Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pulau Sumatra merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia,dan


letaknya di bagian barat Indonesia,pulau Sumatra terbagi dalam beberapa propinsi
sehingga dengan jelas keadaan dan kondisi dari setiap wilayah yang ada disana.
Disebelah utara pulau Sumatra berbatasan dengan teluk banggala, di bagian timur
dengan selat malaka, di sebelah selatan dengan selat sunda,dan di sebelah barat
dengan samudra hindia. Meskipun suatu daerah berdiri diatas daratan yang sama
tetapi keadaan dan kondisi setiap wilayahnya masih ada yang berbeda dan juga
ada persamaannya.

Pulau Sumatra merupakan daerah yang dilalui oleh sirkum mediterania


sehingga daerah Sumatra banyak memiliki gunung api yang aktif, dan di bagian
baratnya terdapat lempeng yang selalu bergerak kearah Sumatra, nama lempeng
tersebut adalah lempeng indo-australia, karena Sumatra berada diatas lempeng
asia yang sifatnya statis (tetap) maka bagian barat tampak terlihat jelas
membentuk pegunugan yang tinggi. Pegunungan ini disebut pegunungan Bukit
barisan yang terbentang dari utara pulau Sumatra sampai ujung selatan Sumatra
dan juga terbentuk blok semangko atau patahan semangko yang terbentang dari
utara hingga selatan Sumatra. Pulau Sumatra berada di daerah katulistiwa
sehingga daerah Sumatra beriklim tropis. Sebagian besar dari permukaan
tanah daratan rendah pulau Sumatra terdiri dari tanah Podsolik merah kuning yang
terbentuk dari bahan suduk. Tanah-tanah di daerah pegunungan mempunyai
penyebaran yang sangat rumit, tetapi umumnya terdiri dari berbagai tanah
podsolik merah kuning yang berasosiasi dengan tanah Latosol atau pun litosol.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kondisi umum Pulau Sumatra ?


2. Bagaimanakah proses pembentukan Pulau Sumatra ?
3. Bagaimanakah perkembangan wilayah Pulau Sumatra ?
4. Bagaimanakah satuan bentuk lahan di wilayah Pulau Sumatra ?

1
C. Tujuan

Dengan di buatnya makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan kita


tentang morfologi yang ada di pulau Sumatra, mulai dari proses pembentukan,
perkembangan serta bentuk lahan yang ada di pulau sumatra

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Pulau Sumatera


Pulau Sumatera merupakan pulau yang kedua yang terbesar di Indonesia
setelah pulau Kalimantan. Pulau Sumatera juga termasuk pulau yang terbesar
keenam di dunia. Pulau Sumatera mempunyai luas sekitar 473.481 kilometer
persegi. Pulau Sumatera mempunyai jumlah penduduk sebesar 52.210.926 jiwa.
Pulau Sumatera juga mempunyai beberapa nama yang diantaranya Pulau Percha,
Andalas, Bhumi malayu, Suwarnadwipa dan Swarnabhumi.

Secara astronomis letak pulau Sumatera berada pada 0° LU dan 102° BT.
Selain itu secara gegrafis Pulau Sumatera ini terletak di sebelah barat gugusan
pulau Nusantara, dimana di sebelah utara berbatasan dengan Selat Sunda dan
sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Pulau Sumatera juga
mempunyai beraneka ragam fitur alam yang ada disekitarnya seperti banyaknya
aliran air sungai yang besar. Sungai besar yang ada di Pulau Sumatera dibeberapa
daerah diantaranya:

Sungai Asahan di Sumatera Utara, sungai

Sungai Kampar di Sumatera Barat

Sungai Siak di Riau

Sungai Inderagiri di Riau

Sungai ogan di Sumatera Selatan

Sungai Musi di Sumatera Selatan sungai Komering di Sumatera Selatan

Sungai Ketahun di Bengkulu

Sungai Batang Tarisan di Sumatera Barat

Pulau Sumatera mempunyai banyak sungai yang akan menjadi salah satu
sumber kekayaan pulau Sumatera. Selain itu pulau Sumatera tidak hanya
mempunyai sungai namun juga mempunyai bukit dan pergunungan. Seperti
pengunungan Bukit Barisan yang terletak di bagian barat pulau Sumatera dimana
pegunungan Bukit Barisan ini membujur dari barat laut arah tenggara. Selain itu
panjang Bukit Barisan ini sekitar 1.500 kilometer. Bukit Barisan ini sudah
terkenal sebagai bukit yang terbesar yang ada di pulau Sumatera dimana terdapat

3
gunung – gunung yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif yang dapat
kalian temui di sana seperti gunung kerinci, gunung Kaba, gunung marap, dll.

B. Proses Pembentuan Pulau Sumatera


1. Awal Eosen-Awal Oligosen
Pada kala ini posisi Sumatera berarah utara-selatan dimana India Block
terletak dibagian barat Sumatera yang bergerak ke utara dengan kecepatan 18
cm/tahun. Akibatnya, pada batas mikroplate Mergui dengan Woyla di tepi barat
Sumatera terbentuk lineweakness berupa sesar mendatar regional yaitu Right-
lateral wrench-fault.
Mekanisme ini sebagai awal pembentukan cekungan back arc basin di
Sumatera yang diawali dengan pembentukan cekungan Sumatera Selatan yang
selanjutnya berprogradasike utara membentuk cekungan Sumatera Tengah-
cekungan Ombilin dan di utara cekungan Sumatera Utara. Jalur magmatisme tidak
terbentuk pada kala ini yang dapat dilihat dari material penyusun Formasi Brani
dan Formasi Sangkarewang, hal ini juga diakibatkan oleh mekanisme subduksi
dari lempeng Indo-Australia terhadap tepi barat Sumatera relatif paralel dengan
arah sumbu panjang Sumatera. Mulai pada Eosen Tengah terbentuknya pusat
pemekaran lantai samudera yang baru di Samudera Hindia dengan diawali oleh
mendekatnya lempeng Indo-Australia kearah Sumatera dengan azimut N 50oE
sehingga sudut penumjaman meningkat dari 10o menjadi 50oAkibatnya terjadi
penurunan kecepatan dari pergerakan India Block sebesar 10 cm/tahun
yangdisertai dengan “konsumsi” lempeng oceanic oleh lempeng kontinen.
Pada kala ini cekungan Ombilin terbentuk dengan diawali gerak
transtensional akibat gerak sesar mendatar regional duplex, yaitu graben di bagian
baratlaut cekungan Ombilin. Gerak sesar mendatar yang mengontrolnya adalah
sesar Sitangkai dan sesar Silungkang dimana gerak sesar ini mengakibatkan gaya
tarikan berupa sesar normal secara berudak kekiri berarah utara-selatan. Pola sesar
ini mengendalikan
pembentukan cekungan yang pertama menyebabkan terbentuknya sesar-sesar
yang berarah baratlaut tenggara, utara-selatan, timurlaut baratdaya dan barat-
timur.
2. Oligosen Akhir- Awal Miosen
Peristiwa penting dari adalah mulai terjadinya rotasi pulau Sumatera
dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam. Rotasi pertama terjadi sekitar
20o-25o dengan pusat rotasi pulau Andaman yang diikuti pergerakan sesar
Ranong, sesar Khlong Marai sepanjang 200 km yang berpotongan dengan Sistem
sesar Sumatera.
Pembentukan sesar ini pergerakannya terjadi pada sepanjang pantai barat
Sumatera akibat dari sudut penumjaman yang rendah dari lempeng India-
Australia terhadap lempeng Eurasia, yang menerus keselatan sehingga pola

