Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
negara-negara maju. Gangguan jiwa dapat menimbulkan ketidakmampuan individu
dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu
kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak
produktif (Hawari, 2000).
Menurut data WHO pada tahun 2012 angka penderitagangguan jiwa
mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang yangmenderita gangguan mental.
Orang yang mengalami gangguan jiwasepertiganya tinggal di negara berkembang,
sebanyak 8 dari 10 penderitagangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan.
(Kemenkes RI, 2012).
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukupbanyak
diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/ skizofrenia diIndonesia
pada tahun 2013 adalah 1.728 orang. Adapun proposi rumah tangga yangpernah
memasung gangguan jiwa berat sebesar 1.655 rumah tangga, 14,3% terbanyak tinggal di
pedasaan, sedangkan yang tinggal diperkotaan sebanyak10,7%. Selain itu prevalensi
gangguan mental emosional pada penduduk umur lebihdari 15 tahun di Indonesia secara
nasional adalah 6.0% (37.728 orang dari subjek yang dianalisis) (Riset Kesehatan Dasar,
2013).
Pada umumnya gambaran utama individu yang mengalamiperilaku kekerasan
yaitu individu kurang mengerti akan arti dan tujuanhidup, serta gagal menerima
tanggung jawab untuk dirinya sendiri. Ia akantergantung pada orang lain dan gagal
mengembangkan kemampuansendiri. Selain itu ia juga banyak menuntut diri sendiri
karena ideal diriyang ditetapkan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dicapai.
Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan dampak
positif dalam upaya dalam pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan
kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok terapeutik, modalitas,
merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif terhadap perubahan perilaku
pasien atau klien, dan meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku maldaptif
(Keliat, 2011).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) penyaluran energi merupakan teknik untuk
menyalurkan energi secara kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola
penyaluran energi seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif
dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun lingkungan. TAK
penyaluran energi bertujuan menyalurkan energi destruktif ke konstrukstif sehingga
pasien dengan risiko perilaku kekerasan memiliki koping yang adaptif dalam
menyalurkan kemarahan; mengekspresikan perasaan: mendorong agar pasien
mengungkapkan apa yang dirasakannya agar mengurangi beban yang menciptakan
kondisi jiwa yang stress/depresif; serta peningkatkan hubungan interpersonal
(Purwaningsih, 2010).
Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi di Ruangan Wijaya Kusuma
Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma pada tanggal 23 Februari 2019, didapatkan hasil yaitu
jumlah pasien di Ruang Wijaya Kusuma sebanyak 4 orang. Dari 4 pasien tersebut, pasien
yang mengalami masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan sebanyak 3 orang dan 1
orang mengalami waham. Jadi, kami bermaksud untuk mengadakan terapi aktivitas
kelompok penyaluran energi pada pasien dengan masalah keperawatan risiko perilaku
kekerasanyang bertujuan untuk mencegah resiko menciderai diri sendiri,orang lain dan
lingkungan dan munculnya gangguan jiwa yang lainnya, sertameningkatkan
kesejahteraan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

B. Tujuan
1. Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi
dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi.
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan
antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap
stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif
dan afektif.
2. Khusus
a. Meningkatkan identitas diri.
b. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
2
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
d. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial,
kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang
masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Aktivitas Kelompok


1. Definisi
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama(Stuart & Laraia,
2005).
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih
(Yosep, 2007).

2. Manfaat
a. Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi.
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
b. Khusus
1) Meningkatkan identitas diri.
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
4) Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan
tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

4
3. Tahapan dalam TAK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok
(Stuart & Laraia, 2005).
a. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,
kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr.
Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang idealdengan
cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum
10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah
punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu
berat (Yosep, 2007).
b. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2005) membagi fase ini
menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965)
dalam Stuart dan Laraia (2005) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,
storming, dan norming.
1) Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
2) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang
tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
3) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan
lebih intim satu sama lain (Keliat, 2005).
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis (Keliat, 2005). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
5
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007).

d. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi
dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2005).

