Anda di halaman 1dari 10

TATA CARA PERCERAIAN CERAI GUGAT

DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

Muhamad Noval Arahman 1

A. Pendahuluan
Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluaga yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.2 Dari pengertian tersebut
maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa sejatinya ikatan pernikahan
bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia serta kekal, kekal dalam
hal ini adalah hubungan yang selalu mengikat satu sama lain sampai akhir
hayat.
Namun, didalam faktanya perkawinan tidaklah selalu selaras dengan
tujuannya, banyak juga yang kandas dipertengahan mengarumi bahtera
rumah tangga. Dalam faktanya di Indonesia pada tahun 2009-2011 angka
perceraian bisa mencapai 70% pertahunnya3, hal ini sangatlah
memprihatinkan dan tidak sesuai dengan tujuan adanya ikatan pernikahan.
Maraknya perkara perceraian juga tak lepas dari berbagai motif yang
melatarbelakanginya, dari faktor ekonomi, usia, selingkuh, kekerasan dalam
rumah tangga dan berbagai permasalahan lainnya. Dari berbagai macam
permasalah tersebut juga subjek penggugat perceraian bukan hanyak dari
pihak suami akan tetapi juga pihak istri. Perceraian yang penggugatnya istri
dan tergugatnya pihak suami biasa disebut dengan cerai gugat.
Perkara cerai gugat bukanlah hal yang asing didengan masyarakat.
Akan tetapi tak jarang dari mereka tidak tahu bagaimana pelaksanaan

1
Mahasiswa Kelas HES 5D Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Surakarta,
162111159.
2
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang No 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan), Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 9
3
Syaifuddin, “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dalam Proses Cerai Gugat (Khulu’) Di
Pengadilan Agama Palembang”, Dinamika, Vol. 12, No. 2, 2012, hlm. 248
tatacara perceraian gugat. Karena cerai gugat berbeda dengan cerai talak
dalam beberapa hal. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi untuk
membahas secara mendalam bagaimana tatacara pelaksanaan cerai gugat di
Pengadilan Agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari cerai gugat ?
2. Apa saja hukum yang mengatur tentang tatacara cerai gugat ?
3. Bagaimana tatacara perceraian gugat yang berkaitan dengan
kewenangan relatif dan asas ada di lingkungan peradilan agama di
Indonesia ?
C. Pembahasan
1. Pengertian Cerai Gugat
Pada pasal 73 ayat 1 telah menetapkan secara permanen bahwa
dalam perkara cerai gugat, yang bertindak dan berkedudukan sebagai
penggugat adalah istri dan pihak suami sebagai tergugat. Dengan
demikian, masing-masing suami telah mempunyai jalur tertentu dalam
upaya menuntut perceraian. Jalur suami melalui upaya cerai talak dan
jalur istri melalui upaya cerai gugat.4 Cerai gugat biasa juga disebut
dengan istilah khulu’ atau talak tebus yakni talak yang diucapkan suami
dengan pembayaran dari pihak isteri.5
2. Dasar Hukum Tatacara Perceraian Gugat
Pengadilan Agama yang berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara gugat cerai diatur dalam pasal 73 UU No. 7 Tahun
1989 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,
sebagai berikut6 :

4
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989, Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, hlm. 252
5
Syaifuddin, “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dalam Proses Cerai Gugat (Khulu’) Di
Pengadilan Agama Palembang”, Dinamika, Vol. 12, No. 2, 2012, hlm. 249
6
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2004, hlm. 97
1) Pengadilan Agama yang berwenang memeriksa perkara cerai gugat
adalah Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi
kediaman istri/penggugat.
2) Apabila istri/penggugat secara sengaja meninggalkan tempat
kediaman tanpa izin suami maka perkara gugat cerai yang diajukan
ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediaman
suami/tergugat.7
3) Apabila istri/penggugat bertempat kediaman di luar negeri maka
yang berwenang adalah Pengadilan Agama yang meliputi kediaman
suami/tergugat.
4) Apabila keduanya (suami istri) bertempat kediaman di luar negeri,
yang berhak adalah Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya
meliputi tempat pelaksanaan perkawinan atau Pengadilan Agaman
Jakarta Pusat.8