4
subduksi dipulau Jawa menerus kearah tenggara pulau Kalimantan. Orientasi
pulau Sumatera berubah dari N 180o E menjadi N 160oE dengan sudut
penumjaman meningkat dari 20o menjadi 40o.
Pada kala ini mulai terjadinya mekanisme transgresi awal yang
disertaidengan kenaikan sebagian cekungan. Ombilin dan pada bagian lain
terjadinya penurunan sebagai tempat terendapkannya material batuan penyusun
dari Formasi Ombilin. Awal Neogen pola subsidance dari cekungan Ombili
berprogradasi kearah selatan-tenggara dimana dibagian timur dibatasi oleh sesar
Takung yang memisahkan cekungan Ombilin dengan cekungan Sumatera Tengah.
3. Awal Miosen- Miosen Tengah
Pada kala ini mulai terbukanya laut Andaman sebagai akibat dari
upwelling thermal yang menyebabkan continental break diikuti dengan uplifting
secara regional pada batas-batas antar mikroplate di pulau Sumatera.
Pada cekungan Ombilin mekanisme ini membentuk suatu fase Transgresi
dengan terbentuknya subcekungan Ombilin kearah tenggara dalam facies shallow
marine dengan terendapkannya material pembentuk Formasi Ombilin. Mekanisme
ini akibat dari gerak-gerak sesar mendatar Sitangkai dan sesar Silungkang ke arah
tenggara. Graben ini membentuk pola menangga kekanan dengan dibatasi oleh
suatu tinggian pada bagian tengah cekungan. Aktifitas volkanisme akibat ektrusif
process dari India block meningkat seiring dengan mekanisme uplifting pada kala
ini.Hal ini menandai bahwa pola subduksi di Sumatera yang bersifat normal mulai
berperan selain dari pola subduksi oblique.
4. Miosen Tengah bag. Akhir-Resen
Rotasi tahap kedua terjadi pada kala ini meliputi terjadinya break-up dan
berakresinya oceanic crust dari laut Andaman. Pergerakan transform fault dari
laut.
Andaman mempunyai trend subparalel terhadap Sistem sesar Sumatera
yang berarah N 160o E. Berdasarkan data paleomagnetik maka dapat disimpulkan
bahwa pada kala Miosen Tengah bagian Akhir, lempeng Indo-Australia mendekati
pantai barat Su-matera secara konstan dengan sudut N 20o dan Sumatera berotasi
kembali membentuk trend N 135o E yaitu arah sumbu panjang pulau Sumatera
sekarang ini.
Sudut penunjaman meningkat yaitu dari N 40o menjadi N 60o sehingga
meningkat pula regime compresion yang berlaku di Sumatera sejak Akhir Miosen.
Kenaikan sudut penumjaman ini mengakibatkan uplifting dari Bukit Barisan yang
disertai berlanjutnya aktifitas volkanisme sampai Resen.

C. Morfologi Pulau Sumatera

5
Berikut penjabaran lengkap tentang bagaimana morfologi di pulau
sumatera.
1. Gunung Berapi di Sumatera

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair
atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan
bumisampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus.

Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang
paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api
Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis
bergeseknya antara dua lempengan tektonik.

Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya.


Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat,
sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Apabila gunung berapi
meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magmar di bawah gunung
berapi meletus keluar sebagailahar atau lava. Selain daripada aliran lava,
kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:

- Aliran lava

- Letusan gunung berapi

- Aliran lumpur

- Abu

- Kebakaran hutan

- Gas beracun

- Gelombang tsunami

- Gempa bumi

Gunung berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi,


dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di
Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan
dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa
bumikarena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang
disebutPatahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia
disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra.

6
2. Bentuk Muka Bumi Sumatera

Bentuk permukaan Pulau Sumatera terdiri dari 3 bagian besar: (a). Bukit
Barian, (b) Dataran rendah di bagian timur, (c) Jalur perbukitan (kaki timur bukit
barisan).

a. Pegunungan Bukit Barisan

adalah jajaran pengunungan yang membentang dari


ujung utara (Aceh) sampai ujung selatan (Lampung) pulau Sumatra,
memiliki panjang lebih kurang 1650 km. Rangkaian pegunungan ini
mempunyai puncak tertinggi Gunung Kerinci yang berlokasi di Jambi,
berketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut. Pegunungan Bukit
Barisan terletak dekat pertemuan antara pelat tektonik
Eurasia dan Australia.

b. Bukit Barisan Pegunungan.

Pegunungan Bukit Barisan di sepanjang jalan rayaBukittinggi-


Payakumbuh. Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi,Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung. Titik
tertinggi Gunung Kerinci -elevasi 3.805 m (12.484 ft) Panjang
1.025 mi (1.650 km), utara–selatan.

c. Jalur perbukitan (kaki gunung bukit barisan)

adalah bekas cekungan yang tertimbun oleh endapan tebal, yang


kemudian terangkat oleh tenaga endogen. Jalur ini banyak terdapat minyak
bumi seperti: Sungai Komering, Sungai Bila dan antara Sungai Besitang-
Krueng Meureudu.

