1. Defenisi
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi
produk produk metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa
berakibat azotemia (uremia) yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah
dan oliguria dimana saluran urine kurang dari 400 ml/24 jam.
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa
oliguari sehingga mengakibatkan menghilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tubuh.
2. Epidemologi
Gagal ginjal akut (GGA) dapat terjadi pada siapa saja tanpa
memandang jenis kelamin, umur, ataupun ras. Menurut penelitian Bates Dkk
(2000), Boston, Amerika Serikat, GGA paling banyak di derita oleh laki-laki
(71,7%), sedangkan perempuan sebesar (28,3%). Berdasarkan ras jumlah
penderita yang berkulit putih adalah sebesar 82,5% dan rata-rata terjadi pada
penderita usia 45 tahun.
3. Etiologi
Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal jantung akut yaitu
sebagai berikut :
4. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut (GGA) yaitu
sebagai berikut :
a) Penderita sangat menderita dan alergi di sertai mual, muntah, diare, pucat, dan
hipertensi.
b) Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c) Pembengkakkan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, pembengkakkan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d) Berkurangnya rasa terutama di tangan dan kaki.
e) Tremor tangan.
f) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), kadang-kadang dapat di jumpai
adanya pneumonia uremik.
Diagnosis gagal ginjalakut (GGA) dapat di tentukan oleh keluaran urine dan
atau kreatinin darah. Dan juga dapat di lakukan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan laboratorium yang dapat di lakukan berupa sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi yang di lakukan untuk gagal ginjal akut berupa
pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, biomarker, dan sediaan apus darah
tepi. Fungsi ginjal kreatinin merupakan pemeriksaan yang harus di periksa
sebagai bagian dari criteria diagnosis gagal ginjal akut. Pada sediaan apus
darah tepi dapat di temukan Schistocytes atau formasi Rouleaux.
b. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dapat di lakukan untuk diagnosis gagal ginjal akut
seperti :
1) Level komplemen
2) ANA (Antinuclear antibody)
3) ASO (Antistreptolysin)
4) ANCA (Antineutrophil cytoplasmic antibody)
5) Anti-GBM (Anti-glomerulas basement membrane)
c. Urinalis
Pada urinalis hal hal berikut perlu di perhatikan :
Keluaran urin (Urine output)
Fraksi ekskresi dari natrium dan urea (FENa / fractional excretion of
sodium and urea)
Albuminuria dan proteinuria
Hematuria
Sedimen urin
d. Pencitraan
Pencitraan yang dapat di lakukan untuk gagal ginjal akut berupa
ultrasonografi abdomen, CT-scan, atau MRI, serta angiografi aortorenal.
Ultrasonografi berguna untuk melihat adanya gangguan ginjal seperti ukuran
yang mengecil, obstruksi saluran kemih, dan hidronefrosis. Ultrasonografi
juga bermanfaat untuk menilai liver dan abdomen pasien.
e. Biopsi
Biopsi dapat di lakukan pada kecurigaan gagal ginjal renal.
6. Algoritma Pengobatan
7. Terapi Non-Farmakologi dan Farmakologi
2. Epidemologi
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi
sistem tubuh yaitu :
Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan
darisaluran gastrointestinal.
Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklonik) atau kedutan otot.
GANGGUAN GINJAL
DEFENISI
Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiliki peran
vital dalam mempertahankan homeotastis, maka gagal ginjal menyebabkan efek
sistemik multipel. Dengan demikian, gagal ginjal harus diobati secara agresif.
Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut. Gagal ginjal
akut biasanya reversibel. Gagal ginjal yang berkaitan dengan menurunnya fungsi
ginjal secara progresif ireversibel disebut gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik
biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada
situasi tertentu dapat muncul secara mendadak. Gagal ginjal kronik akhirnya
menyebabkan dialysis ginjal, transplantasi, atau kematian.
