Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Manajemen Logistik

Menurut Bowersox (2000: 13), manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai


proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang,
suku cadang dan barang jadi dari supplier, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan
dan kepada para pelanggan.

Manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi
untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan keefisienan dan
keefektifan aliran dan penyimpanan barang, pelayanan dan informasi terkait dari
titik permulaan (point-of-origin) hingga titik kosumsi (point-of-cosumpsion)
dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan (Miranda dan
Tunggal, 2002: 2).

Menurut Miranda dan Tunggal (2002: 2), manajemen logistik diartikan sebagai
proses yang secara strategic mengatur pengadaan bahan (procurement),
perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi
dan informasi terkait melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara
tertentu sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan baik untuk jangka waktu
sekarang maupun waktu mendatang melalui pemenuhan pesanan dengan biaya
yang efektif.

1.2 Manajemen Persediaan

Persediaan di dalam perusahaan biasanya melibatkan dana yang sangat besar.


Persediaan berpengaruh lintas fungsi, baik di bidang operasi, pemasaran maupun
keuangan. Manajemen persediaan adalah serangkaian keputusan atau kebijakan
perusahaan untuk memastikan perusahaan mampu menyediakan persediaan
dengan mutu, jumlah dan waktu tertentu (Harsanto, 2003: 63).

5
Univeristas Widayatama

Secara filosofis, persediaan diperlukan untuk menghadapi dan mengantisipasi


beberapa situasi. Pertama, berkenaan dengan ketidakpastian permintaan, kedua
ketidakpastian dari sisi penawaran.

Ketidakpastian dari sisi permintaan adalah jumlah yang dikehendaki pelanggan


bervariasi dan tidak diketahui secara pasti. Sedangkan ketidakpastian dari sisi
penawaran adalah ketidakpastian dari sisi pemasok, terkadang terjadi
keterlambatan, kualitas tak sesuai dengan harapan, pengiriman salah alamat dan
sederet kejadian lapangan lainnya yang membuat tidak sesuai dengan yang
diharapkan (Harsanto, 2003: 64).

1.2.1 Definisi Persediaan

Persediaan adalah sumber daya menganggur yang belum dapat digunakan karena
menunggu proses lebih lanjut yang mempunyai suatu tujuan tertentu, alasan
utamanya adalah karena sumber daya tertentu tidak bisa didatangkan ketika
sumber daya tersebut dibutuhkan, sehingga untuk menjamin ketersediaan sumber
daya tersebut perlu adanya persediaan yang siap digunakan ketika kebutuhan
terjadi (Ginting, 2007: 121).

Menurut Rangkuti (2002: 1), persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi
barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode
usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau
proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya
dalam suatu proses produksi.

Dari kedua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan


barang-barang yang akan dijadikan safety stock ketika perusahaan kemungkinan
mengalami kekurangan barang untuk melindungi atau menjaga supaya tidak
terjadi loss order. Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijakan dan
pengendalian yang mengontrol tingkat persediaan dan menentukan tingkat
persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar
pesanan yang harus dipesan.

6
Univeristas Widayatama

Menurut Ginting (2007: 122), ada tiga alasan perlunya persediaan yaitu:
1. Transaction Motive
Menjamin kelancaran proses pemenuhan secara ekonomis permintaan barang
sesuai dengan kebutuhan pemakai.
2. Precatuianary Motive
Meredam fluktuasi permintaan / pasokan yang tidak beraturan.
3. Speculation Motive
Alat spekulasi untuk mendapatkan keuntungan berlipat dikemudian hari.
Persediaan dapat bersifat spekulator.

2.2.2 Fungsi Persediaan

Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antara proses


produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu
sebagai stabilitator harga terhadap fluktuasi permintaan (Ginting, 2007: 124).

Menurut Ginting (2007: 124), persediaan dapat dikategorikan berdasarkan


fungsinya sebagai berikut:
a. Persediaan dalam lot size
Persediaan muncul karena ada persyaratan ekonomis untuk penyediaan
(replishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan
kecepatan sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor
penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan
produksi atau pembelian dan biaya transport.
b. Persediaan cadangan
Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian. Peramalan
permintaan konsumen biasanya diprediksi peramalan. Waktu siklus produksi
(lead time) mungkin lebih dari yang diprediksi. Jumlah produksi yang ditolak
(reject) hanya bias diprediksi dalam proses. Persediaan cadangan
mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau memenuhi
kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya.

