Anda di halaman 1dari 99

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang terletak di lima pulau besar dan empat
kepulauan yang memiliki jumlah penduduk sebesar 261.890,9 ribu jiwa (Badan
Pusat Statistik, 2018). Dari tingkat pencemar teratas, Indonesia menempati posisi
kedua setelah china. Pada tahun 2010, Indonesia memiliki populasi masyarakat
pesisir pantai sebesar 187,2 juta yang tinggal dalam jarak 50 km dari pesisir dan
setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah yang tak terkelola dengan baik
dan diperkirakan 0,48 – 1,29 juta ton metrik sampah plastik pertahun dibuang ke
lautan (World Bank Group & Koordinator Kementerian Bidang Kemaritiman,
2018).
Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan plastik dalam kehidupan
manusia semakin meningkat, contoh penggunaan plastik yang banyak digunakan
misalnya jenis PET (PolyEthylene Terephthalate) pada kemasan botol plastik
sehingga limbah botol plastik semakin meningkat dan dapat mencemari
lingkungan. Salah satu cara untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan
akibat limbah botol plastik ini yaitu dengan cara di daur ulang dan dapat
dimanfaatkan kembali (Iwan Agustiawan, 2015). Dalam proses daur ulang ini botol
plastik harus dihancurkan menjadi serpihan-serpihan kecil terlebih dahulu
kemudian dilebur kembali untuk dimanfaatkan menjadi sebuah produk baru, salah
satu contohnya dijadikan bahan baku pembuatan plastik kemasan, botol plastik
jenis PET dan benang polyester.
Proses pengolahan botol plastik menjadi serpihan dapat dilakukan secara
manual dengan menggunting plastik menjadi serpihan plastik. Namun proses
pencacahan plastik secara manual memerlukan waktu yang sangat lama mengingat
ukuran dari serpihan plastik yang dibutuhkan relatif kecil. Dengan menggunakan
mesin pencacah botol plastik efektivitas pengolahan botol plastik menjadi serpihan
jauh lebih baik dibandingkan dengan pencacahan botol plastik secara manual,
operator hanya perlu memberi input botol plastik kedalam mesin pencacah botol
plastik yang kemudian mekanisme pisau di dalam mesin akan bekerja untuk

1
2

mencacah botol plastik hingga ukuran yang diinginkan (Iwan Agustiawan, 2015).
Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan kegiatan rancang bangun yang
bertujuan untuk memperoleh karakterisitik mesin yang dianggap paling tepat untuk
mencacah limbah botol plastik untuk kemudian menjadi serpihan-serpihan kecil
sebagai bahan baku plastik kemasan, botol plastik jenis PET dan benang polyester.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Berapa daya yang dibutuhkan mesin pencacah limbah botol plastik untuk
bahan baku plastik?
2. Berapakah daya motor yang dibutuhkan agar kapasitas kinerja mesin yang
diinginkan dapat tercapai sesuai rancangan?
3. Bagaimana spesifikasi komponen mesin pencacah limbah botol plastik yang
akan dirancang?

1.3 Tujuan
Meninjau dari rumusan masalah yang telah ada, maka tujuan dapat
disampaikan sebagai berikut:
1. Mengetahui daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mesin pencacah
limbah botol plastik.
2. Menentukan daya motor yang dibutuhkan agar kapasitas kinerja mesin yang
diinginkan dapat tercapai sesuai rancangan.
3. Dapat menentukan spesifikasi komponen mesin pencacah limbah botol plastik
yang akan dirancang.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari perancangan mesin limbah botol plastik ini, sebagai
berikut:
1. Bagi Penulis
a. Menerapkan ilmu yang diperoleh dalam proses perkuliahan.
3

b. Untuk memperoleh wawasan dan pengalaman dalam merancang mesin


pencacah limbah botol plastik yang dibutuhkan masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan keterampilan dan daya kreatifitas mahasiswa
2. Bagi Instansi
a. Digunakan sebagai dasar dan rujukan pada instansi pendidikan apabila ada
peserta didik yang ingin mengetahui lebih tentang mesin pencacah limbah
botol plastik.
b. Menjadi dasar penelitian maupun rujukan penelitian selanjutnya apabila ada
yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan maupun meneliti lebih lanjut
tentang mesin pencacah limbah botol plastik.
3. Bagi Industri
Dapat dipakai untuk home industry (industri perumahan) karena
konstruksinya yang sederhana dan harganya yang relatif murah.
4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Plastik


Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.
Polimer adalah suatu bahan yang terdiri dari unit molekul yang disebut monomer.
Jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda
akan menghasilkan kopolimer. Polimer alam yang telah kita kenal antara lain:
selulosa, protein, karet alam dan sejenisnya. Pada mulanya manusia menggunakan
polimer alam hanya untuk membuat perkakas dan senjata, tetapi keadaan ini hanya
bertahan hingga akhir abad 19 dan selanjutnya manusia mulai memodifikasi
polimer menjadi plastik. Plastik yang pertama kali dibuat secara komersial adalah
nitroselulosa. Material plastik telah berkembang pesat dan sekarang mempunyai
peranan yang sangat penting dibidang elektronika, pertanian, tekstil, transportasi,
furniture, konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak-anak dan produk-produk
industri lainnya (Iman Mujiarto, 2005).
Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
plastik thermoplast dan plastik thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik yang
dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas.

Gambar 2.1 Plastik Thermoplast


Sumber: Iman Mujiarto (2005)

Yang termasuk plastik thermoplast antara lain: PE, PP, PS, ABS, SAN,
nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PC dll. Sedangkan palstik thermoset adalah
plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali
karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi.

4
5

Gambar 2.2 Plastik Thermoset


Sumber: Iman Mujiarto (2005)

Yang termasuk plastik thermoset adalah: PU (Poly Urethene), UF (Urea


Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi dll. Untuk
membuat barang-barang plastik agar mempunyai sifat-sifat seperti yang
dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama
diperlukan juga bahan tambahan atau aditif. Penggunaan bahan tambahan ini
beraneka ragam tergantung pada bahan baku yang digunakan dan mutu produk yang
akan dihasilkan. Berdasarkan fungsinya, maka bahan tambahan atau bahan
pembantu proses dapat dikelompokkan menjadi bahan pelunak (plasticizer), bahan
penstabil (stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan pengisi (filler), pewarna
(colorant), antistatic agent, blowing agent, flame retardant dan sebagainya (Iman
Mujiarto, 2005).

2.1.1 Polyethylen Terephtalate (PET)


Plastik jenis PET mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1940 oleh
Dupont Tim. Mereka sedang dalam usaha pencarian PET untuk bahan tekstil yang
berupa fiber dan akhirnya bahan itu diberi nama “dakron”. Kemudian, masih
merupakan kelompok DuPont tim, John Rex Whinfield bersama timnya
mendapatkan hak paten “PET” pada tahun 1941. Setelah berselang beberapa tahun,
pada akhir tahun 1950-an, seorang ilmuwan menemukan cara untuk membentuk
PET menjadi bentuk lembaran, dari sana PET mulai digunakan sebagai bahan untuk
kertas film di bidang fotografi dan kertas rontgen.
Barulah pada tahun 1970-an, teknologi stretch-blow moulding PET
ditemukan. Teknologi ini menghasilkan benda berongga, seperti botol yang
memiliki orientasi molekular biaksial (dua sumbu). Orientasi biaksial
6

meningkatkan sifat fisik, kejernihan, dan sifat penghalang gas, yang semuanya
penting dalam produk seperti botol.
Teknologi tersebut juga membuat PET film berbentuk botol yang tahan pecah
dan mempunyai bentuk yang cukup kuat namun ringan. Sehingga pada tahun 1973
PET berbentuk botol dipatenkan dan pada tahun 1977 merupakan tahun pertama
PET botol di daur ulang.
PET merupakan plastik yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai
kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik, dengan pemanasan akan
menjadi lunak dan mencair pada suhu 110 C. Berdasarkan sifat permealibilitasnya
yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, PET mempunyai ketebalan
0,001 sampai 0,01 inchi, yang banyak digunakan sebagai botol kemasan air mineral,
botol minyak goreng dan botol jus. Selain kemasan botol, PET resin hasil daur
ulang dapat juga digunakan untuk memproduksi pakaian, onderdil kendaraan,
karpet dan lain – lain. Angka daur ulang PET di USA dan Eropa berturut – turut
sekitar 31% dan 52% pada tahun 2012.
Untuk dapat mendaur ulang plastik PET, langkah awal yang harus dilakukan
adalah menghancurkan plastik ini terlebih dahulu. Dapat dilakukan dengan cara
dilelehkan ataupun dihancurkan menjadi cacahan–cacahan kecil. Tabel yang
menunjukkan sifat karakteristik mekanis dari plastik PET untuk dapat dihancurkan,
dapat dilihat melalui tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Sifat Mekanis PET


Sumber: (http://www.matweb.com/reference/tensilestrength.aspx)
7

2.2 Mesin Pencacah Botol Plastik


Menurut Yeshwant et al. (2014) mesin pencacah adalah mesin yang dirancang
untuk mengurangi volume benda-benda padat yang besar kedalam volume yang
lebih kecil, atau potongan kecil. Mesin pencacah dapat juga digunakan untuk
mengurangi ukuran, atau mengubah bentuk bahan, sehingga bahan tersebut dapat
lebih mudah dan efisien digunakan untuk tujuan tertentu. Mesin pencacah
mentransfer gaya yang disalurkan secara mekanikal menggunakan material
material yang ikatan molekulnya lebih kuat, dan lebih mampu menahan deformasi
daripada material yang akan dihancurkan. Mesin pencacah menahan material
diantara dua permukaan padat yang disusun paralel atau yang hampir saling
bersentuhan dan memberikan gaya yang membawa material melewatinya dengan
menggunakan energi yang cukup untuk dapat menghancurkan material tersebut
sehingga molekul-molekulnya terpisah (patah), atau terjadi perubahan bentuk
(deformasi).
Teknologi pencacahan limbah plastik umumnya menggunakan mesin pencacah
yang terdiri dari silinder pemotong tunggal tipe reel dan bedknife. Namun,
pemotong tipe reel ini prosesnya kurang efisien karena proses pemotongan lama
dan membutuhkan tenaga yang besar. Masalah lain yang juga sering muncul adalah
pisau pemotong yang menjadi tumpul dan mesin yang sering tersendat (Ichlas Nur,
2014).
Untuk meningkatkan efisiensi proses pencacahan tersebut, dapat dilakukan
suatu usaha yakni menggunakan sistem pemotong yang mampu melakukan
perusakan struktur bahan dengan meremukkan, menekan, menarik dan merobek-
robek bahan, dengan kondisi ini bahan dapat menjadi potongan-potongan yang
lebih kecil. Untuk itu, perlu proses pencacahan dengan menggunakan mesin
pencacah berbentuk crusher. Sistem pemotong crusher menggunakan dua buah
silinder pemotong yang masing-masing memiliki pisau yang disusun berselangan
dan berputar berlawanan arah, agar dapat bekerja dengan menjepit, meremukkan,
menekan, menarik, dan merobek-robek bahan limbah plastik (Ichlas Nur, 2014).
Berbeda dengan sistem pemotong tipe reel yang hanya menggunakan satu buah
poros pisau pemotong tunggal disertai rumah pemotong (bedknife). Sistem
pemotong ini bekerja dengan menjepit dan menekan bahan limbah plastik hingga
8

hancur. Ilustrasi perbedaan sistem pemotong tipe reel dengan tipe crusher dapat
dilihat pada gambar 2.3 (a) dan (b) di bawah ini:

a
A
A

Gambar 2.3 (a) Sistem Pemotong tipe Crusher


Sumber: Ichlas Nur (2014)

b
A
A

Gambar 2.3 (b) Sistem Pemotong tipe Reel


Sumber: Ichlas Nur (2014)

2.3 Komponen Mesin Pencacah Botol Plastik


Mesin pencacah botol plastik dalam sistem mekanisnya tersusun atas
komponen-komponen yang saling berkaitan. Sumber daya dan putaran mesin
diperoleh dari motor listrik, sedangkan untuk pentransmisi daya dan pereduksi
putaran digunakan sistem pulley dan v-belt. Adapun untuk sistem pencacahan, pisau
diletakkan dalam sebuah poros dengan penumpu bantalan sehingga putarannya
dapat berlangsung secara halus dan aman. Untuk mengaitkan pentransmisi daya dan
pereduksi putaran (pulley dan v-belt) dengan poros digunakan elemen pasak.
9

