Abstract
This paper examines the interpretation of the crime of religious blasphemy as defined by grammatical
interpretation and meaning in Indonesian positive law. Background case of religious defamation by Basuki
Tjahaja Purnama or Ahok. with the decision of No.1537Pid.B / 2016 / PN. Jkt Utr. In that case there is a
phrase "Be lied to use Al-Maidah letters" mentioned Ahok in front of citizens with the context of choosing
leaders according to Islam in a working visit to the Thousand Islands on 27 September 2016. The word lied
is an instrument that is not neutral because the word is lied to, humbled when juxtaposed with the word of
the Quran. The author uses normative juridical methods in searching for the meaning of religious
defamation through the perspective of Indonesian positive law and the opinions of some Muslim jurists and
scholars. Law No.1 / PNPS / Year 1965 is used as the basis and guidance in handling the issue of the
Crime of Blasphemy in Indonesia, while Article 156 and Article 156 a of the Criminal Code are copies of
Law No.1 / PNPS / Year 1965 which is the source in the verdict in every decision in case of defamation of
religion in Indonesia. The formulation of the crime itself does not contain a clear explanation and
interpretation of deeds classified as defamation of religion, so that the formulation of religious defamation
rules is needed to narrow the space of interpretation in the draft Penal Code (R-KUHP).
moral dan perbuatan pelakunya. Marl tidak menahan Ahok karena berbagai
Juergensmeyer menyatakan3 : pertimbangan seperti: kooperatif, tidak
“Violence has always been endemic menghilangkan barang bukti, tidak
to religion. Images of destruction
melarikan diri, dan tidak mengulangi
and death are envoked by some of
religion’s most popular symbols, and perbuatannya.
religious wars have left through
Dalam proses penyelidikan oleh tim
history a trail of blood. The savage
martyrdom of Hussain in Shiite penyelidik Badan Reserse dan Kriminal
Islam, the crucifixion of Jesus in
Markas Besar Kepolisian Republik
Christianity, the sacrifice of Guru
Tegh Bahadur in Sikhism, the bloody Indonesia (Bareskrim Mabes Polri)
conquest in the Hebrew Bible, the
ditemukan perbedaan pendapat yang
terrible battles in the Hindu epics,
and the religious wars attested to in tajam di antara para saksi ahli, baik
Sinhalese Buddhist chronicles
pidana, bahasa, dan agama dalam kasus
indicate that in virtually every
tradition images of violence occupy Ahok. Di kalangan penyidik yang
as central a place as portrayals of
berjumlah 21 orang pun, terjadi
non-violence.”
perbedaan pandangan, ada yang
Dalam pernyataannya tersebut,
menyatakan ucapan Ahok menyebut
Juergensmeyer menilai bahwa sumber
Surat Al-Maidah ayat 51 itu pidana,
utama konflik dan kekerasan di dunia
sebagian menyebutkan tidak5.
adalah agama4.
Rizieq Shihab selaku saksi ahli
Berdasarkan kajian sejumlah bukti di
agama dari pihak jaksa penuntut umum
antaranya video, beberapa dokumen, dan
yang hadir dalam sidang ke-12 kasus
keterangan saksi-saksi serta para ahli,
penodaan agama dengan terdakwa
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
memberikan keputusan untuk menaikkan
menyatakan bahwa tindakan Ahok
kasus dugaan penodaan agama oleh
adalah murni penodaan agama.
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki
Sedangkan guru besar ilmu tafsir IAIN
Tjahaja Purnama atau Ahok ke tingkat
Alauddin Makassar, Profesor Hamka
penyidikan dilakukan berdasarkan fakta
Haq, MA. yang dihadirkan pula sebagai
hukum yang ada. Meski demikian, polisi
ahli agama dalam persidangan tersebut
3 5
Marl Juergensmeyer, Violence and the Sacred http://www.voaindonesia.com/a/kapolri-ahok-te
in the Modern World, (1992), 1. rsangka-obyektif-profesional/3598071.html.,
4
Ibid. 2016: 1.
Volume 2, No. 1, Juni 2017 | 269
Kurnia Dewi Anggraeny
Penafsiran Tindak Pidana Penodaan Agama
Dalam Perspektif Hukum
lain dan perbedaan ini dapat dianggap Manusia 1948 (DUHAM). Keempat,
sebagai penghinaan terhadap agama Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang
lain12. No. 12 Tahun 2005 tentang
Dengan kata lain, penafsiran yang Pengesahan Kovenan Internasional
berbeda-beda dianggap sebagai bentuk tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
penodaan agama. Menurut salah satu (International Covenant on Civil
konsultan hukum, Boris Tampubolon, and Political Rights / ICCPR).
adanya penafsiran berbeda dari suatu
ajaran agama bukan merupakan 1) Pasal 28E ayat (2) UUD 1945
penodaan terhadap agama. Tetapi ada “Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini
beberapa alasan yang dapat
kepercayaan, menyatakan
dikemukakan, yaitu13: pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya.”
a. Penafsiran adalah hak asasi manusia
yaitu hak kebebasan berekspresi dan
2) Pasal 23 ayat 2 UU HAM
menyatakan pendapat yang dijamin
“Setiap orang bebas untuk
dan dilindungi Konstitusi. mempunyai, mengeluarkan dan
menyebarluaskan pendapat
Setidaknya ada empat instrumen
sesuai hati nuraninya, secara
hukum yang memberi kerangka lisan dan atau tulisan melalui
media cetak maupun elektronik
umum pada kebebasan berpendapat
dengan memperhatikan
dan berekspresi di Indonesia. nilai-nilai agama, kesusilaan,
ketertiban, kepentingan umum,
Pertama, Pasal Pasal 28E ayat (2)
dan keutuhan bangsa.”
UUD 1945. Kedua, Pasal 23 ayat (2)
UU HAM. Ketiga, Pasal 18 dan 19 3) Pasal 18 DUHAM
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi “Setiap orang berhak atas
kebebasan pikiran, hati nurani
dan agama; dalam hal ini
12
Nella Sumika Putri, Widati Wulandari dan termasuk kebebasan berganti
Raden Ayumas Zisni, Kajian Tindak Pidana agama atau kepercayaan, dengan
Terhadap Agama Di Indonesia Dibandingkan
Dengan Pengaturannya Menurut Hukum kebebasan untuk menyatakan
Internasional Dan Di Negara-Negara Lain, agama atau kepercayaann
(Semarang, DIPA Fakultas Hukum dengan cara mengajarkannya,
Universitas Padjajaran, 2015), 19. melakukannya, beribadat dan
13
Boris Tampubolon, “Penodaan Agama mentaatinya, baik sendiri
Menurut Konstitusi dan Hak Asasi Manusia”,
https://konsultanhukum.web.id/penodaan-aga maupun bersama-sama dengan
ma-menurut-konstitusi-dan-hak-asasi-manusi
a/, diakses 16 November 2016.
Volume 2, No. 1, Juni 2017 | 273
Kurnia Dewi Anggraeny
Penafsiran Tindak Pidana Penodaan Agama
Dalam Perspektif Hukum
17
Marsudi Utoyo, Tindak Pidana Penistaan
Agama oleh Kelompok Aliran di Indonesia,
(Palembang, Pranata Hukum, 2012), 19.
Volume 2, No. 1, Juni 2017 | 276
Kurnia Dewi Anggraeny
Penafsiran Tindak Pidana Penodaan Agama
Dalam Perspektif Hukum
demikian dapat dikatakan hukum pidana KUHP sebelumnya tidak secara tegas
itu memberi aturan-aturan untuk mengatur hukum untuk tindak penodaan
menanggulangi perbuatan jahat. Hukum agama. Pasal-pasal serupa yang
pidana mempunyai pengaruh preventif membahas tindak penodaan agama atau
terhadap terjadinya terkait kebencian terhadap suatu
pelanggaran-pelanggaran norma hukum, golongan, yaitu 154, 155, dan 156, baru
diterapkan terhadap pelanggaran yang secara spesifik mengatur hukuman untuk
konkrit dan sudah tercantum dalam tindakan penyebaran kebencian terhadap
peraturan hukum (Theorie des suku, golongan, pemerintah, dan
Psychischen Zwanges/ajaran paksaan kelompok tertentu, yang selanjutnya
psikis)23. dipertegas melalui Putusan MK
Setelah diundangkannya No.140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April
Undang-Undang No.1 / PNPS / 1965 2010. Putusan MK ini menegaskan
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan tentang keberadaan Pasal 28 (J) ayat 2
atau Penodaan Agama, maka dalam tentang pembatasan atas ketentuan hak
KUHP ditambahkan Pasal 156 a. Pasal asasi manusia, sehingga
156 a dimasukkan dalam KUHP Bab V memperkenankan negara untuk
tentang Kejahatan terhadap Ketertiban membatasi kebebasan beragama dan
Umum yang mengatur perbuatan berkeyakinan di Indonesia25.
menyatakan perasaan permusuhan, Mantan Menteri Agama Surya
kebencian atau penghinaan terhadap Dharma Ali menilai bahwa tidak adanya
orang atau golongan lain di depan umum definisi atau penjelasan yang jelas
dan juga terhadap orang atau golongan menurut Undang-Undang membuat pasal
yang berlainan suku, agama, keturunan penodaan agama ini multitafsir dan tidak
24
dan sebagainya . Pemerintah memberikan kepastian hukum (pasal
mengeluarkan peraturan PNPS karena
23 25
Sunaryo & Ajen Dianawati, Tanya Jawab Nella Sumika Putri & Tim LBH Bandung,
Seputar Hukum Acara Pidana, (Jakarta, “Analisis Pasal 156 a KUHP dan UU No.1
Transmedia Pustaka, 2010), 10. Tahun 1965 Terkait Tindak Pidana Penodaan
24
Tajus Subki, Multazaam Muntahaa & Ainul Agama yang Terjadi di Jawa Barat”,
Azizah, “Analisis Yuridis Tindak Pidana http://www.lbhbandung.or.id/media/2017/03/
Penodaan Agama Studi Putusan Pengadilan Analisis-Pasal-156-a-KUHP-dan-UU-No-1-t
Negeri Sampang Nomor: ahun-1965-terkait-tindak-pidana-penodaan-a
69/Pid.B/2012/PN.Spg”, Journal Etika gama-yang-terjadi-di-Jawa-Barat.pdf, diakses
Hukum, Volume 1, Nomor 1 (April 2014): 55. Maret 2016.
Volume 2, No. 1, Juni 2017 | 279
Kurnia Dewi Anggraeny
Penafsiran Tindak Pidana Penodaan Agama
Dalam Perspektif Hukum
DKI Jakarta, akan tetapi oleh karena Surat Al-Maidah ayat 51 sebagai alat
terdakwa telah terdaftar sebagai salah atau sarana untuk membohongi dan
satu calon Gubernur maka ketika membodohi masyarakat dalam rangka
terdakwa memberikan sambutan dengan pemilihan Gubernur DKI Jakarta,
sengaja memasukkan kalimat yang dipandang sebagai penodaan terhadap
berkaitan dengan agenda pemilihan Al-Qur’an sebagai Kitab Suci agama
Gubernur DKI dengan mengaitkan surat Islam, sejalan dengan Pendapat dan
Al-Maidah ayat 51 yang antara lain Sikap Keagamaan Majelis Ulama
mengatakan sebagai berikut: Indonesia (MUI) tanggal 11 Oktober
“... ini pemilihan kan dimajuin jadi 2016 angka 4 yang menyatakan bahwa
kalo saya tidak terpilih pun saya
kandungan Surah Al-Maidah ayat 51
berhentinya Oktober 2017 jadi kalo
program ini kita jalankan dengan yang berisi larangan menjadikan Yahudi
baik pun bapak ibu masih sempet
dan Nasrani sebagai pemimpin adalah
panen sama saya sekalipun saya tidak
terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini sebuah kebohongan, hukumnya haram
supaya bapak ibu semangat, jadi ga
dan termasuk penodaan terhadap
usah pikiran ah..nanti kalau ga ke
pilih, pasti Ahok programnya bubar, Al-Qur’an.
engga........saya sampai Oktober
Fakta tersebut menjadikan Jaksa
2017, jadi jangan percaya sama
orang, kan bisa aja dalam hati kecil Penutut Umum (JPU) memberikan
bapak ibu ga bisa pilih saya, ya
dakwaan alternatif pertama dengan
kan dibohongi pakai surat
Al-Maidah 51, macem-macem ancaman pidana dalam Pasal 156 a huruf
itu itu hak bapak ibu yah jadi kalo
a Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
bapak ibu perasaan gak bisa kepilih
nih karena saya takut masuk neraka Dakwaan alternatif kedua
karna dibodohin gitu ya enga papa,
menyebutkan tentang perbuatan
karna inikan panggilan pribadi bapak
ibu program ini jalan saja, jadi terdakwa diancam pidana dalam Pasal
bapak ibu gak usah merasa gak enak,
156 Kitab Undang-Undang Hukum
dalam nuraninya ga bisa milih Ahok,
gak suka sama Ahok nih, tapi Pidana, selanjutnya dinyatakan pada
programnya gua kalo terima ga enak
hal-hal berikut ini:
dong jadi utang budi jangan bapak
ibu punya perasaan ga enak nanti - Bahwa dengan perkataan terdakwa
mati pelan-pelan loh kena stroke.”
tersebut, pemeluk dan penganut
agama Islam yang merupakan salah
Bahwa perbuatan terdakwa yang
satu golongan rakyat Indonesia,
telah mendudukkan atau menempatkan
wacana ini digempur dari banyak positif, dengan kata lain kata itu
disiplin ilmu. sendiri yang negatif.
Pengertian kata penistaan dan b. Prof. DR. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.
penodaan adalah jika bicara bentuk Ahli sebagai ahli agama Islam
kata menista itu kata kerjanya, memiliki keahlian di bidang tafsir
penistaan itu kata bendanya, jadi dan Ulumul Quran, yaitu ilmu
proses menista orang itulah yang tentang Al-Quran, apa itu Al-Quran,
disebut penistaan, jika menodai itu bagaimana Al Quran diturunkan,
mencederai, jika kita melihat definisi Nasih Mansuh, sampai kepada ilmu
kamus besar kurang lebih seperti itu, tafsir Al-Quran.
sedangkan jika dilihat dari gradasi, Al-Quran tidak mengatur secara
sebenarnya itu hanya sinonim khusus mengenai ayat-ayat yang
menurut yang ahli pahami walaupun menjadi ukuran ini menista, ini
dari segi kualitas ujaran itu menista menghina atau mengolok-olok, tetapi
lebih berat daripada menodai. banyak sekali di dalam Al-Quran
Ahli menyebutkan sebagai celaan terhadap orang yang
intenden meaning dan terdapat melakukan Istihza’ atau
implicatcher, tentang intenden mengolok-olok atau merendahkan
meaning ada maksud setiap orang Al-Quran.
berbicara pasti sengaja pasti Bahwa dari video tersebut yang
terpikirkan dan keluar menjadi dimintakan pendapat oleh penyidik
produksi ujaran. Mengenai fokusnya pada kata-kata yang
implicatcher, itu adalah istilah ilmu menistakan agama, yaitu pada
ahli, ada ujaran yang terungkap kata-kata di bohongi menggunakan
seperti makna yang dipahami, setiap Al-Ma’idah ayat 51, dan pendapat
ujaran itu punya makna, jadi pilihan ahli yaitu ahli mengatakan bahwa
kata menjadi ujaran itu kan ada yang dari perkataan itu ada penistaan dan
biasa, tapi kalau pilihan kata tadi penodaan agama, pertama terhadap
yang kita fokus itu adalah bohong, itu ulama yang menyampaikan
jelas bahwa itu adalah menegasi Al-Ma’idah dan terhadap
makna positif, menegatifkan makna Al-Ma’idah itu sendiri.
makna positif, dengan kata lain kata itu dari public figure, seharusnya dapat
sendiri yang negatif. diberikan sanksi sesuai dengan peraturan
Saat menafsirkan suatu perbuatan yang berlaku.
termasuk dalam kategori penodaan
agama, penegak hukum khususnya jaksa
dan hakim sangat tergantung dengan DAFTAR PUSTAKA
keterangan dari para ahli yang
memberikan keterangan di pengadilan. Buku
Ardhiwisastra, Yudha Bhakti. Penafsiran
B. Saran dan Konstruksi Hukum. 8.
Saran penulis adalah lembaga Bandung: Alumni, 2000.
legistlatif di Indonesia harus segera Arief, Barda Nawawi. Delik Agama Dan
meratifikasi peraturan mengenai Penghinaan Tuhan (Blasphemy)
penodaan agama khususnya tentang Di Indonesia Dan
Pasal 156 KUHP terkait kalimat di muka Perbandingannya Di Berbagai
umum dalam materi pasal yang Negara. 2. Semarang:
menyebutkan tindak pidana di muka Universitas Diponegoro, 2007.
umum menyatakan perasaan Apeldoren, L.J. Van. Pengantar Ilmu
permusuhan, kebencian atau penghinaan Hukum. 41. Jakarta: Pradnya
terhadap suatu golongan rakyat Paramita, 1981.
Indonesia. Perumusan peraturan tersebut Blasphemy, L.W.Levy. Verbal Offences
harus diperjelas penafsirannya dan Againts The Sacred From Moses
dipersempit ruang lingkupnya, sehingga To Salman Rusdhie.3. New York:
pengertiannya di muka umum akan lebih Knopf, 1993.
jelas kriterianya. H.A.K., Moch. Anwar. Hukum Pidana
Pada kasus penodaan agama Bagian Khusus (KUHP Buku
selanjutnya, kasus Ahok yang sempat II) Jilid 1. 7. Bandung: Citra
menjadi sorotan utama nantinya dapat Aditya Bakti, 1994.
menjadi salah satu yurisprudensi dan Heveman, Roelof H. The Legality of
contoh pada masyarakat bahwa ketika Adat Criminal Law in Modern
ada kasus penodaan agama yang bukan Indonesia. 50. Jakarta: Tata Nusa,