Penjelasan Pasal 73

1) Berbeda dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal


66 ayat (2), maka untuk melindungi pihak istri gugatan perceraian
diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman penggugat.9

Kemudian, diatur juga didalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 :

1) Gugatan Perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada


Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat
tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin suami.

7
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-surat Dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, Mandarmaju, Bandung, 2014, hlm 34
8
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-surat Dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, Mandarmaju, Bandung, 2014, hlm 34
9
R. Soeroso, Hukum Acara Khusus Kompilasi Ketentuan Hukum Acara Dalam Undang-Undang,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 280
2) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, Ketua
Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada
tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.10
3. Tata Cara Pemeriksaan Cerai Gugat
a. Kompetensi Relatif Perkara Cerai Gugat
1) Aturan Pokok
Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman penggugat. Ketentuan ini merupakan
kebalikan dan pengecualian dari asas actor sequitur forum rei yang
mengajarkan gugat diajukan di Pengadilan tempat kediaman
tergugat. Alasan dari dibaliknya ketentuan asas tersebut adalah
penjelasan pasal 73 ayat 1, yang berbunyi : “Berbeda dari ketentuan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 ayat 2 maka untuk
melindungi pihak istri gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan
Agama yang daerah hukumnya meliputi kediaman penggugat”. 11

Tujuan dari pasal tersebut adalahh untuk memberi kemudahan bagi


istri menuntut perceraian dari suami. Dengan demikian yang
berwenang mengadili perkara cerai gugat adalah Pengadilan Agama
yang berkedudukan didaerah tempat kediaman istri (penggugat).
2) Aturan Tambahan
Kompetensi relatif menyimpang dalam aturan pokok dalam hal
keadaan tertentu. Apabila ada keadaan tertentu sebagaimana yang
ditentukan undang-undang, kompetensi relatif mengadili perkara
cerau gugat beralih dari Pengadilan Agama yang daerah hukumnya
dengan hal yang mengikuti keadaan tersebut.

10
Undang-Undang R. I. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam,
Citra Umbara, Bandung, 2014, hlm. 361
11
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989, Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, hlm. 253
a) Gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama tempat kediaman
tergugat (suami) apabila istri (penggugat) pergi meninggalkan
tempat kediaman tanpa meninggalkan suami.
Penentuan kompetensi relatif juga ditentukan apabila istri
pergi meninggalkan dari kediaman suami tanpa izin. Maka
dalam hal ini jika terjadi seperti itu, maka gugurlah ketentuan
aturan pokok, dan ditegakkan kembali asas umum yakni gugat
diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman tergugat. Jadi dalam kasus ini kembali
ditegakan asas actor sequitur forum rei dan Pengadilan Agama
yang berwenang mengadili perkara gugat cerai yang diajukan
istri adalah Pengadilan Agama yang berkedudukan di tempat
kediaman suami.12
Apabila terjadi kasus yang pergi meninggalkan tempat
kediaman bersama adalah suami. Atas tindakan tersebut maka
istri pun kembali ke tempat kediaman orang tuanya. Apakah
dalam hal ini berlaku aturan tambahan? Kita berpendapat tidak.
Yang duluan meninggalkan tempat kediaman adalah suami, dan
membiarkan istri terkatung-katung. Tidak pantas untuk
menimpakan kerugian kepada isteri dalam hal suami berbuat
salah. Akan tetapi mungkin akan berbeda masalahnya dalam
kasus apabila istri menolak mengikuti tempat tugas suami.
Misalnya suami seorang pegawai negeri. Semula bertugas di
Bandung, kemudian dipindahkan di Jayapura, Irian Jaya. Istri
menolak ikut pindah ke Jayapura dan tetap bertahan di Bandung.
Dalam contoh tersebut, penolakan istri mengikuti suami
bertempat tinggal dalam hal tertentu dapat ditafsirkan
meninggalkan tempat suami tanpa seizing suami. Maka, jika istri

