Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENCEGAHAN HIPERTENSI PADA

LANSIA
DALAM RANGKA PRAKTEK KOMUNITAS DI SUMBER REJO
DESA BANDUNGREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANTUR

Oleh :
Topin Tri Cahyono (15020)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES KEPANJEN PEMKAB MALANG
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Penyakit Tidak Menular


Sub Pokok Bahasan : Hipertensi dan Penanganannya pada Lansia
Sasaran : Lansia
Hari/Tanggal : 15 Mei 2018
Waktu : 15 menit
Tempat :Sumber Rejo, Des Bandungrejo wilayah kerja Puskesmas Bantur
Penyuluh : Mahasiswa DIII Keperawatan

I. Latar Belakang

Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensinya yang terus


meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas
fisik dan stres psikososial. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3%
penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Hasil
SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit
nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut
disebabkan oleh hipertensi. Dari hasil catatan kegiatan posyandu lansia yang dilakukan
satu bulan sekali di Sumberjo, terdapat 78 lansia yang menderita hipertensi.

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung
koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan left ventricle hypertrophy (untuk otot
jantung). Dengan target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab
utama stroke yang membawa kematian tinggi. Menurut Gunawan (2001) penyebab
hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari perseorangan serta kebiasaan
hidup seseorang. Seseorang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. Oleh karenanya pengelolaan
hipertensi oleh keluarga sangat penting untuk mencegah terjadinya hipertensi dan
menanggulangi komplikasi akibat hipertensi.
Penatalaksanaan hipertensi seperti kepatuhan diet, modifikasi lingkungan, dan
sebagainya merupakan hal penting yang dapat mengontrol hipertensi pada lansia. Dalam
melaksanakan pengobatan hipertensi ini, dukungan dan motivasi kepada lansia penting
dilakukan oleh keluarga, karena keluarga memberikan pengaruh yang penting dalam
mempercepat kesembuhan lansia. Dengan pemberian edukasi yang dilakukan oleh
perawat kepada keluarga mengenai hipertensi dan cara penanggulangannya diharapkan
tekanan darah lansia berada dalam kisaran normal serta mencegah terjadinya
kekambuhan stroke pada anggota keluarga yang menderita stroke sebelumnya akibat
hipertensi.

II. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit, lansia dan keluarga mengetahui
tentang penyakit hipertensi dan penatalaksanaannya.
III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1 x 15 menit, diharapkan sasaran penyuluhan
dapat mengetahui tentang:
a. Pengertian Hipertensi
b. Penyebab Hipertensi
c. Tanda dan gejala Hipertensi
d. Perawatan keluarga pada lansia Hipertensi
e. Pencegahan Hipertensi
f. Komplikasi Hipertensi
IV. Strategi Pelaksanaan:
1. Metode: ceramah dan diskusi
2. Media : Leaflet
3. Garis Besar Materi (penjelasan terlampir):
a. Menjelaskan pengertian Hipertensi
b. Menjelaskan penyebab Hipertensi
c. Menjelaskan tanda dan gejala Hipertensi
d. Menjelaskan tentang perawatan keluarga pada lansia dengan Hipertensi
e. Menjelaskan pencegahan Hipertensi
f. Menjelaskan komplikasi hipertensi
V. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penyuluhan disajikan pada tabel berikut:

No Kegiatan Waktu Penyuluh Peserta


1 Pendahuluan 2 Menit  Salam pembuka  Menjawab salam
 Menyampaikan  Menyimak
 Mendengarkan dan
tujuan penyuluhan
 Kontrak waktu menjawab pertanyaan
penyuluhan
2 Kerja 10  Penyampaian garis  Mendengarkan dengan
Menit besar materi: penuh perhatian
 Menanyakan hal-hal
a) Pengerti
yang belum jelas
an hipertensi
 Memperhatikan jawaban
b) Penyeba
dari penceramah
b hipertensi
c) Tanda
dan gejala
hipertensi
d) Perawata
n keluarga pada
lansia hipertensi
e) Pencega
han hipertensi
f) Komplik
asi hiperten
 Memberi
kesempatan lansia
dan keluarga untuk
bertanya
 Menjawab
pertanyaan
 Evaluasi
3 Penutup 3 Menit  Menyimpulkan  Mendengarkan
 Salam penutup  Menjawab salam
 Kontrak waktu
penyuluhan
berikutnya

VI. Pengorganisasian Kelompok


a. Pemateri : Topin Tri Cahyono

VII. Setting Tempat


Dusun Sumberjo Desa Bandungrejo Kecamatan Bantur
Denah:

Penyuluh

sasaran sasaran sasaran

VIII. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Tahap persiapan-awal pelaksanaan :
 Media sudah dipersiapkan, yaitu leaflet mengenai hipertensi
 Pemateri sudah siap dalam melakukan penyuluhan
 Kewajiban Pengorganisasian
 Penyaji
- Mampu menyampaikan tujuan penyuluhan secara jelas
- Mampu menjelasakan materi secara sistematis
- Mampu menggunakan bahasa yang sesuai dengan audien
- Mampu menjawab pertanyaan dari peserta
 Fasilitator
- Mampu memfasilitasi sasaran
 Observer
- Mampu mengukur ketepatan waktu
2. Evaluasi Proses
 Proses penyuluhan dapat berlangsung dengan lancar dan peserta
penyuluhan memahami materi penyuluhan yang diberikan.
 Peserta penyuluhan memperhatikan materi yang diberikan.
 Selama proses penyuluhan terjadi interaksi antara penyuluh dengan
sasaran.
 Kehadiran peserta diharapkan 80% dan tidak ada peserta yang
meninggalkan tempat penyuluhan selama kegiatan berlangsung.
3. Evaluasi Hasil
Tercapai atau tidaknya TIU dan TIK Penyuluhan
Misalnya:
a. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan kembali
pengertian, penyebab, dan tanda gejala hipertensi mencapai 80%.
b. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan kembali
perawatan hipertensi mencapai 75%.
c. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan kembali
tentang pencegahan dan komplikasi hipertensi mencapai 75%.
MATERI PENYULUHAN

