Anda di halaman 1dari 5

Penyakit PES

Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang

menyerang hewan rodensia tetapi dapat menular ke manusia melalui gigitan

pinjal. Penyakit pes disebabkan oleh enterobakteria yang bernama Yersinia pestis.

Bakteri ini disebarkan oleh sejenis hewan pengerat dan dalam banyak

permukiman di berbagai negara di seluruh dunia. Tikus merupakan jenis hewan

pengerat yang cukup akrab ditemui sebagai penyebab penyakit pes (Sukendra,

2015).

Tikus terinfeksi Y. Pestis melalui gigitan pinjal. Y. Pestis menggunakan

tubuh pinjal sebagai hospes. World Health Organization (WHO) melaporkan telah

terjadi 119 kasus pes (31 Agustus 2014 – 16 November 2014) di Madagaskar

terjadi KLB pes dan 40 orang meninggal. Dua kasus yang ditemukan di sebuah

rumah sakit di Antananarivo berpotensi menularkan pes pada populasi yang padat

penduduk, sanitasi buruk, pembuangan sampah yang tidak baik, kelemahan sistem

kesehatan. Di kota Antananarivo belum memiliki aturan yang ketat untuk para

turis lokal/internasional yang datang dan pergi dari kota ini, sehingga dikuatirkan

akan menyebar ke berbagai wilayah dan mengakibatkan pandemi (Sukendra,

2015).

Bila di suatu daerah akan terjadi wabah pes, biasanya didahului oleh

wabah pada binatang (epizootie) yaitu pada tikus. Apabila seekor tikus menderita

pes, maka tikus terinfeksi karena gigitan pinjal. Yersinia pestis menggunakan

tubuh pinjal sebagai hospes. Tikus terinfeksi oleh Y. pestis melalui gigitan pinjal

(Xenopsylla cheopis). Sebelum kondisi tubuh tikus menjadi parah, tikus masih
dapat berinteraksi dengan tikus-tikus lain, sehingga memungkinkan terjadi

penularan antar tikus. Akibat kejadian penularan antar tikus, maka pada waktu

yang bersamaan akan muncul banyak sekali tikus yang menderita pes (epizootie).

Kondisi tikus yang terinfeksi Y. pestis menjadi lebih parah maka tikus-tikus ini

akan mencari tempat sunyi dan biasanya mendekati lingkungan manusia dengan

masuk ke rumah-rumah. Bila tikus mati, pinjal akan kelaparan dan keluar dari

tubuh tikus. Pinjal yang lapar akan menjadi sangat agresif untuk mendapatkan

pakan berupa darah, sehingga akan menyerang apa saja yang ditemui terutama

darah manusia (Ratovanjolu et al, 2014).

Kuman pes, yaitu bakteri Y. pestis akan berkembang biak di dalam tubuh

pinjal sehingga akan menyumbat tenggorokan pinjal. Jika pinjal akan menghisap

darah maka pinjal harus terlebih dahulu muntah untuk mengeluarkan Y. pestis

yang menyumbat tenggorokan pinjal. Muntahan pinjal akan masuk kedalam luka

bekas gigitan dan terjadi infeksi. Manusia setelah kontak langsung dan terinfeksi

tikus pembawa penyakit pes, maka akan nampak gejala sakit setelah 2-6 hari

sesuai masa inkubasi bakteri untuk berkembangbiak dalam tubuh manusia.

Penyakit pes jenis baru mempunyai masa inkubasi yang lebih cepat sekitar 2-4

hari saja. Cara untuk menghindari terinfeksi penyakit pes maka dilakukan

pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik diberikan

pada orang-orang yang hidup di sekitar penderita pes (Zhou et al, 2012).

Pada beberapa kasus, infeksi ini menular dari orang ke orang melalui batuk

atau bersin. Bakteri yang menular melalui batuk tersebut menyebar melalui udara

lalu dapat terhirup dan berada di paru-paru kemudian menyebabkan penyakit pes.
Penyakit pes juga dapat menular akibat menyentuh hewan yang terinfeksi (Ari et

al, 2015.

