Anda di halaman 1dari 22

EPIDIMIOLOGI

RIWAYAT ALAMIAH GIZI BURUK


DAN
UPAYA PENCEGAHAN

Oleh :
Kelompok IV
Alifiana Nur Aini (01)
Cynthia Febrina (08)
Ekky Margareta (12)
Emy Trias (13)
Mega Aprilia P (27)
Nitalia Nur (31)

UNIT PELAKSANAAN TEKNIS DINAS KESEHATAN PROVINSI


JAWA TIMUR AKADEMI GIZI SURABAYA
2015 - 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
PENDAHULUAN .................................................................................................. 6
2.1. Definisi Gizi Buruk ...................................................................................... 6
2.2. Permasalahan Gizi Buruk ............................................................................. 7
2.3. Pengertian dan Faktor Penyebab Penyakit Gizi Buruk .............................. 10
2.4. Interaksi antara Host, Agent, dan Environment dalam Penyakit Gizi Buruk
13
2.5. Riwayat Alamiah Penyakit Gizi Buruk ...................................................... 14
2.6. Penanggulangan Gizi Buruk ....................................................................... 15
2.7. Prevalensi ................................................................................................... 16
2.8. Pencegahan Gizi Buruk .................................................................................. 18
BAB III ................................................................................................................. 20
PENUTUP ............................................................................................................. 20
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 20
3.2. Saran ........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Pengaruh Gizi Buruk
Pada Balita” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan agar menambah wawasan penulis.
Dalam menyusun makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan
semua yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah


tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja.Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru.Sekarang ini masalah gizi
mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian.Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas
hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh.Akibat dari kesehatan gizi
yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita
penyakit gizi buruk Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu
sebab akibat yang timbal balik sangat erat.Berbagai penyakit gangguan gizi dan
gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh masing – masing orang.Masalah gizi semula dianggap
sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan
medis/kedokteran.Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan
produktivitas.Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak.
Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang
terjadi pada anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan
dalam kandungan. Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong
terjadinya gangguan gizi terutama pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan
makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu,
adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis
makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang
rapat Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok
kecil penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain
masih berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan
orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh
dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan
akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa
nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur
luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang
hilang atau terpakai ).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi
yang dikeluarkan.Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana
berdasarkan berat badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak
yang sedang tumbuh merupakan masalah serius.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu gizi buruk?


2. Mengapa bisa terjadi gizi buruk?
3. Apa riwayat alamiah dari gizi buruk?
4. Bagaimana cara menanggulangi gizi buruk?
5. Bagaimana cara mencegah gizi buruk?

1.3 Tujuan

Agar mahasiswa dapat mengerti, mengatasi, maupun mencegah terjadinya


gizi buruk dimasyarakat.
BAB II

PENDAHULUAN

2.1. Definisi Gizi Buruk

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ
serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada
tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung
lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan
jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi, tanda – tanda klinis gizi
buruk dapat menjadi indicator yang sangat penting untuk mengetahui seseorang
menderita gizi buruk. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak
factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan
berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik
bertujuan untuk menilai status gizi. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu
keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara
zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam
jangka waktu yang relatif lama. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh
sudah diketahui sejak berabad – abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang
timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya
atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama
kali dikenal adalah penyakit sariawan. Kesehatan yang baik tidak terjadi karena
ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan tertentu atau
berlebih.Kekurangan umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan
mineral.Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan
gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan
kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah
raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi
masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas hidangan.Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam
kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa
berhubungan dengan gangguan gizi.Defisiensi gizi merupakan awal dari
gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan
infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk.
Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan
manusia.Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan
tingkat yang tinggi.

2.2. Permasalahan Gizi Buruk

Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik


dari karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM).Kurangnya
pasokan energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Keadaan
gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan
Kwashiorkor-Marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-
anak di negara berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan
secara jelas menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat
teramati dari gejala yang ditunjukkan penderita.

1. KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO.
Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian
perut yang menonjol.Berat badannya jauh di bawah berat normal.Edema stadium
berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang
menyertai di antaranya:
a. Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak
terlihat sangat pasif.
b. Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.
c. Anemia.
d. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
e. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia (
perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada
kulit maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun kemudian menghitam.
Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan
ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
f.Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar
tubuh, terasa licin dan kenyal.

Tanda-tanda kwashiorkor meliputi :


a) Edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu
d) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
e) Rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut
f) Otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk
g) Bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan
mengelupas
h) Menolak segala jenis makanan (anoreksia)
i) Sering disertai anemia, diare, dan infeksi.

2. MARASMUS
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai
tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan
kulit.Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan
sebagian lemak dan otot .Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah
dikenali. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan
hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih
cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan
elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi ( pemberian
cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat mengakibatkan
aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan terhentinya denyut jantung.
Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan seksama.
Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
c. Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
e. Sering menderita diare atau konstipasi.
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar
hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
g. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
h. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput

3. MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan
gabungan gejala yang menyertai :
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal.
Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan
otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan
metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya
kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-
gejala masing-masing penyakit tersebut.
2.3. Pengertian dan Faktor Penyebab Penyakit Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan


nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-
rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di
Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi
utama yang banyak dijumpai pada balita.
Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk :
a. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu
:
1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi
unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan.
2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga faktor penyebab
gizi buruk pada balita, yaitu :
1) Keluarga miskin.
2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.
c. Faktor lain yang menyebabkan gizi buruk, yaitu :
1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat.
2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak.
3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak
memadai.
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu.Ada
banyak.Penyebab pertama adalah faktor alam.Secara umum tanah terkenal sebagai
daerah tropis yang minim curah hujan.Kadang curah hujannya banyak tetapi
dalam kurun waktu yang sangat singkat.Akibatnya, hujan itu bukan menjadi
berkat tetapi mendatangkan bencana banjir.Tetapi, beberapa tahun belakangan ini
tidak ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung yang merupakan
penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal
dipanen.
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal
di daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup.
Dikhawatirkan gizi yang kuang dan bahkan buruk akan memperburuk
pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-
anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur
sosial masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one
dimensional,' yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata
pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya
hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen
berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka
demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya
budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-
mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih
berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah.
Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan
kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap
penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan
untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat
seperti itu. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan
pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial
mereka sebagai warganegara.

MALNUTRISI PRIMER
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut
malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya
pengetahuan.Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat
dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala
kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada
anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari
kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun,
pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi
menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas
berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita
malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian
dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.

MALNUTRISI SEKUNDER

Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat


badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak
karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal
tumbuh.Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna,
metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus
gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi
sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena
adanya gangguan di sistem tubuh anak.pada malnutrisi sekunder tampak anak
sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda
lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada
gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit mukatampak segar.Kasus
malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu
berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB).
Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang
ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks
dan rumit.Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran
anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi,
tumbuh kembang dan lainnya.Gizi buruk memang merupakan masalah klasik
bangsa ini sejak dulu.Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap
sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik
dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah
ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan,

2.4. Interaksi antara Host, Agent, dan Environment dalam


Penyakit Gizi Buruk

1. Agent
Agent adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini
yang menjadi agent adalah zat-zat gizi yang terkandung dalam
makanan, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi, keluarga
miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak,
faktor penyakit bawaan pada anak, faktor ketersediaan pangan yang bergizi
dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam pengolahan
pangan dan pengasuhan asuh anak, serta pengelolaan yang buruk dan
perawatan kesehatan yang tidak memadai.

2. Host
Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar atau beresiko terhadap
suatu penyakit. Dalam gizi buruk manusia berperan sebagai host atau pejamu.
Dalam hal ini yang rentan terkena penyakit gizi buruk adalah balita. Karena
balita daya tahan tubuhnya masih rentan.

3. Environment
Environment atau lingkungan meliputi lingkungan sosial, lingkungan
biologi, dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial yang mempengaruhi host
adalah ekonomi rendah sehingga host tidak mampu mengkonsumsi makanan
yang bergizi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi adalah sanitasi atau air
bersih yang tidak memadai. Dan lingkungan fisik yang mempengaruhi adalah
keadaan rumah yang kurang baik.
Penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah keluarga
miskin. Keluarga miskin sangat erat hubunganya dengan ekonomi rendah,
sehingga host dengan kondisi ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan
pangan hanya seadanya tidak memperhatikan zat-zat gizi yang terkandung
dalam makanan ditambah dengan sanitasi atau air bersih yang tidak
memadahi dan keadaan rumah yang kurang baik. Hal ini menyebabkan host
rentan terkena penyakit gizi buruk terutama balita, karena balita daya tahan
tubuhnya masih rentan.

2.5. Riwayat Alamiah Penyakit Gizi Buruk

1. Fase Rentan
Terjadi karena tidak adanya kesimbanganan antara host, agent, dan
environment. Misalnya host memakan makanan yang kurang zat gizinya
sehingga zat gizi didalam tubuh host lama kelamaan berkurang.