7
Univeristas Widayatama

c. Persediaan antisipasi
Persediaan dapat timbul mengantisipasi terjadinya penurunan persediaan
(supply) dan kenaikan permintaan (demand) atau kenaikan harga. Untuk
menjaga kontinuitas pengiriman produk ke konsumen, suatu perusahaan dapat
memelihara persediaan dalam rangka liburan tenaga kerja atau antisipasi
terjadinya pemogokan tenaga kerja.
d. Persediaan pipeline
Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock point)
dengan aliran di antara tempat persediaan tersebut. Pengendalian persediaan
terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan
terakumulasi di tempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik
produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen,
persediaan dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process).
Jika suatu produk tidak dapat berubah secara fisik tetapi dipindahkan dari
suatu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan disebut
persediaan transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan
transportasi disebut persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan total
investasi perubahan dan harus dikendalikan.
e. Persediaan lebih
Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau kerusakan
fisik yang terjadi.

2.2.3 Biaya Persediaan

Terdapat empat jenis biaya persediaan meliputi harga barang, biaya pemesanan,
biaya simpan dan biaya kehabisan persediaan. Seluruh biaya ini perlu
dipertimbangkan dalam mengambil berbagai keputusan yang berkenaan dengan
persediaan, berikut biaya-biaya persediaan menurut Harsanto (2003: 67) :
1. Harga barang (item cost). Harga barang adalah harga murni material yang
akan dibeli oleh perusahaan. Untuk barang dengan kuantitas besar biasanya
pemasok akan memberikan harga berbeda. Terdapat teknik quantity discount
yang dapat digunakan untuk membantu pengambil keputusan menentukan
kuantitas pemesanan yang tepat berdasarkan penawaran dari pemasok.

8
Univeristas Widayatama

2. Biaya simpan (holding cost / carrying). Biaya simpan adalah biaya yang
dikeluarkan untuk menyimpan persediaan meliputi biaya sewa atau beli
fasilitas penyimpanan, biaya penanganan persediaan, pajak, biaya untuk
mitigasi resiko kehilangan, resiko rusak dan berbagai jenis biaya yang
berkaitan dengan penyimpanan. Bila perusahaan menghadapi biaya
penyimpanan yang tinggi maka tingkat persediaan rendah.
3. Biaya pemesanan (ordering cost / setup cost). Biaya pemesanan adalah biaya
yang diperlukan untuk melakukan pemesanan meliputi berbagai detail
termasuk hal-hal administrasif.
4. Biaya kehabisan persediaan (stockout cost). Konsep dari biaya ini adalah
biaya yang muncul ketika perusahaan dihadapkan pada situasi permintaan
lebih besar dari pada penawaran. Biaya ini sangat sukar diukur bila hendak
dikatakan tidak mungkin diukur secara presisi, oleh karenanya lebih bersifat
pendekatan.

2.2.4 Identifikasi Material Menggunakan Analisis ABC

Menurut Ginting (2007: 156), klasifikasi ABC merupakan klasifikasi dari suatu
kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan
material itu per periode waktu (harga per unit dikalikan volume penggunaan dari
material itu selama periode tertentu). Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang
menentukan kepentingan suatu material, yaitu:
1. Nilai total uang dari material.
2. Biaya per unit dari material.
3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.
4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk
membuat material.
5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan
material itu pertama kali sampai kedatangannya.
6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.
7. Resiko penyerobotan atau pecurian dari material itu.
8. Biaya kehabisan stock atau persediaan (stockout cost) dari material itu.
9. Kepekaan material terhadap perubahan desain.

9
Univeristas Widayatama

2.2.5 Pengelompokan Material ke Dalam Kelas ABC

Menurut Ginting (2007: 159), terdapat sejumlah prosedur untuk mengelompokan


material-material inventori ke dalam kelas A, B dan C, antara lain:
1. Tentukan penggunan volume per periode waktu (biasanya per tahun) dari
material-material yang ingin di klasifikasikan.
2. Gandakan (kalikan) volume penggunaan per periode waktu (per tahun) dari
setiap material dengan biaya per unitnya gudang memperoleh nilai total
penggunaan biaya per periode waktu (per tahun) untuk setiap material itu.
3. Jumlah nilai total penggunaan biaya dari semua material inventori itu untuk
memperoleh nilai total penggunaan biaya agregat (keseluruhan).
4. Bagi nilai total penggunaan biaya dari setiap biaya inventori itu dengan nilai
total penggunaan biaya agregat, untuk menentukan persentase nilai total
penggunaan biaya dari setiap material inventori itu.
5. Daftarkan material-material itu ke dalam rank persentase nilai total
penggunaan biaya dengan urutan menurun dari terbesar sampai terkecil.
6. Klasifikasikan material-material inventori itu ke dalam kelas A, B dan C
dengan kriteria 20% dari jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas A.
30% dari jenis material klasifikasikan ke dalam kelas B, dan 50% jenis
material diklasifikasikan ke dalam kelas C.

2.2.6 Penggunaan Klasifikasi ABC

Menurut Ginting (2007: 157), penggunaan analisis ABC untuk menerapkan:


1. Frekuensi perhitungan inventori (cycle inventory), dimana material-material
kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori di
bandingkan material-material kelas B atau C (termasuk ke dalam kategori fast
moving).
2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan B
memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program
reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu
difokuskan.

10
Univeristas Widayatama

3. Prioritas pembelian (perolehan), dimana aktivitas pembelian seharusnya


difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high usage). Fokus pada
material-material kelas A untuk pemasokan (sourching) dan negoisasi.
4. Keamanan, meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih
baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC
boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan
B) yang seharusnya aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah
kehilangan, kerusakan, atau pencurian.
5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), dimana klasifikasi ABC
akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan.
Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material kelas C
dengan simple two-bin system of replenishment dan metode-metode yang
lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.
6. Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan
investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati
dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stock pengaman
material-material kelas A dibandingkan terhadap material-material kelas B
dan C. Seharunya implementasi JIT pada bagian pembelian diterapkan
pertama kali dalam pembelian material-material kelas A, kemudian material
kelas B, dan pada akhirnya pada material-material kelas C.

2.2.7 Klasifikasi Persediaan Dipandang dari Aliran Arus Barang

Dalam gudang, baik gudang yang merupakan gudang raw material, gudang WIP,
gudang finish good ataupun gudang spartpart pasti akan terdapat perbedaan arus
aliran barang-barang yang ada di dalamnya. Dalam suatu gudang misalnya gudang
finish good terdapat bermacam-macam jenis barang, dengan adanya beberapa
jenis barang yang berbeda maka aliran setiap jenis barang tidak akan sama. Dalam
klasifikasi ini persediaan akan dipandang berdasarkan aliran barang tersebut,
apakah barang tersebut merupakan golongan fast moving, medium moving dan
slow moving.

11
Univeristas Widayatama

 Barang fast moving


Barang yang disebut fast moving adalah barang dengan aliran yang sangat
cepat, atau dengan kata lain barang fast moving akan berada di gudang dalam
waktu yang sangat singkat.
 Barang medium moving
Barang medium moving adalah barang-barang yang aliran barangnya sedang-
sedang saja, tidak terlalu cepat ataupun tidak terlalu lambat. Biasanya barang
ini akan berada di gudang dalam waktu yang relatif lebih lama jika
dibandingkan dengan barang-barang fast moving.
 Barang slow moving
Barang-barang slow moving merupakan barang dengan arus aliran barang
yang sangat lambat, sehingga biasanya barang-barang yang slow moving akan
tersedia di gudang dalam waktu yang cukup lama.

2.3 Perencanaan Distribusi

Menurut Nasution (2006: 463), kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan aliran


produk dari pabrik sampai ke konsumen, yang akan melewati jaringan transportasi
dan penyimpanan. Secara rinci bahasan yang harus dicakup dalam perencanaan
kebutuhan distribusi meliputi:
1. Jumlah, lokasi, dan ukuran gudang.
2. Item-item yang harus disimpan dalam gudang.
3. Pabrik akan memasok masing-masing gudang.
4. Konsumen yang harus dilayani oleh masing-masing gudang.
5. Cara dan alat transportasi yang digunakan.
6. Rute transportasi.
7. Pemilihan sistem pengendalian persediaan untuk menjaga tingkat persediaan
item yang ada pada tiap-tiap gudang, dan sebagainya.

