PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila berbicara masalah wakaf dalam perspektif sejarah Islam (al-târih al-islâmi), tidak
dapat dipisahkan dari pembicaraan tentang perkembangan hukum Islam dan esensi
Islam perlu melakukan penelitian dengan cara menelaah teks (wahyu) dan kondisi
sosial budaya masyarakat di mana hukum Islam itu berasal. Sebab hukum Islam
merupakan perpaduan antara wahyu Allah Swt. dengan kondisi masyarakat yang ada
pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waqaf
Wakaf menurut bahasa Arab berarti “Al-Habsu” yang berasal dari kata kerja “habasa-
ini berkembang menjadi “habbasa” yang berarti mewakafkan harta karena Allah
SWT.
berarti berdiri atau berhenti.sedangkan wakaf menurut istilah syara’ yaitu menahan
harta benda yang mungkin bisa diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau
Berbagai rumusan definisi ini dapat kita temukan dalam beberapa literatur
lain seperti yang dikutip oleh Abdurrahman,SH dari dfinisi Abu Hanifah, Abu Yusuf
Sedangkan pengertian wakaf menurut pa yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) PP
“Perbuatan hukum sesorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta
untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam”.
Dari rumusan pengertian di atas terlihat bahwa dalam fiqh Islam, wakaf
menceritakan masalah wakaf ini adalah mengenai tanah, tetapi berbagai ulama
memahami bahwa wakaf non tanah pun boleh saja asal bendanya tidak tidak langsung
“sah kita mewakafkan binatang”. Demikian juga pendapat Ahmad dan menurut satu
Wakaf telah mengakar dan menjadi tradisi umat Islam dimanapun juga. Di
Menurut Syafi’I, Malik dan Ahmad, wakaf it adalah suatu ibadat yang disyaria’atkan .
Hal ini disimpulkan dari pengertian-pengertian umum ayat al-Quran maupun hadits
”wahai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu dan sembahlah
“barangsiapa berbuat kebaikan, laki-laki atau permpuan dan ia beriman, niscaya akan
Aku beri pahala yang lebih bagus dari apa yang mereka amalkan”.
Selain dari ayat-ayat yang mendorong manusia berbuat baik untuk kebaikan orang
manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya
b. Pahala ilmu yang bermanfaat (bagi orang lain) yang diajarkannya selama
hayatnya.
c. Doa anak (amal) sholeh yakni anaknya membalas guna orang tuanya dan
Para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan (pahala) shodaqah jariyah dalam
hadits it adalah (pahala) wakaf yang diberikannya dikala seseorang masih hidup.
Selain itu terdapat pula hadits mengenai mewakafkan harta syrikat dan barang
bergerak:
“Dari Ibnu ‘Umar r.a., ia berkata “Umar pernah berkata kepada Nabi SAW bahwa
seratus bagia yang menjadi milikku di Khaibar it adalah harta yang belum pernah say
peroleh yang sungguh lebih ku kagumi selain harta it, lalu sungguh aku berkehendak
(H.R. An-Nasai).
Atas hadits tersebut Syarih Rahimullah berkata “bahwa perkataan seratus bagian …”
dan seterusnya itu, oleh mushanif (Ibn Taimiyah) hadits ini dijadikan dalil atas sahnya
harta syirkah it dengan hadits Anas tentang kisah pembangunan masjid (Nabawi).
3. PP No. 28 Tahun 1977
memuat istilah-istilah dalam perwakafan, syarat, fungsi dan lain sebagainya tentang
Ada empat unsur yang harus dipenuhi sebagai rukun dalam melaksanakan wakaf
yakni:
1. Waqif
Wakif tidak selalu perorangan melainkan boleh juga berupa badan hokum, dalam hal
badan hokum ini yang yang bertindak atas namanya ialah pengurusnya yang sah
menurut hukum.
Bagi orang yang berwakaf, disyaratkan bahwa ia adalah orang yang ahli berbuat
kebaikan dan wakaf dilakukannya secara sukarela, tidak karena dipaksa. Ahli berbuat
baik disini maksudnya ialah orang yang berakal (tidak gila juga tidak bodoh), tidak
mubadzir (karena harta orang mubadzir di bawah walinya) dan baligh, demikian
penjelasan Moh. Zain bin Haji Otsman sebagaimana dikutip oleh Adijani al-Alabij.