12
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989, Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, hlm. 254
mau mengajukan gugat cerai maka pengadilan yang berhak
mengadili adalah yang berkedudukan di tempat suami.13
b) Gugat diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman tergugat dalam hal istri bertempat
kediaman di luar negeri.
Dalam ketentuan ini faktor tempat kediaman isteri di luar
negeri menjadi keadaan yang merubah kompetensi relative
mengadili perkara cerai gugat. Apabila istri bertempat kediaman
di luar negeri Pengadilan Agama yang berwenang adalah yang
berkedudukan di kediaman suami (tergugat). Jadi dalam kasus
ini kembali ditegakan asas actor sequitur forum rei dan
Pengadilan Agama yang berwenang mengadili perkara gugat
cerai yang diajukan istri adalah Pengadilan Agama yang
berkedudukan di tempat kediaman suami.14
c) Gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah
hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat, apabila suami istri
bertempat kediaman di luar negeri.
Apabila suami istri sama-sama bertempat kediaman di luar
negerim istri diberi pilihan, Pilihan yang pertama, istri dapat
mengajukan gugatan cerai kepada Pengadilan Agama yang
daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dulu
dilangsungkan . Pilihan yang kedua, istri dapat mengajukan ke
Pengadilan Jakarta Pusat. Cuma, seperti yang telah diatur pada
pembahasan kompetensi relatif cerai talak, bahwa apabila gugat
sudah diajukan kesalah satu Pengadilan, maka gugur
kewenangan pengadilan lainnya untuk mengadili. Apabila istri
telah mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama Jakarta

13
Ibid, hlm. 255
14
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989, Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, hlm. 255
Pusat, gugur kewenangan Pengadilan yang dimana tempat
perkawinan dilangsungkan.
b. Asas-asas Tatacara Pemeriksaan Cerai Gugat
1) Pemeriksaan dilakukan oleh Majelis Hakim
Ketentuan ini merupaka pelaksanaan pasal 15 UU No. 14
Tahun 1970 yang memerintahkan pemeriksaan perkara dilakukan
oleh Majelis yang terdiri dari 3 orang Hakim. Salah seorang
diantaranya bertindak sebagai ketua Majelis dan yang lain sebagai
hakim anggota sidang. Namun dalam hal tertentu, ketentuan tersebut
dapat ditolerir penerapannya asal berpedoman kepada jiwa angka 9
Penjelasan Umum UU No. 14 Tahun 1970.15
2) Pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 80 ayat 2. Ketentuan
ini merupakan penyimpangan dari ketentuan pasa 17 ayat 1 UU No.
14 Tahun 1970 yang memerintahkan pemeriksaan terbuka untuk
umum.
Asas pemeriksaan perkara perceraian dilakukan dalam
sidang tertutup tidak boleh menyimpang dari ketentuan pasal 17
ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 jo pasal 81 ayat 1 UU No. 7 Tahun
1989, yang menentukan, putusan perkara perceraian diucapkan
dalam sidang yang terbuka untuk umum.
3) Pemeriksaan 30 hari dari tanggal pendafataran gugatan.
Hal ini ditentukan dalam pasal 80 ayat 1. Pembatasan
pemeriksaan perkara selambat-lambatnya 30 hari, disamping untuk
memenuhi tuntutan asas yang ditentukan pada pasal 4 ayat 2 UU No.
14 Tahun 1970 yakni peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan, juga ditinjau dari segi urgensi perkara perceraian sangat
membutuhkan penyelesaian yang segera.