2.3.1 Motor Listrik


Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetik yang mengubah
energi listrik menjadi energi mekanis, untuk menggerakkan berbagai peralatan,
mesin-mesin industri, dan sistem pengangkutan. Pada dasarnya motor listrik
digunakan untuk menggerakkan elemen mesin seperti pulley, sprocket-chain, dan
gear box. Menurut Sumanto (1995) sebagai alat penggerak, motor listrik lebih
efektif jika dibandingkan dengan sistem penggerak jenis yang lain, hal tersebut
disebabkan motor listrik dapat di desain sesuai dengan kebutuhan operasionalnya.
Kelebihan motor listrik antara lain adalah:
 Dapat dibuat dalam berbagai ukuran tenaga
 Mempunyai batas-batas kecepatan (speed range) yang luas
 Operasional dan maintenance yang relatif mudah
 Dapat dikendalikan secara manual maupun otomatis
Motor listrik terdiri dari rotor (bagian yang bergerak) dan stator (bagian yang
diam). Pada stator terdapat inti magnet, sedangkan pada stator terdapat koil yang
berfungsi sebagai magnet listrik jika dialiri arus. Motor listrik diklasifikasikan
menjadi dua jenis yaiu AC (arus bolak-balik) dan DC (arus searah). Satuan daya
pada motor berdasarkan US adalah HP, sedangkan daya motor berdasarkan SI
adalah Watt, dengan konversi 1 HP = 0,7457 kW.
Adapun tahapan dan perhitungan dalam menentukan daya minimal motor
listrik adalah sebagai berikut:
a. Menentukan kapasitas rencana, jumlah pisau, diameter pisau, dan panjang
mata pisau.
b. Volume botol plastik
𝑉 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 (1)
Keterangan:
𝑉 = volume botol plastik (cm3)
c. Menghitung putaran poros untuk mencacah sebuah botol plastik
𝑉
= 𝑎 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 (2)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢

Keterangan:
𝑉 = volume botol plastik (cm3)
𝑎 = putaran poros (rpm)
10

d. Menentukan hasil botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘
= 𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑚 𝑘𝑔 (3)
𝑎

Keterangan:
𝑎 = putaran poros (rpm)
𝑚 = massa botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros
e. Agar rencana kapasitas w kg/menit tercapai, maka:
𝑤
= 𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 (4)
𝑚

Keterangan:
𝑤 = rencana kapasitas mesin per menit
𝑚 = massa botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros
Dengan 𝑆𝐹𝑃 = 1,2 maka 𝑛 × 1,2 = 𝑛 𝑟𝑝𝑚
f. Menghitung Torsi
𝑇 = 𝐹. 𝑟. 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 (5)
Keterangan:
𝑇 = torsi (kg.mm)
𝐹 = gaya potong (kgf)
𝑟 = diameter pisau (m)
g. Menghitung daya minimal
𝑇 𝑛
( )×(2𝜋× )
1000 60
𝑃= (6)
102

Keterangan:
𝑃 = daya (kW)
𝑇 = torsi (kg.mm)
𝑛 = putaran mesin (rpm)

Daya minimal kemudian dijadikan sebagai acuan untuk menentukan


spesifikasi motor listrik yang digunakan sebagai penggerak mesin pencacah botol
plastik dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan mesin dan ketersediaan
produk di pasaran.
11

2.3.2 Puli dan Sabuk-V (pulley and v-belt)


Puli merupakan salah satu bagian mesin yang mentransmisikan putaran. Puli
ini dipasang pada poros motor dan dihubungan melalui sabuk-V ke puli poros
pemotong. Pada dasarnya puli mempunyai prinsip kerja yang sama dengan
sprocket. Perbedaanya adalah terletak pada media penghantar transmisi putaran
yang digunakan, jika puli menggunakan media transmisi sabuk, sedangkan sprocket
menggunakan media transmisi rantai.
Puli banyak dibuat dari bahan besi cor, baja cor, baja tempa dan paduan
alumunium. Puli dari bahan besi cor memiliki nilai koefisien gesek yang lebih
tinggi dibandingkan dengan puli dari bahan baja tempa. Kedudukan puli penggerak
dan puli yang digerakkan pada poros harus lurus agar sabuk tidak mudah lepas dari
kedudukan puli.
Sabuk-V atau V-Belt merupakan penghubung antara puli satu dan puli lainnya.
Sabuk-V merupakan sabuk yang tidak berujung dan diperkuat dengan penguat
tenunan dan tali. Sabuk-V terbuat dari karet dan bentuk penampangnya berupa
trapesium, bisa dilihat pada gambar 2.4 Bahan yang digunakan untuk membuat inti
sabuk itu sendiri terbuat dari tenunan tetoron.

Gambar 2.4 Macam-macam ukuran penampang sabuk


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Pemilihan penampang sabuk-V yang cocok ditentukan atas dasar daya rencana
dan putaran poros penggerak, bisa dilihat pada gambar 2.5 diagram pemilihan tipe
sabuk. Daya rencananya sendiri dapat diketahui dengan mengalihkan daya yang
akan diteruskan dengan faktor koreksi yang ada di tabel 2.2.
12

Gambar 2.5 Diagram pemilihan tipe sabuk


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Tabel 2.2 Pemilihan Faktor Koreksi

Driven machine type <6 6-15 >15 <6 6-15 >15


h/day h/day h/day h/day h/day h/day
Agitators, blowers, fans,
centrifugal pumps, light 1.0 1.1 1.2 1.1 1.2 1.3
conveyors
Generator, machine
tools, mixer, gravel 1.1 1.2 1.3 1.2 1.3 1.4
conveyor
Bucket elevators, textile
machines, hammer mills, 1.2 1.2 1.4 1.4 1.5 1.6
heavy conveyors
Crusher, ball mills, 1.3 1.4 1.5 1.5 1.6 1.8
hoists, rubber extruders
Any machine that can 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
choke
Sumber: Robert L. Mott (2004)

Puli dan sabuk-V merupakan komponen penting yang tidak bisa dipisahkan
atau bisa disebut satu paket karena putaran puli hanya bisa ditransmisikan ke puli
13

yang lain menggunakan media sabuk. Berikut adalah tahapan cara merencanakan
puli dan sabuk-V:
a. Daya Rencana
𝑃𝑑 = 𝐹𝑐 × 𝐻𝑃 (7)
Keterangan:
𝑃𝑑 = Daya Rencana (HP)
F𝑐 = Faktor Koreksi
𝐻𝑃 = Daya Motor (HP)
Faktor koreksi menggunakan 1,6 dikarenakan masuk dalam kategori
mesin crushers. Dapat dilihat pada tabel 2.2.
b. Pemilihan Sabuk
Pemilihan sabuk ditentukan dari daya rencana dan putaran poros
penggerak dengan melihat diagram pemilihan sabuk gambar 2.5.
c. Rasio Kecepatan
𝑛1 /𝑛2 (8)
Keterangan:
𝑛1 = Putaran Motor (Puli 1) (rpm)
𝑛2 = Putaran Poros (Puli 2) (rpm)
d. Menentukan Ukuran Puli
Pemilihan diameter puli ditentukan dari daya rencana dan putaran poros
penggerak dengan melihat diagram daya rata-rata sabuk.
14

Gambar 2.6 Diagram daya rata-rata sabuk


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Kemudian untuk ukuran puli kedua menggunakan persamaan sebagai


berikut:
𝑛1 ×𝐷1
𝐷2 = (9)
𝑛2

Keterangan:
𝑛1 = Putaran Motor (Puli 1) (rpm)
𝑛2 = Putaran Poros (Puli 2) (rpm)
𝐷1 = Diameter Puli 1 (Puli Motor) (in)
𝐷2 = Diameter Puli 2 (Puli Poros) (in)
e. Menentukan Daya Rata-Rata Sabuk
Menentukan daya rata-rata dilihat dari perbandingan ukuran puli dan
putaran poros dengan melihat gambar 2.6 diagram daya rata-rata sabuk.
f. Menentukan Asumsi Jarak Sumbu Poros
𝐷2 < 𝐶 < 3(𝐷2 + 𝐷1 ) (10)
15

Keterangan:
𝐶 = Jarak Sumbu Poros (asumsi awal)

Gambar 2.7 Diagram puli dan sabuk-V


Sumber: Robert L. Mott (2004)

g. Menghitung Panjang Sabuk


(𝐷2 −𝐷1 )2
𝐿 = 2𝐶 + 1,57(𝐷2 + 𝐷1 ) − (11)
4𝐶

Keterangan:
𝐿 = Panjang Sabuk (in)
𝐶 = Jarak Sumbu Poros (asumsi awal) (in)
Setelah menghitung panjang sabuk, kemudian memilih panjang sabuk
standart yang terdekat dengan melihat tabel 2.3. pemilihan panjang sabuk
standart.

Tabel 2.3 Panjang sabuk standart

Sumber: Robert L. Mott (2004)


16

h. Menentukan Jarak Sumbu Poros Sebenarnya


𝐵 = 4𝐿 − 6,28(𝐷2 + 𝐷1 ) (12)
𝐵+√𝐵2 −32(𝐷2 −𝐷1 )2
𝐶= (13)
16

Keterangan:
𝐿 = Panjang Sabuk (in)
𝐵 = Variabel untuk menentukan C
𝐶 = Jarak Sumbu Poros (asumsi awal) (in)
i. Menghitung Sudut Kontak pada Puli
𝐷2 −𝐷1
𝜃 = 180° − 2𝑠𝑖𝑛−1 [ ] (14)
2𝐶

Keterangan:
𝜃 = Sudut Kontak Puli (°)
j. Menentukan Faktor Koreksi
Menentukan Faktor Koreksi dapat dilihat pada Gambar 2.8 (a) dan (b).
Diagram faktor koreksi suduk kontak dan panjang sabuk.

a
A
A

Gambar 2.8 (a) Faktor Koreksi Sudut Kontak


Sumber: Robert L. Mott (2004)
17

b
A
A

Gambar 2.8 (b) Faktor Koreksi Panjang Sabuk


Sumber: Robert L. Mott (2004)

k. Menghitung Daya Koreksi dan Jumlah Sabuk


𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝐶𝜃 . 𝐶𝐿 . 𝑃𝑑 (15)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑏𝑢𝑘 = 𝑃𝑑 /𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 (16)
Keterangan:
𝐶𝜃 = Faktor Koreksi Suduk Kontak
𝐶𝐿 = Faktor Koreksi Panjang Sabuk

2.3.3 Poros (shaft)


Poros adalah salah satu komponen dasar dan termasuk bagian utama dalam
perencanaan konstruksi mesin. Secara umum fungsi poros adalah untuk
memindahkan tenaga gerak putar atau mendukung suatu beban dengan atau tanpa
meneruskan daya (Izza, 2015). Selama mesin beroperasi, poros dapat dikenakan
beberapa faktor seperti faktor pembebanan (beban lentur, puntir, atau kombinasi
keduanya), tarikan, dan tekanan yang bekerja dari komponen mesin (Shigley, J dan
Mitchell, 1995). Faktor-faktor tersebut menjadi penting untuk diperhatikan selama
proses perencanaan poros agar hasil perencanaan poros mampu menghasilkan
18

dimensi yang tepat dan aman. Untuk merencanakan poros, hal-hal penting yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan poros
Poros dapat mengalami beban puntir, beban lentur, bahkan beban gabungan.
Sehingga harus memperhatikan ukuran diameter poros terhadap konsentrasi
tegangan yang terjadi.
2. Kekakuan poros
Meskipun kekuatan poros yang dimiliki cukup tinggi, akan tetapi jika terkena
lenturan dan defleksi yang terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian
atau getaran dan suara. Selain kekuatan, kekakuan juga perlu diperhatikan pada
saat merencanakan poros yang hendak dipakai.
3. Putaran kritis
Putaran kritis adalah apabila suatu mesin dinaikkan maka pada putaran tertentu
terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Hal ini dapat terjadi pada motor
bensin, motor diesel, motor listrik dan dapat menyebabkan kerusakan pada
poros dan bagian-bagian yang lainnya.
4. Bahan poros
Bahan dari poros sendiri relatif beragam tergantung dari beban dan gaya-gaya
yang terjadi pada poros.