4. Aktivitas TAK Perilaku Kekerasan


Aktivitas mengontrol kemarahan untuk menghindari atau mencegah timbulnya
perilaku kekerasan. Aktivitas dibagi dalam 3 sesi, yaitu :
a. Sesi pertama: Mengenal Perilaku Kekerasan
Tujuan:
1) Pasien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
2) Pasien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala
marah).
3) Pasien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan)
4) Pasien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
Langkah kegiatan :
1) Persiapan
a) Memilih pasien sesuai dengan kriteria yaitu pasien dengan masalah
keperawatan perilaku kekerasan
b) Membuat kontrak dengan pasien
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada pasien.
(2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
(3) Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama).
b) Evaluasi/ validasi
Menanyakan perasaan pasien saat ini.
c) Kontrak
6
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
mengenal perilaku kekerasan.
(2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
(a) Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
(b) Lama kegiatan 1 jam
(c) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3) Tahap kerja
a) Mendiskusikan penyebab marah
b) Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan pasien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi
c) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan pasien (verbal,
merusak lingkungan, menvederai/memukul orang lain, dan memukul diri
sendiri).
d) Membantu pasien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan.
e) Melakukan bermain peran/simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis yang sebagai sumber penyebab dan pasien yang
melakukan perilaku kekerasan)
f) Menanyakan perasaan pasien setelah selesai bermain peran / simulasi.
g) Mendiskusikan dampak/ akibat perilaku kekerasan
h) Memberikan reinforcement pada peran serta pasien
i) Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua pasien terlibat
j) Beri kesimpulan penyebab tanda dan gejala, perilaku kekerasan, dan akibat
perilaku kekerasan
k) Menanyakan kesediaan pasie untuk mempelajari cara baru yang sehat untuk
menghadapi kemarahan
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
(2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut

7
Terapis meminta pasien untuk menceritakan penyebab PK, tanda dan gejala
PK, bentuk PK yang dilakukan dan akibat yang ditimbulkan dari PK.

b. Sesi kedua: Mengontrol Perilaku Kekerasan dengan Latihan Fisik


Tujuan:
1) Pasien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang bisa dilakukan.
2) Pasien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan.
3) Pasien dapat memperagakan cara mengontrol latihan nafas dalam.
Langkah kegiatan :
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 1
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada pasien.
(2) Pasien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
(1) Terapis menanyakan perasaan pasien saat ini.
(2) Terapis menanyakan penyebab PK, tanda dan gejala PK, bentuk PK
yang dilakukan dan akibat yang ditimbulkan dari PK.
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan nafas dalam.
(2) Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1)
3) Tahap kerja
(1) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh pasien (tanyakan
kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa dilakukan pasien)
(2) Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan
kemarahan secara sehat : napas dalam, menjemur/memukul kasur/bantal,
menyikat kamar mandi, main bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan
memukul gendang.
(a) Meredakan marah dengan napas dalam:

8
pertama, duduk tegak, boleh juga berbaring. kedua, Tarik napas melalui
hidung dengan mulut tertutup, tahan sambil menghitung dalam hati 1, 2,
3. Kemudian hembuskan napas melalui mulut sambil menghitung dari 1-
10. Ulangi langkah tersebut sebanyak 5x.
(b) Meredakan marah dengan bantal :
Saat ada tanda-tanda marah yang dirasakan lakukan pukul bantal
berulang-ulang hingga marah mereda.
(3) Membantu pasien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan
(4) Bersama pasien mempraktikkan dua kegiatan yang dipilih (terapis
mendemonstrasikan dan pasien mendemonstrasikan ulang)
(5) Menanyakan perasaan pasien setelah mempraktikkan cara penyaluran
kemarahan.
(6) Berikan pujian setiap pasien pada peran serta pasien.
(7) Upayakan semua pasien berperan aktif.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
(2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
(1) Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari jika kemarahan/PK muncul.
(2) Memasukkan kegiatan latihan nafas dan pukul bantal dalam kejadwal
kegiatan harian pasien.

c. Sesi ketiga : mencegah perilaku kekerasan dengan verbal asertif


Tujuan :
1) Pasien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa
2) Pasien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan
Langkah kegiatan :
1) Persiapan
c) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi 2
d) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
9
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada pasien
(2) Pasien dan terapis pakai papan nama