2. Fase Presymtomatic
Saat zat gizi dalam tubuh host berkurang maka akan terjadi
perubahan faali dan metabolis.
3. Fase Klinik
a. Kwashiorkor
b. Marasmus
c. Marasmus-Kwashiorkor

4. Fase Terminal
Penanggulangannya secara intensif dan hasilnya ada empat
kemungkinan yaitu sembuh, cacat, sakit kronis dan kematian.

Model Epidemiologi yang Digunakan

Gizi buruk merupakan penyakit tidak menular. Host dapat mengalami gizi
buruk karena terpengaruh banyak faktor dan diantara banyak faktor tidak ada yang
dominan, semuanya saling berkaitan baik memperkuat maupun melemahkan.
Sehingga model epidemiologi yang digunakan penyakit gizi buruk adalah web
causation atau jaring-jaring sebab akibat.

2.6. Penanggulangan Gizi Buruk

Banyaknya masalah gizi buruk yang terjadi di Indonesia membuat


beberapa ahli membuat metode untuk mengurangi masalah tersebut. Berikut
beberapa cara untuk menanggulangi masalah tersebut :

1. Asupan Gizi
Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas
bisa berdampak baik sekaligus berdampak buruk.suatu produk suplemen
harus menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. kita tidak terlena begitu
saja dengan rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi lain produk
suplemen yang memang bisa dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi
kebanyakan orang yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari makanan
sehari-hari.
Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan
langsung, bukan asupan atau suplemen yang dijual bebas.Sebab tak seorang
pun yang bisa menjamin keamanannya, Kecuali kalau asupan itu memang
dianjurkan oleh dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun
sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat
yang dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali
untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal Banyak produk susu
kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA dan sebagainya.
ASI juga mengandung zat anti efeksi.
Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan
asupan susu yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita
diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari
berat badan anak kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain:
biasa makan beraneka ragam makanan (makan 2-3 kali sehari dengan
makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu memantau kesehatan anggota
keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium, dan khusus ibu hamil,
didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal sampai 4 bulan
setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh masyarakat
Indonesia.

Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:


a. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
c. Maturasi tulang terlambat.
d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.

2. Langkah Pengobatan
Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan
tingkatannya.Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan
perbaikan gizi.Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein
sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal.Langkah penanganan harus
didasarkan pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya.
Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-
masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu.Penderita pun
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara
penuh.Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status
gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan gizinya
dengan cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah
gejala atau kekambuhan dari gizi buruk.

2.7. Prevalensi
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, berbagai upaya
intervensi perbaikan gizi yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah
kasus gizi kurang dan gizi buruk balita dalam beberapa tahun terakhir.
"Capaiannya sudah signifikan, tapi memang belum bisa langsung membuatnya
jadi tidak ada karena untuk itu memang butuh waktu lama," katanya. Ia
menjelaskan, penanganan gizi buruk membutuhkan dana yang cukup besar,
sehingga perlu dukungan dana dari pemerintah pusat. Kasus gizi buruk dan gizi
kurang pada balita yang pada 2004 sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta
pada 2005 dan kembali turun menjadi 4,2 juta pada 2006. "Tahun 2007 angkanya
juga turun lagi menjadi 4,1 juta.
Mengalami penurunan bermakna dalam tiga tahun terakhir. Menurut
Laporan Kasus Gizi Buruk Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke
Departemen Kesehatan pada 2005, jumlah kasus gizi buruk pada balita yang
ditemukan dan ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi 50.106 pada
2006 dan turun lagi menjadi 39.080 pada 2007. Jumlah temuan kegiatan
surveilans itu lebih rendah dibandingkan dengan target penemuan kasus gizi
buruk pada balita yang pada 2005 seharusnya sebanyak 180.000 kasus, 94.000
kasus pada 2006 dan 75.000 kasus pada 2007.
Guna menurunkan jumlah kasus gizi buruk seperti yang telah ditargetkan,
yakni menjadi 20 persen dari total balita pada 2009, pemerintah telah melakukan
upaya penanggulangan masalah gizi jangka pendek, menengah dan panjang.
Targetnya tahun 2009 bisa turun menjadi 20 persen dari jumlah balita, upaya
jangka pendeknya antara lain perawatan kasus sesuai prosedur di rumah sakit
secara gratis, pemberian makanan bergizi tinggi bagi balita dari keluarga kurang
mampu dan surveilans kasus secara periodik melalui Posyandu, serta pemberian
makanan pendamping ASI gratis bagi bayi usia 6-24 bulan dari keluarga kurang
mampu.
Jangka menengah memberdayakan masyarakat untuk memperbaiki pola
asuh pemeliharaan bayi seperti promosi pemberian ASI eksklusif selama enam
bulan dan penimbangan berat badan bayi secara rutin untuk deteksi dini kasus,
pemerintah juga berusaha meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang
bermutu melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa, penempatan bidan di desa,
peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas dan
pembentukan tim kesehatan keliling di daerah terpencil.
Setiap tahun juga telah meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan
gizi. Jika pada 2005 alokasi dana untuk perbaikan gizi hanya Rp175 miliar, maka
2006 ditingkatkan menjadi Rp582 miliar dan kembali ditingkatkan menjadi
Rp600 miliar pada 2007. "Tahun 2008 ini besaran anggarannya masih dibahas,
tapi dipastikan tidak akan lebih rendah dari Rp600 miliar," Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen
untuk biaya kesehatan. Dengan strategi dan langkah yang telah diterapkan,
pemerintah optimistis bisa menurunkan kasus gizi buruk dan kurang pada balita
sesuai target.

