Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO (2012) ,didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) diperkirakan
dan 10-15% diantaranya mengalami dismenore berat. Di Swedia sekitar 72%. Sementara
di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan produktif yang tersiksa oleh
dismenore. Sementara itu, di Indonesia angka kejadian nyeri haid primer sekitar 54,89%.
Dismenore terjadi pada remaja dengan prevalensi berkisar antara 43% hingga 93%, dimana
sekitar 74-80% remaja mengalami dismenore ringan, sementara angka kejadian pada remaja
dengan nyeri panggul diperkirakan 25-38%, sedangkan pada remaja yang tidak memberikan
respon positif terhadap penanganan untuk nyeri haid, ditemukan pada 67% kasus
(Hestiantoro dkk, 2012)
Di Jawa Timur angka Kejadian disminore sebesar 64,25%(Info sehat
2010,Nadliroh,2013).
Berdasarkan penelitian Nurul Laili (2012)
Adapun akibat dari dismenore tersebut adalah bisa membuat konsentrasi menurun, tidak
ada motivasi untuk kuliah, tidak bisa presentasi secara maksimal,dan bahkan sampai ada
yang terpaksa meninggalkan perkuliahan karena sudah tidak tahan dengan nyeri haid yang
dirasakan. Terlebih pada orang yang harus bekerja dalam keadaan sakit. Semua hal itu sangat
mengganggu dan membuat badan terasa tidak nyaman, bahkan bisa menurunkan
produktivitas kerja (Anurogo& Wulandari, 2011).
Mengingat prevalensi nyeri haid yang terus meningkat dan terkadang mengganggu
wanita dalam beraktivitas, maka keadaan tersebut akan membuat individu untuk melakukan
berbagai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang dialaminya. Cara
mengurangi nyeri haid dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu farmakologi dan non
farmakologi. Secara farmakologi dengan meminum obat-obatan dan non farmakologi dapat
dilakukan kompres hangat atau mandi air hangat, massage, latihan fisik (exercise), tidur yang
cukup, hipnoterapi, distraksi seperti mendengarkanmusik serta relaksasi seperti yoga dan
napas dalam (Judha dkk, 2012).

Anda mungkin juga menyukai