Anda di halaman 1dari 16

PERTEMUAN KE 6,7,8

KONSEP TEORITIS SECARA UMUM DAN KHUSUS TENTANG GAGAL


GINJAL AKUT (GGA) DAN GAGAL GINJAL KRONIS (GGK).

GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

1. Defenisi

Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi
produk produk metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa
berakibat azotemia (uremia) yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah
dan oliguria dimana saluran urine kurang dari 400 ml/24 jam.

Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa
oliguari sehingga mengakibatkan menghilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tubuh.

2. Epidemologi

a. Distribusi Menurut Orang

Gagal ginjal akut (GGA) dapat terjadi pada siapa saja tanpa
memandang jenis kelamin, umur, ataupun ras. Menurut penelitian Bates Dkk
(2000), Boston, Amerika Serikat, GGA paling banyak di derita oleh laki-laki
(71,7%), sedangkan perempuan sebesar (28,3%). Berdasarkan ras jumlah
penderita yang berkulit putih adalah sebesar 82,5% dan rata-rata terjadi pada
penderita usia 45 tahun.

b. Distribusi Menurut Tempat


Menurut penelitian Atef Dkk (1990) dari dua provinsi yang ada di Iran
dengan jumlah populasi sebanyak 2,3 juta orang, terdapat kasus GGA yaitu
sebanyak 30 orang di mana 12 di antaranya meninggal, dengan angka
insidensi 13 kasus/1.000.000 penduduk (CFR = 40%).
c. Distribusi Menurut Waktu
Menurut Jay L Xue,Dkk pada tahun 1992-2001 di salah satu rumah
sakit yang ada di Amerika Serikat di temukan 255,228 orang yang menderita
penyakit GGA.

3. Etiologi

Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal jantung akut yaitu
sebagai berikut :

 Kondisi Pre Renal (Hipoperfusi Ginjal)


Kondisi pre renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal
dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Salah satu kondisi klinis yang umum
penyebab terjadinya hipoperfusi renal yaitu penipisan volume dan hemoragi.
 Kondisi Intra Renal (kerusakan actual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal
yang dapat di sebabkan oleh cedera akibat terbakar dan benturan, reaksi
transfuse yang parah, obat NSAID, bahan kimia dan pelarut (arsenic,
etilenglikol, karbon tetraklorida).
 Kondisi Post Renal (Obstruksi Aliran Ginjal)
Kondisi pasca renal yang menebabkan gagal ginjal akut biasanya
akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal, obstruksi ini dapat di sebabkan
oleh kondisi seperti batu traktus urinarius, tumor, BPH, bekuan darah.

4. Manifestasi Klinik

Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut (GGA) yaitu
sebagai berikut :

a) Penderita sangat menderita dan alergi di sertai mual, muntah, diare, pucat, dan
hipertensi.
b) Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c) Pembengkakkan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, pembengkakkan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d) Berkurangnya rasa terutama di tangan dan kaki.
e) Tremor tangan.
f) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), kadang-kadang dapat di jumpai
adanya pneumonia uremik.

5. Diagnosa (Laboraturium Penunjang Diagnosa)

Diagnosis gagal ginjalakut (GGA) dapat di tentukan oleh keluaran urine dan
atau kreatinin darah. Dan juga dapat di lakukan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan laboratorium yang dapat di lakukan berupa sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi yang di lakukan untuk gagal ginjal akut berupa
pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, biomarker, dan sediaan apus darah
tepi. Fungsi ginjal kreatinin merupakan pemeriksaan yang harus di periksa
sebagai bagian dari criteria diagnosis gagal ginjal akut. Pada sediaan apus
darah tepi dapat di temukan Schistocytes atau formasi Rouleaux.
b. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dapat di lakukan untuk diagnosis gagal ginjal akut
seperti :
1) Level komplemen
2) ANA (Antinuclear antibody)
3) ASO (Antistreptolysin)
4) ANCA (Antineutrophil cytoplasmic antibody)
5) Anti-GBM (Anti-glomerulas basement membrane)
c. Urinalis
Pada urinalis hal hal berikut perlu di perhatikan :
 Keluaran urin (Urine output)
 Fraksi ekskresi dari natrium dan urea (FENa / fractional excretion of
sodium and urea)
 Albuminuria dan proteinuria
 Hematuria
 Sedimen urin
d. Pencitraan
Pencitraan yang dapat di lakukan untuk gagal ginjal akut berupa
ultrasonografi abdomen, CT-scan, atau MRI, serta angiografi aortorenal.
Ultrasonografi berguna untuk melihat adanya gangguan ginjal seperti ukuran
yang mengecil, obstruksi saluran kemih, dan hidronefrosis. Ultrasonografi
juga bermanfaat untuk menilai liver dan abdomen pasien.
e. Biopsi
Biopsi dapat di lakukan pada kecurigaan gagal ginjal renal.
6. Algoritma Pengobatan
7. Terapi Non-Farmakologi dan Farmakologi

a. Terapi Non-Farmakologi Gagal Ginjal Akut (GGA)


