode ini. Banyak juga obat
berdosis kecil yang tidak dapat bercampur merata antara zat aktif
dengan pengisinya, bila menggunakan metode kempa langsung,
sehingga proses ini tidak praktis (Banker andAnderson, 1986).

6. Syarat-syarat Tablet
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan sumber-sumber lainnya,
tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif
merupakan bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili
keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan
indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif
merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut
dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif
lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet
(Syamsuni, 2007).
b. Uji kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan
gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka
kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang.
Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet.
18

Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap


sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan.
Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini
diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan
tablet (Lachman, 1994).
c. Uji keregasan
Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur
keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet
menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat
Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator,
tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan ke
dalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit atau 100 kali
putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat
mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet.
Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).
d. Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali
table t yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan
untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan
pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan
bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Pada pengujian
waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet
yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal dari zat
penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet
tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut
(Syamsuni, 2007).
e. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk
padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek
19

terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada


pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan
frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
f. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar
zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang
tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada
masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat
maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak
layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007).
7. Monografi Bahan Tambahan
a. Mg Stearat

Magnesium stearat mengandung tidak kurang dari 6,5%


dan tidak lebih dari 8,5% MgO dihitung terhadap zat yang
dikeringkan. Pemerian serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat
dikulit, bau lemah khas. Kelarutan praktis tidak arut dalam air,
dalam etanol (95%) p dan dalam eter p (Anonim, 1995). Mg
stearat digunakan sebagai lubricant pada pembuatan tablet dengan
konsentrasi antara 0,25% sampai 5,0% b/b.

b. Talk

Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang


mengandung sedikit aluminium silikat. Pemerian serbuk sangat halus,
putih atau putih kelabu. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan
bebas dari butiran. Tidak larut dalam hampir semua pelarut.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Talk berfungsi sebagai
anticaking agent, glidant, diluent, dan lubricant.

c. Avicel

Avicel merupakan partikel terdepolimerisasi, putih, tidak


berasa, tidak berbau, bentuk serbuk, Kristal tersusun atas partikel yang
20

berpori. Dalam perdagangan tersedia dalam berbagai ukuran partikel


dan mempunyai tingkat kelembaban yang berbeda sehingga berbeda
dalam penggunaannya tergantung tingkat kelembabannya (Rowe et al,
2003).

Dikenal ada 2 macam avicel, yaitu: Avicel PH 101 dan Avicel


PH 102. Perbedaannya terletak pada ukuran partikel nya. Avicel PH
101 merupakan produk asli yang diperoleh dengan cara hidrolisis
asam dari selulosa murni, sedangkan Avicel PH 102 merupakan
produk aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel yang lebih besar.
Baik Avicel PH 101 dan Avicel PH 102 digunakan secara luas
pada metode kempa langsung namun dapat juga digunakan sebagai
bahan pengisi pada pembuatan tablet secara granulasi basah (Sheth
dkk, 1980).

d. Amprotab
Amprotab® adalah nama dagang dari Amylum Manihot.
Amprotab® merupakan serbuk halus, warna putih, tidak berbau, tidak
berasa, praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol (Anonim, 1995).
Amylum digunakan sebagai bahan penghancur (disintegrant) pada
konsentrasi 3-15 % (Rowe. dkk, 2003).
Amprotab® sebagai bahan penghancur yang mampu
meningkatkan kapilaritas, mengabsorbsi kelembaban, mengembang
dan meninggikan daya pembasahan tablet atau bersifat hidrofilisasi
(Voigt, 1984).

D. Ekstraksi
1. Pengertian Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi


zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
21

atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku


yang telah ditetapkan (Depkes RI,1995).
2. Jenis – jenis Ekstrak
Ada beberapa jenis ekstrak yakni:
a. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air
lebih dari 30%.
b. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%.
c. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5%
(Voight,1994).
3. Faktor yang mempengauhi Ekstrak
Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu
a. Faktor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu
pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan dan
bagian yang digunakan.
b. faktor kimia yaitu : faktor internal (jenis senyawa aktif dalam bahan,
komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantatif senyawa aktif,
kadar total rata-rata senyawa aktif)
c. faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandinga ukuran alat ekstraksi,
ukuran kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan
dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan pestisida)
(Depkes RI, 2000).
Selain faktor yang mempengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu
ekstrak yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu : kesahihan tanaman, genetik,
lingkungan tempat tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan,
waktu panen, penangan pasca panen, teknologi ekstraksi, teknologi
pengentalan dan pengeringan ekstrak, dan penyimpanan ekstrak (Saifudin et
al, 2011).
4. Metode Ekstraksi
Menurut Darwis (2000), ada beberapa metode ekstraksi senyawa yang
umum digunakan, diantaranya adalah:
1. Maserasi
22

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut


organik yang digunakan pada suhu ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran
sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit
sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan
ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang
digunakan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan
efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam
pelarut tersebut.
Maserasi rnerupakan salah satu metode ekstraksi yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk bahan dalam larutan penyari. Metode ini
digunakan untuk menyari zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengembang dalam pelarut, serta tidak mengandung benzoin.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya mudah ditemukan
danpengerjaannya sederhana (Mustofa, 2008).
Kerugian dari metode maserasi antara lain waktu yang diperlukan
untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan
lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai
tekstur keras seperti benzoin dan lilin (Sudjadi, 1986). Pembuatan ekstrak
dengan metodemaserasi mengikuti syarat yaitu bahan dihaluskan dengan cara
dipotong-potong atau dibuat serbuk, kemudian disatukan dengan bahan
pengekstraksi (Voight, 1994).
Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope
mencantumkan 4-10 hari, menurut pengataman 5 hari sudah memadai
(Voight, 1994). Metode ini tidak menggunakan pemanasan, sehingga zat aktif
yang terkandung dalam bahan tidak rusak.Selama maserasi bahan disimpan di
tempat yang terlindungi dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi
perubahan warna (Voight, 1994).
2. Perkolasi
23

Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel


sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut.
Efektivitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik
yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan. Keuntungan dari
metode ini adalah tidak diperlukannya proses pemisahan ekstrak sampel,
sedangkan kerugiannya adalah selama proses tersebut, pelarut menjadi dingin
sehingga tidak melarutkan senyawa dari sampel secara efisien.
3. Sokletasi
Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang menggunakan penyarian
berulang dan pemanasan. Penggunaan metode sokletasi adalah dengan cara
memanaskan pelarut hingga membentuk uap dan membasahi sampel. Pelarut
yang sudah membasahi sampel kemudian akan turun menuju labu pemanasan
dan kembali menjadi uap untuk membasahi sampel, sehingga penggunaan
pelarut dapat dihemat karena terjadi sirkulasi pelarut yang selalu membasahi
sampel. Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh
panas.
4. Destilasi uap
Destilasi uap merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan. Proses destilasi uap lebih banyak digunakan untuk senyawa organik
yang tahan terhadap suhu tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang
digunakan. Pada umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri.
Keuntungan dari metode ini antara lain adalah kualitas ekstrak yang
dihasilkan cukup baik, suhu dan tekanan selama proses ekstraksi dapat diatur
serta waktu yang diperlukan singkat.
5. Pengempasan
Pengempasan merupakan metode pemisahan dengan menggunakan
tekanan untuk mendesak suatu bahan yang akan diekstrak dengan alat
pengepres. Metode ini lebih banyak digunakan dalam proses industri seperti
pada isolasi senyawa dari buah kelapa sawit dan isolasi katekin dari daun
gambir. Pada proses ini tidak menggunakan pelarut.

Anda mungkin juga menyukai