15
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989, Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, hlm. 257
4) Pemeriksaan di sidang Pengadilan dihadiri suami istri atau wakil
yang mendapat kuasa khusus dari mereka.
Pemeriksaan perkara perceraian, tidak mesti dihadiri secara
pribadi (in person) oleh suami isteri. Mereka dapat diwakili oleh
kuasa yang telah mendapat surat kuasa khusus untuk itu. Jika
sekiranya pemberian kuasa dilakukan dipersidangan, pemberian
kuasa yang seperti itu dicatat dengan jelas dalam hal berita acara
sidang tentang apa saja hak dan kewenangan kuasa. Apalagi
mengingat masyarakat pendesaan, mereka belum mahir soal
pembuatan surat kuasa. Kemungkinan pemberian kuasa diberikan
pada waktu pemeriksaan sidang. Cara pemberian kuasa yang seperti
itu dibenarkan. Tata caranya, pemberian kuasa dicatat dalam berita
acara sidang.
5) Upaya mendamaikan diusahakan selama proses pemeriksaan
berlangsung.
Hal ini ditegaskan dalam pasal 82 ayat 4. Ketentuan ini
merupakan sedikit penyimpangan atas asas umum yang diatur dalam
pasal 130 ayat 1 HIR atau pasal 154 RBG. Asas umum yang
ditentukan dalam pasal tersebut, cukup diusahakan Hakim pada
sidang pertama saja. Lain halnya dalam perkara perceraian, upaya
mendamaikan merupakan kewajiban hukum yang dipikulkan
kepada Hakim untuk dilaksanakan usahanya selama proses
pemeriksaan sidang dalam pasal 82 ayat 4 UU No. 7 Tahun 1989,
sebenarnya merupakan ulangan penegasan dari ketentuan pasal 31
PP No. 9 Tahun 1975.16

D. Kesimpulan

16
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989, Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, hlm. 258
Berdasakan pembahasan sebagaimana tersebut di atas maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut.
1. Cerai gugat adalah perceraian atas suatu pernikahan dimana pihak
penggugat adalah dari pihak istri, sedangkan pihak tergugat adalah dari
pihak suami.
2. Dasar hukum yang mengatur tentang tatacara cerai gugat terdapat dalam
pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-
undang No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 132.
3. Kewenangan Relatif Pengadilan Agama yang berwenang mengadili
perkara cerai gugat adalah Pengadilan Agama yang wilayahnya
dikediaman pihak penggugat atau isteri, dan asas yang mengatur
tatacara perceraian gugat diantaranya adalah
a. Pemeriksaan dilakukan oleh Majelis Hakim
b. Pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup
c. Pemeriksaan 30 hari setelah diajukan pendafataran gugatan
d. Pemeriksaan dihadiri oleh suami istri atau pihak yang mendapat
kuasa khusus untuk mewakili mereka
e. Upaya mendamaikan dilakukan selama proses pemeriksaan
berlansung
DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi , Abdullah Tri, 2004, Peradilan Agama di Indonesia, Yogjakarta:


Pustaka Pelajar.

Wahyudi , Abdullah Tri, 2014, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi


Contoh Surat-surat Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan
Agama, Bandung: Mandarmaju.

R. Soeroso, 2010, Hukum Acara Khusus Kompilasi Ketentuan Hukum Acara


Dalam Undang-Undang, Jakarta: Sinar Grafika

Harahap, Yahya, 1997, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama


Undang-Undang No 7 Tahun 1989, Jakarta: Pustaka Kartini

Soemiyati, 1999, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan


(Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Yogyakata:
Penerbit Liberty

Undang-Undang R. I. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi


Hukum Islam, Citra Umbara, Bandung, 2014

Syaifuddin, “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dalam Proses Cerai


Gugat (Khulu’) Di Pengadilan Agama Palembang”, Dinamika, Vol.
12, No. 2, 2012

Anda mungkin juga menyukai