OLEH:
MEDHIA IQLIMA
1841312077
CIDERA KEPALA
1. DEFINISI
Menurut Brain Injury Assosiation of America atau yang biasa disingkat
dengan BIAA, cedera kepala ialah suatu kerusakan yang terjadi pada kepala namun
tidak bersifat degeneratif melainkan karena adanya suatu benturan yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran serta menimbulkan kerusakan kognitif ataypun
fungsi fisik dapat terganggu (Corwin, 2008).
2. ETIOLOGI
Cidera kepala ialah penyebab kematian sta kecactan utama pada usia
produktif ( Mansjoer, 2010). Cedera kepala disebabkan secara umum dapat
disebabkan oleh (Muttaqin,2015):
a. Kecelakaaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaaan kerja
e. Kecelakaaan rumah tangga
f. Kecelakaaan olahraga
g. Trauma tembak
3. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan cedera kepala yaitu (Engram,
2011):
a. Hiilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebungungan
c. Pucat
d. Mual dan muntah
e. Pusiing kepala
f. Adanya hematoma
g. Kecemasan
h. Sulit untuk dibangunkan / cenderung untuk tidur
i. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yng keluar dari hiidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporaal.
4. PEMERKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk mengecek kadar O2
dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD sebagai salah satu test
diagnostic untuk menentukan status respiirasi (Muttaqin, 2015).
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragiik serta menentukan adanya
pergeseran jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur) serta
perubahan struktur garis (perdarahan/edema) dan juga fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras (Nurachmah, 2010).
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral serta adanya
perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkiinan perdarahan subarahnoid
g. Spinal X ray: Membantu menentukan lokaasi terjadinya trauma dan juga efek
yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).
5. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Menjamin kelancaran jalan nafas
2) Menjaga saluran nafas tetap bersih dan bebas dari secret atau sputum
3) Menjaga sirkulasi tetap stabil
4) Melakukan observasi tingkat kesadaaran dan juga ttv
5) Menjaga intake cairan elektrolit
6) Menjaga kebersihan kulit, mencegah adanya dekubitus (pasien banyak tidur)
7) Mengelola pemberian obat sesuai program yang telah ditetapkan bersama
dokter (Padila, 2012)
b. Penatalaksanaan Medis
1) Oksigenasi dan IVFD
2) Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
- 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
- 5 mg/8 jam untuk hari III
- 5 mg/12 jam untuk hari IV
- 5 mg/24 jam untuk hari V
3) Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
4) Terapi anti perdarahan bila perlu
5) Terapi antibiotik untuk profilaksisTerapi antipeuretik bila demam
6) Terapi anti konvulsi bila klien kejang
7) Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
8) Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
6. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial,
edema serebral progresif, dan herniasi otak (Suyono, 2012):
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral merupakan penyebab yang paling umum pada peningkatan TIK
pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yng terjadi
sekitar 72 jam setelah cedera.
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala umumnya dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan
defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau
epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
7. WOC
(terlampir)
3) pola eleminasi
Menggambarkan bagaimana pola fungsi eksresi, kandung kemih serta kulit.
Pasien umumnya akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang
biasanya semula BAK/BAB bisa kekamar mandi, karena lemah dan nyeri, dan
adanya toleransi aktivitas menjadi tidak bisa BAB/BAK ke kamr mandi.
Arif Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Corwin, E.J. 2008. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC