Anda di halaman 1dari 11

VII.

BERIBADAH DI ALAM

7.1 Menentukan Waktu, Tempat dan Kiblat Shalat


Adapun ketentuan waktu untuk melakukan masing-masing shalat
telah ditetapkan didalam Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam surat
An-Nisa, ayat 103.
َ َ‫َ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َّ َ َ َّ َّ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ن‬
‫ي ِكت ًابا‬ ‫ف ِإذا اطمأننتم فأ ِقيموا الصالة ِإن الصالة كانت عَل المؤ ِم ِن‬
ً ُ ْ َّ
﴾١٠٣﴿ ‫موقوتا‬

Faidzaa athma'nantum fa aqiimush shalaata, Innash-shalaata kaanat


‘alal mu'miniina kitaabam mauquuta
“Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, maka Dirikanlah shalat itn
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Secara rinci dijelaskan di dalam hadits Rasululah SAW yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah ibn Amr ra. yang artinya: “Waktu
zhuhur ialah apabila telah tergelincir matahari hingga terjadila bayangan
seseorang itu sama dengan panjangnya selama belum lagi datang waktu ashar,
dan waktu ashar selama belum kuning matahari dan waktu shalat magrib
selama belum terbenam syafaq dan waktu 'Isya hingga separuh malam dan
waktu shalat shubuh dari terbit fajar selama belum terbit matahari. Apabila
telah terbit matahari maka janganlah kamu shalat”. Serelah kita bicarakan
tentang ketentuan wakru-waktu shalat fardhu yang lima, maka berikut in:
akan dijelaskan secara garis besarnya tentang shalat lima waktu tersebut.
1. Shalat Zhuhur
Shalat Zhuhur ialah shalat fardhu empat raka'at yang waktunya
telah ditentukan di antara saat tergelinci matahari (di atas kepala) sampai
condong ke barat hingga bayang-bayang suatu benda sama panjang
dengan benda tersebut. Shalat zhuhur dilakukan dengan duduk tasyahud
awal pada rakaat kedua dan tasyahud akhir pada rakaat keempat. Boleh
didahului dengan shalat shunah (qabliyah) dua rakaat atau empat rakaat
dan shalat sunnah sesudah shalat zhuhur (ba’diyah) dua rakaat atau empat
rakaat.
2. Shalat Ashar
Shalat Ashar ialah shalat fardhu empat rakaat, waktunya mulai dari
selesai waktu zhuhur sampai dengan tibanya waktu maghrib, yaitu saat
terbenamnya matahari. Adapun cara pelaksanaannya sama dengan
pelaksanaan shalat zhuhur hanya saja berbeda dalam niat dan waktu
pelaksanaannya. Sebelum melakukan shalat ashar boleh didahului dengan
shalat sunnah (qabliyah) dua rakaat, tetapi setelah selesai melakukan
shalat ashar dak diperbolehkan melakukan shalat sunnah.
3. Shalat Maghrib
Shalat maghrib dilakukan sebanyak tiga rakaat pada waktu
terbenamnya matahari dan batas waktunya sampai dengan terbenamnya
syafaą (cahaya merah dan cahaya putih). Cara pelaksanaannya sama
dengan shalat yang lain, setelah melakukan dua raka'at sampai duduk
iftirasy (duduk tasyahud awal), maka dilanjutkan dengan menambah satu
raka'at lagi kemudian diakhiri dengan duduk tasyahud akhir (tawarruk)
dan salam sambil menengok ke kanan (satu kali) kemudian menengok ke
kiri. Sebelum shalat magrib tidak dilakukan sunnah (tidak ada sunnah
qabliyah) dan sangat dianjurkan untuk memendekkan (mempercepat)
waktu antara adzan dan iqamat untuk menyegerakan pelaksanaan shalat.
4. Shalat Isya
Shalat Isya ialah shalat fardhu empat rakaat yang wajib dikerjakan
pada malam hari selepas waktu maghrib. Adapun waktunya seperti yang
telah diterangkan dalam hadits Rasulullah SAW, yang disampaikan oleh
Abdullah Ibnu Amr yaitu, "Sejak terbenam syafaq (selepas maghrib)
sampai separuh malam”. Cara pelaksanaannya sama dengan cara
melakukan shalat zhuhur dan ashar. Adapun untuk pelaksanaan shalat
sunnah sebelum shalat isya (sunnah qabliyah) dua rakaat dan sesudah
shalat 'isya (sunnah ba’diyah) dua rakaat.
5. Salat Subuh
Shalat Subuh ialah shalat fardhu dua rakaat yang ditetapkan
waktunya mulai dari sejak terbitnya fajar sampai dengan terbitnya
matahari. Dalam shalat subuh hanya ada satu kali duduk tasyahud, yaitu
tasyahud akhir (tawarruk) pada akhir rakaat yang kedua. Pelaksanaan
shalat subuh lebih baik diawali dengan shalat sunnah dua raka’at dan
tidak ada shalat sunnah sesudah melaksanakan shalat subuh.
Dalam hal pelaksanaan shalat lima waktu yang telah dijelaskan di
atas sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, untuk dikerjakan secara
berjama'ah karena keuta maannya melebihi salat sendirian
perbandingannya dua puluh tujuh derajat.
6. Menentukan kiblat
Menentukan kiblat dapat dilakukan dergan kompas. Jika tidak ada
kompas, kita dapat berpatokan pada matahari. Perhatikan di arah mana
matahari tenggelam karena itu menunjukkan arah barat. Arah kiblat untuk
Indonesia adalah arah barat.
7. Ibadah darurat
Dalam kondisi darurat, kamu bisa menjamak qashar shalat. Apabila
dalam perjalanan, Rasulullah Saw. biasa menjamak antara shalat Zuhur
dan Asar, begitu juga antara shalat Magrib dan Isya. (HR. Bukhari).
8. Menentukan tempat
Sesungguhnya tempat shalat serta suasana sekitar yang kondusif
sangat berpengaruh dalam membangun kekhusyukan shalat. Hendaknya
pilih tempat sholat di permukaan yang datar tetapi jangan dijalur
pendakian.