2.8. Pencegahan Gizi Buruk

Pencegahan primer :
1. Promosi kesehatan :
a. Penyuluhan gizi masyarakat baik di Puskesmas maupun di luar
Puskesmas tentang pentingnya vitamin A dan zat besi dan sumber
makanan yang mengandung zat tersebut serta tentang pentingnya ASI
eksklusif.

1) Pemantauan kadarzi (Keluarga Sadar Gizi)


2) Penyebarluasan pedoman umum gizi seimbang (PUGS)

2. Proteksi Spesifik :
a. Pemberian kapsul vitamin A untuk mencegah kekurangan vitamin
A pada bayi, balita dan ibu nifas serta pemberian tablet Fe untuk
mencegah anemia pada ibu hamil. Tablet Fe diberikan secara rutin
kepada bumil melalui bidan desa yang sudah ditunjuk sehingga
tidak perlu lagi ke puskesmas.

1. Memberikan makanan tambahan yang mengandung kalori


dan protein pada anak sekolah.

Pencegahan sekunder

1. Deteksi Dini :
a. Pemantauan tumbuh kembang balita (penimbangan dan pelayanan
terpadu) di Posyandu setiap bulan.
b. Pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kurang
energi kalori (KEK), kurang energi protein (KEP) dan pemantauan
status gizi (PSG).
c. Pemantauan pola konsumsi pangan keluarga.
d. Pemantauan bumil KEK dari saat hamil hingga melahirkan.
e. Pemantauan garam beryodium dan distribusi kapsul yodium.
f. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan berat badan (BB) pada ibu
hamil secara rutin.
2. Pengobatan Tepat :
a. Pengobatan kasus gizi buruk, kunjungan rumah bila menemukan
kasus.
b. Memberikan bahan makanan kepada keluarga dengan anggota gizi
kurang.

Pencegahan tersier

1. Pemberian pendidikan di sekolah luar biasa kepada penderita dengan gizi


kurang yang mengalami kecacatan seperti kebutaan, idiot atau retardasi
mental.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi,


biologi, dan lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social - ekonomi,
merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak
sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang kalori protein
sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang
tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia
kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka
berusia 18 bulan. Penilaian status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang
menjamin setiap anggota masyarakat mendapatkan makanan yang cukup jumlah
dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap
hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.Kasus
gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja. Tetapi karena
proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai
puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena
berbagai penelitian menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap
pertumbuhan dan perkembangan otak manusia

3.2. Saran

Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi


buruk terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat
penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi
buruk merebak barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan
pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri.Sebab,
perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah, anak-anak yang
menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu
hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang
diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis.Tanpa data
dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Dan
seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya yang
nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu. Ibu jangan mudah menyerah
hadapilah semuanya itu, saya yakin pasti akan ada jalan keluarnya
DAFTAR PUSTAKA

Lusa.2009.Gizi Buruk.24 Maret 2013.lusa.web.id

Ali, Arsad Rahim.2009.Patogenesis Penyakit Defisiensi Gizi.4 April


2013.arali2008.wordpress.com

Munif.2012.Epidemiologi Gizi Buruk.4 April 2013. helpingpeopleideas.com

Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009.


Depkes RI 2005

Anda mungkin juga menyukai