Adapun tahapan perencanaan poros sebagai berikut:


a. Menentukan putaran poros mesin
b. Menghitung torsi pada poros
𝑃
𝑇 = 63000 𝑛 (17)

Keterangan:
𝑇 = Torsi (lb.in)
𝑃 = Daya Motor (hp)
𝑛 = Putaran Mesin (rpm)
c. Menghitung gaya-gaya yang bekerja pada poros
 Gaya pada puli
𝐷𝑝
𝐹𝑏 = 1,5. 𝑇/ ( 2 ) (18)

Keterangan:
19

𝐹𝑏 = Gaya bending pada sabuk (lb)


𝑇 = Torsi (lb.in)
𝐷𝑝 = Diameter puli (in)
 Gaya puli ke arah sumbu x dan y
𝐹𝑏𝑥 = 𝐹𝑏. 𝑐𝑜𝑠 𝜃 (19)
𝐹𝑏𝑦 = 𝐹𝑏. 𝑠𝑖𝑛 𝜃 (20)
 Gaya pada roda gigi
 Gaya tangensial pada roda gigi
𝐷𝑟𝑔
𝑊𝑡 = 𝑇/ ( ) (21)
2

Keterangan:
𝑊𝑡 = Gaya tangensial pada roda gigi (lb)
𝑇 = Torsi (lb.in)
𝐷𝑟𝑔 = Diameter roda gigi (in)
 Gaya radial pada roda gigi
𝑊𝑟 = 𝑊𝑡. 𝑡𝑎𝑛 𝜃 (22)
Keterangan:
𝑊𝑟 = Gaya radial pada roda gigi (lb)
𝑊𝑡 = Gaya tangensial pada roda gigi (lb)
 Gaya pada pisau pemotong/pencacah
 Gaya potong arah sumbu x
𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 ×𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢×𝐿𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
𝐹𝑐𝑥 = (23)
2

 Gaya potong arah sumbu y


𝑊𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢×𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
𝐹𝑐𝑦 = (24)
2

d. Menghitung reaksi dan momen yang terjadi pada bidang horizontal dan
vertikal dengan membuat diagram bidang gaya dan diagram bidang momen
e. Menentukan material poros beserta properti atau karakteristiknya
 Yield strength (𝑆𝑦)
Yield strength (𝑆𝑦) ditentukan dengan berdasar Tabel 2.4.
 Tensile strength (𝑆𝑢)
Tensile strength (𝑆𝑢) ditentukan dengan berdasar Tabel 2.4.
20

Tabel 2.4 Spesifikasi Material Baja Karbon AISI

Sumber: Robert L. Mott (2004)


21

 Endurance strength (𝑆𝑛)


Endurance strength (𝑆𝑛) ditentukan dengan berdasar Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Endurance strength


Sumber: Robert L. Mott (2004)

 Reliability factor (𝐶𝑟)


Reliability factor ditentukan dengan mengacu pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Reliability Factor

Sumber: Robert L. Mott (2004)


22

 Size factor (𝐶𝑠)


Size factor ditentukan dengan mengacu Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Size factor


Sumber: Robert L. Mott (2004)

 Estimasi kekuatan daya aktual material


𝑆 ′ 𝑛 = 𝑆𝑛 × 𝐶𝑠 × 𝐶𝑟 (25)
Keterangan:
𝑆 ′ 𝑛 = Estimasi kekuatan daya aktual material (psi)
𝑆𝑛 = Endurance strength (psi)
𝐶𝑠 = Size factor
𝐶𝑟 = Reliability factor
f. Menghitung diameter minimal yang dibutuhkan poros
3
32×𝑁 𝐾𝑡 ×𝑀 3 𝑇 2
𝐷=[ √( ) + 4 (𝑆𝑦) ] (26)
𝜋 𝑆′𝑛

Keterangan:
𝐷 = Diameter poros (in)
𝐾𝑡 = Faktor konsentrasi tegangan
𝑆𝑦 = Yield Strength (psi)
𝑀 = Momen (lb.in)
𝑇 = Torsi (lb.in)
𝑁 = Faktor desain
23

Jika tidak ada torsi dan momen yang terjadi pada suatu titik (pada
umumnya digunakan pada dudukan Bearing di ujung poros), maka
diameter minimal dapat dicari dengan rumus 27.
𝑁
𝐷 = √2,94 × 𝐾𝑡 × (𝑣) × 𝑆′𝑛 (27)

Keterangan:
𝑣 = √(𝐹𝑥)2 + (𝐹𝑦)2 (28)

2.3.4 Bantalan (bearing)


Bearing adalah suatu elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga
putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan
berumur panjang. Bearing ini harus cukup kokoh untuk menahan beban dari poros
yang terhubung dengan komponen mesin lainya sehingga dapat berputar, bekerja
sesuai dengan fungsinya. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik, maka prestasi
seluruh sistem akan menurun bahkan bisa terhenti.
Tujuan dari Bearing adalah untuk menahan beban sambil memungkinkan
gerakan relatif antara dua elemen mesin (Robert L. Mott, 2004). Bantalan paling
umum digunakan untuk menahan poros yang berputar dan cukup baik dalam
menerima beban radial atau beban kombinasi antara radial dan aksial (dorong).
Beberapa bantalan dirancang hanya untuk menerima beban dorong. Kebanyakan
bantalan digunakan dalam aplikasi yang melibatkan rotasi, tetapi sebagian
digunakan di aplikasi gerak linier. Adapun gambar dari jenis-jenis Bearing yaitu
sebagai berikut:

a b
A A
A A

Gambar 2.11 (a) Single-row, deep-groove ball Bearing (b) Double-row


Sumber: Robert L. Mott (2004)
24

a b
A A
A A

Gambar 2.12 (a) Angular ball Bearing (b) Cylindrical roller Bearing
Sumber: Robert L. Mott (2004)

Gambar 2.13 Single-row needle and double-row needle Bearings


Sumber: Robert L. Mott (2004)

a b
A A
A A

Gambar 2.14 (a) Spherical roller Bearing (b) Tapered roller Bearing
Sumber: Robert L. Mott (2004)

Pertama-tama tahapan dalam perencanaan bearing adalah sebagai berikut:


a. Menentukan beban desain dari Bearing (beban ekuivalen)
𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 (29)
Keterangan:
𝑃𝑑 = Beban desain (lb)
25

𝑣 = Faktor koreksi
𝑅 = Beban radial (lb)
Jika beban radial memiliki dua arah maka dicari resultannya
𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2 (30)
Keterangan:
𝑅𝐵𝑥 = Beban radial atau gaya reaksi arah sumbu x (lb)
𝑅𝐵𝑦 = Beban radial atau gaya reaksi arah sumbu y (lb)
b. Menentukan diameter minimal poros, sebagai batas bawah lubang Bearing
c. Menentukan jenis Bearing berdasar Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Jenis Bearing

Sumber: Robert L. Mott (2004)

d. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7.


Tabel 2.7 Umur Bearing

Sumber: Robert L. Mott (2004)


26

e. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih
dengan mengacu Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Faktor Umur dan Faktor Kecepatan Ball Bearings dan Roller Bearings
Sumber: Robert L. Mott (2004)

f. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan


31.
𝑓
𝐶 = 𝑃𝑑 × 𝑓 𝐿 (31)
𝑁

Keterangan:
𝐶 = Basic dynamic load rating
𝑃𝑑 = Beban desain (lb)
𝑓𝐿 = Faktor Umur
𝑓𝑛 = Faktor Kecepatan
g. Menentukan calon Bearing yang memiliki nilai mendekati C berdasar Tabel
2.8.
h. Memilih Bearing yang memiliki geometri yang mudah, murah, ketersediaan
dan harga terjangkau
i. Menghitung umur desain
𝐶 3
𝐿𝑑 = (𝑃𝑑) × 106 (32)

Keterangan:
𝐿𝑑 = Umur desain Bearing
𝑃𝑑 = Beban desain (lb)
27

Tabel 2.8 Pemilihan Bearing

Sumber: Robert L. Mott (2004)


28

2.3.5 Pasak (key)


Pasak (key) adalah sebuah elemen mesin berbentuk silindris, balok kecil atau
silindris tirus yang berfungsi sebagai penahan elemen seperti pulley, sprocket, roda
gigi, atau kopling pada poros. (Sonawan, H., 2009). Menurut ASME, definisi pasak
adalah “demountable elemen mesin yang ketika dipasang pada alurnya, mempunyai
kegunaan untuk mentransmisikan torsi antara poros dan hub”.
Pasak merupakan komponen mesin yang ditempatkan pada antarmuka poros
dan hub pada elemen sistem power-transmisi, yang bertujuan untuk
mentransmisikan torsi dan juga sebagai penahan elemen (Robert L. Mott, 2004).
Selain itu pasak juga digunakan untuk memfasilitasi perakitan dan pembongkaran
sistem poros. Seperti halnya baut dan sekrup, pasak digunakan untuk membuat
sambungan yang dapat dilepas yang berfungsi untuk menjaga hubungan putaran
relatif antara poros dengan elemen mesin yang lain.
Jenis pasak berdasar arah gaya diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pasak
memanjang dan pasak melintang. Sedangkan untuk klasifikasi pasak berdasarkan
bentuk dasarnya antara lain:

Gambar 2.16 (a) Square Key (b) Rectangular Key


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Gambar 2.17 (a) Plain Taper Key (b) Alternate Plain Taper Key
Sumber: Robert L. Mott (2004)
29

Gambar 2.18 Pin Key


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Gambar 2.19 Woodruff Keys


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Berikut adalah langkah-langkah dalam merencanakan pasak:


a. Melengkapi desain poros di mana pasak akan dipasang, dan menentukan
diameter aktual di lokasi keyseat.
b. Pilih ukuran pasak dari Tabel 2.9. Gunakan pasak bujur sangkar dengan 𝑊 =
𝐻 jika ukuran poros adalah 6,50 in atau lebih kecil. Gunakan pasak persegi
panjang jika diameter lebih besar dari 6,50 in. Kemudian lebar pasak 𝑊 akan
lebih besar dari tinggi 𝐻.
30

Tabel 2.9 Dimensi Pasak

Sumber: Robert L. Mott (2004)

c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10

Tabel 2.10 Dimensi Fillet dan Chamfer

Sumber: Robert L. Mott (2004)

d. Menentukan material untuk pasak


e. Menentukan kekuatan luluh dari bahan untuk pasak dan poros.
𝑆𝑦
𝜎𝑑 = (33)
𝑁

Keterangan:
𝜎𝑑 = Gaya tekan (psi)
31

𝑆𝑦 = Yield Strength (psi)


𝑁 = Faktor desain
f. Jika pasak bujur sangkar digunakan dan material pasak memiliki kekuatan
luluh lebih rendah dibanding kekuatan luluh poros, maka untuk menghitung
panjang pasak minimum digunakan persamaan berikut:
4𝑇
𝐿 = 𝜎𝑑×𝐷×𝐻 (34)

Keterangan:
𝐿 = Panjang pasak (in)
𝑇 = Torsi (lb.in)
𝜎𝑑 = Gaya tekan (psi)
𝐷 = Diameter poros (in)
𝐻 = Tinggi pasak (in)
g. Menentukan chordal height
𝐷−√𝐷 2 −𝑊 2
𝑌= (35)
2

Keterangan:
𝑌 = chordal height (in)
𝐷 = Diameter poros (in)
𝑊 = Lebar pasak (in)
h. Menentukan depth of shaft keyseat
𝐻
𝑆 =𝐷−𝑌− 2 (36)

Keterangan:
𝑆 = depth of shaft keyseat (in)
𝐷 = Diameter poros (in)
𝑌 = chordal height (in)
𝐻 = Tinggi pasak (in)
i. Menentukan depth of hub keyseat
𝐷+𝐻+√𝐷2 −𝑊 2
𝑇= +𝐶 (37)
2

Keterangan:
𝑇 = depth of hub keyseat (in)
𝐷 = Diameter poros (in)
32

𝑊 = Lebar pasak (in)


𝐻 = Tinggi pasak (in)
𝐶 = Kelonggaran (in)

Adapun gambaran desain dari masing-masing perhitungan dudukan pasak


dapat dilihat dalam Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Desain Dudukan Pasak


Sumber: Robert L. Mott (2004)

2.3.6 Roda Gigi (gear)


Roda gigi adalah bagian dari mesin yang berputar yang berguna untuk
mentransmisikan daya. Roda gigi memiliki gigi-gigi yang saling bersinggungan
dengan gigi dari roda gigi yang lain. Dua atau lebih roda gigi yang bersinggungan
dan bekerja bersama-sama disebut sebagai transmisi roda gigi, dan bisa
menghasilkan keuntungan mekanis melalui rasio jumlah gigi. Roda gigi mampu
mengubah kecepatan putar, torsi dan arah daya terhadap sumber daya. Tidak semua
roda gigi berhubungan dengan roda gigi yang lain, salah satu kasusnya adalah
pasangan roda gigi dan pinion yang bersumber dari atau menghasilkan gaya
translasi, bukan gaya rotasi. Roda gigi dapat diklasifikasikan menurut letak poros
dan bentuk jalur gigi sebagai berikut:
33

Gambar 2.21 Klasifikasi Roda Gigi


Sumber: Sularso dan K. Suga (1997)

Tabel 2.11 Klasifikasi Roda Gigi

Letak poros Roda gigi Keterangan


Roda gigi lurus, (a)
Roda gigi miring, (b) (klasifikasi atas dasar
Roda gigi miring ganda, bentuk alur gigi)
(c)
Roda gigi dengan poros
sejajar Roda gigi luar Arah putaran berlawanan
Roda gigi dalam dan
pinyon, (d) Arah putaran sama
Batang gigi dan pinyon,
(e) Gerakan lurus dan berputar

Roda gigi kerucut lurus, (f)


Roda gigi kerucut spiral,
(g)
Roda gigi dengan poros (klasifikasi atas dasar
Roda gigi kerucut ZEROL
berpotongan bentuk alur gigi)
Roda gigi kerucut miring
Roda gigi kerucut miring
ganda
34

Roda gigi permukaan (roda gigi dengan poros


dengan poros berpotongan, berpotongan berbentuk
(h) istimewa)

Roda gigi miring silang, (i) Kontak titik gerakan lrus


Batang gigi miring silang dan berputar.

Roda gigi cacing silindris,


(j)
Roda gigi dengan poros Roda gigi cacing selubung
silang ganda (globoid), (k)
Roda gigi cacing samping

Roda gigi hyperboloid


Roda gigi hipoid, (l)
Roda gigi permukaan
silang
Sumber: Sularso dan K. Suga (1997)

Adapun nama-nama bagian roda gigi ditunjukkan dengan gambar 2.22


dibawah ini:

Gambar 2.22 Bagian Roda Gigi


Sumber: Sularso dan K. Suga (1997)
35

Berikut adalah langkah-langkah dalam merencanakan roda gigi:


a. Daya perancangan yang ditransmisikan (𝑃𝑑𝑒𝑠 )
𝑃𝑑𝑒𝑠 = 𝑃. 𝐾𝑜 (38)
Keterangan:
𝑃𝑑𝑒𝑠 = Daya rancangan (HP)
𝑃 = Daya motor (HP)
𝐾𝑜 = Faktor beban lebih
Faktor beban lebih (𝐾𝑜 ) ditentukan dengan tabel 2.12
Tabel 2.12 Faktor Beban Lebih

Sumber: Robert L. Mott (2004)


b. Jumlah gigi untuk roda gigi
𝑁𝑝 = 𝑃𝑑 . 𝐷𝑝 (39)
Keterangan:
𝑁𝑝 = Nomor roda gigi pinyon
𝑃𝑑 = Diametral pitch
𝐷𝑝 = Pitch diameter pinyon
36

Diametral pitch ditentukan dengan gambar 2.23.

Gambar 2.23 Design power transmitted vs pinion speed


Sumber: Robert L. Mott (2004)
c. Rasio kecepatan nominal (𝑉𝑅)
𝑉𝑅 = 𝑛𝑃 /𝑛𝐺 (40)
Keterangan:
𝑛𝑝 = putaran roda gigi pinyon (rpm)
𝑛𝐺 = putaran roda gigi besar/pasangan (rpm)
d. Jumlah gigi pendekatan roda gigi besar (𝑁𝐺 )
𝑁𝐺 = 𝑁𝑃 /𝑉𝑅 (41)
Keterangan:
𝑁𝐺 = Nomor/jumlah roda gigi besar/pasangan
37

e. Rasio kecepatan sebenarnya (𝑉𝑅)


𝑉𝑅 = 𝑁𝐺 /𝑁𝑝 (42)
f. Kecepatan output aktual (𝑛𝐺 )
𝑛𝐺 = 𝑛𝑃 (𝑁𝑃 /𝑁𝐺 ) (43)
g. Diameter jarak bagi
𝐷𝑝 = 𝑁𝑃 /𝑃𝑑 (44)
𝐷𝐺 = 𝑁𝐺 /𝑃𝑑 (45)
 Jarak antar pusat (𝐶)
𝐶 = (𝑁𝑃 + 𝑁𝐺 )/(2𝑃𝑑 ) (46)
 Kecepatan garis jarak bagi (𝑣𝑡 )
𝑣𝑡 = 𝜋𝐷𝑝 𝑛𝑃 /12 (47)
 Beban yang ditransmisikan (𝑊𝑡 )
𝑊𝑡 = 33000. (𝑃)/𝑣𝑡 (48)
h. Lebar muka pinyon dan roda gigi pasangannya
 Batas bawah = 8/𝑃𝑑
 Batas atas = 16/𝑃𝑑
 Nilai nominal = 12/𝑃𝑑
i. Bahan roda gigi
Tabel 2.13 Koefisien Elastis

Sumber: Robert L. Mott (2004)


38

j. Angka kualitas (𝑄𝑣 )


Tabel 2.14 Angka Kualitas yang direkomendasikan

Sumber: Robert L. Mott (2004)


k. Faktor dinamis (𝐾𝑣 )

Gambar 2.24 Faktor Dinamis


Sumber: Robert L. Mott (2004)
39

l. Bentuk gigi, faktor geometri pelengkungan

Gambar 2.25 Faktor Geometri Bentuk Gigi


Sumber: Robert L. Mott (2004)
m. Faktor geometri untuk ketahanan terhadap cacat muka (𝐼)

Gambar 2.26 Faktor Geometri Cacat Muka


Sumber: Robert L. Mott (2004)
40

n. Faktor distribusi beban (𝐾𝑚 )

Gambar 2.27 Faktor Proporsi Roda Gigi Pinyon


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Gambar 2.28 Faktor Mesh Alignment


Sumber: Robert L. Mott (2004)
o. Faktor ukuran (𝐾𝑠 )
Tabel 2.15 Faktor Ukuran

Sumber: Robert L. Mott (2004)


41

p. Faktor ketebalan bingkai (𝐾𝐵 )

Gambar 2.29 Faktor Ketebalan Bingkai


Sumber: Robert L. Mott (2004)

q. Faktor Layanan (𝑆𝐹)


r. Faktor rasio kekerasan (𝐶𝐻 )
s. Faktor keandalan (𝐾𝑅 )
Tabel 2.16 Faktor Keandalan

Sumber: Robert L. Mott (2004)


42

t. Umur rancangan

Gambar 2.30 Faktor Siklus Kekuatan Tegangan Lentur


Sumber: Robert L. Mott (2004)

Gambar 2.31 Faktor Siklus Tahanan Tegangan Pitting


Sumber: Robert L. Mott (2004)

u. Tegangan lengkung perkiraan


𝑊𝑡 𝑃𝑑
𝑆𝑡𝑃 = 𝐾𝑜 𝐾𝑠 𝐾𝑚 𝐾𝐵 𝐾𝑣 (49)
𝐹𝐽𝑝

𝑆𝑡𝐺 = 𝑆𝑡𝑃 (𝐽𝑝 /𝐽𝐺 ) (50)


43

v. Tegangan lengkung
𝐾𝑅 (𝑆𝐹)
𝑆𝑎𝑡𝑃 > 𝑆𝑡𝑃 (51)
𝑌𝑁𝑃
𝐾𝑅 (𝑆𝐹)
𝑆𝑎𝑡𝐺 > 𝑆𝑡𝐺 (52)
𝑌𝑁𝐺

w. Tegangan kontak perkiraan


𝑊𝑡 𝐾𝑜 𝐾𝑠 𝐾𝑚 𝐾𝑣
𝑆𝑐 = 𝐶𝑝 √ (53)
𝐹𝐷𝑝 𝐼

x. Tegangan kontak
𝐾𝑅 (𝑆𝐹)
𝑆𝑎𝑐𝑃 > 𝑆𝑐𝑃 (54)
𝑍𝑁𝑃
𝐾 (𝑆𝐹)
𝑆𝑎𝑐𝐺 > 𝑆𝑐𝐺 𝑍 𝑅 (55)
𝑁𝐺 𝐶𝐻

y. Menentukan bahan untuk roda gigi pinyon dan pasangannya dengan


mempertimbangkan nilai 𝑆𝑎𝑐 pada gambar 2.32.

Gambar 2.32 Tegangan Kontak yang Diizinkan


Sumber: Robert L. Mott (2004)
44

Kemudian mementukan spesifikasi bahan roda gigi pada gambar 2.33.

Gambar 2.33 Properti AISI 1144 (Oil-Quenched And Tempered)


Sumber: Robert L. Mott (2004)
45

BAB III
METODE PERHITUNGAN

3.1 Alur Perancangan


Proses pada percancangan mesin memiliki beberapa tahapan/alur, alur tersebut
mulai dari menentukan daya rencana motor listrik yang digunakan sampai dengan
menetapkan spesifikasi mesin pencacah botol plastik yang sudah diperhitungkan.
Berikut adalah alur proses perancangan mesin pencacah plastik secara global:

Mulai A

Studi Literatur Menentukan


ukuran plastik Diameter Poros 2
Mesin Pencacah
Menentukan jenis
dan daya motor Menentukan Jenis &
yang dibutuhkan Dimensi Bearing

Menentukan Menentukan Jenis &


Puli dan Sabuk-V Dimensi Pasak

Menentukan
Desain Mesin Pencacah
Diameter Poros 1
& Spesifikasi
Mesin Pencacah

Menentukan Jenis & Selesai


Dimensi Bearing

Menentukan Jenis &


Dimensi Pasak

Menentukan Dimensi
dan Bahan Roda Gigi

Gambar 3.1 Diagram Alur Perancangan secara Global

45
46

3.2 Menentukan Jenis dan Daya Motor


Proses menentukan daya motor dimulai dari mengetahui volume dari botol
plastik, kapasitas rancangan kemudian menghitung gaya pemotongan dan torsi
yang digunakan. Setelah mengetahui semua variabel diatas maka dapat ditentukan
berapa daya motor yang harus dipakai. Berikut diagram alur menentukan daya
motor:

Mulai

 Volume botol plastik


 Kapasitas rancangan
 Jumlah dan dimensi
pisau
 Putaran untuk
menghancurkan botol
plastik sesuai rencana

Menghitung gaya pemotongan


yang digunakan

Menghitung torsi yang digunakan

Menghitung daya motor

Hasil Spesifikasi Motor

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alur Menentukan Daya Motor


47

3.2.1 Perhitungan Daya Motor


a. Dimensi botol plastik:
 Massa = 30 gr
 Diameter = 6 cm
 Tinggi = 23 cm
 Tebal = 0,1 cm
b. Kapasitas yang direncanakan 4 kg/menit
c. Jumlah pisau 13 buah dengan diameter 15 cm
d. Menghitung volume botol plastik dengan mengacu pada persamaan (1)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 433,5 × 0,1
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 43,35 𝑐𝑚3
h. Menghitung putaran poros untuk mencacah sebuah botol plastik sesuai
persamaan (2)
𝑉
= 𝑎 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
43,35
= 3,3 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
13
i. Menentukan hasil botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros
sesuai persamaan (3)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘
= 𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑚 𝑘𝑔
𝑎
30
= 9,1 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,0091 𝑘𝑔
3,3
j. Agar rencana kapasitas w kg/menit tercapai, maka dihitung menggunakan
persamaan (4)
𝑤
= 𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑚
4
= 440 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0,0091
Dengan 𝑆𝐹𝑃 = 1,2 maka 𝑛 × 1,2 = 𝑛 𝑟𝑝𝑚
440 × 1,2 = 528 𝑟𝑝𝑚
48

k. Menghitung Torsi dengan persamaan (5)


Berdasarkan percobaan dan pendekatan yang didasarkan sumber pustaka
botol plastik memiliki gaya potong, 𝐹 sebesar 2,5 Kgf
𝑇 = 𝐹. 𝑟. 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
𝑇 = 2,5 × 0,075 × 13
𝑇 = 2,437 𝑘𝑔𝑚
l. Menghitung daya minimal dengan persamaan (6)
𝑇 𝑛
(1000) × (2𝜋 × 60)
𝑃=
102
2,437 528
( 1000 ) × (2𝜋 × 60 )
𝑃=
102
𝑃 = 1,32 𝑘𝑊
Dengan faktor koreksi, 𝐹𝑐 sebesar 1,2 maka:
𝑃𝑑 = 𝑃 × 𝐹𝑐
𝑃𝑑 = 1,32 × 1,2
𝑃𝑑 = 1,584 𝑘𝑊
𝑃𝑑 = 2,12 𝐻𝑃 ≈ 2,0 𝐻𝑃
Sesuai dengan daya motor di atas maka daya motor 2,0 HP pada pasaran
didapat dengan spesifikasi sebagai berikut:
 Nama produk : Rongshi
 Type : Y2-90L-4
 Speed : 1400 rpm
 Power : 1,5 kW (2 HP)
 Weight : 5 kg
49

3.3 Menentukan Puli dan Sabuk-V


Sistem transimisi menjadi salah satu elemen mesin yang diperhitungkan,
karena menjadi sistem pentransmisi daya sekaligus pereduksi kecepatan putar
motor penggerak mesin pencacah. Setelah menentukan daya motor, langkah
selanjutnya adalah menentukan puli dan sabuk-V. Berikut diagram alur
menentukan puli dan sabuk-V:

Mulai A

Daya Motor,
Putaran Motor, Menghitung panjang sabuk
Putaran Poros

Menghitung jarak sumbu poros


Menghitung daya rencana puli
sebenarnya

Memilih jenis sabuk yang Menghitung sudut kontak pada


digunakan puli

Menghitung rasio kecepatan Menentukan faktor koreksi

Menentukan dan menghitung


Menghitung
Menghitung daya
daya koreksi
koreksi dan
dan
ukuran puli
jumlah
jumlah sabuk
sabuk

Menentukan daya rata – rata


sabuk Spesifikasi Puli
dan Sabuk-V

Menentukan asumsi jarak


sumbu poros Selesai

Gambar 3.3 Diagram Alur Menentukan Puli dan Sabuk-V


50

3.3.1 Perhitungan Puli dan Sabuk-V


a. Data yang diketahui
 Daya motor = 2 HP
 Putaran motor = 1400 rpm
 Putaran poros = 528 rpm
b. Menghitung Daya Rencana dengan menggunakan persamaan (7)
𝑃𝑑 = 𝐹𝑐 × 𝐻𝑃
𝑃𝑑 = 1,6 × 2,0
𝑃𝑑 = 3,2 𝐻𝑃
Faktor koreksi menggunakan 1,6 dikarenakan masuk dalam kategori
mesin crushers. Dapat dilihat pada tabel 2.2.
c. Memilih Jenis Sabuk
Pemilihan sabuk ditentukan dari daya rencana dan putaran poros
penggerak dengan melihat diagram pemilihan sabuk gambar 2.5. Didapatkan
sabuk tipe 3V dengan daya 2,0 HP 1400 rpm.
d. Menghitung Rasio Kecepatan dengan menggunakan persamaan (8)
𝑛1 /𝑛2
1400/528
2,65
Jadi didapatkan rasio kecepatan 1 ∶ 2,65
e. Menentukan dan Menghitung Ukuran Puli
Pemilihan diameter puli ditentukan dari daya rencana dan putaran
poros penggerak dengan melihat gambar 2.6 diagram daya rata-rata sabuk.
Didapatkan ukuran puli 1 (𝐷1 ) adalah 4,10 in.
Kemudian untuk ukuran puli kedua menggunakan persamaan (9)
𝑛1 × 𝐷1
𝐷2 =
𝑛2
1400 × 4,10
𝐷2 =
528
𝐷2 = 10,8 𝑖𝑛
51

f. Menentukan Daya Rata-rata Sabuk


Menentukan daya rata-rata dilihat dari perbandingan ukuran puli dan
putaran poros dengan melihat gambar 2.6 diagram daya rata-rata sabuk.
Didapatkan daya rata-rata sabuk sebesar 3,2 HP.
g. Menentukan Asumsi Jarak Sumbu Poros dengan menggunakan persamaan
(10)
𝐷2 < 𝐶 < 3(𝐷2 + 𝐷1 )
10,8 < 𝐶 < 3(10,8 + 4,10)
10,8 < 𝐶 < 44,7
𝐶 = 25
h. Menghitung Panjang Sabuk dengan menggunakan persamaan (11)
(𝐷2 − 𝐷1 )2
𝐿 = 2𝐶 + 1,57(𝐷2 + 𝐷1 ) −
4𝐶
(10,8 − 4,10)2
𝐿 = 2(25) + 1,57(10,8 + 4,10) −
4(25)
𝐿 = 72,94 𝑖𝑛
Didapatkan nilai L = 72,94 in, kemudian melihat tabel 2.3 panjang sabuk
standart untuk mengetahui panjang sabuk standart yang ada dan dipilih nilai
yang paling mendekati, yaitu 71 in.
i. Menentukan Jarak Sumbu Poros Sebenarnya dengan menggunakan
persamaan (12) dan (13)
𝐵 = 4(71) − 6,28(10,8 + 4,10) = 190,42
190,42 + √(190,42)2 − 32(10,8 − 4,10)2
𝐶= = 23,56 𝑖𝑛
16
Didapatkan nilai (C) yang sebenarnya adalah 23,56 in.
j. Menghitung Sudut Kontak pada Puli dengan menggunakan persamaan (14)
𝐷2 −𝐷1
𝜃 = 180° − 2𝑠𝑖𝑛−1 [ ]
2𝐶
10,8 − 4,10
𝜃 = 180° − 2𝑠𝑖𝑛−1 [ ]
23,56
𝜃 = 163°
52

k. Menentukan Faktor Koreksi


Menentukan faktor koreksi dapat dilihat pada gambar 2.8 (a) dan (b)
diagram faktor koreksi sudut kontak (𝐶𝜃 ) dan panjang sabuk (𝐶𝐿 ). Maka
didapatkan:
 𝜃 = 163°
𝐶𝜃 = 0,94
 𝐿 = 72,94 𝑖𝑛
𝐶𝐿 = 1,02
l. Menghitung Daya Koreksi dan Jumlah Sabuk dengan menggunakan
persamaan (15) dan (16)
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 0,94 × 1,02 × 3,2 = 3,06
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑏𝑢𝑘 = 3,2/3,06 = 1,04
m. Spesifikasi Puli dan Sabuk-V
Input : Motor Listrik 2,0 HP dengan 1400 rpm
Service Factor : 1,6
Desain Power : 3,2 HP
Belt : 3V, panjang 71 in, 1 sabuk
Pully : 𝐷1 = 4,10 𝑖𝑛 ; 𝐷2 = 10,8 𝑖𝑛
Actual Output Speed : 528 rpm
Jarak Sumbu Poros : 23,56 in
53

3.4 Menentukan Diameter Poros (shaft) 1


Perencanaan dimensi poros merupakan salah satu pertimbangan desain yang
menjadi penting untuk diperhatikan. Terdapat beberapa langkah untuk menentukan
diameter poros. Berikut adalah diagram alur menentukan diameter poros 1:

Mulai

Daya Motor, Diameter


Puli pada poros, Diameter
Roda gigi

Menghitung Torsi Puli


dan Roda gigi

Menghitung Gaya Bending


Puli, Gaya pada Roda Gigi dan
Gaya Pemotongan serta berat
komponen masing-masing

Perhitungan Reaksi dan Momen

Menentukan Material Poros

Menghitung Diameter minimal


Poros

Spesifikasi Diameter
Poros

Selesai

Gambar 3.4 Diagram Alur Menentukan Diameter Poros


54

3.4.1 Perhitungan Diameter Poros 1


a. Data yang diketahui
 Daya motor = 2 HP
 Putaran poros = 528 rpm
 𝐷𝑝𝑢𝑙𝑖 = 10,8 in
 𝐷𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 4 in
b. Perhitungan Torsi
Menghitung Torsi dengan menggunakan persamaan (17)
 Torsi pada Puli
2
𝑇 = 63000 = 238 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
528
 Torsi pas Roda gigi
1
𝑇 = 63000 = 119 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
528
c. Perhitungan gaya pada Puli
Perhitungan gaya pada Puli pada Poros menggunakan persamaan (18)
238
𝐹𝑏 = 1,5 × = 66 𝑙𝑏
10,8
( 2 )

Gaya Puli ke arah sumbu x dan sumbu y berdasar persamaan (19) dan (20)
𝐹𝑏𝑥 = 66 × cos 60° = 33 𝑙𝑏
𝐹𝑏𝑦 = 66 × 𝑠𝑖𝑛 60° = 57,1 𝑙𝑏
Untuk berat puli dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑢𝑙𝑖 = 𝜌. 𝑉
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑢𝑙𝑖 = 7833,45 × 5,67 × 10−3 = 44,4 𝑘𝑔 ≈ 97,8 𝑙𝑏
d. Perhitungan gaya pada Roda Gigi
Gaya tangensial pada roda gigi menggunakan persamaan (21)
119
𝑊𝑡 = = 59,2 𝑙𝑏
4
(2)

Gaya radial pada roda gigi menggunakan persamaan (22)


𝑊𝑟 = 59,2 × 𝑡𝑎𝑛 20° = 21,5 𝑙𝑏
55

Untuk berat roda gigi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 𝜌. 𝑉
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 7200 × 3,08 × 10−3 = 22,1 𝑘𝑔 ≈ 48,7 𝑙𝑏
e. Perhitungan gaya pada Pisau Pemotong
Gaya potong arah sumbu x dihitung dengan persamaan (23)
𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 × 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝐿𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
𝐹𝑐𝑥 =
2
5,5 × 13 × 18
𝐹𝑐𝑥 = = 643 𝑙𝑏
2
Gaya potong arah sumbu y dihitung dengan persamaan (24)
𝑊𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
𝐹𝑐𝑦 =
2
3,2 × 10−3 × 7200 × 13
𝐹𝑐𝑦 = = 299,5 𝑘𝑔 ≈ 660 𝑙𝑏
2
f. Perhitungan reaksi dan momen

Gambar 3.5 Elemen pada Poros 1


56

Poros sumbu X
 Diagram gaya

Gambar 3.6 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu X

∑ 𝑀𝐴 = 0

(33 × 26) − (𝐷 × 23) − (643 × 13) + (𝐵 × 3) = 0


858 − 23𝐷 − 8359 + 3𝐵 = 0
7501 + 23𝐷 = 3𝐵
2500,3 + 7,6𝐷 = 𝐵

∑ 𝑀𝐸 = 0

(21,5 × 26) + (𝐵 × 23) − (643 × 13) − (𝐷 × 3) = 0


559 + 23𝐵 − 8359 − 3𝐷 = 0
559 + 23(2500,3 + 7,6𝐷) − 8359 − 3𝐷 = 0
559 + 57506,9 + 174,8𝐷 − 8359 − 3𝐷 = 0
49706,9 + 171,8𝐷 = 0
𝐷 = −257,8 𝑙𝑏

21,5 + 𝐵 − 643 − 257,8 + 33


𝐵 = 846,3 𝑙𝑏
57

 Diagram gaya geser

Gambar 3.7 Diagram gaya geser pada Poros sumbu X

 Diagram momen

Gambar 3.8 Diagram momen pada Poros sumbu X


58

Poros sumbu Y
 Diagram gaya

Gambar 3.9 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu Y

∑ 𝑀𝐴 = 0

(−154,9 × 26) + (𝐷 × 23) − (660 × 13) + (𝐵 × 3) = 0


−4027,4 + 23𝐷 − 8580 + 3𝐵 = 0
12607,4 − 23𝐷 = 3𝐵
4202,4 − 7,6𝐷 = 𝐵

∑ 𝑀𝐸 = 0

(−107,9 × 26) + (𝐵 × 23) − (660 × 13) + (𝐷 × 3) = 0


−2805,4 + 23𝐵 − 8580 + 3𝐷 = 0
−2805,4 + 23(4202,4 − 7,6𝐷) − 8580 + 3𝐷 = 0
−2805,4 + 96655,2 − 174,8𝐷 − 8580 + 3𝐷 = 0
85269,8 − 171,8𝐷 = 0
𝐷 = 496,3 𝑙𝑏

−107,9 + 𝐵 − 660 + 496,3 − 154,9


𝐵 = 426,5 𝑙𝑏
59

 Diagram gaya geser

Gambar 3.10 Diagram gaya geser pada Poros sumbu Y

 Diagram momen

Gambar 3.11 Diagram momen pada Poros sumbu Y


60

Tabel 3.1 Momen pada setiap titik

𝟐 𝟐
No. Momen ∑ 𝑴𝑿 ∑ 𝑴𝒀 √(∑ 𝑴𝑿 ) + (∑ 𝑴𝒀 )

1. Momen A 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛


2. Momen B 64,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 323,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 330 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
3. Momen C 8742,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 2862,3 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 9199,1 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
4. Momen D 2248 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 551,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 2314,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
5. Momen E 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛

g. Spesifikasi bahan poros


Bahan poros yang digunakan dalam perencanaan poros adalah Carbon
and Alloy Steels AISI 1020 Hot-Rolled. Spesifikasi detail material poros
adalah disajikan dalam tabel 2.4.
Yield strength (𝑆𝑦 ) = 30000 psi (Tabel 2.4)
Tensile strength (𝑆𝑢) = 55000 psi (Tabel 2.4)
Endurance strength (𝑆𝑛) = 18750 psi (Gambar 2.9)
Reliability factor (𝐶𝑟) = 0,81 (Tabel 2.5)
Size factor (𝐶𝑠) = 0,88 (Gambar 2.10)
N (Ductile material) = 3,0
Berdasar data tersebut maka nilai 𝑆 ′ 𝑛 atau estimasi kekuatan daya aktual
material dapat diperoleh dengan merujuk persamaan (25)
𝑆 ′ 𝑛 = 𝑆𝑛 × 𝐶𝑠 × 𝐶𝑟
𝑆 ′ 𝑛 = 18750 × 0,88 × 0,81
𝑆 ′ 𝑛 = 13365 𝑝𝑠𝑖
h. Perhitungan diameter minimal poros dengan menggunakan persamaan (26)
 Titik A → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 1,6)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐴 3 𝑇
𝐷𝐴 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2 2
32 × 3,0 1,6 × 0 3 119
𝐷𝐴 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐴 = 0,47 𝑖𝑛
61

 Titik B → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 330 lb.in), dan (Kt: 2,5)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐵 3 𝑇
𝐷𝐵 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2 2
32 × 3,0 2,5 × 330 3 119
𝐷𝐵 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐵 = 1,23 𝑖𝑛
 Titik C → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 9199,1 lb.in), dan (Kt: 2,5)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐶 3 𝑇
𝐷𝐶 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2 2
32 × 3,0 2,5 × 9199,1 3 119
𝐷𝐶 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐶 = 3,7 𝑖𝑛
 Titik D → (Torsi: 238 lb.in), (Momen: 2314,7 lb.in), dan (Kt: 2,5)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐷 3 𝑇
𝐷𝐷 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2 2
32 × 3,0 2,5 × 2314,7 3 238
𝐷𝐷 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐷 = 2,3 𝑖𝑛
 Titik E → (Torsi: 238 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 1,6)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐸 3 𝑇
𝐷𝐸 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2 2
32 × 3,0 1,6 × 0 3 238
𝐷𝐸 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐸 = 0,59 𝑖𝑛
62

i. Spesifikasi diameter poros


Setelah melakukan perhitungan, maka didapatkan diameter poros
sebagai berikut:
𝐷𝐴 = 0,47 𝑖𝑛 (Titik A roda gigi)
𝐷𝐵 = 1,23 𝑖𝑛 (Titik B bearing)
𝐷𝐶 = 3,7 𝑖𝑛 (Titik C pencacah)
𝐷𝐷 = 2,3 𝑖𝑛 (Titik D bearing)
𝐷𝐸 = 0,59 𝑖𝑛 (Titik E Puli)