8.2 Pembagian Air


Dalam ilmu fiqih, pembagian air itu terbagi kepada empat macam yaitu:
1. Air suci lagi mensucikan
Pengertiannya bahwa air itu sifatnya dipergunakan untuk
mensucikan benda-benda lain, terutama benda yang terkena najis antara
lain air hujan (air langit), air mata air (air yang dari perut burmi), air laut,
air es yang sudah kembali, air embun, dan sumur. Air yang tersebut di atas
dinamakan juga air mutlak.
2. Air suci tapi tidak mensucikan
Bahwa air itu tetap suci, tapi tidak dapat dipergunakan untuk benda
yang kena najis. Air yang seperti itu ialah air yang telah bercampur dengan
benda lainnya seperti air teh, air kopi, air lemon, dan sebagainya.
Termasuk air musta’mal, yaitu air yang kurang dari dua kulah yang telah
digunakan untuk bersuci dari hadats dan najis. Selain itu, juga air pohon-
pohonan atau air buah-buaharn air tebu, air nira (aren), air kelapa, air
jeruk, dan sebagainya.
3. Air yang bernajis
Air yang masuk bagian bernajis ini ada dua macam antara lain
sebagai berikut.
a. Telah berubah salah satu sifatnya karena najis atau air itu telah
bercampur dengan najis, hingga warnanya, baunya, ataupun
bercampur rasanya telah berubah dari aslinya.
b. Air yang bernajis akan tetapi tidak berubah sifatnya (baik warna, bau,
dan rasa) dengan ketentuan bahwa banyak air itu tidak kurang dari dua
kulah.
4. Air yang makruh
Air yang makruh untuk dipakai bersuci menurut hukum ialah air
yang dijemur matahari dalam suatu suatu bejana (tempat), kecuali dalam
bejana emas atau bejana perak.

8.3 Adab Buang Air


Dalam Islam, bagi orang yang akan buang air, ada tata cara yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Hendaklah buang air ditempat tertutup.
b. Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain.
c. Jangan buang air di lubang-lubang tanah, karena dikhawatirkan dapat
menyakiti binatang yang ada di dalamnya.
d. Jangan buang air di air tergenang.
e. Jangan buang air di bawah pohon yang sedang berbuah.
f. Jangan buang air ditempat yang biasa dipakai untuk berteduh.
g. Jangan berbicara kecuali dalam keadaan terpaksa.
h. Jika terpaksa buang air ditempat terbuka, maka jangan menghadap kiblat
ataupun membelakanginya.

8.4 Berwudhu
1. Fardhu Wudhu
a. Niat
Hendaknya berniat (menyengaja) menghilangkan hadats atau
menyengaja berwudhu ketika membasuh muka.
Lafal niat wudhu:
َ َ ‫ََْ ُ ُْ ُ َْ َْ ْ َ َ ْ َ ْ َ َْ ً ه‬
‫ّلِل ت َعال‬
ِ ِ ‫نويت الوضوء ِلرف ِع الحد ِث االصغ ِر فرضا‬
Nawaitul wudhuu-‘a liraf’il hadatsil ash-ghari fardhal lillaahi
ta’aala.
”Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu
karena Allah Ta’ala ”.
b. Membasuh wajah
Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala
bagian atas hingga bawah dagu, dan dari elinga kanan hingga telinga
kiri).
c. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku.
d. Menyapu sebagian rambut atau kulit kepala.
e. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
f. Terbit (berurutan), artinya mendahulukan rukun yang harus dahulu,
dan mengakhirkan rukun yang harus diakhirkan.

2. Syarat-syarat Wudhu
Syarat-syarat wudhu:
a. Islam.
b. Tamyiz, yakni dapat membedakan antara baik buruknya sesuatu
pekerjaan.
c. Tidak berhadats besar.
d. Dengan air suci lagi menyucikan.
e. Tidak ada sesuatu benda apapun yang menghalangi air, sampai ke
anggota wudhu. Misalnya getah, cat dan sebagainya.
f. Mengetahui mana yang wajib (fardhu) dan mana yang sunah.

3. Sunah-sunah Wudhu
Sunnah wudhu banyak sekali, di antaranya:
a. Bersiwak.
b. Membaca basmalah (Bismillaahir-rahmaanir-rahiim) ketika hendak
berwudhu.
c. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
d. Berkumur-kumur.
e. Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
f. Menyapu seluruh rambut kepala dengan air.
g. Mendahulukan anggota yang kanan daripada kiri.
h. Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
i. Menigakalikan membasuh.
j. Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
k. Membaca doa sesudah wudhu.

4. Cara Berwudhu
Cara mengerjakan wudhu ialah:
a. Membaca “Bismillaahir-rahmaanir-rahiim”, sambil mencuci kedua
belah tangan sampai pergelangan tangan sampai bersih.
b. Selesai membersihkan tangan terus berkumur-kumur tiga kali, sambil
membersihkan gigi.
c. Mencuci lubang hidung tiga kali.
d. Membasuh muka tiga kali, mulai dari tempat tumbuhnya rambut
kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan ke telinga kiri,
sambil membaca niat wudhu.
e. Membasuh (mencuci) kedua belah tangan hingga siku-siku tiga kali.
f. Menyapu atau mengusap sebagian rambut kepala sebanyak tiga kali.
g. Membasuh kedua telinga sebanyak tiga kali.
h. Membasuh/mencuci kedua belah kaki sampai mata kaki tiga kali.
i. Tertib atau berurutan.
j. Membaca doa setelah wudhu.

8.5 Tayamum
Jika kamu tidak menemukan air, kamu bisa berwudhu dergan cara
tayamum. Karena, tayamum menjadi pangganti bersuci.
.... dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh
air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.... (QS. Al-Maidah [5] : 6)

1. Sebab-sebab tayamum
Penyebab diperbolehkannya tayamum adalah:
a. Karena tidak adanya air yang memenuhi syarat kesucian dan telah
berusaha mencarinya, tetapi tidak mendapatkan.
b. Berhalangan menggunakan air. Misalnya karena sakit yang apabila
menggunakan air akan bertambah sakitnya.
c. Adanya air yang diperlukan untuk yang lebih penting.

2. Syarat-syarat tayamum
a. Menggunakan debu yang suci, yang belum digunakan untuk bersuci,
dan tidak bercampur dengan sesuatu.
b. Mengusap wajah dan kedua tangan.
c. Terlebih dahulu menghilangkan najis
d. Telah masuk waktu shalat.
e. Tayamum hanya untuk sekali shalat fardhu.

3. Fardhu tayamum
a. Niat (untuk dibolehkan mengerjakan shalat).
Lafal niat:
َ َ َ َ َّ َّ ُ ْ َ َ
َ ‫الت َي ُّم َم ال ْست َب‬
‫ِهلل ت َعال‬
ِ ً
‫ض‬ ‫ر‬ْ ‫ف‬ ‫ة‬ِ ‫ال‬ ‫الص‬ ‫ة‬‫اح‬
ِ ِ ِ ِ ‫نويت‬
Nawaitut-tayammuma listibaahatish-shalaati fardhal lillaahi
ta'aalaa.
"Aku niat bertayamum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu
karena Allah Ta'ala"
b. Memindahkan debu dari tempatnya ke wajah dan tangan. Mula-mula
meletakkan dua belah telapak tangan di atas debu untuk diusapkan ke
muka.
c. Mengusap muka dengan debu sekali usapan. Meletakkan kedua belah
tangan di atas debu yang kedua untuk disuapkan kedua tangan.
d. Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu sekali
usapan.
e. Tertib (berurutan). Yaitu urut diantara kedua usapan tersebut (wajah
dahulu kemudian kedua tangan).