Adapun beberapa terapi non farmakologi untuk penyakit gagal ginjal
akut yaitu :
 Beristirahat malam yang cukup
 Menghindari makanan berpurin tinggi
 Konsumsi banyak air mineral
 Rutin berolahraga
b. Terapi Farmakologi
 Dopamine dan Diuretik
Dopamine dosis rendah dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan
mungkin di harapkan untuk meningkatkan GFR. Sedangkan diuretic
loop dapat menurunkan konsumsi oksigen dengan mengurangi
reabsobsi tubulus zat terlarut.
 Fenoldopam
Mesylate fenoldopam adalah dopamine reseptor selektif A-1 agonis
yang meningkatkan aliran darah ke korteks ginjal yang telah di
selidiki karena kemampuan mencegah perkembangan GGA termasuk
nefoprati pewarna kontras (CIN).
 Acetylcysteina
Adalah antioksidan yang mengandung tiol yang efektif dapat
mengurangi resiko pengembangan CIN pada pasien dengan penyakit
ginjal yang sudah dada sebelumnya.
GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
1. Defenisi
Gagal ginjal kronik (GGK) atau Cronik kiddney disease (CKD)adalah suatu
penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan terjadi secara perlahan dalam waktu
yang lama (menahun) yang disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal, bersifat
progresif dan umumnya tidak dapat pulih atau keadaan dimana ginjal lambat laun
mulai tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik disebut juga dengan Gagal
ginjal kronik (GGK) atau lebih dikenal Cronik kiddney disease (CKD).

2. Epidemologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit


ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara
berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk
pertahun.

Di Jepang, sejumlah pasien dengan gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 13


juta. Di antaranya, jumlah pasien dialisis, yang menunjukkan stadium terminal,
mencapai 282.000 pada akhir tahun 2008. Setiap tahun, lebih dari 37000 pasien
gagal ginjal kronik melakukan terapi dialisi akibat diabetic nefropati,
glomerulonefritis kronik, nefrosklerosis, penyakit polikistik ginjal atau
glomerulonefritis yang cepat progresif ( dengan urutan menurun). Meskipun
jumlah pasien dialisis baru akibat glomerulonefritis kronik berkurang, jumlah
kasus baru terkait dengan diabetes, hipertensi, dan arteriosclerosis semakin
banyak.
3. Etiologi

Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjalkronik


adalah sebagai berikut :

 Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks Nefropati


Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala
umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria.
 Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus.
 Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis.
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal
yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola)
di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi
sistem tubuh yaitu :
 Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
 Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
 Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan
darisaluran gastrointestinal.
 Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
 Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
 Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
 Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklonik) atau kedutan otot.

5. Diagnosa (Laboratorium Penunjang Diagnosa)


Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik (GGK) sebagai berikut :
1) Urine
 Volume,biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada (anuria).
 Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
 Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
 Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
 Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
 Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 gr.
 Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
 GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjad
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen
dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat
menurun, PaCO2 menurun.
 Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan).
 Magnesium fosfat meningkat.
 Kalsium menurun.
3) Pemeriksaan Radiologik
 Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung
kemih, dan adanya obstruksi (batu).
 Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
 Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
 Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
 Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
 Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan
pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif).
 Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
 Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
 Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
 CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor).
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur
ginjal, luasnya lesi invasif ginjal.
6. Algoritma pengobatan
7. Terapi Non-Farmakologi dan Farmakologi
a) Terapi Non-Farmakologi
 Mengurangi makanan yang mengandung garam.
 Banyak minum air putih.
 Diet sodium (Na)
 Hemodialisis 3xper minggu
 Diet makanan
 Berolahraga yang cukup
b) Terapi Farmakologi
 Catopril
 Furosemid
 Glikuidon
 Enalaprin
 Parenteral nutrition martose
PERTEMUAN KE-9 : PENYESUAIAN DOSIS PADA GANGGUAN GINJAL
(DOSIS MUATAN DAN DOSIS PEMELIHARAAN).