b) Evaluasi/Validasi
(1) Menanyakan perasaan pasien saat ini
(2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah,
serta perilaku kekerasan
(3) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
sudah dilakukan
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu cara social untuk mencegah perilaku
kekerasan
(2) Menjelaskan aturan main masih sama seperti sesi sebelumnya
3) Tahap kerja
a) Mendiskusikan dengan pasien cara bicara jka ingin meminta sesuatu dari
orang lain
b) Menuliskan cara-cara yang disampaikan pasien
c) Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksa yaitu, “ saya
perlu/ingin/minta….., yang akan saya gunakan untuk…”
d) Memilih dua orang pasien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara
pada poin c.
e) Ulangi d sampai semua pasien mencoba.
f) Memberikan Pujian pada peran serta pasien.
g) Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit
hati pada orang lain, yaitu, “saya tidak dapat melakukan….” atau “ saya
kesal dikatakan seperti….”
h) Memilih dua orang pasien mendemonstrasikan ulang cara pada poin d.
i) Ulangi sampai semua pasien mencoba
j) Memberikan pujian pada peran serta pasien.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelahmemperagakan kegiatan.
10
(2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dipelajari.
(3) Terapis memberikan pujian atas jawaban yang benar.

b) Tindak lanjut
(1) Menganjurkan pasien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi social
yang asertif (cara verbal), jika stimulus penyebab perilaku kekerasan
terjadi
(2) Menganjurkan pasien untuk melatih kegiatan fisik interaksi social yang
asertif (cara verbal) secara teratur
(3) Memasukkan interaksi social asertif (cara verbal) pada jadwal kegiatan
d. Sesi keempat : Mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual
Tujuan :
Pasien dapat melakukan mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual
Langkah kegiatan :
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi sebelumnya.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada pasien
(2) Pasien dan terapis pakai papan nama
b) Evaluasi/Validasi
(1) Menanyakan perasaan pasien saat ini
(2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan
(3) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif untuk
mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu cara social untuk mencegah perilaku
kekerasan
(2) Menjelaskan aturan main masih sama seperti sesi sebelumnya
3) Tahap kerja
11
a) Menanyakan agama dan kepercayaan masing-masing pasien.
b) Mendiskusikan kegiatan Ibadah yang biasa dilakukan masing-masing
pasien
c) Menuliskan kegiatan ibadah masing-masing
d) Minta pasien untuk memilih salah satu kegiatan ibadah untuk meredakan
marah
e) Meminta pasien mendemonstrasikan kegiatan ibadah untuk meredakan
kemarahan yang dipilih.
f) Memberikan Pujian pada peran serta pasien.
4) Tahap terminasi
c) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelahmemperagakan kegiatan.
(2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dipelajari.
(3) Terapis memberikan pujian atas jawaban yang benar.
d) Tindak lanjut
(1) Menganjurkan pasien menggunakan kegiatan fisik, interaksi social
yang asertif (cara verbal), dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab
perilaku kekerasan terjadi
(2) Menganjurkan pasien untuk melatih kegiatan fisik, interaksi social
yang asertif (cara verbal), dan kegiatan ibadah secara teratur
(3) Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian pasien.

e. Sesi kelima : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh menkonsumsi obat


Tujuan :
1) Pasien daoat menyembutkan keuntungan patuh minum obat
2) pasien dapat menyebutkan akibat /kerugian tidak patuh minum obat
3) pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat
Langkah kegiatan :
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi sebelumnya.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
12
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada pasien
(2) Pasien dan terapis pakai papan nama

b) Evaluasi/Validasi
(1) Menanyakan perasaan pasien saat ini
(2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan
(3) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif untuk
mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan
c) Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu cara social untuk mencegah perilaku
kekerasan
(2) Menjelaskan aturan main masih sama seperti sesi sebelumnya
3) Tahap kerja
a) Mendiskusikan macam obat yang diminum pasien : nama dan warna
(upayakan tiap pasien menyampaikan)
b) Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan pasien
c) Dituliskan di papan tulis hasil a dan b
d) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis
obat
e) Meminta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat secara
bergantian
f) Memberikan Pujian pada peran serta pasien.
g) Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat
h) Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat
i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
perilaku kekerasan/kambuh.
j) Menjelaskan akibat/kerugian jika tidak patuh minum obat yaitu kejadian
perilaku kekerasan/kambuh
k) Minta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat.
13
l) Memberikan pujian setiap kali pasien dapat menjawab dengan benar.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelahmengikuti kegiatan TAK.
(2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dipelajari.
(3) Terapis memberikan pujian atas jawaban yang benar.
b) Tindak lanjut
(1) Menganjurkan pasien menggunakan kegiatan fisik, interaksi social
yang asertif (cara verbal), kegiatan ibadah, dan patuh minum obat jika
stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi
(2) Menganjurkan memasukkan minum obat pada jadwal kegiatan harian
pasien.
c) Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan.

B. Konsep Teori Resiko Perilaku Kekerasan


1. Definisi Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2007), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
dir isendiri, maupun orang lain.

