Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia dibutuhkan keadaan yang seimbang (homeostasis)


yang dilakukan oleh organ tubuh kita, salah satunya adalah ginjal. Ginjal merupakan
organ vital yang berperan dalam mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Bila fungsi ini terganggu, maka akan timbul
ketidakseimbangan yang salah satu akibatnya akan timbul batu.

Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan
(ginjal, ureter, dan kandung kemih). Bila terjadi pada kandung kemih dapat menyebabkan
penyumbatan dan pengosongan kandung kemih tidak sempurna, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada ginjal yang merupakan jalur akhir dari penyakit
urinarius.

Di rumah sakit di Amerika Serikat, kejadian batu ginjal dilaporkan sekitar 7 – 10


pasien untuk setiap 1000 pasien rumah sakit dan insiden dilaporkan 10.000 orang dalam
setahun. Sedangkan di salah satu rumah sakit di Indonesia dilaporkan prevalensi batu
saluran kemih sebesar 80 / 10.000 pasien rawat inap.

Gejala awal terbentuknya batu jarang dirasakan oleh penderita, mungkin hanya
perubahan dalam pola perkemihan, namun bila tidak ditindak lanjuti maka dapat
menimbulkan keadaan yang parah, seperti nyeri yang hebat, terjadi penyumbatan saluran
kemih bahkan terjadi kerusakan ginjal.

Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan tentang pencegahan
terjadinya batu, seperti mengkonsumsi cairan dalam jumlah banyak (3 – 4 liter/hari), diit
yang seimbang/sesuai dengan jenis batu yang ditemukan, aktivitas yang cukup serta
segera memeriksakan diri bila timbul keluhan pada saluran kemih agar dapat segera
ditangani. Bagi penderita yang mengalami batu pada saluran kemih agar selalu menjaga
kesehatannya agar tidak terjadinya pembentukan batu yang baru. Hal yang harus
diperhatikan oleh penderita adalah diet makanan dan pemeliharaan kesehatan seperti
berobat ke dokter, minum obat secara teratur dan menghindari penyakit infeksi yang
menjadi salah satu penyebab timbulnya urolithiasis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengkajian dari Post Operasi Bedah Ginjal ?
1.2.2 Apa Diagnosa yang Muncul dari Operasi Bedah Ginjal ?
1.2.3 Bagaimana Intervensi dari Post Operasi Bedah Ginjal ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengkajian dari post operasi bedah ginjal
1.3.2 Untuk mengetahui diagnose dari post operasi bedah ginjal
1.3.3 Untuk mengetahui intervensi dari post operasi bedah ginjal

2
BAB II

PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan Post Operasi pada Batu Ginjal

2.1 Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi.
Keterbatasan aktivitas/ imobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh penyakit yamg tidak sembuh, cedera medulla
spinalis)
2. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri ansietas, gagal ginjal)
Kulit hangat: pucat
3. Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ISK kronis: obstruksi sebelumnya (kalkulus)
Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, diare
Tanda: oliguria, hematuria, piuria
Perubahan pola berkemih
4. Makanan/ cairan
Gejala: mual/ muntah, nyeri tekan abdomen
Diet tinggi purin, kalsium oksalat dan posfat
Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup
Tanda: distensi abdomen, penurunan/ tidak adanya bising usus, muntah
5. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: episode akut nyeri berat, nyeri balik, lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul difegio sudut kostoverbal; dapat menyebar
kepunggung, abdomen dan turun kelipat paha/ genitalia. Nyeri dangkal
konstan menunjukkan kalkulus ada dipelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain.

3
Tanda: melindungi; perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal pada
palpasi.

6. Keamanan
Gejala: penggunaan alcohol, demam dan menggigil

7. Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout


dan ISK kronik.
Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme.
Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol,
fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

4
2.2 Diagnosa Kepearawatan Post Operasi
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri akut b.d insisi bedah
c. Perubahan pola eliminasi b.d inverse perkemihan sementara (selang nefrostomi,
kateter uretra, intervensi pembedahan)
d. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d insisi operasi dan pemasangan kateter.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses
perawatan pasca operasi.

2.3 Intervensi Keperawatan


a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan: Setelah dilakukan Asuhan Keperawtan selam 3 x 24 jam klien
dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat
Kriteria hasil : - Tanda-tanda vital stabil
TD: 120/80 mmHg
N: 80-100 x/ menit
RR: 12-20 x/ menit
S: 36-37,5 o C
- Membran mukosa lembab
- Pengisian kapiler < 3 detik
- Kulit hangat dan kering
- Intake output seimbang
- Tidak ada perdarahan melalui selang.
Aktifitas yang Di lakukan :
1. Pantau dan catat intake output tiap 4 jam dan laporkan bila terjadi
ketidakseimbangan.
R/ Mengetahui keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Observasi tanda-tanda dehidrasi
R/ menunjukan adanya dehidrasi atau kurang volume cairan
3. Observasi tanda-tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
R/ Menunjukkan adanya dehidrasi atau kurang volume cairan

5
4. Anjurkan pasien untuk merubah posisi atau kateter saat mengubah posisi
R/ mencegah perdarahan pada luka insisi.
5. Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor ke
dokter.
R/ Mengetahui adanya perdarahan

b.Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam klien dapat


melaporkan nyeri terkontrol/ hilang dan meningkatnya kenyaman

Kriteria hasil :
- Pasien mampu bergerak dengan mudah
- Pasien mampu menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh rileks.
Aktifitas yang dilakukan :
1. Kaji intensitas, lokasi, pencetus, skala nyeri dan penghilang faktor-
faktor nyeri.
R/ Menentukan intervensi selanjutnya.
2. Kaji insisi dari kemerahan, nyeri tekan, bengkak.
R/ Peradangan dapat menimbulkan bengkak, nyeri, kemerahan

3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi pernafasan dalam

R/ : Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurukan nyeri

sekunder dari peradangan. Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat

menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan

produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri

untuk tidak dikirimka ke korteks serebri sehingga menurunkan

persepsi nyeri.

