Anda di halaman 1dari 4

Pertumbuhan tanaman yang baik memerlukan 16 jenis unsur hara esensial, yaitu N, P, K, S, Ca,

Mg, Cl, Fe, Mn, Cu, B, Mo, Zn, dari dalam tanah dan C, H, O dari udara (Tisdale, et.al., 1985;
Goeswono Soepardi, 1983). Keenambelas jenis hara tersebut mutlak diperlukan oleh tanaman
dalam pertumbuhannya. Proporsi kebutuhan hara tanaman untuk tumbuh secara optimum ada
yang dibutuhkan dalam jumlah banyak (makro) dan ada yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit
(mikro).

Sulfur (S) bersama dengan kalsium dan magnesium merupakan hara tanaman sekunder. Hal ini
berarti S dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak tetapi lebih sedikit dari unsur Nitrogen (N),
Phosphosr ( P), dan kalium (K). Menurut Goeswono Soepardi (1983) S merupakan penyusun
asam amino metionin dan sistein. Struktur protein dalam tanaman sebagian besar ditentukan oleh
gugusan S. Unsur ini juga dikenal sebagai hara penting yang diperlukan untuk produksi khlorofil.

Pada umumnya S yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal tanaman bervariasi antara 0.1
sampai 0.5% dari bobot kering tanaman (Marschner, 1995). Tanaman mengambil S berhubungan
erat dengan serapan P dan juga berhubungan dengan serapan N. Serapan S oleh sebagian besar
tanaman berkisar antara 10 sampai dengan 15 % dari serapan N.

Pada tanaman sereal serapan S berkisar antara 60 sampai dengan 75 % serapan P (Prasad dan
Power, 1997). Dengan demikian apabila tanaman kekurangan Nitrogen atau Fosfor maka
kemungkinan besar akan terjadi pula kekurangan S atau sebaliknya.

Sulfur adalah salah satu hara esensial tanaman seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang
berkontribusi dalam meningkatkan hasil tanaman melalui tiga cara berbeda yaitu :

Memberikan hara secara langsung


Memberikan hara secara tidak langsung sebagai bahan tambahan/perbaikan tanah terutama untuk
tanah alkalis.
Meningkatkan efisiensi penggunaan unsur hara tanaman esensial lainnya terutama nitrogen dan
fosfor.
Peningkatan kasus kekurangan unsure S pada areal pertanian di seluruh dunia disebabkan hal
sebagai berikut :

Semakin banyak sulfur yang diangkut dari tanah sebagai hasil dari meningatnya produksi
pertanian akibat meningkatnya penggunaan pupuk, sistem intensifikasi tanaman, penggunaan
varietas unggul dan perbaikan irigasi.
Meningkatnya penggunaan pupuk analisis tinggi dan pupuk bebas S, seperti urea, DAP
(diamonium phosphate), dan KCl.
Menurunnya penggunaan pupuk organik, pupuk yang mengandung S, dan pestisida yang
mengandung S, dan tidak dikembalikannya bahan organik sisa panen.
Penurunan emisi sulfur dioksida (SO2) karena adanya kontrol yang ketat mengenai polusi
lingkungan.
Berkaitan dengan hal yang telah diuraikan, maka perlu pemahaman mengenai sulfur, baik
keberadaan sulfur didalam tanah maupun peranannya bagi tanaman. Tulisan ini mencoba
membahas hal yang berkaitan dengan peranan sulfur bagi pertumbuhan tanaman berdasarkan
berbagai bahan referensi.

###Peranan Sulfur dalam Tanaman

Sulfur merupakan salah satu unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman, diserap oleh akar
sebagai ion sulfat dan mengalami reduksi di dalam tanaman menjadi gugusan sulfihidril (-SH),
sedangkan daun mengambil sulfur dari atmosfer dalam bentuk sulfur dioksida.

Pada umumnya sulfur dibutuhkan tanaman dalam pembentukan asam-asam amino sistin, sistein
dan metionin. Disamping itu S juga merupakan bagian dari biotin, tiamin, ko- enzim A dan
glutationin (Marschner, 1995).

Diperkirakan 90% S dalam tanaman ditemukan dalam bentuk asam amino, yang salah satu fungsi
utamanya adalah penyusun protein yaitu dalam pembentukan ikatan disulfida antara rantai-rantai
peptida (Tisdale et al. 1985). Sulfur merupakan bagian dari hasil metabolisme senyawa-senyawa
kompleks. Sulfur juga berfungsi sebagai aktivator, kofaktor atau regulator enzim dan berperan
dalam proses fisiologi tanaman.

Selain fungsi yang dikemukakan di atas, peranan S dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman
sangat banyak dan penting, diantaranya merupakan bagian penting dari ferodoksin, suatu komplex
Fe dan S yang terdapat dalam kloroplas dan terlibat dalam reaksi oksidoreduksi dengan transfer
elektron serta dalam reduksi nitrat dalam proses fotosintesis, S terdapat dalam senyawa-senyawa
yang mudah menguap yang menyebabkan adanya rasa dan bau pada rumput-rumputan dan
bawang-bawangan.