Penyakit pes (Plague) memiliki beberapa jenis, yaitu: plague bubonik,

plague pneumonik, plague pestis minor, dan plague septikemik. Gejala-gejala

yang muncul bervariasi tergantung dari jenis plague yang terjadi (Lei Xu et al,

2014) :

1. Plague Bubonik

Plague bubonik merupakan bentuk plague yang paling sering

terjadi. Gejala-gejala dapat muncul dalam waktu beberapa jam sampai 12

hari setelah paparan bakteri (biasanya setelah 2-5 hari). Penderita tiba-tiba

menggigil dan demam tinggi hingga mencapai 410 C. Detak jantung

menjadi cepat dan lemah, tekanan darah dapat turun. Penderita biasanya

gelisah dan mengigau. Sesaat sebelum atau bersamaan dengan timbulnya

demam, biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening (bubo) sebesar

buah duku pada selangkangan, ketiak, atau leher.5 Kelenjar getah bening

terasa lunak, tegas, hangat, berwarna merah, dan dengan pembengkakan di

jaringan sekitarnya. Pada minggu kedua dapat keluar nanah dari kelenjar

getah bening tersebut. Limpa dan hati dapat membesar. Lebih dari 60%

penderita yang tidak diobati meninggal, biasanya terjadi pada hari ketiga

sampai hari kelima sakit.

2. Plague Pneumonik

Plague Pneumonik merupakan infeksi pada paru-paru. Gejala

muncul dalam waktu 2-3 hari setelah terinfeksi, berupa demam tinggi,

menggigil, denyut jantung yang cepat dan sakit kepala hebat. Dalam waktu
24 jam muncul batuk. Awalnya dahak tampak jernih, tetapi dengan cepat

terdapat bercak-bercak darah pada dahak, dan akhirnya dahak berwarna

merah muda atau merah terang (seperti sirup rasberi) dan berbusa.

Biasanya nafas menjadi cepat dan dangkal. Bila tidak diobati, penderita

akan meninggal dalam waktu 48 jam setelah gejala muncul.

3. Plague Pestis Minor

Plague Pestis Minor merupakan bentuk plague bubonik yang

ringan. Biasanya terjadi di daerah dimana penyakit ini menjadi endemis.

Gejala-gejala yang muncul berupa pembengkakan kelenjar getah bening,

sakit kepala, dan kelelahan. Gejala-gejala ini biasanya akan hilang dalam

waktu seminggu.

4. Plague Septikemik

Plague Septikemik merupakan infeksi yang menyebar ke darah.

Sekitar 40% penderita mengalami mual, muntah, diare, nyeri perut,

pembekuan darah pada saluran darah, pendarahan di bawah kulit atau

organ-organ tubuh lainnya. Plague Septikemik terdapat Ecchymosis yang

berkembang menjadi gangrene di bagian organ tubuh seperti pada jari-jari

tangan.6 Tanpa terapi akan terjadi gangguan fungsi banyak organ dan

seringkali menyebabkan kematian.

Pemberian antibiotik dilakukan ± 7 hari setelah kontak dengan penderita

pes. Pelindung termasuk sarung tangan, masker, dan lain-lain perlu digunakan

saat akan melakukan kontak fisik dengan penderita. Kucing perlu dihindarkan dari

memakan tikus dan berinteraksi dengan tikus dalam bentuk apa pun. Penyakit pes

dapat dicegah jika populasi tikus dan pinjal di lingkungan tempat tinggal dibatasi,
serta melakukan vaksinasi saat harus berkunjung ke daerah epidemi (Sukendra,

2015).

DAPUS

Ari, T.B., S. Neerincxk, K.L. Gage, K. Kreppel, A. Laudisoit, H. Leirs & N.C.

Stenseth , 2015. Plague and climate scale matter. Plospathog 7(9):e1002160.

Lei Xu., L.C. Stige, K.L. Kausrud, T.B. Ari, S. Wang, X. Fang, B.V. Schmid, Q.

Liu, N.C. Stenseth & Z. Zhang. 2014. Wet climate and transportation routes

accelerate spread of human plague. Proc. R. Soc. B 281:20133159.

Ratovanjolu J, Rajerison M, Rahelinirina S, Boyer S. Yersinia pestis in Pulex

Irritans Fleas During Outbreak, Madagascar. Emerging infectious Disease. 2014

Aug;20(8):1414-5

Sukendra, DM. 2015. Resistensi Pinjal Tikus (Xenopsylla Cheopis) Terhadap

Insektisida Dalam Penanggulangan Penyakit Pes. SPIRAKEL, Vol.7 No.1, Juni

2015: 27-37

Zhou W, Russel CW, Johnson KL, Mortensen RD, Erickson DL. Gene Expression

Analysis of Xenopsylla cheopis (Siphonaptera: Pulicidae) Suggests a Role for

Reactive Oxygen Species in Response to Yersinia pestis Infection. Journal of

Medical Entomology. 2012; 49(2):364-370

Anda mungkin juga menyukai