Syarat tersebut di atas berlaku juga bagi mauquf ‘alaih. Selain syarat yang sama
dengan wakif, mauquf ‘alaih harus bertempat tinggal dikecamatan tempat letaknya
Macam wakaf terbagi atas dua bentuk yakni pertama wakaf keluarga atau wakaf ahli
yakni wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih,
baik ia keluarga wakif maupun orang lain. Kedua, wakaf umum yakni wakaf yang
Fiqh wakaf tidak banyak membicarakan prosedur dan tata cara pelaksanaan wakaf
secara rici. Tetapi PP No. 28 tahun 1977 dan Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun
1978 mengatuir petunjuk yang lebih lengkap. Menurut pasal 9 ayat (1) PP No. 28
tahun 1977, pihak yanmg hendak mewakafkan tanahnya di haruskan atang dihadapan
menunjuk orang lain yang mempunyai hubungan kerabat dengan wakif. Bila kerabat
juga tidak ada, maka ditunjuk orang lain. Agar pengawasan dapat berjalan dengan
baik, pengawas wakaf yang bersifat perorangan boleh diberi imbalan secukupnya
No. 5 tahun 1960 pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milim
G. Hikmah Waqaf
Wakaf bukan seperti sedekah biasa, tapi lebih besar ganjaran dan manfaatnya
terutama bagi diri si pewakaf. Karena pahala wakaf terus mengalir selama masih
dapat digunakan. Bukan haya itu, wakaf sangat hun, hasil bermanfaat bagi masyarakat
sebaga jalan kemajuan. Misalnya negeri Islam di zaman dahulu, karena wakaf, umat
Islam dapat maju, bahkan sampai sekarang telah beribu-ribu tahun, hasil dari wakaf
itu masih kekal. Kita masih bisa menikmati hasil wakaf dari zaman dahulu sampai
sekarang yaitu universitas al-azhar di Mesir, masjid Nabawi. Maka, sekiranya umat
Islam saat ini seperti orang Islam terdahulu yang mau mengorbankan hartanya untuk
wakaf, maka berarti mereka telah membuka jalan untuk kemajuan Islam dan anak
cucu kita kelak akan merasakan kelezatan wakaf yang kita berikan sekarang. Jadi,
hikmah wakaf dapat kita simpulkan yaitu untuk memfasilitasi secara kekal semua
H. Pendaftaran Waqaf
Menurut pendapat Imam Syafi’i, Malik dan Ahmad dianggap telah terlaksana dengan
adanya lafadz tau sighat walaupun tidak ditetapkan oleh hakim. Lain halnya menurut
Abi Hanifah bahwa benda wakaf belim terlepas dari milik wakif sampai hakim
Pendaftaran tanah wakaf diatur oleh pasal 10 ayat (1) sampai dengan (5_) PP No. 28
tahun 1977 dan bebrapa pasal lain alam Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1978.
I. Perubahan Status dan Penggunaan Tanah Wakaf
Pada dasarnya tanah wakaf tidak boleh dijual , diwarisi dan kepada pihak lain. Tetapi
seandainya barang wakaf itu rusak, tidak diambil lagi manfaatnya, maka boleh
digunakan untuk keperluan lainnya yang serupa, dijual dan dibelikan barang lain
Pengecualian ini haris dengan persetujuan Menteri Agama, dengan alasan karena
tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti dikrarkan oleh wakif dan karena
kepentingan umum.
tanah wakaf oleh Kepala Kanwil Agama harus tertulis. Kemudia seperti ditentukan
dalam pasal 11 ayat (3) PP No. 28 tahun 1977, perubahan status dan penggunaan
tanah wakaf itu harus dilaporkan oleh nadzir kepada Bupati atau walikota untuk
PENUTUP
A. Kesimpulan
Landasan hukum perwakafan selain tersebut dalam Al-Quran juga Hadits juga lebih
rinci diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Wakaf juga
Kepemilikan atas barang wakaf harus memenuhi rukun wakaf yakni adanya
wakif, maukuf alaih, barang wakaf dan lafadz ikrar. Lafadz wakaf harus diikrarkan
Barang wakaf pada dasarnya tidak boleh dipindahgunakan atau dialihkan namun bila
terjadi ketidaksesuaian antara ikrar aweal wakaf dengan keadaan barang wakaf maka
barang wakaf serta perubahan status harus dibuat secra tertulis oleh pihak yang
berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali, 1992
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI, 1988
MAKALAH
WAQAF
Di Susun Oleh :
2. Dewi Aprilia
3. Leni Maryani
4. Nina Karina H
5. Popi Novitasari
2015