GANGGUAN GINJAL
DEFENISI
Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiliki peran
vital dalam mempertahankan homeotastis, maka gagal ginjal menyebabkan efek
sistemik multipel. Dengan demikian, gagal ginjal harus diobati secara agresif.
Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut. Gagal ginjal
akut biasanya reversibel. Gagal ginjal yang berkaitan dengan menurunnya fungsi
ginjal secara progresif ireversibel disebut gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik
biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada
situasi tertentu dapat muncul secara mendadak. Gagal ginjal kronik akhirnya
menyebabkan dialysis ginjal, transplantasi, atau kematian.
Terdapat dua macam istilah umum gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut, terjadinya penurunan fungsi ginjal secara
tiba–tiba yang dapat disebabkan oleh kerusakan, sirkulasi yang buruk atau
penyakit ginjal lainnya.

Sebagian besar obat yang larut air dieksresikan dalam jumlah tertentu dalam
bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat–obattersebut, terutama yang memiliki kisar
terapetik sempit (narrow therapeutic window drugs) butuh penyesuaian yang hati–
hatiapabila diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal menurun. Akumulasi
kadar obat dalam plasma dapat terjadi dan level toksik minimum dapat terlewati
apabila dosis tidak dihitung berdasarkan fungsi ginjal pasien. Sebagian besar obat
juga memiliki efek merusak ginjal (nefrotoksik) sehingga dosisnyajuga harus
disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal.
Strategi penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam
terapi obat individu dan dapat mencegah penurunan kualitas hidup pasien lebih
lanjut. Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah
dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi
keduanya.
Penelusuran literatur menunjukkan bahwa penelitian mengenai penyesuaian
dosis pasien gagal ginjal telah dilakukan di beberapa Rumah Sakit di Indonesia.
Salah satunya penelitian yang dilakukan di Ilmu Penyakit Dalam Perjan RS Hasan
Sadikin Bandung periode Februari–April 2005 dimana terdapat 50,39% dosis
berlebih yang diterima pasien gagal ginjal (Mulyani, 2005). Penelitian terkait juga
telah dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada periode September-
November 2007 yang hasilnya menunjukkan 16,1% dosis antibiotik tidak
disesuaikan pada pasien gagal ginjal (Yulianti, Hakim & Putranti, 2007).

PRINSIP PENYESUAIAN DOSIS PADA GANGGUAN FUNGSI GINJAL

Batas fungsi ginjal yang mengharuskan dosis suatu obat di kurangi bergantung pada
apakah obat tersebut di eliminasi seluruhnya lewat ginjal atau sebagian di
metabolisme dan seberapa besar toksisitasnya. Pada sebagian besar obat yang efek
sampingnya tidak berhubung atau sedukit hubungannya dengan dosis modifikasi
regimen dosis secara tepat tidak di perlukan dan cukup di lakukan perencanaan
pengurangan dosis secara sederhana.

Pada obat yang lebih toksik dengan batas keamanan yang sempit, sebaiknya di
gunakan regimen dosis yang di dasarkan atas atas laju filtrasi glomerulus. Pada obat
yang efikasi dan toksisitasnya berkaitan erat dengan kadar plasma, anjuran regimen
hanya dapat dijadikan sebagai pedoman pengobatan awal dan pengobatan selanjutnya
harus di sesuaikan dengan respon klinis dan kadar plasma.

Dosis pemeliharaan total per hari suatu obat dapat di kurangi baik dengan cara
mengurangi dosos tiap kali pemberian atau dengan memperpanjang interval
pemberian obat, jika dosis pemeliharaan di kurangi perlu di berikan dosis muatan jika
di butuhkan efek segera. Hal ini di sebabkan apabila pasien di berikan obat apapun
dengan dosis lazim di perlukan waktu lebih dari lima kali waktu paruh untuk
mencapai kadar plasma steady state karena waktu paruh obat yang di ekskresikan
melalui ginjal menjadi lebih lama pada keadaan gagal ginjal maka di perlukan
beberapa hari agar dosisi yang telah di kurangi dapat mencapai kadar plasma
terapetik. Dosis muatan ini biasanya sama besarnya dengan dosis awal untuk pasien
yang fungsi ginjalnya normal.
PERTEMUAN KE-10 : KONSEP TEORITIS SECARA UMUM DAN KHUSUS
TENTANG VAKSIN

VAKSIN

Defenisi

Vaksin adalah bahan yang di masukkan ke dalam tubuh lewat suntikan seperti vaksin
campak, DPT, BCG dan lewat mulut seperti vaksin polio yang berguna untuk
merangsang zat antibodi. Vaksin di defenisikan sebagai suatu agen yang berwujud
mikroorganisme

Anda mungkin juga menyukai