Laporan Kasus
Disusun dalam rangka memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan I
di Instalasi Radiologi RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Disusun oleh :
PRAKOSO YOGI PAMBUDI
NIM : P1337430214074
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah penemuan sinar – X oleh Wilhem Conrad Rontgen, seorang ahli fisika
dunia kedokteran. Prinsip dari radiodiagnostik yaitu sinar – X yang mengenai suatu
penegakkan diagnosa suatu penyakit, maka teknik pemeriksaan suatu organ menjadi
lebih bervariasi dengan didukung berbagai spesifikasi pesawat diagnostik yang lebih
moderen. Dalam hal ini salah satu pemeriksaan yang memanfaatkan sinar – X
adalah pemeriksaan Soft Tissue Leher dengan kasus Disfagia pada pasien dengan
kriteria radiograf yang berbeda dan dapat menampilkan struktur anatomi fisiologi
dan patologi dari Soft Tissue Leher pada posisi yang berlainan.
struktur gambaran radiograf Soft Tissue Leher yang jelas sehingga bisa
2
memperlihatkan manifestasi hampir semua penyakit yang timbul pada Soft Tissue
Leher.
Disfagia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kesulitan menelan,
makanan padat maupun cair. Disfagia terjadi ketika ada masalah pada saraf-saraf
laporan kasus yang berjudul “ Teknik Pemeriksaan Radiografi Soft Tissue Leher
Dari latar belakang tersebut diatas maka penulis dapat menarik permasalahan
Disfagia ?
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Soft Tissue Leher dengan kasus Disfagia
3
2. Untuk mengetahui apakah pemeriksaan Soft Tissue Leher anteroposterior dan
RSUD Dr. Soedirman Kebumen yang mulai pada tanggal 23 November 2015
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Anatomi
A. Cervical
tulang yang disebut vertebrae. Diantara tiap ruas terdapat bantalan tulang
a. 7 vertebrae cervical
b. 12 vertebrae thorakal
c. 5 vertebrae lumbal
5
d. 5 vertebrae sacrum
e. 4 vertebrae coccygeus
terhubung dengan yang lain. Pada vertebrae cervicalis satu sampai enam
menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum anterius dan posterius tetapi pada
meruncing menuju ke dorsal dan tidak bercabang menjadi dua lagi dan
sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh karena itu
6
Gambar 2.2 : Anatomi Cervical
1. Cervical
7
Gambar 2.3 : Vertebrae Cervical I
2. Cervical II
8
3. Cervical III – VI
2005 : 292 ).
9
4. Cervical VII
daerah cervical dan thorax dari ruas tulang belakang dan dapat
1. Faryng
ke rongga hidung, mulut dan posterior laring. Oleh karena itu dibagi
10
menjadi terus menerus dengan kerongkongan. Aspek unggul
fasia prevertebral dan otot serta tulang enam bagian atas serviks.
a. Nasofaring
mulai dari dasar tenggorokan hingga dasar anak tekak atau uvula.
11
b. Orofaring
c. Laringopharynx
2. Laring
12
leher Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung
lengkap). Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan yang
di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi sel
epitelium berlapis.
Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjalan dari tulang rawan
13
Gambar 2.8 : Anatomi Laring
3. Trakea
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel
cangkir. Silia ini bergerak menuju keatas ke arah laring, maka dengan
gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang turut masuk bersama
melalui leher disilang oleh istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar
14
mediastenum di belakang sternum menyentuh arteri inominata dan arkus
4. Kelenjar Thyroid
koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel – selnya, maka sel – sel
15
parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan hormon
5. Oesofagus
2.1.2 Fisiologi
1. Laring
Laring atau kotak suara merupakan bagian yang terbawah dari saluran
dengan bagian atas lebih besar dari pada bagian bawah. Batas atas laring
kartilago krikoid dan laring terdiri dari empat komponen dasar anatomi
yaitu tulang rawan , otot intrinsik dan ektrinsik serta mukosa. Bangunan
kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu tulang hioid yang terbentuk
16
2. Faring
laryinx.
3. Trakea
cm. Didingn trakea tersusun atas tulang rawan yang menyerupai huruf C (
17
2.1.3 Patologi
Beberapa jenis patologi yang ditemukan pada Soft Tissue Leher antara lain :
1. Disfagia
ada di dalam mulut untuk kemudian dikunyah. Ada dua tipe disfagia
minum karena takut tidak dapat menelan makanan tersebut, yang dapat
2. Struma Nodusa
Struma nudosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinis teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda – tanda
18
hypertiroidisme. Struma nodosa atau struma adenomatosa, terutama
19
kontralateral dan pendorongan demikian tidak mengakibatkan gangguan
Keluhan yang ada ialah rasa berat dileher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga tiroid terasa berat karena
tunggal dapat berupa nodul koloid, kista tunggal, adenoma tiroid jinak
atau karsinoma tiroid. Nodul ganas lebih sering ditemukan pada laki
3. Laringitis
Radang pada laring. Radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan
20
4. Faringitis
Tenggorokan sakit dan tampak berwarna merah, rasa haus dan kering
5. Sinusitis
Radang pada sinus. Sinus letaknya di daerah pipi kanan dan kiri batang
melalui operasi.
6. Difteri
Penyumbatan oleh lendir pada rongga faring yang dihasilkan oleh infeksi
kuman difteri.
7. Rinitis
Umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Juga dapat terjadi
karena reaksi alergi terhadap perubahan cuaca, serbuk sari, dan debu.
8. Influenza (flu)
gatal. Pada keadaan flu berat dapat dijumpai keadaan sesak nafas.
Bahkan sekarang flu dari hewan sudah mampu menulari manusia dan
21
varian viru flu yang semakin beragam ( flu burung, flu babi, swine flu,
9. Asma
10. Asidosis
Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring)
perokok.
22
2.2 Teknik Pemeriksaan
a. Persiapan pasien
gambaran atlas, axis dan untuk fiksasi agar mandibula tidak bergerak.
1. Pesawat sinar – X.
23
2.2.2 Proyeksi Pemeriksaan
a. Proyeksi AP ( Anteroposterior )
tubuh.
5. FFD : 100º cm
24
Gambar 3.1 : Proyeksi AP Axial
7. Kriteria Radiograf
b. Proyeksi Lateral
25
1. Posisi Pasien : Pasien ercet atau duduk
tengadakan.
5. FFD : 100º cm
6. Kriteria Radiograf
26
e. C4 ditengah radiograf.
tabung X – ray
ekstensi.
5. FFD : 100º cm
27
Gambar 3.5 : Proyeksi PA Oblique
7. Kriteria Radiograf
kedua.
28
d. Proyeksi Posterior Oblique atau AP Oblique ( LPO dan RPO )
5. FFD : 100º cm
29
Gambar 3.7 : Proyeksi Oblique atau AP Oblique ( LPO dan RPO )
7. Kriteria Radiograf
C3 ke C7 – T1.
30
menggunakan teknik kV rendah untuk menghasilkan struktur
jaringan lunak.
kondisi normal.
d. Kerugian Low kV
tertentu.
31
2. Dosis radiasi yang mengenai pasien tinggi karena penggunaan
2. Posisi Objek :
kaki
32
3. Central Ray : Tegak lurus kaset
5. FFD : 100 º cm
7. Kriteria Radiograf
pharyngolaryngeal.
33
b. Proyeksi Lateral Larynx dan Pharynx
1. Posisi Pasien :
grid.
2. Posisi Objek :
34
3. Central Ray : Horizontal tegak lurus terhadap kaset.
7. Kriteria Radiograf
35
c. Proyeksi AP Trachea
2. Posisi Objek :
dengan kaset.
5. FFD : 100 ͦ cm
36
Gambar 4.3 : Proyeksi AP Trachea
6. Kriteria Radiograf
37
1. Posisi pasien : Posisi pasien Duduk atau erect.
2. Posisi Objek :
7. Kriteria Radiograf
38
b. Area dari nasopharynx ke bagian teratas paru – paru.
lingkungan di sekitarnya.
39
4. Menggunakan laed apron dan gonad shield pada waktu
pemeriksaan.
pemeriksaan.
eksposi.
ke petugas/ruang tunggu).
Apron.
40
2.2.4 Pengolahan Film
Proses pengolahan ini dimulai dengan pemasukan data input pasien yang
meliputi (nama pasien, umur, jenis kelamin, tech ID di isi dengan nama
pengirim, kaset ID, proyeksi pemeriksaan, posisi pasien, posisi kaset), setelah
semua data diketik kaset di submit dan dimasukkan, secara otomatis dan
41
BAB III
Nama : Ny , S
Umur : 71 Tahun
Alamat : Kebumen
No. RM : 294252
dan Lateral
Diagnosa : Disfagia
a. Persiapan alat
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan Soft Tissue Leher pada indikasi
42
1. Pesawat X – ray
Merk : Shimadzu
Kv maksimum : 150 KV
mA : 630 mA
2. Film 24 x 30 cm
3. Marker R dan L
4. Plaster
b. Pelaksanaan Pemeriksaan
1) Proyeksi AP ( anterioposterior )
2. Posisi Objek :
6. Faktor Eksposi :
a. Kv : 46
b. mAs : 12
43
2) Proyeksi Lateral
1. Posisi Pasien :
2. Posisi Objek :
disamping objek.
5. FFD : 100 cm
6. Faktor Eksposi :
a. Kv : 46
b. mAs : 12
tabir atau bilik, dan bagi orang lain atau keluarga pasien berada diluar
kamar pemeriksaan dan pintu di tutup agar tidak ada yang masuk ketika
44
melakukan ekspose. Selanjutnya film diproses dengan menggunakan
CR ( computer radiografi ).
c. Pengolahan Film
ini dimulai dengan pemasukan data input pasien yang meliputi (nama
pasien, umur, jenis kelamin, tech ID di isi dengan nama radiogafer yang
dengan pengaturan jumlah film dan ukuran film yang sesuai proyeksi
pemeriksaan.
45
d. Gambaran Radiograf
2.4 Pembahasan
Tissue Leher di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soedirman Kebumen adalah secara
(AP) dan proyeksi Lateral karena dengan proyeksi ini sudah dapat menampakkan
kelainan yang dicurigai yaitu penyakit Disfagia oleh Dokter spesialis Dalam,
46
selain itu dengan proyeksi ini pasien merasa lebih nyaman dan aman sehingga
Menurut penulis jika dilihat dari teori, maka proyeksi yang dapat
memberikan radiograf yang lebih jelas mengenai pemeriksaan Soft Tissue Leher
mengenai kelainan yang dicurigai dan pada gambaran radiografnya akan terlihat
proyeksi AP dan proyeksi Lateral dengan menggunakan Low kV Teknik ini dapat
yang diderita oleh pasien dan alternatif pengobatan yang akan dijalani oleh pasien.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah Dosis radiasi yang mengenai pasien
47
BAB IV
2.5 Kesimpulan
Dari laporan diatas yang berjudul “ Teknik Pemeriksaan Radiograf Soft Tissue
kesimpulan bahwa pemeriksaan Soft Tissue Leher dengan kasus Disfagia ini hanya
tambahan, karena dari dua proyeksi tersebut sudah bisa menampakan didiagnosa
yang di inginkan.
2.6 Saran
Sebaiknya pemeriksaan Soft Tissue Leher pada kasus Disfagia menggunakan Low
kV teknik agar dapat digambarkan jaringan lunak Soft Tissue secara informative
dan tepat.
48
DAFTAR PUSTAKA
8th ed.
49
LAMPIRAN
50