4. Istirahatkan pasien

R/ : Istirahat diperlukan selama fase akut. Disini akan meningkatkan

6
suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan

5. Kolaborasi dengan dokter untuk penghilang nyeri.


R/ Obat analgetik mengurangi/menghilangkan nyeri.
c. Perubahan pola eliminasi perkemihan berhubungan dengan kateter uretral atau tindakan
pembedahan.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat
menunjukan pola eliminasi normal
Kriteria hasil :
- Pasien dapat berkemih dengan baik
- warna urine kuning jernih
- Klien dapat berkemih spontan bila kateter dilepas
Aktifitas yang diakukan :
1. Kaji pola berkemih normal pada pasien.
R/ untuk Membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih.
2. Kaji keluhan disetensi kandung kemih tiap 4 jam.
R/ kandung kemih yang tegang disebabkan karena sumbatan kateter.
3. Ukur intake dan output cairan
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan
4. Observasi warna urine, bau dan jumlah urine
R/ untuk mengetahui fungsi ginjal
5. Anjurkan pasien minum air putih 2-3 L/hari kecuali bila ada kontra
indikasi.
R/ Untuk melancarkan urine

d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kateter, insisi pembedahan.


Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam klien tidak
menunjukan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
- Suhu dalam batas normal

7
- Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
- Drainage dari selang dan kateter kuning jernih/ bersih
Aktifitas yang dilakukan :
1. Kaji dan laporkan tanda dan gejala adanya infeksi (demam, nyeri tekan, pus).
R/ Mengintervensi tindakan selanjutnya.
2. Ukur suhu tiap 4 jam.
R/ Peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
3. Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang
waktu
R/ balutan yang basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk
pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka
4. Anjurkan pasien menghindari/menyentuh insisi, balutan dan drainage.
R/ Menghindari infeksi silang
5. Pertahankan teknik steril untuk mengganti balutan dan melakukan perawatan
luka.
R/ Menghindari infeksi silang.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik.
R/ Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi dan membunuh bakteri.

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses perawatan


pasca operasi.
Tujuan : setelah dilakukan keperawatan selam 3 x 24 jam pengetahuan bertambah.
Kriteria hasil : Pasien/ keluarga dapat mengungkapkan tentang proses penyakit,
perawatan rutin pasca operasi, perawatan di rumah dan evaluasi serta dapat
mendemontrasikan perawatan luka, mengganti balutan.
Aktifitas yang dilakukan :
1. Intruksikan pasien untuk minum lebih dari 2500 ml/ hari..
2. Intruksikan pasien untuk mempertahankan diit sesuai program.
3. Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik cuci tangan yang benar.

8
4. Intruksikan pada pasien untuk memantau dan melaporkan jika terjadi
peningkatan suhu tubuh, kemerahan, bengkak, keras dan drainase dari luka insisi.
5. Intruksikan pada pasien untuk melaporkan bila terjadi haematuri.
6.Ajarkan merawat luka dan mengganti balutan pasca operasi.
7. Intruksikan pasien untuk menghindari pemakaian obat melebihi ketentuan
dokter tanpa sepengetahuan dokter
8. Ajarkan pentingnya rawat jalan terus menerus.

Discharge Planning
• Untuk membantu pemulihan pasca bedah atau tindakan.
a. Anjurkan untuk banyak minum untuk mempercepat pengeluaran partikel-
partikel batu.
b. Jelaskan bahwa mungkin akan ada darah yang terdapat dalam urine selama
beberapa minggu

9
. c. Anjurkan klien untuk sering berjalan demi membantu keluarnya pecahan-
pecahan batu.
d. Ajarkan tentang penggunaan obat analgetik yang masih diperlukan untuk
mengurangi nyeri kolik yang menyertai keluarnya pecahan batu.

• Untuk mencegah terbentuknya kembali batu tersebut.


a. Anjurkan untuk diet yang berhubungan dengan jenis batu : hindari kalsium dan
fosfor yang berlebihan untuk batu kalsium oksalat, turunkan konsumsi purin
(daging, ikan dan unggas) untuk batu asam urat.
b. Anjurkan patuh terhadap terapi sesuai instruksi dokter, seperti diuretik untuk
menurunkan ekresi kalsium dalam urine. Alopurinol untuk menurunkan
pembentukan asam urat d-penisilamin untuk menurunkan konsentrasi sistin dan
natrium bikarbonat untuk membasakan urine.
c. Anjurkan aktivitas yang menahan beban dan hindari tirah baring yang terlalu
lama, yang akan mengubah metabolisme kalsium.
d. Beritahukan semua klien dengan penyakit batu untuk minum cukup banyak air
agar volume urinenya mencapai 2000-3000 cc atau lebih setiap 24 jam.

10
BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama
periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang
cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat,
aman dan nyaman.

Jadi, Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah
masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan
akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah
sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif
sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.

Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery
room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup
aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini
fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien
dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8 Vol 1. EGC.
Jakarta.

Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan. Bandung.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2. EGC. Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai