Oleh:
Nama : Naela Diyannur
Kelas :XII RPL 3
YAYASAN AL-ASYARIYAH
SMK TAKHASSUS AL-QURAN KALIBEBER
REKAYASA PERANGKAT LUNAK
Tahun 2018/2019
BIOGRAFI SUNAN BONANG
Sunan Bonang lahir di daerah Bonang, Tuban, Jawa Timur pada tahun 1465 M.
Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang, Nama Sunan Bonang sendiri
diduga berasal dari Bong Ang yakni sesuai dengan marga Bong seperti nama ayahnya
Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Literatur lain menyebutkan jika nama Bonang diambil dari salah satu alat musik
tradisional yang biasa digunakan oleh Raden Maulana Makdum Ibrahim dalam
berdakwah kepada masyarakat. Sunan Bonang memiliki nama lain yakni Raden
Makdum atau Maulana Makdum Ibrahim. Sunan Bonang merupakan putera keempat
dari Sunan Ampel dengan Candrawati alias Nyai Gede Manila Putri dari Arya Teja
seorang Bupati Tuban.
Sunan Bonang dikenal sebagai salah satu Wali Songo yang ulung dalam
berdakwah dan menguasai ilmu fiqh, ushuludin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan
berbagai ilmu kesaktian serta kedigdayaan. Pada masa kecilnya, Sunan Bonang sudah
diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin oleh ayahnya.
Diceritakan bahwa pada usia remaja, Sunan Bonang beserta saudaranya yakni
Raden Paku meneruskan mempelajari agama Islam dengan menyeberang ke negeri
Pasai, Aceh untuk menemui Syekh Maulana Ishaq. Selain itu, mereka juga belajar
kepada ulama besar lainnya yang menetap di negeri pasai, seperti para ulama tasawuf
yang berasal dari Baghdad, Mesir, Arab, Persia atau Iran. Selesai belajar di negeri
pasai, Sunan Bonang lalu diperintahkan ayahnya untuk berdakwah di daerah Tuban.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, Sunan Bonang meninggal di desa
Lasem Jawa Tengah. Jenazahnya diambil oleh santri-santri Sunan Bonang yang dari
Madura dan akan dibawa ke Madura namun di tengah perjalanan tepatnya di perairan
Tuban, perahu para santri kandas dan pada akhirnya Sunan Bonang dimakamkan di
Tuban, namun para santri beliau yang dari Madura diizinkan membawa kain kafannya
saja untuk dibawa pulang ke Madura. Sehingga makam yang sering diziarahi
masyarakat ialah makam yang berada di Tuban.
Kiprah Dakwah Sunan Bonang dalam Perkembangan Islam di Pulau Jawa
Strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Bonang dalam menyebarkan Islam di
pulau Jawa mengikuti jejak ayahnya yakni dengan mendirikan pesantren di Tuban. Di
pesantren inilah Sunan Bonang mendidik kader-kader Islam yang akan turut
menyiarkan Islam ke seluruh Pulau Jawa.
Selain menjadikan pesantren di Tuban sebagai basis wilayah dakwah, beliau juga
menyebarkan Islam dengan cara keliling. Sunan Bonang dalam menyebarkan Islam
banyak menggunakan karya sastra berupa carangan pewayangan dan suluk atau
tembang tamsil.
Setiap Sunan Bonang membunyikan alat musik tersebut pasti banyak penduduk yang
berdatangan ingin mendengarkan sekaligus menyaksikannya. Dengan cara inilah
Sunan Bonang menyebarkan ajaran Agama Islam kepada masyarakat, setelah rakyat
bersimpati lalu beliau menyisipkan ajaran-ajaran Islam kepada mereka.
Contoh Keteladanan
Bentuk keteladanan yang dapat kita ambil dari perjalanan dakwah Sunan Bonang
di masa sekarang yakni dalam berdakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah
satunya dengan memainkan alat musik dan menciptakan tembang yang mengajarkan
nilai-nilai islam. Alangkah baiknya, jika kita memiliki kemampuan dalam seni
dikembangkan ke arah yang positif dalam hal ini mendakwahkan islam. Sehingga hal
itu nantinya akan mendatangkan pahala bagi diri kita, tidak hanya sebagai penyaluran
hobi semata namun juga sebagai jalan dalam mensyiarkan Islam.
Adapun jejak sejarah dari Sunan Bonang yang dapat kita kunjungi yakni berupa
wisata religi makam Sunan Bonang yang terletak di kelurahan Kutorejo yang berada
di pusat kota Tuban. Lokasi makam berada di lokasi strategis yakni berjarak 200 m
dari alun-alun kota Tuban. Makam ini selain dekat dengan alun-alun juga berada
dibelakang Masjid Agung Kota Tuban. Letak makam yang strategis memudahkan
para peziarah untuk mengunjunginya.
Keunikan dan kecerdikan beliau dalam berdakwah serta metode beliau dalam
menyebarkan lslam, di antaranya adalah beliau menciptakan gending dan tembang. Di
mana masyarakat Tuban pada saat itu sangat senang sekali mendengarkan gending
atau tembang. Selain itu beliau juga sangat mahir dalam permainan gending atu
bonang. Nah itulah sebabnya beliau disebut Sunan Bonang oleh masyarakat Bonang.
Bila beliau membunyikan bonang atau gending rakyat yang mendengar akan
berbondong untuk mendengarkan lebih dekat, mereka sangat terpesona seperti terkena
pesona gaib. Sunan Bonang pun sudah memperhitungkan hal itu, sebelumnya beliau
sudah membuat kolam di depan masjid, siapa yang masuk masjid harus membasuh
kakinya terlebih dahulu. setelah orang-orang berkumpul di dalam Masiid, beliau
mengalunkan suara tembang-tembang yang bernalaskan ajaran Islam. Anehnya,
sepulang dari Masjid tembang-tembang itu mereka hafalkan serta memahami artinya.
Akhirnya, sedikit demi sedikit mereka mengenal dan bersimpati kepada agama lslam.
Kemudian baru beliau menanamkan pengertian yang sebenarnya tentang lslam.
Dengan demikian agama lslam cepat tersebar di kalangan masyarakat Tuban dan
sekitarnya. Demikianlah kecerdikan dan keunikan metode Sunan Bonang dalam
berdakwah menyebarkan agama lslam. Di samping itu beliau mendirikan pesantren
yang bisa menampung beberapa murid yang berdatangan dari berbagai penjuru
daerah, seperti dari daerah Bojonegoro, Jepara, Pati dan bahkan datang dari antar
pulau yaitu Bawean dan Madura.
Karena itu jugalah, seorang Brahmana Sakti yang datang dari negeri Hindustan
sangat merasa penasaran dengan Sunan Bonang. Dia ingin sekali menjajaki kesaktian
Sunan Bonang. Dengan menumpang perahu menelusuri pantai, Brahmana itu pergi ke
kota Tuban, tetapi belum sampai di Tuban. Di tengah lautan perahunya dihantam
badai, sementara sang Brahmana sendiri hanyut terbawa arus beserta kitab-kitabnya
yang berisikan ilmu gaib, yang tujuannya untuk dibuat berdebat dengan Sunan
Bonang Setelah sang Brahmana dibawa ombak ke pinggir pantai dalam keadaan
pingsan, akhirnya ia sadar dan tahu betul bahwa dirinya berada di tepi pantai. Dengan
tenaga yang tersisa, dikuat-kuatkan dirinya untuk bangkit berdiri seraya melihat ke
atas. Sang Brahmana terkejut ketika di hadapannya ada seorang berjubah putih, iapun
bertanya pada "Kisanak, apa nama daerah ini?".
Dengan tegas sang Brahmana menjawab : "Sebenarnya, aku datang ke sini untuk
menantangnya dengan adu kesaktian. Tapi sayang, kitab-kitabku yang berisi
catatan-catatan ilmu gaib itu telah hilang tenggelam di dasar laut"
"Bukankah itu kitab kisanak yang tenggelam di laut?" tanya orang berjubah.
"Be ... be ... betul, itu adalah kitabku yang hilang tenggelam di dasar laut". jawab sang
Brahmana gugup.
Dalam pada itu sang Brahmana berkata dalam hati : "Alangkah hebatnya ilmu
yang dimiliki orang berjubah itu, jika dibandingkan dengan aku, dengan segala ilmu
kesaktian yang kumiliki tentu aku tidak ada apa-apanya. Bahkan sepengetahuanku
tidak ada ilmu sehebat itu. Seandannya ada sejuta Brahmanana yang membantu aku
sekalipun, aku tak akan mungkin bisa melakukannya seperti itu".
Sementara air yang memancar pada lobang bekas tancapan tongkat sunan Bonang
konon menurut cerita masih ada sampai sekarang, masyarakat sekitar menamakannya
Sumur Srumbung. sekarang sumur itu agak ke tengah laut karena selama ratusan
tahun pantai Tuban sedikit demi sedikit habis dikikis air laut, Meskipun sumur itu
berada di tengah laut, namun airnya tetap jernih, tidak asin serta terasa nikmat bila
diminum.
"Kanjeng sunan, di depan ada dua ekor anjing sedang bersebadan". Sunan Bonang
pun menjawab, "Di mana, aku tidak melihat, aku hanya melihat dua ekor anjing dari
batu saja". dengan seketika dua ekor anjing itu berubah menjadi batu dan ada sampain
sekarang. Dua batu tersebut berada di desa Karas sedan Rembang disebut dengan
sebutan "watu Celeng".
Begitu tahu tujuan mereka ditolak, murid-murid dari Tuban tidak kehabisan akal,
mereka datahg ke Bawean dan menyirep murid-murid Bawean yang sedang
menunggu jenazah sunan Bonang, kemudian mereka membawa jenazah tersebut ke
Tuban dengan naik perahu. Setibanya di Tuban jenazah sunan bonang dimakamkan di
sebeiah barat Masjid Agung Tuban, yang sekarang berada di sebelah barat alun-alun
Tuban.
Konon menurut cerita (entah benar atau tidak, wallahu A'lam) kuburan sunan
Bonang itu ada dua, di Tuban dan di Bawean. Letak makam beliau Di Bawean berada
di Kampung Tegal Grubuk sebelah barat tambak Bawean. Ada yang mengatakan
makam sunan bonang yang ada di Bawean itu hanya kainnya saja, ketika murid Tuban
membawa Jenazah sunan Bonang ke Tuban, kain kafannya jatuh satu yang kemudian
oleh murid-murid Bawean dikuburkan di tempat tersebut.