3. Topografi Pulau Sumatera

Secara garis besar topografi Pegunungan Sumatra dapat dibagi kedalam


tiga bagian yang menjalur dari Barat Laut – Tenggara sebagai berikut :

a. Bagian Barat

daerah ini berupa dataran memanjang sepanjang pantai yang


secara tidak menentu terpotong oleh igir-igir yang menyentuh pantai.
Dataran pantai memiliki lebar yang di berbagai tempat tidak sama. Dataran
pantai yang lebar hanya terdapat di beberapa tempat di antaranya di
Meolaboh dan Singkil di Sumatra Utara.

b. Bagian Tengah

7
bagian ini merupakan jalur vulkanis (Inner Arc) yang menduduki
bagian tengah Pulau Sumatra dengan posisi agak ke Barat. Jalur ini dikenal
denan sebutan Bukit Barisan. Bukit barisan ini memiliki lebar yang tidak
sama. Bukit Barisan (Zone Barisan) mengalami peristiwa-peristiwa
geologis yang berulang-ulang. Zone Barisan dapat diuraikan menjadi tiga
yaitu Zona Barisan Selatan, Zone Barisan Tengah dan Zona Barisan Utara
(Van Bemmelen, 1949, 678).

1). Zona Barisan Sumatera Selatan

Zona ini dibagi menjadi tiga unit blok sesaran yaitu :

a) Blok Bengkulu (The Bengkulu Block)

Pada Bagian Barat membentuk monoklinal dengan kemiringan 5 –


10° ke arah Laut India (Indian Ocean) dan tepi Timur Laut berupa bidang
patahan. Batas Timur Laut Blok Bengkulu adalah Semangko Graben,
Ujung Selatan Semangko Graben berupa Teluk Semangko di Selat Sunda.
Sedangkan panjang Graben Semangko yang membentang dari Danau
Ranau – Kota Agung di Teluk Semangko adalah 45 Km dan lebarnya 10
Km.

b). Blok Semangko (The Semangko Block)

Terletak diantara Zone Semangko Sesaran Lampung (Lampung


Fault). Bagian Selatan dari blok Semangko terbagi menjadi bentang alam
menjadi seperti pegunungan Semangko, Depresi Ulehbeluh dan Walima,
Horst Ratai dan Depresi Telukbetung. Sedangkan bagian Utara Blok
Semangko (Central Block) berbentuk seperti Dome (diameter + 40 Km).

8
Patahan Semangko adalah bentukan geologi yang membentang
di Pulau Sumatera dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk
Semangka diLampung. Patahan inilah membentuk Pegunungan Barisan,
suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau ini. Patahan Semangko
berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai
Sianok dan Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi.

Patahan ini merupakan patahan geser, seperti patahan San


Andreas diCalifornia. Memanjang di sepanjang Pulau Sumatra, mulai dari
ujung Aceh hingga Selat Sunda, dengan bidang vertikal dan pergerakan
lateral meng-kanan (dextral-strike slip).

Sesar ini menyebabkan terjadinya gempa di darat oleh sebab pelepasan


energi di sesar/patahan Semangko apabila sesar tersebut teraktifkan
kembali (peristiwa reaktivasi sesar) dengan bergesernya lapisan batuan di
sekitar zona sesar tersebut. Pergerakan sesar yang merupakan salah satu
sesar teraktif di dunia ini diyakini disebabkan oleh desakan lempeng India-
Australia ke dalam lempeng Eurasia.

Bagian barat sesar ini bergerak ke utara dan bagian timur bergerak
ke selatan. Jika lama tidak terjadi gempa besar, artinya sedang terjadi
pengumpulan energi di patahan tersebut. Di sepanjang Patahan Sumatera
ini terdapat pula ribuan patahan kecil yang juga dapat mengakibatkan
rawan gempa. Seperti halnya gempa asal laut, gempa darat di Sumatera
biasanya juga cukup besar dan menyebabkan kerusakan yang cukup parah.