Terdapat dua macam istilah umum gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut, terjadinya penurunan fungsi ginjal secara
tiba–tiba yang dapat disebabkan oleh kerusakan, sirkulasi yang buruk atau
penyakit ginjal lainnya.
Sebagian besar obat yang larut air dieksresikan dalam jumlah tertentu dalam
bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat–obattersebut, terutama yang memiliki kisar
terapetik sempit (narrow therapeutic window drugs) butuh penyesuaian yang hati–
hatiapabila diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal menurun. Akumulasi
kadar obat dalam plasma dapat terjadi dan level toksik minimum dapat terlewati
apabila dosis tidak dihitung berdasarkan fungsi ginjal pasien. Sebagian besar obat
juga memiliki efek merusak ginjal (nefrotoksik) sehingga dosisnyajuga harus
disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal.
Strategi penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam
terapi obat individu dan dapat mencegah penurunan kualitas hidup pasien lebih
lanjut. Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah
dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi
keduanya.
Penelusuran literatur menunjukkan bahwa penelitian mengenai penyesuaian
dosis pasien gagal ginjal telah dilakukan di beberapa Rumah Sakit di Indonesia.
Salah satunya penelitian yang dilakukan di Ilmu Penyakit Dalam Perjan RS Hasan
Sadikin Bandung periode Februari–April 2005 dimana terdapat 50,39% dosis
berlebih yang diterima pasien gagal ginjal (Mulyani, 2005). Penelitian terkait juga
telah dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada periode September-
November 2007 yang hasilnya menunjukkan 16,1% dosis antibiotik tidak
disesuaikan pada pasien gagal ginjal (Yulianti, Hakim & Putranti, 2007).
Batas fungsi ginjal yang mengharuskan dosis suatu obat di kurangi bergantung pada
apakah obat tersebut di eliminasi seluruhnya lewat ginjal atau sebagian di
metabolisme dan seberapa besar toksisitasnya. Pada sebagian besar obat yang efek
sampingnya tidak berhubung atau sedukit hubungannya dengan dosis modifikasi
regimen dosis secara tepat tidak di perlukan dan cukup di lakukan perencanaan
pengurangan dosis secara sederhana.
Pada obat yang lebih toksik dengan batas keamanan yang sempit, sebaiknya di
gunakan regimen dosis yang di dasarkan atas atas laju filtrasi glomerulus. Pada obat
yang efikasi dan toksisitasnya berkaitan erat dengan kadar plasma, anjuran regimen
hanya dapat dijadikan sebagai pedoman pengobatan awal dan pengobatan selanjutnya
harus di sesuaikan dengan respon klinis dan kadar plasma.
Dosis pemeliharaan total per hari suatu obat dapat di kurangi baik dengan cara
mengurangi dosos tiap kali pemberian atau dengan memperpanjang interval
pemberian obat, jika dosis pemeliharaan di kurangi perlu di berikan dosis muatan jika
di butuhkan efek segera. Hal ini di sebabkan apabila pasien di berikan obat apapun
dengan dosis lazim di perlukan waktu lebih dari lima kali waktu paruh untuk
mencapai kadar plasma steady state karena waktu paruh obat yang di ekskresikan
melalui ginjal menjadi lebih lama pada keadaan gagal ginjal maka di perlukan
beberapa hari agar dosisi yang telah di kurangi dapat mencapai kadar plasma
terapetik. Dosis muatan ini biasanya sama besarnya dengan dosis awal untuk pasien
yang fungsi ginjalnya normal.
PERTEMUAN KE-10 : KONSEP TEORITIS SECARA UMUM DAN KHUSUS
TENTANG VAKSIN
VAKSIN
Defenisi
Vaksin adalah bahan yang di masukkan ke dalam tubuh lewat suntikan seperti vaksin
campak, DPT, BCG dan lewat mulut seperti vaksin polio yang berguna untuk
merangsang zat antibodi. Vaksin di defenisikan sebagai suatu agen yang berwujud
mikroorganisme