Gambar 3.12 Dimensi Poros 1

3.5 Menentukan Dimensi Bantalan (bearing) pada Poros 1


Perencanaan dimensi dan jenis bearing merupakan salah satu pertimbangan
desain yang menjadi penting untuk diperhatikan. Setelah menghitung diameter
poros, selanjutnya adalah menentukan dimensi bearing dan menghitung umur
desain bearing. Berikut adalah diagram alur menentukan dan menghitung umur
bearing:
63

Mulai

Diameter minimal poros


& putaran poros

Menghitung Beban Desain

Memilih Tipe Bearing

Memilih Umur Desain yang


Direkomendasikan

Menentukan Faktor Kecepatan


& Umur

Menghitung Beban Dinamik

Menghitung Umur Bearing

Pemilihan & Spesifikasi


Bearing

Selesai

Gambar 3.13 Diagram Alur Menentukan Dimensi Bantalan (bearing)


64

3.5.1 Perhitungan Dimensi Bearing pada Poros 1


Perhitungan bearing pada poros 1 dilakukan sebanyak dua kali di dua titik,
yaitu bearing di titik B dan D. Adapun detail tahapan perhitungan bearing adalah
sebagai berikut:
Bearing di titik B
a. Data yang diketahui
 𝐷𝐵 = 1,23 in
 Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30)

𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2

𝑅 = √(846,3)2 + (426,5)2
𝑅 = 947,6 𝑙𝑏
c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan
persamaan (29)
𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅
(𝑤𝑝𝑢𝑙𝑖 + 𝑤𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ + 𝑤𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 + 𝑤𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 )
𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 +
2
(97,8 + 660 + 48,7 + 279,5)
𝑃𝑑 = 1 × 947,6 +
2
𝑃𝑑 = 1490,6 𝑙𝑏
d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini
ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki
ketahanan yang baik terhadap beban radial.
e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin
direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur
desain 20000 jam.
f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih
dengan mengacu gambar 2.15.
Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39
Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42
65

g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan


(31).
𝑓𝐿
𝐶 = 𝑃𝑑 ×
𝑓𝑁
3,42
𝐶 = 1490,6 ×
0,39
𝐶 = 13071,4 𝑙𝑏
h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi
bearing yang dipilih:
Bearing nomor 6207
𝑑 = 1,3780 in
𝐷 = 2,8346 in
𝐵 = 0,6693 in
𝑟∗ = 0,039 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 0,64 lb
𝐶 = 4450 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32)
𝐶 3
𝐿𝑑 = ( ) × 106
𝑃𝑑
4450 3
𝐿𝑑 = ( ) × 106
1490,6
𝐿𝑑 = 26 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛

Bearing di titik D
a. Data yang diketahui
 𝐷𝐷 = 2,3 in
 Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30)

𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2

𝑅 = √(257,8)2 + (496,3)2
𝑅 = 559,2 𝑙𝑏
66

c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan


persamaan (29)
(97,8 + 660 + 48,7 + 279,5)
𝑃𝑑 = 1 × 559,2 +
2
𝑃𝑑 = 1102,2 𝑙𝑏
d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini
ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki
ketahanan yang baik terhadap beban radial.
e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin
direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur
desain 20000 jam.
f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih
dengan mengacu gambar 2.15.
Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39
Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42
g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan
(31).
3,42
𝐶 = 1102,2 ×
0,39
𝐶 = 9665,4 𝑙𝑏
h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi
bearing yang dipilih:
Bearing nomor 6213
𝑑 = 2,5591 in
𝐷 = 4,7244 in
𝐵 = 0,9055 in
𝑟∗ = 0,059 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 2,18 lb
𝐶 = 9900 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32)
9900 3
𝐿𝑑 = ( ) × 106
1102,2
𝐿𝑑 = 724 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
67

3.6 Menentukan Jenis dan Dimensi Pasak pada Poros 1


Perencanaan jenis dan dimensi pasak merupakan salah satu pertimbangan
desain yang menjadi penting untuk diperhatikan. Berikut adalah diagram alur
menentukan jenis dan dimensi pasak:

Mulai

Diameter minimal poros


pada puli dan roda gigi,
Torsi dan material poros

Menentukan Jenis serta Lebar dan


tinggi pasak

Menentukan Fillet Radius dan


Chamfer

Menentukan Material Pasak

Menentukan Kekuatan Luluh

Menghitung Panjang Pasak


Minimum

Menghitung Dudukan Pasak pada


Poros dan HUB Puli

Spesifikasi Pasak

Selesai

Gambar 3.14 Diagram Alur Menentukan Dimensi Pasak


68

3.6.1 Perhitungan Dimensi Pasak pada Poros 1


Perhitungan pasak pada poros 1 dilakukan sebanyak dua kali di dua titik, yaitu
pasak di titik A (roda gigi) dan E (puli). Adapun detail tahapan perhitungan pasak
adalah sebagai berikut:
Pasak di titik A (roda gigi)
a. Data yang diketahui
 𝐷𝐴 = 0,47 in
 Torsi = 119 lb.in
 Material poros = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel
2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,47 in adalah 7/16 in bujur
sangkar. Dengan nilai w = 1/8 in dan H = 1/8 in.
c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10.

𝐻 1⁄8 1
→ =
2 2 8
 Fillet radius : 1/8 → 1/32
 45° chamfer : 1/8 → 3/64
d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui
bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi).
e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak >
σ poros) maka digunakan persamaan (33)
𝑆𝑦
𝜎𝑑 =
𝑁
42.000
𝜎𝑑 = = 14000
3
𝜎𝑑 = 14000 𝑝𝑠𝑖
f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34)
4𝑇
𝐿=
𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻
4 × 119
𝐿=
14000 × 0,47 × 1⁄8
𝐿 = 0,5 𝑖𝑛
69

g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35)


𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2
𝑌=
2
2
0,47 − √0,472 − 1⁄8
𝑌=
2
𝑌 = 0,008 𝑖𝑛
h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36)
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑆=
2
2
0,47 − 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8
𝑆=
2
𝑆 = 0,3 𝑖𝑛
i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37)
𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑇= +𝐶
2
2
0,47 + 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8
𝑇= + 0,005
2
𝑇 = 0,5 𝑖𝑛

Pasak di titik E (puli)


a. Data yang diketahui
 𝐷𝐸 = 0,59 in
 Torsi = 238 lb.in
 Material poros = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel
2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,59 in adalah 9/16 in bujur
sangkar. Dengan nilai w = 3/16 in dan H = 3/16 in.
c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10.

𝐻 3⁄16 1
→ =
2 2 8
 Fillet radius : 1/8 → 1/32
70

 45° chamfer : 1/8 → 3/64


d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui
bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi).
e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak >
σ poros) maka digunakan persamaan (33)
𝑆𝑦
𝜎𝑑 =
𝑁
42.000
𝜎𝑑 = = 14000 𝑝𝑠𝑖
3
f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34)
4𝑇
𝐿=
𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻
4 × 238
𝐿=
14000 × 0,59 × 3⁄16
𝐿 = 0,6 𝑖𝑛
g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35)
𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2
𝑌=
2
2
0,59 − √0,592 − 3⁄16
𝑌=
2
𝑌 = 0,015 𝑖𝑛
h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36)
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑆=
2
2
0,59 − 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
𝑆=
2
𝑆 = 0,4 𝑖𝑛
i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37)
𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑇= +𝐶
2
2
0,59 + 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
𝑇= + 0,005
2
𝑇 = 0,6 𝑖𝑛
71

3.7 Menentukan Dimensi dan Bahan Roda Gigi


Setelah menentukan daya motor, puli dan sabuk-V, bantalan dan pasak,
selanjutnya yaitu menentukan dimensi roda gigi. Adapun diagram alur dalam
menentukan dimensi dan bahan roda gigi:

Mulai A

Daya Motor,
Putaran pada roda Menentukan bahan roda gigi
gigi

Menghitung daya perancangan Menentukan angka kualitas

Menentukan faktor-faktor pada


Menghitung jumlah roda gigi
roda gigi

Menghitung rasio kecepatan Menghitung umur rancangan


roda gigi

Menghitung kecepatan output


aktual Menghitung tegangan lengkung

Menghitung diameter jarak bagi


Menghitung tegangan kontak

Menghitung lebar muka roda


Spesifikasi roda
gigi
gigi

A
Selesai

Gambar 3.15 Diagram Alur Menentukan Dimensi Roda Gigi


72

3.7.1 Perhitungan Dimensi Roda Gigi

Gambar 3.16 Desain roda gigi

Sepasang roda gigi dirancang memiliki diameter dan putaran yang sama.
Adapun detail tahapan perhitungan roda gigi adalah sebagai berikut:
a. Data yang diketahui
 Daya = 1 HP
 Putaran pada roda gigi = 528 rpm
b. Daya perancangan yang ditransmisikan dengan menggunakan persamaan
(38)
𝑃𝑑𝑒𝑠 = 𝑃. 𝐾𝑜
𝑃𝑑𝑒𝑠 = 1 × 1,25
𝑃𝑑𝑒𝑠 = 1,25 𝐻𝑃
Faktor beban lebih (𝐾𝑜 ) ditentukan dengan tabel 2.12 dengan nilai 1,25
(karena menggunakan penggerak yang seragam dan mesin yang digerakkan
dengan kejutan berat).
c. Jumlah gigi untuk roda gigi dengan menggunakan persamaan (39)
𝑁𝑝 = 𝑃𝑑 . 𝐷𝑝
𝑁𝑝 = 16 × 1,5
𝑁𝑝 = 24
Diametral pitch (𝐷𝑝 ) dan pitch diameter (𝑃𝑑 ) ditentukan dengan gambar
2.23. Didapatkan nilai 𝐷𝑝 = 1,5 dan 𝑃𝑑 = 16.
d. Rasio kecepatan nominal ditentukan dengan persamaan (40)
𝑉𝑅 = 𝑛𝑃 /𝑛𝐺
73

𝑉𝑅 = 528/528
𝑉𝑅 = 1
e. Jumlah gigi pendekatan roda gigi besar dengan persamaan (41)
𝑁𝐺 = 𝑁𝑃 /𝑉𝑅
𝑁𝐺 = 24/1
𝑁𝐺 = 24
f. Rasio kecepatan sebenarnya ditentukan dengan persamaan (42)
𝑉𝑅 = 𝑁𝐺 /𝑁𝑝
𝑉𝑅 = 24/24
𝑉𝑅 = 1
g. Kecepatan output aktual dengan persamaan (43)
𝑛𝐺 = 𝑛𝑃 (𝑁𝑃 /𝑁𝐺 )
𝑛𝐺 = 528(24/24)
𝑛𝐺 = 528 𝑟𝑝𝑚
h. Diameter jarak bagi dengan persamaan (44) dan (45)
24
𝐷𝑝 = = 1,5 𝑖𝑛
16
24
𝐷𝐺 = = 1,5 𝑖𝑛
16
 Jarak antar pusat ditentukan dengan persamaan (46)
24 + 24
𝐶= = 1,5 in
2 × 16
 Kecepatan garis jarak bagi ditentukan dengan persamaan (47)
𝑣𝑡 = 𝜋 × 1,5 × 528/12 = 207 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
 Beban yang ditransmisikan ditentukan dengan persamaan (48)
1,25
𝑊𝑡 = 33000 × = 199 𝑙𝑏
207
i. Lebar muka pinyon dan roda gigi pasangannya
 Batas bawah = 8/16 = 0,5 in
 Batas atas = 16/16 = 1 in
 Nilai nominal = 12/16 = 0,75 in
j. Bahan roda gigi ditentukan melalui Tabel 2.13
Bahan roda gigi keduanya terbuat dari Steel dengan 𝐶𝑝 = 2300
74

k. Angka kualitas ditentukan melalui Tabel 2.14


𝑄𝑣 = 7
l. Faktor dinamis ditentukan melalui Gambar 2.24
𝐾𝑣 = 1,2
m. Bentuk gigi, faktor geometri pelengkungan ditentukan melalui Gambar 2.25
 Roda gigi lurus 20° kedalaman penuh
 𝐽𝑝 = 0,34
 𝐽𝐺 = 0,34
n. Faktor geometri untuk ketahanan terhadap cacat muka ditentukan melalui
Gambar 2.26
𝐼 = 0,080
o. Faktor distribusi beban ditentukan melaui Gambar 2.27 dan 2.28 dengan
persamaan
𝐾𝑚 = 1,0 + 𝐶𝑝𝑓 + 𝐶𝑚𝑎
 𝐹=1
𝐹
 𝐶𝑝𝑓 = 10𝐷
𝑝

1
𝐶𝑝𝑓 =
10 × 1,5
𝐶𝑝𝑓 = 0,06
 𝐶𝑚𝑎 = 0,127 + 0,0158𝐹 − 1,093 × 10−4 𝐹 2
𝐶𝑚𝑎 = 0,127 + 0,0158 × 1 − 1,093 × 10−4 × 12
𝐶𝑚𝑎 = 0,14
 𝐾𝑚 = 1,0 + 𝐶𝑝𝑓 + 𝐶𝑚𝑎
𝐾𝑚 = 1,0 + 0,06 + 0,14
𝐾𝑚 = 1,2
p. Faktor ukuran ditentukan dengan melihat Tabel 2.15
𝐾𝑠 = 1,00
q. Faktor ketebalan bingkai ditentukan dengan melihat Gambar 2.29
𝐾𝐵 = 1,00
r. Faktor Layanan
𝑆𝐹 = 1,00
75

s. Faktor rasio kekerasan


𝐶𝐻 = 1,00
t. Faktor keandalan ditentukan dengan melihat Tabel 2.16
𝐾𝑅 = 1,00
u. Umur rancangan dihitung dengan persamaan sebagai berikut
 𝑁𝑐𝑝 = 60 × 20000 × 528 × 1 = 6,3 × 108 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠
 𝑁𝑐𝐺 = 60 × 20000 × 528 × 1 = 6,3 × 108 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠
Berdasar gambar 2.30 dapat ditentukan faktor siklus kekuatan tegangan
lentur dengan 𝑌𝑁𝑝 = 0,96 dan 𝑌𝑁𝐺 = 0,96. Kemudian berdasar gambar 2.31
dapat ditentukan faktor siklus tahanan tegangan piting dengan 𝑍𝑁𝑝 = 0,88
dan 𝑍𝑁𝐺 = 0,88.
v. Tegangan lengkung perkiraan dihitung dengan persamaan (49) dan (50)
199×16
 𝑆𝑡𝑃 = × 1,25 × 1 × 1,2 × 1 × 1,2 = 16856 𝑝𝑠𝑖
1×0,34

 𝑆𝑡𝐺 = 16856(0,34/0,34) = 16856 𝑝𝑠𝑖


w. Tegangan lengkung dihitung dengan persamaan (51) dan (52)
𝐾𝑅 (𝑆𝐹) 16856×1×1
 𝑆𝑎𝑡𝑃 > 𝑆𝑡𝑃 = = 17558 𝑝𝑠𝑖
𝑌𝑁𝑃 0,96
𝐾𝑅 (𝑆𝐹) 16856×1×1
 𝑆𝑎𝑡𝐺 > 𝑆𝑡𝐺 = = 17558 𝑝𝑠𝑖
𝑌𝑁𝐺 0,96

x. Tegangan kontak perkiraan dihitung dengan persamaan (53)


107,9×1,25×1×1,2×1,2
 𝑆𝑐 = 2300√ 1×1,5×0,080
= 14588 𝑝𝑠𝑖

y. Tegangan kontak dihitung dengan persamaan (54) dan (55)


𝐾𝑅 (𝑆𝐹) 1×1
 𝑆𝑎𝑐𝑃 > 𝑆𝑐𝑃 = 14588 0,88 = 16577 𝑝𝑠𝑖
𝑍𝑁𝑃
𝐾 (𝑆𝐹) 1×1
 𝑆𝑎𝑐𝐺 > 𝑆𝑐𝐺 𝑍 𝑅 = 14588 0,88×1 = 16577 𝑝𝑠𝑖
𝑁𝐺 𝐶𝐻

z. Berdasarkan gambar 2.32 yang mempertimbangkan nilai 𝑆𝑎𝑐 , menunjukkan


bahwa untuk kedua roda gigi diperlukan baja dengan pengerasan menyeluruh.
Angka kekerasan 200 HB (Grade 1), maka dengan menerapkan persamaan
nilai 𝑆𝑎𝑐 = 322(200) + 29100 = 93500 𝑝𝑠𝑖. Pada gambar 2.33 ditentukan
spesifikasi bahan AISI 1144 (Oil-Quenched and Tempered) 1300 dengan
kekerasan 200 HB dan angka 𝑆𝑎𝑐 = 93500. Keuletan bahan memadai untuk
nilai elongasi sebesar 25%.
76

3.8 Menentukan Diameter Poros (shaft) 2


Setelah menentukan dimensi dan bahan roda gigi, langkah selanjutnya adalah
menentukan diameter poros 2. Terdapat beberapa langkah untuk menentukan
diameter poros. Berikut adalah diagram alur menentukan diameter poros 2:

Mulai

Daya Motor, Diameter


Puli pada poros, Diameter
Roda gigi

Menghitung Torsi Puli


dan Roda gigi

Menghitung Gaya Bending


Puli, Gaya pada Roda Gigi dan
Gaya Pemotongan serta berat
komponen masing-masing

Perhitungan Reaksi dan Momen

Menentukan Material Poros

Menghitung Diameter minimal


Poros

Spesifikasi Diameter
Poros

Selesai

Gambar 3.17 Diagram Alur Menentukan Diameter Poros


77

3.8.1 Perhitungan Diameter Poros 2


a. Data yang diketahui
 Daya motor = 1 HP
 Putaran poros = 528 rpm
 𝐷𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 4 in
b. Perhitungan Torsi
Menghitung Torsi dengan menggunakan persamaan (17)
 Torsi pas Roda gigi
1
𝑇 = 63000 = 119 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
528
c. Perhitungan gaya pada Roda Gigi
Gaya tangensial pada roda gigi menggunakan persamaan (21)
119
𝑊𝑡 = = 59,2 𝑙𝑏
4
(2)

Gaya radial pada roda gigi menggunakan persamaan (22)


𝑊𝑟 = 59,2 × 𝑡𝑎𝑛 20° = 21,5 𝑙𝑏
Untuk berat roda gigi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 𝜌. 𝑉
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 7200 × 3,08 × 10−3 = 22,1 𝑘𝑔 ≈ 48,7 𝑙𝑏
d. Perhitungan gaya pada Pisau Pemotong
Gaya potong arah sumbu x dihitung dengan persamaan (23)
𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 × 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝐿𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
𝐹𝑐𝑥 =
2
5,5 × 13 × 18
𝐹𝑐𝑥 = = 643 𝑙𝑏
2
Gaya potong arah sumbu y dihitung dengan persamaan (24)
𝑊𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
𝐹𝑐𝑦 =
2
3,2 × 10−3 × 7200 × 13
𝐹𝑐𝑦 = = 299,5 𝑘𝑔 ≈ 660 𝑙𝑏
2
78

e. Perhitungan reaksi dan momen

Gambar 3.18 Elemen pada Poros 2

Poros sumbu X
 Diagram gaya

Gambar 3.19 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu X


79

∑ 𝑀𝐼 = 0

(21,5 × 23) + (𝐺 × 20) − (643 × 10) = 0


494,5 + 20𝐺 − 6430 = 0
20𝐺 − 5935,5 = 0
𝐺 = 296,7 𝑙𝑏

21,5 + 296,7 − 643 − 𝐼


𝐼 = −324,8 𝑙𝑏
 Diagram gaya geser

Gambar 3.20 Diagram gaya geser pada Poros sumbu X


80

 Diagram momen

Gambar 3.21 Diagram momen pada Poros sumbu X

Poros sumbu Y
 Diagram gaya

Gambar 3.22 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu Y


81

∑ 𝑀𝐼 = 0

(−107,9 × 23) + (𝐺 × 20) − (660 × 10) = 0


−2481,7 + 20𝐺 − 6600 = 0
20𝐺 − 9081,7 = 0
𝐺 = 454 𝑙𝑏

−107,9 + 454 − 660 + 𝐼


𝐼 = 313,9 𝑙𝑏

 Diagram gaya geser

Gambar 3.23 Diagram gaya geser pada Poros sumbu Y


82

 Diagram momen

Gambar 3.24 Diagram momen pada Poros sumbu Y

Tabel 3.2 Momen pada setiap titik

𝟐 𝟐
No. Momen ∑ 𝑴𝑿 ∑ 𝑴𝒀 √(∑ 𝑴𝑿 ) + (∑ 𝑴𝒀 )

1. Momen F 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛


2. Momen G 64,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 323,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 330 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
3. Momen H 3246,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 3137,3 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 4514,6 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
4. Momen I 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛

f. Spesifikasi bahan poros


Bahan poros yang digunakan dalam perencanaan poros adalah Carbon
and Alloy Steels AISI 1020 Hot-Rolled. Spesifikasi detail material poros
adalah disajikan dalam tabel 2.4.
Yield strength (𝑆𝑦 ) = 30000 psi (Tabel 2.4)
Tensile strength (𝑆𝑢) = 55000 psi (Tabel 2.4)
Endurance strength (𝑆𝑛) = 18750 psi (Gambar 2.9)
83

Reliability factor (𝐶𝑟) = 0,81 (Tabel 2.5)


Size factor (𝐶𝑠) = 0,88 (Gambar 2.10)
N (Ductile material) = 3,0
Berdasar data tersebut maka nilai 𝑆 ′ 𝑛 atau estimasi kekuatan daya aktual
material dapat diperoleh dengan merujuk persamaan (25)
𝑆 ′ 𝑛 = 𝑆𝑛 × 𝐶𝑠 × 𝐶𝑟
𝑆 ′ 𝑛 = 18750 × 0,88 × 0,81
𝑆 ′ 𝑛 = 13365 𝑝𝑠𝑖
g. Perhitungan diameter minimal poros dengan menggunakan persamaan (26)
 Titik F → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 1,6)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐹 3 𝑇
𝐷𝐹 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2 2
32 × 3,0 1,6 × 0 3 119
𝐷𝐹 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐹 = 0,47 𝑖𝑛
 Titik G → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 330 lb.in), dan (Kt: 2,5)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐺 3 𝑇
𝐷𝐺 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2
32 × 3,0 2,5 × 330 3 119 2
𝐷𝐺 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐺 = 1,23 𝑖𝑛
 Titik H → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 4514,6 lb.in), dan (Kt: 2,5)
1⁄
2 3
2
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐻 3 𝑇
𝐷𝐻 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦

1⁄
3
2 2
32 × 3,0 2,5 × 4514,6 3 119
𝐷𝐻 = [ × √( ) + ( ) ]
𝜋 13365 4 30000

𝐷𝐻 = 2,9 𝑖𝑛
84

 Titik I → (Torsi: 0 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 2,5)

𝑁
𝐷𝐼 = √2,94 × 𝐾𝑡 × (𝑣) ×
𝑆′𝑛

3
𝐷𝐼 = √2,94 × 2,5 × 451,6 ×
13365

𝐷𝐼 = 0,86 𝑖𝑛
Dengan
𝑣 = √(𝐹𝑥)2 + (𝐹𝑦)2

𝑣 = √(324,8)2 + (313,9)2
𝑣 = 451,6 𝑙𝑏

h. Spesifikasi diameter poros


Setelah melakukan perhitungan, maka didapatkan diameter poros
sebagai berikut:
𝐷𝐹 = 0,47 𝑖𝑛 (Titik F roda gigi)
𝐷𝐺 = 1,23 𝑖𝑛 (Titik G bearing)
𝐷𝐻 = 2,9 𝑖𝑛 (Titik H pencacah)
𝐷𝐼 = 0,86 𝑖𝑛 (Titik I bearing)

Gambar 3.25 Dimensi Poros 2


85

3.9 Menentukan Dimensi Bantalan (bearing) pada Poros 2


Setelah menghitung diameter poros 2, selanjutnya adalah menentukan dimensi
bearing dan menghitung umur desain bearing. Berikut adalah diagram alur
menentukan dan menghitung umur bearing pada poros 2:

Mulai

Diameter minimal poros


& putaran poros

Menghitung Beban Desain

Memilih Tipe Bearing

Memilih Umur Desain yang


Direkomendasikan

Menentukan Faktor Kecepatan


& Umur

Menghitung Beban Dinamik

Menghitung Umur Bearing

Pemilihan & Spesifikasi


Bearing

Selesai

Gambar 3.26 Diagram Alur Menentukan Dimensi Bantalan (bearing)


86

3.9.1 Perhitungan Dimensi Bearing pada Poros 2


Perhitungan bearing pada poros 2 dilakukan sebanyak dua kali di dua titik,
yaitu bearing di titik G dan I. Adapun detail tahapan perhitungan bearing adalah
sebagai berikut:
Bearing di titik G
a. Data yang diketahui
 𝐷𝐺 = 1,23 in
 Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30)

𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2

𝑅 = √(296,7)2 + (454)2
𝑅 = 542,3 𝑙𝑏
c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan
persamaan (29)
𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅
(𝑤𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ + 𝑤𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 + 𝑤𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 )
𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 +
2
(660 + 48,7 + 279,5)
𝑃𝑑 = 1 × 542,3 +
2
𝑃𝑑 = 1036,4 𝑙𝑏
d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini
ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki
ketahanan yang baik terhadap beban radial.
e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin
direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur
desain 20000 jam.
f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih
dengan mengacu gambar 2.15.
Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39
Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42
87

g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan


(31).
𝑓𝐿
𝐶 = 𝑃𝑑 ×
𝑓𝑁
3,42
𝐶 = 1036,4 ×
0,39
𝐶 = 9088,4 𝑙𝑏
h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi
bearing yang dipilih:
Bearing nomor 6207
𝑑 = 1,3780 in
𝐷 = 2,8346 in
𝐵 = 0,6693 in
𝑟∗ = 0,039 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 0,64 lb
𝐶 = 4450 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32)
𝐶 3
𝐿𝑑 = ( ) × 106
𝑃𝑑
4450 3
𝐿𝑑 = ( ) × 106
1036,4
𝐿𝑑 = 79 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛

Bearing di titik I
a. Data yang diketahui
 𝐷𝐼 = 0,86 in
 Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30)

𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2

𝑅 = √(324,8)2 + (313,9)2
𝑅 = 451,6 𝑙𝑏
88

c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan


persamaan (29)
(660 + 48,7 + 279,5)
𝑃𝑑 = 1 × 451,6 +
2
𝑃𝑑 = 945,7 𝑙𝑏
d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini
ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki
ketahanan yang baik terhadap beban radial.
e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin
direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur
desain 20000 jam.
f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih
dengan mengacu gambar 2.15.
Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39
Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42
g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan
(31).
3,42
𝐶 = 1102,2 ×
0,39
𝐶 = 9665,4 𝑙𝑏
h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi
bearing yang dipilih:
Bearing nomor 6205
𝑑 = 0,9843 in
𝐷 = 2,0472 in
𝐵 = 0,5906 in
𝑟∗ = 0,039 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 0,29 lb
𝐶 = 2430 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32)
2430 3
𝐿𝑑 = ( ) × 106
945,7
𝐿𝑑 = 16 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
89

3.10 Menentukan Jenis dan Dimensi Pasak pada Poros 2


Setelah menghitung bearing, selanjutnya adalah menentukan dimensi pasak.
Berikut adalah diagram alur menentukan dimensi pasak pada poros 2:

Mulai

Diameter minimal poros


pada roda gigi, Torsi dan
material poros

Menentukan Jenis serta Lebar dan


tinggi pasak

Menentukan Fillet Radius dan


Chamfer

Menentukan Material Pasak

Menentukan Kekuatan Luluh

Menghitung Panjang Pasak


Minimum

Menghitung Dudukan Pasak pada


Poros dan HUB Puli

Spesifikasi Pasak

Selesai

Gambar 3.27 Diagram Alur Menentukan Dimensi Pasak


90

3.10.1 Perhitungan Dimensi Pasak pada Poros 2


Perhitungan pasak pada poros 2 dilakukan sekali yaitu pasak di titik F (roda
gigi). Adapun detail tahapan perhitungan pasak adalah sebagai berikut:
Pasak di titik F (roda gigi)
a. Data yang diketahui
 𝐷𝐹 = 0,47 in
 Torsi = 119 lb.in
 Material poros = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel
2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,47 in adalah 7/16 in bujur
sangkar. Dengan nilai w = 1/8 in dan H = 1/8 in.
c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10.

𝐻 1⁄8 1
→ =
2 2 8
 Fillet radius : 1/8 → 1/32
 45° chamfer : 1/8 → 3/64
d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui
bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi).
e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak >
σ poros) maka digunakan persamaan (33)
𝑆𝑦
𝜎𝑑 =
𝑁
42.000
𝜎𝑑 = = 14000 𝑝𝑠𝑖
3
𝜎𝑑 = 14000
f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34)
4𝑇
𝐿=
𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻
4 × 119
𝐿=
14000 × 0,47 × 1⁄8
𝐿 = 0,5 𝑖𝑛
91

g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35)


𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2
𝑌=
2
2
0,47 − √0,472 − 1⁄8
𝑌=
2
𝑌 = 0,008 𝑖𝑛
h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36)
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑆=
2
2
0,47 − 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8
𝑆=
2
𝑆 = 0,3 𝑖𝑛
i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37)
𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑇= +𝐶
2
2
0,47 + 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8
𝑇= + 0,005
2
𝑇 = 0,5 𝑖𝑛
92

3.11 Menentukan Jenis dan Dimensi Pasak pada Puli Motor


Langkah terakhir adalah menentukan dimensi pasak pada puli motor. Berikut
adalah diagram alur menentukan dimensi pasak pada puli motor:

Mulai

Diameter minimal poros


pada puli motor, Torsi
dan material poros

Menentukan Jenis serta Lebar dan


tinggi pasak

Menentukan Fillet Radius dan


Chamfer

Menentukan Material Pasak

Menentukan Kekuatan Luluh

Menghitung Panjang Pasak


Minimum

Menghitung Dudukan Pasak pada


Poros dan HUB Puli

Spesifikasi Pasak

Selesai

Gambar 3.28 Diagram Alur Menentukan Dimensi Pasak


93

3.11.1 Perhitungan Dimensi Pasak pada Puli Motor


Pasak pada puli motor menggunakan bahan yang sama dengan pasak pada puli
poros begitu pula dengan bahan poros motor dengan bahan poros pencacah. Adapun
detail tahapan perhitungan pasak adalah sebagai berikut:
Pasak di Puli Motor
a. Data yang diketahui
 D = 0,59 in
 Torsi = 211,5 lb.in (konversi dari 2,437 kg.m)
 Material poros motor = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel
2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,59 in adalah 9/16 in bujur
sangkar. Dengan nilai w = 3/16 in dan H = 3/16 in.
c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10.

𝐻 3⁄16 1
→ =
2 2 8
 Fillet radius : 1/8 → 1/32
 45° chamfer : 1/8 → 3/64
d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui
bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi).
e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak >
σ poros) maka digunakan persamaan (33)
𝑆𝑦
𝜎𝑑 =
𝑁
42.000
𝜎𝑑 =
3
𝜎𝑑 = 14000 𝑝𝑠𝑖
f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34)
4𝑇
𝐿=
𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻
4 × 211,5
𝐿=
14000 × 0,59 × 3⁄16
𝐿 = 0,5 𝑖𝑛
94

g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35)


𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2
𝑌=
2
2
0,59 − √0,592 − 3⁄16
𝑌=
2
𝑌 = 0,015 𝑖𝑛
h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36)
𝐻
𝑆 =𝐷−𝑌−
2
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑆=
2
2
0,59 − 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
𝑆=
2
𝑆 = 0,4 𝑖𝑛
i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37)
𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2
𝑇= +𝐶
2
2
0,59 + 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
𝑇= + 0,005
2
𝑇 = 0,6 𝑖𝑛
95

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan dan perencanaan mesin pencacah botol plastik dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Mesin pencacah botol plastik dalam sistem mekanisnya tersusun atas
komponen-komponen yang saling berkaitan. Sumber daya dan putaran mesin
diperoleh dari motor listrik, sedangkan untuk pentransmisi daya dan
pereduksi putaran digunakan sistem puli dan sabuk-V serta roda gigi. Adapun
untuk sistem pencacahan, pisau diletakkan dalam sebuah poros dengan
penumpu bantalan sehingga putarannya dapat berlangsung secara halus dan
aman. Untuk mengaitkan pentransmisi daya dan pereduksi putaran (puli dan
sabuk-V serta roda gigi) dengan poros digunakan elemen pasak.
2. Adapun hasil perhitungan spesifikasi komponen mesin pencacah botol plastik
adalah sebagai berikut.
 Motor Listrik: Daya 2 HP dengan putaran 1400 rpm
 Pulley and V-belt: Jenis sabuk 3V dengan menggunakan 1 sabuk, 𝐷1 4,10
in, 𝐷2 10,8 in, rasio putaran 1 : 2,65, panjang sabuk 71 in, sudut kontak
163°.
 Poros 1: 𝐷𝐴 (0,47 in), 𝐷𝐵 (1,23 in), 𝐷𝐶 (3,7 in), 𝐷𝐷 (2,3 in), 𝐷𝐸 (0,59 in).
Sedangkan poros 2: 𝐷𝐹 (0,47 in), 𝐷𝐺 (1,23 in), 𝐷𝐻 (2,9 in), 𝐷𝐼 (0,86 in)
 Bearing: Bearing yang digunakan adalah seri 6207 dan seri 6213 pada
poros 1, sedangkan pada poros 2 menggunakan bearing seri 6207 dan seri
6205. Adapun dimensi masing-masing bearing adalah sebagai berikut.
 Seri 6207: d (1,3780 in), D (2,8346 in), B (0,6693 in), r* (0,039 in),
berat (0,64 lb), C (4450 lb).
 Seri 6213: d (2,5591 in), D (4,7244 in), B (0,9055 in), r* (0,059 in),
berat (2,18 lb), C (9900 lb).
 Seri 6205: d (0,9843 in), D (2,0472 in), B (0,5906 in), r* (0,039 in),
berat (0,29 lb), C (2430 lb).

95
96

 Pasak: Pasak yang digunakan pada mesin ini menggunakan 4 pasak


dengan spesifikasi sebagai berikut:
 Pasak pada Puli di poros pencacah: Panjang pasak minimum (0,6 in),
lebar pasak (0,1875 in), tinggi pasak (0,1875 in), bahan pasak AISI
1040 Hot-Rolled, jenis pasak bujur sangkar.
 Pasak pada roda gigi pinyon dan roda gigi pasangan: Panjang pasak
minimum (0,5 in), lebar pasak (0,125 in), tinggi pasak (0,125 in),
bahan pasak AISI 1040 Hot-Rolled, jenis pasak bujur sangkar.
 Pasak pada Puli di poros motor: Panjang pasak minimum (0,5 in),
lebar pasak (0,1875 in), tinggi pasak (0,1875 in), bahan pasak AISI
1040 Hot-Rolled, jenis pasak bujur sangkar.
 Roda gigi: Diameter dari pinyon dan roda gigi pasangan memiliki diameter
yang sama yaitu 4 in. Dengan spesifikasi sebagai berikut: Nilai/jumlah
roda gigi 24, rasio kecepatan 1 : 1, diameter jarak bagi 1,5, lebar muka
pinyon dan roda gigi pasangan dengan batas bawah 0,5, batas atas 1, dan
nilai nominal 0,75, bahan AISI 1144 (Oil-Quenched and Tempered) 1300
dengan kekerasan 200 HB dan angka 𝑆𝑎𝑐 = 93500.

4.2 Saran
Saran diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil perencanaan
selanjutnya. Berikut beberapa saran yang dapat dipertimbangkan.
1. Dalam pemilihan motor listrik sesuaikan dengan kebutuhan mesin, jika tidak
ada spesifikasi yang sama dengan kebutuhan mesin maka cari nominal yang
paling mendekati dan pastikan ketersediaan produk dipasaran selalu ready.
2. Untuk mengetahui besar gaya pemotongan pada botol plastik, disarankan
dilakukan dengan eksperimen menggunakan timbangan digital. Agar hasil
yang diperoleh lebih akurat.
3. Untuk pengoperasian mesin disarankan untuk tidak melebihi kapasitas dan
kemampuan kerja mesin.
4. Tidak disarankan penggunaan mesin untuk material yang memiliki kekerasan
melebihi botol plastik.
97

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Indonesia 2018. (Subdirektorat


Publikasi dan Kompilasi Statistik, Ed.). Indonesia: Badan Pusat Statistik.
World Bank Group & Koordinator Kementerian Bidang Kemaritiman.
2018. Laporan Sintesis Sampah Laut Indonesia. Jakarta.
Agustiawan, Iwan., dkk. 2015. Rancang Bangun Mesin Pencacah Plastik
(Al-Pe) untuk Bahan Baku Komposit. Seminar Nasional ITENAS. Halaman 18-27.
Teknik Mesin ITENAS: Bandung.
Mujiarto, Iman. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan
Aditif. Jurnal Traksi. Volume 3. Nomor 2. Halaman 65-74. Semarang: Staf Pengajar
AMNI Semarang.
Nur, Ichlas., dkk. 2014. Pengembangan Mesin Pencacah Sampah/Limbah
Plastik dengan Sistem Crusher dan Silinder Pemotong Tipe Reel. Seminar Nasional
Sains dan Teknologi. Halaman 1-8. Jakarta: Teknik Mesin UMJ.
Sumanto, M.A. 1995. Motor listrik arus bolak-balik. Yogyakarta: Andi
Offset (myElectrical, 2005).
Mott, Robert L. 2004. Machine Elements in Mechanical Design. Fourth
Edition. New Jersey: Prentice Hall.
E. Shigley, Joseph, D.Mitchell, Larry. 1995. Perencananaan Teknik Mesin
jilid 1. Penerjemah Ir. Gandhi Harahap, M,Eng. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
Sularso dan K. Suga. 1997. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Universitas Negeri Malang, 2017. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah edisi
keenam. Malang: Universitas Negeri Malang.
98

Lampiran 1: Gambaran Output Desain

Bentuk Fisik Botol Plastik

Hasil Cacahan Botol Plastik


99

Lampiran 2: Sketsa Gambar Teknik Rancangan Desain

Anda mungkin juga menyukai