Ngarai Sianok, terbentuk akibat adanya patahan Semangko.

c). Blok Sekampung (The Sekampung Blok)

9
Blok Sekampung merupakan sayap Timur Laut Bukit Barisan di Sumatra
Selatan. Blok ini merupakan Pasang Blok Bengkulu. Kalau dilihat secara
keseluruhan maka Zone Barisan bagian Selatan (di daerah Lampung)
memperlihatkan sebagai geantiklin yang besar di mana Bengkulu Block
sebagai sayap Barat Daya, lebar 30 Km kemudian Sekampung Blok
sebagai sayap Timur Laut, lebar 35 Km dan puncak geantiklinnya adalah
central block (Blok Semangko) dengan lebar 75 Km.

2) Zone Barisan Sumatra Tengah

Zona Barisan di daerah Padang memiliki lebar 140 Km dan bagian


tersempit selebar 60 Km yaitu di Padang Sidempuan. Blok Bengkulu (the
bengkulu Block) dapat ditelusuri sampai ke Padang sebagai pembentuk
sayap Barat Daya bukit Barisan (Zone Barisan). Di Utara Padang, sayap
Bukit Barisan Barat Daya di duduki oleh Danau Maninjau (a volcano
tectonic trought), Gunung Talakmau dan Gunung Sorikmarapi.

Zone Semangko membenteng dari Danau Kerinci sampai ke Danau


Singkarak. Zone ini oleh Tobler disebut Schicfer Barisan (Van Bemmelen,
1949, 667) membentang memanjang searah dengan Sistem Barisan baik di
Sumatra Tengah maupun Sumatra Selatan. Sayap Timur Laut yang terletak
di Utara Danau Singkarak ke Tenggara. Di sebelah Utara Danau Singkarak
sampai ke Rau berstruktur Horst dan Graben dengan posisi memanjang.

3) Zona Barisan Sumatra Utara

Zona Barisan Sumatra Utara dibagi menjadi dua unit yang berbeda
(Van Bemmelen, 1949, 687) yaitu Tumor Batak dan pegunungan di Aceh.

a) Tumor Batak (The Batak Culmination with the Lake Toba)

Tumor Batak, panjang 275 Km dan lebar 150 Km. puncak tertinggi
Gunung Sibuatan 2.457 m di bagian Barat Laut Toba, Gunung Pangulubao
2151 terletak di bagian Timur Toba. Di bagian Tenggara adalah G.
Surungan 2.173 m dan dibagian barat adalah Gunung Uludarat 2.157 m.
Sejarah pembentukan Tumor Batak tidak diuraikan di sini mengingat
memiliki sejarah volcano tectonic yang panjang dan lebih banyak bersifat
geologis.

b) Pegunungan di Aceh

Van Bemmelen menyebutkan bahwa pegunungan Barisan di Aceh


belum banyak disingkap sehingga pembicaraan mengenai pengaruh
penggangkatan pada plio-pleistocene terhadapsistem Barisan di Aceh

10
sangat sedikit. Bagian utara Zone Barisan dimulai dengan pegunungan di
Aceh yang searah dengan Lembah Krueng Aceh. Jalur ini terus
menyambung kearah Tenggara ke pegunungan Pusat Gayo dengan
beberapa puncak seperti Gunung Mas 1.762m, Gunung Bateekebeue 2.840
m, Gunung Geureudong 2.590 m, Gunung Tangga 2,500 m, Gunung
Abongabong 2.985 m, G. Anu 2.750 m, Gunung Leiser 3.145 m, untuk G.
Leuser letaknya agak ke Barat bila dibanding dengan posisi gunung
lainnya. Dari uraian Zone Barisan maka terdapat satu keistimewaan di
mana pada bagian puncak Zone Barisan terdapat suatu depresi yang
memanjang dari Tenggara ke Barat Laut. Depresi ini di beberapa tempat
terganggu oleh lahirnya kenampakan baru sebagai hasil peristiwa
tektovulkanik maupun erupsi vulkan.

c. Bagian Timur Pulau Sumatra sebagian besar berupa hutan rawa dan
merupakan dataran rendah yang sangat luas. Dataran rendah ini menurut Dobby
merupakan dataran terpanjang yang tertutup rawa di daerah tropik di Asia
Tenggara (Djodjo dkk, 1985, 42). Bagian Timur Sumatra selalu mengalami
perluasan sebagai hasil pengendapan material yang terbawa oleh aliran sungai dari
sayap Timur Zone Barisan.

d. Di bagian arah Barat Pulau Sumatra (di Samudera India) terdapat


deretan pulau-pulau yang bersifat non vulkanik. Rangkaian pulau-pulau ini
merupakan outerarc. Posisi pulau-pulau memanjang arah Barat Laut – Tenggara.
Di bagian Timur Pulau Sumatra terdapat Kepulauan Riau, bangka, Belitung,
Lingga, Singkep.