Pembahasan yang ditekankan pada bab ini yaitu sistem untuk menentukan ukuran
dan waktu pengiriman barang ke gudang dalam jaringan distribusi. Bahasan ini
difokuskan pada Perencanaan Kebutuhan Distribusi (Distribution Resource
Planning, di singkat DRP), yaitu suatu metode baru untuk merencanakan

12
Univeristas Widayatama

pengiriman barang pada suatu periode perencanaan tertentu, menyelaraskan


pengiriman keseluruh jaringan distribusi dengan MPS dengan menggunakan
logika yang sama dengan MRP. Seperti halnya pada MRP, DRP juga telah
diperluas cangkupannya pada DRP II yang mencakup analisis tentang area
gudang, tenaga kerja dan alat transportasi.

2.4 Sistem Distribusi Banyak Eselon

Pada sistem ini terdapat satu atau lebih tempat penyimpanan antara pabrik sampai
gudang. Menurut Nasution (2006: 464), ada beberapa alasan mengapa suatu
perusahaan menerapkan sistem seperti ini, yaitu:
1. Pesanan customer akan lebih cepat bisa dipenuhi bila gudang diusahakan
sedekat mungkin dengan lokasi customer.
2. Ongkos-ongkos transportasi akan lebih hemat karena jarak pengangkutan
akan bisa dipersingkat.
3. Customer lebih yakin akan mendapatkan apa yang diinginkan pada toko atau
gudang distribusi yang lebih dekat dibandingkan apabila dia harus pergi ke
pusat distribusi yang jauh letaknya.

Gudang-gudang cabang biasanya menyimpan produk akhir maupun suku cadang.


Gudang cabang ini sering dikenali dengan Pusat Distribusi (DC) dan gudang yang
melayani sejumlah gudang regional disebut Regional Distribution Center (RDC).

Gambar 2.1 menunjukan sistem distribusi dengan 2 eselon. Produk dibuat di


pabrik, disimpan pada gudang pusat pemasok dan pusat-pusat distribusi dipasok
dari gudang pusat ini. Pesanan customer akan masuk dan dipenuhi dari tiap-tiap
pusat distribusi.

13
Univeristas Widayatama

PABRIK

WC

WC=Warehouse Center (gudang pusat)


DC 1 DC 2 DC 3 DC=Distribution Center (pisat distribusi)

Gambar 2.1 Sistem Distribusi 2 Eselon


(Sumber: Nasution, 2006)

Sistem distribusi 3 eselon ditunjukan pada gambar 2.2. Pada sistem ini pihak
pembuat (pabrik) memiliki toko-toko eceran (retail stores). Barang-barang yang
dibuat di pabrik disimpan pada gudang pusat pemasok. Gudang pusat ini
memasok pusat-pusat distribusi dan setiap pusat distribusi akan melayani toko-
toko eceran.

PABRIK

WC

DC 1 DC 2 DC 3

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9

WC=Warehouse Center (gudang pusat)


DC=Distribution Center (pisat distribusi)
R=Retailer (toko eceran)

Gambar 2.2 Sistem Distribusi 3 Eselon


(Sumber: Nasution, 2006)

Banyak variasi yang bisa dibuat dalam rancangan sistem distribusi. Misalnya
dengan menggunakan pusat distribusi metropolitan. Toko-toko pada sistem ini
memamerkan produk-produk yang akan ditawarkan. Para konsumen akan datang
secara langsung ke toko ini. Bila ada pesanan maka toko akan mengirimkan berita
ke pusat distribusi dan barang yang dipesan akan langsung dikirimkan dari pusat
distribusi.

14
Univeristas Widayatama

Pada sistem yang lain mungkin juga perusahaan mengirimkan produk-produk


yang belum dikemas ke pusat distribusi. Kemasan ini akan dibeli secara
desentralisasi oleh masing-masing pusat distribusi dari pemasok lokal. Beberapa
pengerjaan akhir kadang-kadang juga dilakukan pada pusat distribusi.

Perencanaan sistem distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran
dan nilai produk, tingkat keusangan dan kerusakan fisik dari produk, jarak
transportasi, tarif transportasi, frekuensi pengiriman yang dibutuhkan, dan
sebagainya.

Penggunaan alat-alat transportasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.


Pertimbangan tingkat pelayanan, ongkos transportasi, dan ongkos-ongkos
operasional juga termasuk dalam kriteria keputusan pemilihan alat-alat
transportasi yang akan digunakan.