4. Sunah tayamum
a. Membaca basmalah
b. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri.
c. Menipiskan debu.

5. Cara menggunakan tayamum


Sekali bertayamum hanya dipakai untuk satu shalat fardhu saja,
meskipun belum batal. Adapun untuk dipakai shalat sunah beberapa kali
cukuplah dengan satu tayamum.

8.6 Menyapu Dua Sepatu


Menyapu dua sepatu (mashul khuffain) termasuk juga salah satu
keringanan dalam Islam. Ia dibolehkan bagi orang yang menetap di kampung
dan bagi yang dalam perjalanan musafir. Orang yang sedang dalam
perjalanan musafir yang kakinya memakai dua sepatu, kalau hendak
berwudhu, maka ia boleh menyapu sepatunya itu dengan air, tidak perlu
sepatunya dilepas.

Syarat-syarat menyapu dua sepatu


Syarat-syarat menyapu dua sepatu ada empat hal:
1. Bahwa sepatu itu dipakai sesudah sempurna dicuci bersih.
2. Sepatu itu menutup arggota kaki yang wajib dibasuh, yaitu menutupi tumit
dan dua mata kaki.
3. Sepatu itu dapat dibawa berjalan lama.
4. Jangan ada didalam dua sepatu itu najis atau kotoran.

Menyapu dua sepatu hanya boleh untuk berwudhu, tetapi tidak boleh
untuk mandi, atau untuk menghilangkan najis. Menyapu dua sepatu tidak
boleh bila salah satu syarat tidak cukup. Misalnya salah satu dua sepatu itu
robek, atau salah satu kakinya tidak dapat menggunakan sepatu karena luka.
Keringanan ini diberikan bagi yang musafir selama tiga hari tiga malam
sedang yang bermukim ia boleh menyapu sepatunya hanya untuk sehari
semalam.

8.7 Bergerak dalam Shalat untuk Menghindarkan Bahaya


Ketika seseorang sedang shalat, tak jauh dari tempat shalatnya, ia
melihat sesuatu yang membahayakan, misalnya seorang anak balita yang baru
bisa merangkak hendak mengambil pisau yang tergeletak di depannya. Apa
yang perlu dilakukan oleh orang yang sedang shalat ketika melihat hal yang
membahayakan dirinya maupun orang lain?
Melihat kondisi yang membahayakan dirinya atau orang lain dalam
shalat, maka bergerak seperlunya untuk menyingkirkan pisau dari jangkauan
anak dan tidak mengucapkan kata-kata selain bacaan shalat, dibolehkan.
Kemudian, ia segera melanjutkan shalatnya. Ini sesuai dengan pemahaman
hadits:
Abu Hurairah ra. berkata, "Rasulullah saw. memerintahkan kami
sentiuk al-aswadain (ular dan kalajengking) dalam shalat.” (HR Ashabus
Sunan)
Diriwayatkan bahwa ketika Ibnu Umar ra. sedang shalat sesuatu yang
merayap-rayap seperti kalajengking. la memukulnya dengan sandalnya. Jika
memerhatikan hadits di atas, Rasulullah saw. hanya memerintahkan untuk
membunuh ular dan kalajengking dalam shalat. Sebenarnya perintah ini boleh
di-qiyas-kan untuk binatang-binatang lain yang membahayakan.
Simpulannya, boleh membunuh hewan yang membahayakan, baik
membahayakan jiwa orang yang shalat atau kepada orang yang tidak shalat.
Dalam hadits ini Rasulullah saw. tidak membatasi berapa gerakan
mengeluarkan perintah tersebut, Rasulullah saw. tentu sadar bahwa
membunuh al-aswadain (ular dan kalajengking) memerlukan banyak
gerakan, tetapi tidak sebanyak ketika akan membunuh harimau. Namun perlu
ditegaskan, perbuatan apapun janganlah dilakukan secara keterlaluan, jangan
sampai mengeluarkan kata-kata, dan jangan sampai menyebabkan tubuh kita
mengarah ke arah selain kiblat.
DAFTAR PUSTAKA

Fatikhin dan Saifudin. (2009). Sholat TOP (Terjaga Oleh Pengetahuan).


Bandung: PT Karya Kita.

Ihsan, M. (2005). Buku Panduan Petualangan Alam. Jakarta: DAR! Mizan.

Nuhuyanan, A.K. (2012). Panduan Shalat Lengkap & Praktis Sesuai Petunjuk
Rasulullah saw. Jakarta: Akbar Media.

Rifa’i, M. (2015). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang.

Seadie, A. (1996). Penuntun Sholat Lengkap Dilengkapi Doa-Doa dan Wirid.


Jakarta: Rica Grafika.

Anda mungkin juga menyukai