4. Cekungan di Pulau Sumatera

a. Cekungan Sumatera Tengah

Cekungan Sumatera tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier


penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Cekungan Sumatra tengah ini relatif
memanjang Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh
adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia. Batas
cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh
batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda.
Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tiga puluh yang sekaligus
memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan.
Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan
Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara.

11
b. Cekungan Sumatera Selatan

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier


berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di
sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di
sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda,
serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut
yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera
Tengah.

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan


merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai
akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng
kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah
seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-
Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield),
sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi
oleh Tinggian Lampung.

Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama


Awal Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang
sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di
bawah lempeng Benua Asia.

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3


episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera
Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal
dan Orogenesa Plio – Plistosen.

pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa,


terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit
serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Episode keduapada Kapur
Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang
membentuk graben dan horst dengan arah umum utara – selatan. Episode
ketigaberupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada
periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan.

c. Cekungan Bengkulu

12
Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan fore-arc di Indonesia.
Cekungan forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore-
arc = jalur volkanik). Tetapi, kita menyebutnya demikian berdasarkan posisi
geologinya saat ini.

Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan


Barisan (dalam hal ini adalah volcanic arc-nya) mulai naik di sebelah barat
Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah
bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidak ada forearc basin Bengkulu sebab
pada saat itu arc-nya sendiri tidak ada.

Begitulah yang selama ini diyakini, yaitu bahwa pada sebelum Miosen
Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat
Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau
Neogen, setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari
Cekungan Sumatera Selatan. Mulai saat itulah, Cekungan Bengkulu menjadi
cekungan forearcdan Cekungan Sumatera Selatan menjadi
cekungan backarc (belakang busur).

Cekungan Bengkulu merupakan salah satu dari dua cekungan forearc di


Indonesia yang paling banyak dikerjakan operator perminyakan (satunya lagi
Cekungan Sibolga-Meulaboh). Meskipun belum berhasil menemukan minyak atau
gas komersial, tidak berarti cekungan-cekungan ini tidak mengandung migas
komersial. Sebab, target-target pemboran di wilayah ini (total sekitar 30 sumur)
tak ada satu pun yang menembus target Paleogen dengan sistem graben-nya yag
telah terbukti produktif di Cekungan-Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera
Selatan.

Gradient geothermal yang besar ini merupakan anomali pada


sebuah forearc basin yang rata-rata di Indonesia sekitar 2.5 F/100 ft atau di
bawahnya (Netherwood, 2000); Bila dibandingkan cekungan forearc lain,
memang banyak publikasi menyebutkan thermal Cekungan Bengkulu di atas rata-
rata. Itu pula yang dipakai sebagai salah satu pemikiran bahwa Cekungan ini
dulunya bersatu dengan Cekungan Sumatera Selatan (pada Paleogen)—pemikiran
yang juga didukung oleh tatanan tektonostratigrafinya.

Gradient geothermal dipengaruhi konduktivitas termal masing-masing


lapisan pengisi cekungan dan heatflow dari basement di bawah cekungan. Apabila
basementnya kontinen, maka ia akan punya heatflow yang relatif lebih tinggi
daripada basement intermediat dan oseanik. Selain itu, kedekatan dengan volcanic
arc akan mempertinggi thermal background di wilayah ini dan berpengaruh

13
kepada konduktivitas termal. Gradient geothermal yang diluar kebiasaan ini, tentu
saja baik bagi pematangan batuan induk dan generasi hidrokarbon.

D. Bentuk Lahan Pulau Sumatera


Bentuk-bentuk Lahan

1. Bentuk lahan

Ngarai Sianok, terbentuk akibat struktural adanya patahan Semangko

2. Bentuk lahan vulkanik

Gunung Api Dempo. Ketinggian 3,173 meter (10,410 kaki),


Lokasi SumateraSelatan.