2. Faktor Predisposisi Dan Faktor Presipitasi


a. Faktor Predisposisi
1) Psikologi
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkanya itu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan dapat menyebab kangangguan jiwa pada usia dewasa atau
remaja
2) Bioneurologis

14
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
3) Perilaku
Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadposi perilaku kekerasan.
4) Social Budaya. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan
control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permissive)
b. Faktor Presipitasi
1) Bersumber dari klien, yaitu kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
percaya diri kurang
2) Bersumber dari lingkungan, yaitu kritikan yang mengarah penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, kekerasan.
3) Interaksi dengan orang lain, yaitu provokatif, konflik

3. Rentang Respon Perilaku Kekerasan


a. Asertif
Apabila kemarahan dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
c. Pasif
Perilaku yang merasa tidak mampu mengungkapkan perasaannya sehingga
kemarahan tersebut hanya dipendam.
d. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberikan kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
e. Amuk atau Kekerasan
Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
member kata-kata ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai atau merusak secara serius.

15
4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Gejala - gejala atau perubahan - perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan
marah diantaranya adalah:
a. Perubahan fisiologik
1) Tekanan darah meningkat
2) Denyut nadi dan pernafasan meningkat
3) Pupil dilatasi
4) Tonus otot meningkat
5) Mual
6) Frekuensi buang air besar meningkat
7) Kadang-kadang konstipasi
8) Reflex tendon tinggi
b. Perubahan emosional
1) Mudah tersinggung
2) Tidak sabar, dan frustasi
3) Ekspresi wajah nampak tegang bila mengamuk kehilangan control diri.
c. Perubahan perilaku
1) Agresif pasif
2) Menarik diri
3) Bermusuhan
4) Sinis dan curiga
5) Mengamuk
6) Nada suara keras
7) Kasar

5. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain.
16
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalny seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahaya kan masuk ke alam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada temannya yang tidak
disukainya.
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya.
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya. Misalnya, seorang pria yang meluapkan emosinya
dengan rekan kerjanya.

17
BAB 3
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI: RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Pokok Bahasan : Terapi Aktivitas Kelompok


Sub Pokok Bahasan : Stimulasi Persepsi: Risiko Perilaku Kekerasan
Sasaran : 7 orang pasien yang dengan masalah keperawatan risiko
perilaku kekerasan.
Hari/tanggal : Rabu, 13 Maret 2019
Waktu : 11.00 s/d 12.00 WIB

A. Tujuan
1. Pasien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
2. Pasien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku kekerasan)
3. Pasien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
4. Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi perilaku
kekerasan.
5. Pasien dapat memahami cara mengontrol perilaku kekerasan.
6. Pasien dapat memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan yaitu dengan cara
fisik I: nafas dalam dan cara fisik II: pukul kasur pukul bantal.
7. Pasien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa
8. Pasien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan
9. Pasien dapat melakukan mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual

18
B. Setting Tempat

: Leader

: Fasilitator

: Pasien

: Observer

: Co-Leader

Tempat yang akan digunakan adalah Ruangan Wijaya Kusuma Rumah Sakit Jiwa
Mutiara Sukma. Pasien akan duduk melingkar di lantai beralaskan karpet.
C. Alat
1. Sound sistem/ speaker
2. Papan nama
3. Bantal
4. Alat tulis
5. Kertas Manila
6. Botol plastic/ Bola
D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Demonstrasi
4. Permainan
E. Strategi
1. Uraian tugas perawat
Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap Sesi yang
telah disepakati. Sebagai berikut:
Sesi pertama
a. Leader : Uci Diyah Agustina, S.Kep
19
b. Co-Leader : Muhammmad Rasyidatul. A, S.Kep

c. Fasiliator : Siti Suaibah, S.Kep


Retno Hamni. S, S.Kep
Ika Asni Susanti, S.Kep
Satriawan, S.Kep
L. Ardian Sulofani, S.Kep
d. Observer : Rina Gustafa,S.Kep

Sesi kedua
a. Leader : Retno Hamni. S, S.Kep

b. Co-Leader : Siti Suaibah, S.Kep


c. Vasiliator : Muhammmad Rasyidatul. A, S.Kep
Rina Gustafa,S.Kep
Ika Asni Susanti, S.Kep
Satriawan, S.Kep
L. Ardian Sulofani, S.Kep
d. Observer : Uci Diyah Agustina, S.Kep