2.5 Sistem Pull and Push

Ada dua perbedaan penting bila kita berbicara tentang penimbunan persediaan,
yaitu sistem pull dan sistem push. Menurut Nasution (2006: 466), kedua sistem ini
dapat didefinisikan sebagai berikut:
a. Sistem pull adalah suatu sistem dimana operasi (produksi, pengadaan,
pemindahan material, distribusi, produk, dan sebagainya) terjadi sebagai
respons atas tanda atau isyarat yang diberikan oleh pemakai pada eselon yang
lebih rendah dari sistem (distribusi). Tujuan sistem ini adalah untuk membeli,
menerima, memindahkan, membuat dengan tepat apa yang dibutuhkan, kapan
dibutuhkan, dan agar tidak terjadi penyimpanan atas item yang tidak
dibutuhkan.
b. Sistem push adalah suatu sistem dimana operasi-operasi di atas terjadi
sebagai respons atas jadwal yang telah dibuat sebelumnya tanpa harus
mempertimbangkan status nyata dari operasi tersebut. Tujuan sistem ini
adalah untuk menjaga konsistensi jadwal yang telah dibuat.

Walaupun sistem pull lebih tua namun sampai saat ini masih tetap diaplikasikan
secara luas. Pusat distribusi meramalkan permintaan pada kawasan geografis yang

15
Univeristas Widayatama

dilayani, menentukan kapan dan berapa banyak harus memesan, dan meminta
pengiriman dari gudang pusat pemasok sebagai layaknya pemasok lepas. Pesanan
dikeluarkan tanpa mempertimbangkan persediaan atau kebutuhan pusat ditribusi
yang lain. Gudang pusat tidak akan menerima informasi baik tentang tingkat
persediaan maupun permintaan pada pusat distribusi. Gudang pusat akan
memperlakukan permintaan-permintaan dari pusat distribusi seperti layaknya
permintaan customer. Dari data-data permintaan inilah nantinya gudang pusat
akan menentukan rencana pengiriman maupun persediaan pengaman.

Sistem pull ini bisa dioperasikan secara manual dan tidak membutuhkan banyak
telekomunikasi karena pertukaran informasi dari gudang pusat ke pusat distribusi
memang tidak banyak. Namun pada sistem ini akan terjadi amplifikasi permintaan
customer pada pusat distribusi sebelum sampai pada gudang pusat. Lebih dari itu,
pusat-pusat distribusi biasanya memesan untuk kebutuhan beberapa minggu
sehingga cukup ekonomis dipandang dari biaya transportasi. Hal ini
mengakibatkan pada saat-saat tertentu tidak ada permintaan dari pusat distribusi
ke gudang pusat dan pada saat-saat yang lain mungkin permintaan dari beberapa
pusat distribusi akan datang sekaligus sehingga gudang pusat harus menyiapkan
persediaan pengamanan yang cukup besar dan tetap akan menghadapi
kemungkinan kekurangan stock.

Pada sistem push, keputusan-keputusan pengiriman ditentukan pada eselon yang


lebih tinggi. Informasi yang berkaitan dengan permintaan dan tingkat persediaan
pada eselon yang lebih rendah harus seringkali dikirim ke eselon yang lebih
tinggi. Ini berarti bahwa keputusan pengiriman eselon yang lebih rendah dibuat
pada eselon yang lebih rendah. Lebih dari itu, pada sistem push ini harus
dilakukan peramalan pada eselon yang lebih tinggi sehingga kuantitas dan waktu
pengiriman bisa direncanakan pada suatu periode perencanaan tertentu.

Sistem push layak digunakan bila transmisi dan pemrosesan data dalam volume
yang besar bisa dilakukan dengan relatif mudah. Perusahaan-perusahaan yang
memiliki ratusan pusat distribusi harus mengendalikan sistem distribusinya
dengan telekomunikasi dan sistem komputer.

16
Univeristas Widayatama

Salah satu keunggulan sistem push adalah pengurangan persediaan pada gudang
pusat karena MPS dan pengiriman bisa diselaraskan. Jumlah yang direncanakan
dikirim akan segera dikirim begitu proses produksinya selesai. Sistem push hanya
akan memberikan keunggulan apabila perusahaan bisa membuat produk
berdasarkan ramalan permintaan yang akurat. Perusahaan yang tidak bisa
membuat ramalan permintaan dengan akurat dan rasional tidak akan bisa berharap
banyak untuk memperoleh kelebihan dari sistem push dibandingkan sistem pull.

2.6 Sistem Order Point

Pada sistem pull, masing-masing pusat distribusi akan mengevaluasi ketersediaan


setiap item secara periodik. Apabila persediaan item-item tertentu berada pada
atau kurang dari order point yang ditentukan maka pusat distribusi yang
bersangkutan yang akan memesan item tersebut untuk dikirim dari gudang pusat.
Penetapan order point harus mempertahankan permintaan selama lead time
maupun persediaan pengaman. Besarnya pesanan mungkin juga harus mengikuti
suatu aturan EOQ yang didasarkan pada kriteria ongkos-ongkos penyimpanan dan
transportasi (Nasution, 2006: 464).
Contoh 1:
Sebuah gudang pusat melayani 2 pusat distribusi, sebut saja DC1 dan DC2. DC1
mempunyai ramalan permintaan sebesar 20 unit item MO101 setiap minggu.
Persediaan pengamanan ditetapkan 5 unit. Lead time item ini 2 minggu sehingga
order pointnya adalah 2 x 20 + 5 = 45 unit. Berdasarkan data-data ongkos maka
perhitungan EOQ menetapkan bahwa jumlah pesanan yang ekonomis adalah 60.
DC2 meramalkan permintaan per minggu sebesar 25 unit, persediaan pengaman
10 unit, dan lead time 2 minggu. Dengan demikian maka order point item MO101
pada DC2 ini adalah 2 x 25 + 10 = 60 unit. Jumlah rata-rata permintaan tiap
minggu adalah jumlah dari ramalan permintaan per minggu pada kedua pusat
distribusi, yaitu 20 + 25 = 45 unit. Lead time adalah 2 minggu dan persediaan
pengaman adalah 15 sehingga order pointnya adalah 2 x 25 + 15 = 105 unit.
Pesanan yang paling ekonomis pada gudang pusat adalah 150 unit. Gambaran
perencanaan dalam 10 minggu ke depan dapat dilihat pada Tabel 2.1, Tabel 2.2
dan Tabel 2.3 sebagai berikut:

17
Univeristas Widayatama

Tabel 2.1 Rencana Pusat Distribusi Satu


DC1 MO 101
Kebijakan pemesanan : OP/EOQ Persediaan Pengaman : 5 unit
Titik pemesanan
Ramalan per minggu : 20 unit : 45 unit
kembali
Lead Time : 2 minggu Pesanan ekonomis : 60 unit
Minggu 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Permintaan 19 15 25 18 16 22 23 16 24 20
Terima 60 60 60
Proyeksi 35 16 61 36 18 2 40 17 1 37 17
Pesan 60 60 60

Tabel 2.2 Rencana Pusat Distribusi Dua


DC2 MO 101
Kebijakan pemesanan : OP/EOQ Persediaan Pengaman : 10 unit
Titik pemesanan
Ramalan per minggu : 20 unit : 60 unit
kembali
Lead Time : 2 minggu Pesanan ekonomis : 80 unit
Minggu 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Permintaan 25 27 21 24 29 25 26 28 22 23
Terima 80 80 80
Proyeksi 50 25 78 57 33 4 59 33 5 63 40
Pesan 80 80 80

Tabel 2.3 Rencana Gudang Pusat


GUDANG PUSAT MO 101
Kebijakan pemesanan : OP/EOQ Persediaan Pengaman : 15 unit
Ramalan per minggu : 45 unit Titik pemesanan : 105 unit
kembali
Lead Time : 2 minggu Pesanan ekonomis : 150 unit
Minggu 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Permintaan 140 140
Terima 150 150
Proyeksi 40 190 190 190 50 50 50 60 60 60 150
Pesan 150 150

Pada baris permintaan tertera permintaan aktual dari item yang bersangkutan.
Tampak bahwa permintaan aktual tidak sama persis dengan yang diramalkan.
Baris terima menyatakan jumlah yang diterima di pusat distribusi pada minggu
yang bersangkutan. Pada DC1, misalnya, diterima 60 unit pada minggu ke-2, yang
berarti bahwa pesanannya dilakukan sebelum seminggu pertama. Proyeksi stock
dihitung tiap hari minggu, yang sebelumnya telah berada pada atau di bawah
order point. Pada akhir minggu ke-3, proyeksi stock adalah 36 unit, berarti berada
di bawah order point yang besarnya 45 unit. Akibatnya, pada awal minggu ke-4
dikeluarkan pesanan baru sebesar 60 unit (ukuran EOQ). Karena lead timenya 2
minggu maka pesanan ini baru akan diterima pada minggu ke-6. Demikian
seterusnya.