Pengertian Hipertensi
 Hipertensi secara umum adalah tekanan darah persisten dimana tekanan darah
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diatas 90 mmHg
tetapi pada populsi lansia didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
diastoliknya 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2002).
 Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253) batas tekanan
darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
 Menurut Kaplan :

a. Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah
pada waktu berbaring atau sama dengan 130/90 mmHg.
b. Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya
diatas 145/95 mmHg.
c. Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/90 mmHg
dinyatakan hipertensi.

Penyebab Hipertensi
Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi
lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi
yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika
berumur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko
terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala
usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya
umur.
2) Jenis Kelamin
pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio
sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Sedangkan menurut
Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang
sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih
banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena
terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
3) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai
hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang
menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi
dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data
statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi.
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul tanda dan gejala.
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun,
seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk
kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri
dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam
tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah
isapan pertama.
2) Konsumsi Asin/Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam
dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi
melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga
kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. terlalu
banyak natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya
hipertensi. Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-
20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Pada manusia
yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah
rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram/hari.
3) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain
yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
4) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit,
kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi
kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka
asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Penggunaan
minyak goreng sebagai media penggorengan bisa menjadi rusak karena
minyak goreng tidak tahan terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi
kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan
pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Bahan makanan
kaya omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah, akan
tidak berkasiat bila dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin kemudian
dipakai untuk menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya
telah rusak. Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-
gorengan pinggir jalan, dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya
sudah berubah menjadi coklat tua sampai kehitaman.
5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum
diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau
yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak minum atau minum sedikit. Menurut Ali Khomsan konsumsi
alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus
hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
6) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >
25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah
satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari
populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang
tidak obesitas.
7) Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas
pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan
memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan
risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat
badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
8) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap
tinggi. Menurut Sarafindo (1990) yang dikutip oleh Bart Smet, stres adalah
suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan
yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari
situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari
seseorang. Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau
lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk
mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah respon kita
terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau ketegangan jiwa (rasa
tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa
takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama,
tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis
atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag.
Tanda dan gejala Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun
berupa:
 Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah.
 Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
 Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
 Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
 Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Peninggian tekanan darah
kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata,
otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga
berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan
pusing.
Perawatan keluarga pada lansia Hipertensi
Pengobatan nonfarmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
hasil pengobatan yang lebih baik. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi
beberapa hal:
1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan
alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar
10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-
rata 2-3 mmHg per kg berat badan.
2. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik
teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.
Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.
Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat
menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun. Olahraga yang
teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan
tekanan darah.
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat
digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan
asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan lansia, dengan
memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam.
Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak
menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam,
menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega
yang bebas garam. cobalah membatasi jumlah natrium yang kita konsumsi
setiap hari. Beberapa cara yang dapat dilakukan:
 Perbanyak makanan segar, kurangi makan yang diproses.
 Pilihlah produk dengan natrium rendah.
 Jangan menambah garam pada makanan saat memasak.
 Jangan menambah garam saat di meja makan.
 Batasi penggunaan saus-sausan
 Bilaslah makanan dalam kaleng.
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan
konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran,
biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan
tekanan darah.
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat
mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan
tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke.
4. Menghilangkan stres
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah
melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres
yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin
sehari-hari dapat meringankan beban stres.
Perubahan-perubahan itu ialah:
a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap
hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus
terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.
b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Siapkan cadangan untuk keuangan
e. Berolahraga.
f. Makanlah yang benar.
g. Tidur yang cukup.
h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.
i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
j. Binalah hubungan sosial yang baik.
k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan kritis
atau negatif terhadap diri sendiri. Sediakan waktu untuk hal-hal yang
memerlukan perhatian khusus.
l. Carilah humor.
m. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa.
Komplikasi Hipertensi

Komplikasi dari penyakit hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik dapat
berdampak pada :

1. Stroke
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
otak (stroke). Stroke sendiri merupakan kematian jaringan otak yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Biasanya kasus ini terjadi
secara mendadak dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit
(complete stroke)
2. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat
untuk memompa darah dan menyebabkan pembesaran otot jantung kiri sehingga
jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri disebabkan
kerja keras jantung untuk memompa darah
3. Gagal ginjal
Tingginya tekanan darah membuat pembuluh darah dalam ginjal tertekan dan
akhirnya menyebabkan pembuluh darah rusak. Akibatnya fungsi ginjal menurun
hingga mengalami gagal ginjal.
4. Kerusakan pada mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebakan kerusakan pembuluh darah
dan saraf pada mata.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol I . Jakarta:EGC


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mansjoer, et al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Prince A. Silvia. 1995. pathofisiologi. Edisi 4. jakarta:EGC
Tim Editor. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan
Zulkifli Amin, Asril bahar. 2006. tuberculosis paru, buku ajar penyakit dalam.
Jakarta:UI

Anda mungkin juga menyukai