Sesi ketiga
a. Leader : Rina Gustafa,S.Kep

b. Co-Leader : Ika Asni Susanti, S.Kep


c. Vasiliator : Muhammmad Rasyidatul. A, S.Kep
Satriawan, S.Kep
L. Ardian Sulofani, S.Kep
Uci Diyah Agustina, S.Kep
Siti Suaibah, S.Kep
d. Observer : Retno Hamni. S, S.Kep

20
Sesi keempat
a. Leader : Satriawan, S.Kep

b. Co-Leader : L. Ardian Sulofani, S.Kep


c. Vasiliator : Retno Hamni. S, S.Kep
Ika Asni Susanti, S.Kep
Uci Diyah Agustina, S.Kep
Siti Suaibah, S.Kep
Rina Gustafa,S.Kep
d. Observer : Muhammmad Rasyidatul. A, S.Kep

Uraian tugas:
a. Leader
1) Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktivitas kelompok sebelum
kegiatan dimulai
2) Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan memperkenalkan
dirinya.
3) Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan tertib
4) Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
5) Menjelaskan permainan
b. Co-leader
1) Membuka acara
2) Mendampingi leader
3) Mengambi alih posisi leader jika leader blocking
4) Menyerahkan kembali posisi kepada leader
5) Menutup acara diskusi
c. Fasilitator
Bertugas menjaga kelompok tetap fokus dan mendampingi pasien.
d. Observer
1) Mengobservasi jalannya kegiatan
2) Mencatat prilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan berlangsung.
3) Mengobservasi respon klien
4) Mencatat semua proses yang terjadi dan melaporkannya
21
2. Proses seleksi
Kriteria pasien yang mengikuti TAK:
a. Pasien dengan masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan yang sudah mulai
mampu bekerja sama dengan perawat.
b. Pasien dengan masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan yang dapat
berkomunikasi dengan perawat.

3. Program antisipasi masalah


a. Jika ada peserta yang hendak keluar dari kelompok maka harus izin terlebih dahulu
kepada terapis, kemudian terapis menanyakan siapa namanya dan alasannya
mengapa keluar dari ruangan, kemudian terapis akan bertanya kepada anggota
kelompok lain boleh / tidak peserta tersebut keluar dari ruangan.
b. Apabila ada anggota kelompok lain di luar yang ingin mengikuti TAK maka leader
akan meminta persetujuan dari semua anggota kelompok boleh/tidak klien tersebut
masuk ke dalam anggota kelompoknya.
c. Jika diperbolehkan maka leader akan menjelaskan tujuan terapi dan peraturan yang
harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok.

F. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak kepada pasien.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
b. Salam dari terapis kepada pasien.
c. Pasien dan terapis memakai papan nama.
3. Evaluasi/validasi
a. Leader menanyakan perasaan pasien saat ini.
4. Kontrak
a. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan seperti penyebab,
tanda gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan, dan akibat perilaku kekerasan,
22
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan nafas dalam dan pukul kasur
pukul bantal,mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal asertif dan spiritual dan
untuk mengontrol kemarahan/perilaku kekerasan.
a. Menjelaskan aturan main sesuai sesi
5. Tahap kerja
a. Leader meminta pasien untuk mengenalkan identitas dirinya masing-masing yaitu
dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan yang disenangi, alamat, dan
hobi. Kemudian leader mediskusikan dan meminta beberapa pasien menceritakan
penyebab perilaku kekerasan dan tindakan untuk mengontrol perilaku kekerasan
b. Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita
c. Leader menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan yaitu dengan nafas dalam
dan pukul kasur pukul bantal saat merasa marah.
d. Leader memperagakan cara melakukan nafas dalam dan pukul kasur pukul bantal.
Teknik nafas dalam: “Tarik nafas yang dalam melalui hidung hingga dada
mengembang, kemudian tahan 2-3 detik, lalu hembuskan dari mulut.” Cara pukul
bantal: “Ketika sedang marah, jika ada perasaan ingin memukul maka segera cari
kasur atau bantal, lalu pukul kasur dan bantal tersebut”
e. Leader meminta masing-masing peserta untuk bersama-sama memperagakan nafas
dalam dan pukul bantal.
f. Lagu diputar dan botol kosong dioper satu per satu oleh peserta satu ke peserta
yang lain. Leader meminta pasien yang memegang botol ketika lagu dihentikan
untuk memperagakan cara nafas dalam atau pukul bantal.
g. Leader memberikan pujian dan mengajak semua peserta bertepuk tangan saat
setiap peserta selesai memperagakan teknik nafas dalam dan pukul bantal.
h. Mendiskusikan dengan pasien cara bicara jka ingin meminta sesuatu dari orang lain
i. Menuliskan cara-cara yang disampaikan pasien
j. Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksa yaitu, “ saya
perlu/ingin/minta….., yang akan saya gunakan untuk…”
k. Memilih dua orang pasien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada poin
c.
l. Menanyakan agama dan kepercayaan masing-masing pasien.
m. Mendiskusikan kegiatan Ibadah yang biasa dilakukan masing-masing pasien
n. Menuliskan kegiatan ibadah masing-masing
23
o. Minta pasien untuk memilih salah satu kegiatan ibadah untuk meredakan marah
p. Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita

6. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Leader menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2) Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1) Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika
halusinasi muncul.
2) Memasukkan kegiatan nafas dalam dan pukul kasur pukul bantal dalam jadwal
kegiatan harian pasien.

G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Proposal TAK sudah dipersiapkan satu hari sebelum dilaksanakannya kegiatan.
b. Alat dan tempat telah dipersiapkan.
c. Perencanaan penentuan terapi aktifitas kelompok sesuai dan tepat.
d. Struktur organisasi atau pembagian tugas telah dibentuk.
e. Terapis dan pasien siap melaksanakan dan mengikuti TAK.
2. Evaluasi Proses
a. Alat dan tempat bisa digunakan sesuai rencana.
b. Peserta mau atau bersedia untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan.
3. Evaluasi Hasil
1. 100% terapis dapat menggali pengalaman pasien yang mengalami perilaku
kekerasan.
2. 98% pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
3. 98% pasien dapat mendemonstrasikan teknik nafas dalam untuk mengontrol
perilaku kekerasan.
4. 98% pasien dapat mendemonstrasikan cara pukul kasur/bantal untuk mengontrol
perilaku kekerasan.
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
24
Risiko perilaku kekerasan, yaitu mampu melakukan cara untuk mengontrol perilaku
kekerasan dengan nafas dalam dan pukul kasur pukul bantal. Formulir evaluasi terlampir.

25
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Jiwa. Terapi Aktivitas Kelompok Ed. 2.
Jakarta. EGC
Stuart, G. W. dan Laraia, M. T., 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
7th edition. St. Louis: Mosby Year Book.
Purwaningsih Wahyu dan Karlina Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika Press : Jogjakarta.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

26
Lampiran Formulir Evaluasi
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Risiko Perilaku Kekerasan

Petunjuk :
1) Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2) Untuk setiap klien beri penilaian atas kemampuannya, beri tanda √ jika klien mampu dan
tanda X jika klien tidsak mampu.

Sesi I: Mengenal Perilaku Kekerasan

NO Aspek yang dinilai Nama klien


1 Menyebutkan stimulasi
penyebab kemarahannya
2 Menyebutkan respon yang
dirasakan saat marah (tanda
dan gejala marah).
3 Menyebutkan akibat perilaku
kekerasan

Sesi II: Mengontrol Perilaku Kekerasan dengan Latihan Fisik

NO Aspek yang dinilai Nama klien


1 Menyebutkan kegiatan fisik
yang bisa dilakukan
2 Menyebutkan kegiatan fisik
yang dapat mencegah perilaku
kekerasan
3 Memperagakan cara
mengontrol latihan nafas dalam

27
Sesi III: Mencegah perilaku kekerasan dengan verbal asertif

NO Aspek yang dinilai Nama klien


1 Mengungkapkan keinginan
dan permintaan tanpa memaksa
2 Mengungkapkan penolakan dan
rasa sakit hati tanpa kemarahan

Sesi IV : Mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual

NO Aspek yang dinilai Nama klien


1 Menyebutkan kegiatan Ibadah
yang biasa dilakukan
2 Menuliskan kegiatan ibadah
3 Mampu memilih salah satu
kegiatan ibadah untuk
meredakan marah
4 Mendemonstrasikan kegiatan
ibadah untuk meredakan
kemarahan yang dipilih

Sesi V : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh menkonsumsi obat

NO Aspek yang dinilai Nama klien


1 Menyebutkan keuntungan
patuh minum obat
2 Menyebutkan akibat /kerugian
tidak patuh minum obat
3 Menyebutkan lima benar cara
minum obat

28

Anda mungkin juga menyukai