18
Univeristas Widayatama

Permintaan pada gudang pusat adalah jumlah permintaan yang ada pada tiap-tiap
pusat distribusi. Pada minggu ke-4 ada permintaan sebesar 140 yang terdiri dari
permintaan pada DC1 sebesar 60 unit dan DC2 sebesar 80 unit. Tampak di sini
bahwa pada minggu-minggu tertentu tidak ada pesanan dari salah satu pusat
distribusi pun dan pada minggu-minggu yang lain (minggu 4 dan 7) kedua pusat
distribusi mengeluarkan pesanan secara bersamaan. Ini akan berakibat pada
tingginya tingkat cadangan stock dalam waktu yang relatif lama (periode 1, 2, 3
sebanyak 190 unit) dan kemungkinan pada minggu-minggu yang lain kekurangan
stock.

2.7 Sistem Base Stock

Sistem ini menggabungkan ciri yang terdapat pada sistem pull maupun push.
Keunggulan yang mendasar dari sistem base stock dibandingkan dengan sistem
order point adalah bahwa suplai pada gudang pusat didasarkan pada permintaan
customer pada pusat-pusat distribusi. Variasi permintaan selalu lebih kecil dari
pada yang terjadi pada order point karena terhindar dari proses amplifikasi pada
pusat distribusi.

Menurut Nasution (2006: 470), aturan dasar dari sistem base stock dapat
diurutkan sebagai berikut:
1. Informasi tentang permintaan maupun persediaan dikirim dari jaringan
distribusi pada eselon yang lebih rendah ke eselon yang lebih tinggi dengan
frekuensi tinggi.
2. Base stock dihitung tersendiri untuk masing-masing item pada tiap eselon
distribusi. Perhitungan ini didasarkan pada persediaan yang harus disimpan
pada eselon tersebut dan eselon yang dibawahnya.
3. Secara periodik masing-masing eselon mengeluarkan pesanan yang besarnya
adalah nilai base stock dikurangi jumlah dari posisi persediaan yang dimiliki
pada semua eselon yang berada dibawahnya.

19
Univeristas Widayatama

Contoh 2:
Misalnya dalam permasalahan pada contoh 1 di atas akan diselesaikan dengan
sistem base stock. Base stock pada DC1 maupun DC2 dihitung dari ekspetasi
permintaan selama satu siklus pemesanan dan satu lead time ditambah persediaan
pengaman. Siklus pemesanan dapat dihitung dari ekspetasi jumlah minggu yang
bisa dipenuhi dari item sejumlah pesanan ekonomis (EOQ). Perhitungan
selengkapnya adalah sebagai berikut:
DC1
1. Siklus (minggu) jumlah pesanan / ramalan permintaan = 60 / 20 = 3
2. Lead Time : 2 minggu
3. Jumlah 1 dan 2 : 5 minggu
4. Base Stock : 5 x 20 + 5 = 105 unit
(5 adalah setelah pengaman)

DC2
1. Siklus (minggu) : 80 / 25 = 3,2 (dibulatkan menjadi 3)
2. Lead Time : 2 minggu
3. Jumlah 1 dan 2 : 5 minggu
4. Base Stock : 5 x 25 + 10 = 135

Gudang Pusat
1. Siklus (minggu) : 150 / 45 = 3,4 (dibulatkan menjadi 3)
2. Lead Time : 2 minggu
3. Jumlah 1 dan 2 : 5 minggu
4. Base Stock : 480 unit terdiri dari
 Base Stock untuk gudang itu sendiri : 5 x 45 + 15 = 240 unit
 Base Stock untuk DC1 : 105 unit
 Base Stock untuk DC2 : 135 unit

Dengan menggunakan sistem base stock ini maka didapatkan hasil seperti
ditunjukan pada Tabel 2.4, Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 sebagai berikut:

20
Univeristas Widayatama

Tabel 2.4 Sistem Pusat Distribusi Satu dengan Metode Pengiriman Base Stock
DC1 MO 101
Kebijakan pemesanan : Base Stock Siklus Pemesanan : 3 minggu
Ramalan per minggu : 20 unit Base Stock : 105 unit
Lead Time : 2 minggu
Minggu 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Permintaan 19 15 25 18 16 22 23 16 24 20
Terima 60 60 60
Proyeksi 35 16 61 36 18 2 40 17 1 37 17
Pesan 60 60 60
Posisi Stock 76 61 80 52 36 93 70 54 81 61

Tabel 2.5 Sistem Pusat Distribusi Dua dengan Metode Pengiriman Base Stock
DC2 MO 101
Kebijakan pemesanan : Base Stock Siklus Pemesanan : 3 minggu
Ramalan per minggu : 45 unit Base Stock : 135 unit
Lead Time : 2 minggu
Minggu 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Permintaan 25 27 21 24 29 25 25 28 22 23
Terima 80 47 84 60
Proyeksi 50 25 78 57 33 51 26 0 56 34 11
Pesan 47 84 79
Posisi Stock 105 78 104 80 51 110 84 56 113 90

Tabel 2.6 Sistem Distribusi Gudang Pusat dengan Metode Pengiriman Base Stock
GUDANG PUSAT MO 101
Kebijakan pemesanan : Base Stock Siklus Pemesanan : 3 minggu
Ramalan per minggu : 45 unit Base Stock : 455 unit
Lead Time : 2 minggu
Minggu 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Permintaan 91 153 130
Terima 150 84 240 31
Proyeksi 40 190 190 99 183 183 30 270 270 140 171
Pesan 84 240 31
Posisi Stock:
}Gudang Pusat 190 274 183 423 270 270 270 301 171 171
}DC1 76 61 80 52 36 93 70 54 81 61
}DC2 105 78 104 80 51 110 84 56 113 90
Total 371 413 367 555 357 473 424 411 365 322

Posisi stock ditunjukkan pada baris terakhir dari DC1 dan DC2 adalah jumlah dari
item yang ada di gudang (baris proyeksi stock) ditambah dengan item yang sedang
dalam pesanan (on order). Pada DC1, misalnya, proyeksi stock adalah 76. Karena
lead timenya adalah dua minggu dan siklus pemesanan adalah 3 minggu maka
pesanan berikutnya dijadwalkan diterima pada minggu ke-5 (3 minggu setelah
minggu ke-2) sehingga pesanan harus segera dikeluarkan pada minggu ke-3 (2
minggu sebelum minggu ke-5). Jumlah pesanan yang dikeluarkan pada minggu
ke-3 ini adalah 44, yaitu besarnya base stock dikurangi dengan stock pada akhir
minggu ke-2, atau 105 – 61 = 44. Pada contoh ini pemesanan diasumsikan

21
Univeristas Widayatama

didasarkan pada sistem lot for lot. Pada kenyataannya mungkin harus dilakukan
proses lot sizing untuk menyesuaikan ukuran pesanan dengan ukuran palet,
kontainer, dan sebagainya. Perhitungan pada DC2 mengikuti aturan yang sama
dengan DC1.

Pada gudang pusat, posisi stock pada DC1, DC2, dan pada gudang pusat sendiri
dijumlahkan untuk menentukan jumlah yang harus dipesan tiap tiga minggu. Pada
minggu pertama, misalnya, posisi persediaan pada DC1 adalah 76, DC2 adalah
105 dan pada gudang pusat sendiri adalah 190 sehingga total dari ketiganya
adalah 371.

Pesanan sejumlah 84 pada minggu ke-2 didapat dari angka base stock dikurangi
total posisi persediaan pada akhir minggu pertama, 455 – 371 = 84 unit. Demikian
seterusnya pemesanan dilakukan tiap tiga minggu dan pesanan ini diterima tiap
dua minggu setelah dilakukannya pemesanan, karena lead timenya adalah dua
minggu.

Angka-angka pada baris permintaan adalah jumlah dari permintaan-permintaan


yang datangnya dari DC1 maupun DC2. Pada minggu ke-3, misalnya, DC1
memesan sejumlah 44 dan DC2 sejumlah 47 sehingga permintaan pada gudang
pusat untuk minggu ke-3 adalah 44 + 47 = 91 unit.

22

Anda mungkin juga menyukai