3. Bentuk lahan pelarutan

Gua Harimau di wilayah Desa Padang Bindu, Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan

4. Bentuk lahan fluvial

Pulau Kemaro, di tengah sungai Musi, Palembang Sumatera Selatan.

5. Bentuk lahan marin

Bungus Bay, Padang,

Gosong Sinyaru

Letak Gosong sinyaru ini Terletak di dekat Pulau sinyaru Kodya padang
berjarak kira-kira 3 mil arah selatan teluk bayur. Hanya sekitar 40 menit dari
pelabuhan Muara Padang atai sekitar 30 menit dari TPI Bungus, kita sudah sampai
kepulau ini dengan mempergunakan perahu 80 HP. Pulau ini merupakan pulau
yang relatif kecil yang terletak lebih kurang 11 mill dari pusat kota Padang. Setiap
harinya puluhan kapal-kapal nelayan bagan yang berasal dari kawasan Bungus
lego jangkar di sekitar perairan pulau ini untuk berlindung dan menunggu hari
sore untuk berangkat ketengah laut mencari ikan. Pantainya terdiri dari pasir putih
halus dan landai. Keindahan bawah lautnya dapat dilihat di sekeliling pulau yang
ditumbuhi oleh karang dari acropora bercabang, heliopora, pada kedalaman 2-3
meter lebih didominasi oleh pertumbuhan karang-karang lunak. Pertumbuhan

14
karang ditemukan sampai dengan kedalaman 15 meter menjadikan panorama
lautnya menjadi indah untuk diselami. Lokasi ini sangat cocok untuk dijadikan
sebagai tempat penyelaman scuba dan snorkelling karena didukung oleh
kejernihan air dan keanekaragaman terumbu karangnya yang cukup padat.

6. Bentuk lahan biologis

Langkat, Sumut – Kerusakan hutan mangrove (bakau), karena beralih fungsi


menjadi lahan tambak dan kebun sawit, semakin nyata terjadi di berbagai
kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

7. Bentuk lahan antropogenik

Pelabuhan Baai Bengkulu Terletak Di Pantai Barat Pulau Sumatera

Sawahlunto Merupakan Kota Kecil Yang Terletak di Sumatera Barat,

8. Bentuk lahan denudasional

Bukit Maninjau

Bencana tanah longsor dari perbukitan Leter W di pinggiran Danau


Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, awal Oktober 2009 dan merusak
empat jorong (kampung) merupakan peristiwa ulangan yang pernah terjadi tahun
1980.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pulau Sumatra merupkan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau


Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh
keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan
lempeng benua. Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan
cekungan Tersier berarah barat laut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan
Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut,
ketinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut
dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga
Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan
Cekungan Sumatra Tengah. Elemen orografis yang utama adalah Bukit Barisan

15
yang panjangnya 1650 km dan lebarnya ±100 km (puncak tertingginya ialah
Gunung Kerinci dan Gunung Indrapura 3800 m). Bukit Barisan merupakan
rangkaian sejumlah pegunungan yang sejajar atau colisses yang setelah cabang
lainnya ke luar dari arah pokok barat laut tenggara, dikatakan bahwa arahnya lebih
ke arah timur barat dan merosot (menurun) ke arah tanah rendah di bagian timur.

B. Saran

Saran kepada kita semua, agar kita tahu akan kondisi dan situasi suatu
wilayah,Karena keadaan muka bumi selalu bersifat statis.Perlu adanya berbagai
referensi yang yang nantinya sebagai ilmu dalam mempelajari keadaan suatu
wilayah apalagi wilaya kita Indonesai. Dengan senang hati kalau ada orang yang
memberi masukan akan makalah ini, sebab dari situlah penulis bisa memperbaiki
makalah ini dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyana Budi. 2005. Tektonostratigrafi Cekungan Obilin Sumatera. Bulletin


of Scientific Contribution. 3(2): 92-102.
Suryani Dewi. 2012. Pulau Sumatera. Makalah.
Kopa Eduardus.2015. geomorfologi Sumatera. Makalah.

16

Anda mungkin juga menyukai