Sulfur dikaitkan pula dengan pembentukan klorofil yang erat hubungannya dengan proses
fotosintesis dan ikut serta dalam beberapa reaksi metabolisme seperti karbohidrat, lemak dan
protein. Sulfur juga dapat merangsang pembentukan akar dan buah serta dapat mengurangi
serangan penyakit (Tisdale et al. 1985 ).

Tanaman membutuhkan sulfur dalam jumlah yang hampir sama dengan fosfor. Oleh karena itu,
untuk menunjang pertumbuhan tanaman yang optimal diperlukan ketersediaan sulfur yang cukup
tinggi di dalam tanah. Selanjutnya diungkapkan pula bahwa sulfur merupakan penyusun protein
dan diduga erat berhubungan dengan reduksi nitrat, sehingga tanaman yang kekurangan sulfur
ditandai dengan adanya akumulasi nitrat (Trudinger, 1986).

Sulfur banyak diserap oleh tanaman padi selama masa pertumbuhan dan mencapai maksimum
pada fase pembungaan. Pada fase ini, sulfur terakumulasi di daun, sebagian besar di daun muda.
Kadar S-total di daun dan batang padi tinggi pada awal pertumbuhan. Setelah stadia itu, sulfur
disimpan dalam daun dan tangkai, kemudian ditranslokasikan ke gabah (Fox dan Blair, 1986).

Oleh karena itu, sulfur harus tersedia pada awal pertumbuhan sampai sekurang-kurangnya pada
fase anakan aktif untuk memperoleh hasil yang optimal.

Kekurangan sulfur akan menghambat sintesis protein, akibatnya terjadi akumulasi asam-asam
amino yang tidak mengandung S di dalam tanaman. Oleh karena itu, jaringan tanaman yang
kekurangan sulfur mempunyai nisbah N-organik/S-organik yang lebih tinggi (70/1 – 80/1) dari
pada jaringan tanaman normal. Nisbah ini dapat dijadikan petunjuk apakah suatu tanaman
mendapat suplai S yang cukup atau tidak (Schnug dan Silvia, 2000).

Penurunan kandungan klorofil secara drastis pada daun merupakan gejala khas pada tanaman yang
mengalami kekurangan sulfur (Maschner, 1995). Kekurangan Sulfur dapat didiagnosis dari gejala
visual tanaman, analisis tanaman dan tanah, dan respon tanaman terhadap pemberian sulfur.
Gejala ini terlihat dari warna kuning pada daun muda diikuti oleh daun yang lebih tua,
terhambatnya pertumbuhan, dan menekan jumlah produksi.

Setiap jenis tanaman berbeda-beda dalam menunjukkan gejala kekurangan sulfur.

Aplikasi sulfur dapat memberi dampak yang positif pada hasil panen padi seperti yang
ditunjukkan dari hasil penelitian Ismunadji (1982). Pemberian sulfur meningkatkan hasil panen,
butir padi per malai, berat butir padi, dan mengurangi persentase butir padi hampa.

Tuherkih et.al. (1998), melaporkan bahwa pemberian pupuk S 30 kg/ha dapat meningkatkan tinggi
tanaman dan hasil hijauan segar dan dapat meningkatkan kadar N, K, dan S serta protein kasar,
serat kasar, dan abu pada tanaman. Hasil penelitian Mustofa dan Abd El-Kader (2006) pada
tanaman pisang memperlihatkan bahwa pemberian pupuk sulfur dapat meningkatkan hasil buah
dan kualitas buah pisang.

###Pengelolaan Sulfur

Tanaman dan beberapa kultivar sangat bervariasi dalam kebutuhan sulfur. Spencer (1975)
membagi 3 kelompok tanaman berdasarkan tingkat kebutuhan S, yaitu:

tanaman dengan tingkat kebutuhan S yang banyak (20-80 kg S/ha),


tanaman dengan tingkat kebutuhan S sedang (10-50 kg S/ha), dan
tanaman dengan kebutuhan S rendah (5-25 kg S/ha).
Prasad dan Power (1997) menyatakan bahwa, tanaman serealia membutuhkan 3-4 kg S/t biji, 8 kg
S/t biji pada tanaman legume dan 12 kg S pada tanaman yang menghasilkan minyak.

Sulfur telah diaplikasikan sejak dahulu dalam bentuk amonium sulfat, super fosfat, dan kalium
sulfat. Namun demikian sejalan dengan peningkatan penggunaan pupuk analisis tinggi seperti
urea, DAP, dan amonium polyphosphate (APP), aplikasi sulfur secara perlahan semakin
berkurang.

Oleh karena itu, perlu adanya penambahan sulfur dalam bentuk unsur S, gipsum atau pirit, serta
pupuk organik tergantung ketersediaan bahan dan kebutuhan dari tanaman dan tanah. Untuk
tanaman padi sulfur dapat diaplikasikan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk anorganik, seperti
ZA, Amonium fosfat sulfat, Alumunium sulfat, dan pupuk SCU (sulfat coated urea).

Cara lain untuk menanggulangi kekurangan sulfur pada pertanaman padi sawah yaitu dengan cara
diberikan dalam bentuk tepung belerang sebanyak 24 – 48 kg/ha yang diaplikasikan bersama-sama
dengan pupuk urea dan SP 36 sebagai pupuk dasar sesuai dengan rekomendasi setempat

Anda mungkin juga menyukai